Anda di halaman 1dari 40

PROBLEMATIKA HUKUM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA TERHADAP PENGELOLAAN

KEWENANGAN PERPAJAKAN DAERAH DALAM PERSPEKTIF SOSIOL-LEGAL STUDIES

MAKALAH

DOSEN PENGAMPU:
Dr. M. Hatta Roma Tampubulon, SH., MH.

Makalah ini disusun untuk memenuhi mata kuliah


Sosiologi hukum pada semester ganjil TA 2021/2022
Program magister hukum fakultas hukum

Oleh:

SYAMSU FAQRAN
NIM: D 102 21 070
KATA PENGANTAR

Bersyukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul  “ Problematika
Hukum Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Pengelolaan Kewenangan Perpajakan
Daerah Dalam Perspektif Sosio-Legal Studies” ini.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pada Mata kuliah Sosiologi Hukum Program studi Magister Ilmu Hukum Pascasarjana
Universitas Tadulako. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
dalam memahami mata kuliah Sosialogi Hukum khususnya bagi penulis dan para
pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Moh. Hatta Roma
Tampubolon, SH., MH selaku Dosen Sosialogi Hukum Program Studi Magister Ilmu
Hukum Pascasarjana Universitas Tadulako yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Palu, November 2021
Penulis

Syamsu Faqran

i
DAFTAR ISI

DAFTAR PUSTAKA
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB 1. PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah................................................................................3
Perumusan Masalah......................................................................................11
Tujuan Penelitian..........................................................................................12
Manfaat Penelitian………………………………………………………….12
Metode Penelitian.........................................................................................13

BAB 2. PEMBAHASAN
Implementasi Ketentuan Intervensi Fiskal Pemerintah Pusat terhadap Daerah
dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja....................................16
Konsistensi Pengaturan Kewenangan Daerah dalam Pengutan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah setelah berlakunya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja...........................................................................................................21

BAB 3. SIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan.................................................................................................31
Saran...........................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Berdasarkan asas otonomi daerah, daerah berhak mengatur dan menjalankan

urusan pemerintahan daerahnya. Menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat dalamsistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 1 angka 5, 6, 7 UU

No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa angka 5 urusan

pemerintahan yakni kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang

pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan

Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat,

angka 6 Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia serta

point 7 Asas Otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

berdasarkan Otonomi Daerah. Urusan pemerintahan tersebut terdiri dari urusan

pemerintahan wajib dan pilihan. Urusan pemerintahan wajib diselenggarakan oleh semua

daerah. Sementara urusan pemerintahan pilihan diselenggarakan oleh daerah

menyesuaikan potensi daerahnya.Pemerintah daerah yang menyelenggarakan urusan

3
pemeritahan yakni kepala daerah yang pada daerah provinsi disebut gubernur, pada

daerah kabupaten/kota disebut bupati/walikota, serta perangkat daerah

Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan urusan pemerintahan yang telah

diserahkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Pajak Daerah merupakan

kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerahbagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pajak daerah merupakan salah satu sumber pendapatan daerah,

yang dalam pemungutannya harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan

serta Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Menurut UU No. 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), pemerintah daerah

berwenang untuk memungut dan menetapkan tarif sejumlah jenis pajak, diluar pajak

yang dipungut oleh pemerintah pusat. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak,

adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orangpribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan

secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Menurut Davey (1988), pajak daerah dapat diartikan sebagai:1

1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan

daerahnya sendiri;
1
Damas Dwi Anggoro, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UB Press, Malang, 2017, h. 45.

4
2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional namun penetapan tarifnya

dilakukan oleh pemerintah daerah;

3. Pajak yang ditetapkan dan/atau dipungut pemerintah daerah;

4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat namun

hasil pemungutan tersebut dibagi hasil dengan, atau dibebani pungutan

tambahan oleh pemerintah daerah.

Menurut Soekarno, pajak daerah merupakan pajak asli daerah maupun pajak

negara yang diserahkan kepada daerah, yang pemungutannya diselenggarakan

oleh daerah di dalam wilayah kekuasaannya, sebagai biaya kebutuhan rumah tangga

daerahnya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.2

Pajak daerah dan retribusi daerah menurut UU PDRD, merupakan suatu bentuk

tindak lanjut kebijakan otonomi dan desentralisasi fiskal yang bertujuan untuk3:

1. Meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah;

2. Memberikan peluang baru kepala daerah untuk mengenakan pajak baru;

3. Memberikan kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi

daerah dengan pembaharuan basis pajak daerah;

4. Memberikan kewenangan kepala daerah dalam menetapkan pajak daerah; dan

5. Menyerahkan fungsi pajak sebagai instrumenpenganggaran dan pengaturan

2
Ibid, h. 45-46
3
.Dahri Adi Patra Ls dan Andika Rusli, ‘Analisis Potensi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB-P2)Pasca
PengalihandariPajak Pusat Menjadi Pajak Daerah(Studi Empiris Pada Pemerintah Kota Palopo)’,
BongayaJournalforResearchin Accounting, Vol. 2 No. 1, 2019, h.45.
5
daerah.

Bahwa Pasal 1 angka 2 UU No. 33 Tahun 2004 Pemerintahan Daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD

menurut asas otonomi dan Tugas Pembantuan dengan prinsip otonomi

seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945. Untuk meningkatkan kemandirian keuangan pemerintah daerah,

komponen utama terdapat pada penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Pasal 1 angka 18 UU No. 33 Tahun 2004

bahwa Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan

perundang-undangan. Menurut Pasal 1 angka 13 UU No. 33 tahun 2004,

pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Sumber pendapatan

daerah berasal dari sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan lain-lain PAD yang

sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sebagai berikut4:

a) Pajak daerah, yaitu pajak-pajak yang ditentukan pemungutannya dalam Peraturan

Daerah, dan para pembayar pajak (Wajib Pajak) tidak menerima imbalan secara

langsung dari pemerintah daerah. Contoh pajak daerah yaitu Pajak Bumi dan

Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2), pajak kendaraan bermotor, pajak

4
Damas Dwi Anggoro, Op.Cit., h. 18-19
6
hiburan, pajak rumah makan/restoran, pajak iklan, pajak kendaraan bermotor, dan

sebagainya;

b) Retribusi daerah, yaitu pungutan yang dikenakan kepada masyarakat yang

menikmati secara langsung fasilitas tertentu yang disediakan pemerintah daerah,

yang diatur dalam peraturan daerah. Contoh retribusi daerah yaitu retribusi parker,

retribusi pasar, retribusi terminal, dan sebagainya;

c) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, yaitu pendapatan yang

diperoleh dari pengelolaan badan-badan usaha milik daerah maupun lembaga-

lembaga lainnya yang dimiliki pemerintah daerah; dan

d) Lain-lain PAD yang sah, meliputi:

1) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan

2) Jasa Giro

3) Pendapatan bunga;

4) Keuntungan nilai tukar selisih rupiah terhadap mata uang asing; dan

5) Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan

dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. BerdasarkanUU

PDRD, ketentuan mengenai tarif pajak daerah dan retribusi daerah diatur

dalam Peraturan Daerah.

Peralihan pajak pusat ke pajak daerah tentunya memberikan peluang dan

7
tantangan tersendiri dalam memaksimalkan penerimaan daerah. 5Menurut Undang-

Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah,

misalnya, peluang yang bisa diperoleh dari peralihan PBB-P2 dari pajak pusat ke

pajak daerah untuk pemerintahan kabupaten/kota sendiri adalah penerimaan dari PBB

sebesar 10% akan masuk ke pemerintah pusat, dan 90% akan masuk pada pemerintah

daerah. Ketika PBB-P2 tersebut dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah sebagai

sumber pemasukan kas daerah, maka akan membantu dalam meningkatkan realisasi

penerimaan PBB-P2 pada daerah tersebut.

Sesuai dengan undang undang perpajakan, kontribusi wajib kepada daerah yang

terutang oleh orang pribadi  atau badan yang sifatnya dapat dipaksakan berdasarkan undang-

undang, tanpa mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah

untuk kemakmuran rakyat.

Dari pengertian tersebut terdapat beberapa unsur pajak daerah yaitu:

1. Dapat dipaksakan/bersifat memaksa

2. Berdasarkan undang-undang

3. Tanpa mendapatkan imbalan secara langsung dan

4. Digunakan sebesar-besarnya untuk keperluan rakyat

Dalam hal ini pada umumnya ungsi pajak daerah lebih di utamakan untuk alokasi

sumber daya dalam rangka penyediaan dan pelayanan kepada masyarakat. Secara garis
5
Marlinda Kumoro dan Alia Ariesanti, ‘Potensi Pajak Bumi dan Bangungan Sektor Perdesaan dan Perkotaan
Kota Yogyakarta dan Kontribusinya Terhadap Kemandirian Daerah’,Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia,
Vol. 11 No.1, 2017, h. 76.
8
besar terdapat dua fungsi utama pajak daerah, yaitu fungsi budgetory dan regulatry.

1. Pajak sebagai penerimaan (Budgetair)

Fungsi yang paling utama dari pajak daerah adalah untuk mengisi kas daerah,

dengan kata lain fungsi disebut sebagai fungsi budgetair. Bahasa sederhananya

fungsi ini merupakan alat pemerintah daerah untuk menghimpun dana dari

masyarakat untuk kepentingan pembangunan daerah. Selain itu fungsi ini juga

tercermin dalam prinsip efisiensi yang menghendaki pemasukan yang sebesar-

besarnya dan pengeluaran yang sekecil-kecil dalam penyelenggaraan pemungutan

pajak daerah.

2. Fungsi pajak daerah sebagai pengaturan (Regulerend)

Yang dimaksud dengan fungsi pengaturan dalam hal ini adalah pemerintah daerah

sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal lain fungsi pajak

daerah ditujukan untuk meningkatkan pendapatan daerah, khususnya di era otonomi

daerah, yang mana tingkat kebutuhan dana untuk melaksanakan tugas-tugas

pemerintahan dan pembangunan daerah tergolong besar, disisi lain sumber – sumber

pendanaan yang tersedia cukup terbatas

Pajak dan retribusi daerah merupakan salah satu potensi yang dapat

dikembangkan oleh kepala daerah selaku penyelenggara pemerintahan daerah. Potensi

merupakan sesuatu yang sebenarnya telahada, hanya belum diperoleh dalam genggaman 6.

6
A.Dahri Adi Patra Ls dan Andika Rusli, Op.Cit., h. 46

9
Menurut Mardiasmo, potensi pendapatan daerah adalah kekuatan yangada di satu

daerah untuk menghasilkan sejumlah tertentu. 7Untuk memperoleh potensi

tersebut,diperlukan upaya-upaya tertentu, misalnya untuk potensi pajak perlu dilakukan

upaya pajak (tax effort).8

Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah,

pemerintah daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam

mengatur sektor perpajakan dan retribusi daerah. Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014

tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, perluasan kewenangan

perpajakan dan retribusi daerah dilakukan dengan memperluas basis pajak daerah

dan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam penerapan tarif.9

Penyerahan wewenang kepada pemerintah daerah ini memiliki implikasi

bahwa program-program pembangunan pemerintah dalam bidang ekonomi lebih

diarahkan pada kepentingan lokal dan disesuaikan dengan lingkungan daerah setempat.

Dalam penyelenggaraannya, kepala daerah sebagai penyelenggara pemerintahan

daerah jelas lebih memahami keadaan lokal (daerahnya) dari pada penyelenggara

pemerintahan pusat.10Sebagaimana menurut asas desentralisasi yang telah dijelaskan

dalam Pasal 1 angka 5 dan 8 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pasal 1 angka 5 No. 33 Tahun 2004

7
Ibid.
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Moh. Khusaini, Keuangan Daerah, UB Press, 2018, h. 35.
10
bahwa Daerah otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentinganmasyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasimasyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Serta pasal 1 angka

8 No. 33 Tahun 2004 bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang

pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga

hendaknya kewenangan Kepala Daerah tidak boleh diintervensi sepenuhnya oleh pusat

terutama dalam hal pendapatan asli daerah (PAD)

Sementara UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai bentuk reformasi

peraturan tentang perpajakan justru menghadirkan ketentuan baru mengenai intervensi fiskal

pemerintah pusat terhadap pajak daerah dan retribusi daerah berkaitan dengan pembuatan

rancangan perda maupun perubahan Perda yang sudah ada.

Maka berdasarkan uraian di atas, pengaturan mengenai intervensi fiskal

pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah terhadap pajak dan retribusi daerah yang

diatur dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini menarik untuk diteliti dan

dituliskan hasilnya dalam bentuk makalah yang berjudul: “INTERVENSI FISKAL

PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA

KERJA”

1.2 Rumusan Masalah:


11
1. Apa urgensi adanya pengaturan mengenai intervensi fiskal terhadap pajak daerah

dan retribusi daerah yang diatur UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja?

2. Apa akibat dari intervensi fiskal pemerintah pusat terhadap pajak daerah dan

retribusi daerah dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerjaterhadap

kewenangan Kepala Daerah?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Objektif

1. Mengetahui urgensi adanya pengaturan mengenai intervensifiskal terhadap

pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur UU No. 11 Tahun 2020

tentang Cipta Kerja

2. Mengetahuiakibat dari intervensi fiskal pajak daerah dan retribusi daerah

dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap kewenangan

Kepala Daerah.

1.3.2. Tujuan subjektif

1. Peneliti ingin menambah pengetahuan serta wawasan di bidang ilmu hukum

administrasi dan hukum pajak.

2. Peneliti ingin memperoleh data yang digunakan sebagai bahan penyusunan

Makalah sebagai salah satu syarat akademik dalam mencapai gelar Magister

Ilmu Hukum.

1.4 Manfaat Penelitian


12
1.4.1.Manfaat teoritis

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang lebih

mendalam mengenai keberlakuan hukum dalam masyarakat serta

keberlakuan peraturan-peraturan dalam menyelesaikan masalah-masalah

hukum administrasi khususnya hukum pajak yang muncul di tengah-tengah

masyarakat.

2. Bagi civitas akademika, agar dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

bagi mereka yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hal

tersebut.

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi umpan balik antara teori yang ada

dalam praktek di lapangan sehingga dapat digunakan sebagai sumber tambahan

atau sumbangan pemikiran bagi pembaca pada umumnya dan pemerintah

khususnya.

1.5 Metode Penelitian

Doctrinal Researchatau penelitian doktrinal merupakan penelitian hukum

dengan cara menganalisis hubungan antar peraturan, menjelaskan wilayah atau area

yang mengalami hambatan, bahkan memprediksi perkembangan di masa depan, yang

menghasilkan penjelasan sistematis tentangaturan hukum yang berhubungan atau relevan

dengan judul penelitian. Penelitian doktrinal tidak banyak memberi tahu kita

13
tentangperan hukum dalam masyarakat, terutama dalam periode perubahan terencana

atau spontan, sebab penelitian ini fokus terhadaptujuan untuk menganalisis hubungan

antara hukum dan perubahan atau peran hukum dalam konteks masyarakat tertentu.11

Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Metode yuridis

normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang

berupa peraturanperundang-undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak, atau

dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi

lainnya.12Penelitian hukum normatif berfungsi untuk memberi argumentasi yuridis ketika

terjadi kekosongan, kekaburan dan konflik norma.13

Reform Oriented Researchatau penelitian berorientasi-perubahan

merupakan tipe penelitian hukum yang dilakukan dengan cara mengevaluasi secara

intensif kelayakan suatu peraturan yang ada dan merekomendasi perubahan aturan-aturan

hukum yang diinginkan.14

Penelitian doktrinal dikenal memiliki 5 (lima) pendekatan, yaitu

1. pendekatan perundang-undangan (statute approach) bahwa ditugaskan untuk

menelaah pendekatan penelitian hukum dari segi pendekatan perundang-undangan

(statute approach)

11
Nordic Africa Institute, Law and Development The Future of Law and Development Research, International
Legal Center. Research Advisory Committee on Law and Development, New York, 1974, h. 19.
12
A. Sakti Ramdhon Syah R, Perundang-Undangan Indonesia:Kajian Mengenai Ilmu dan Teori
Perundang-Undangan serta Pembentukannya, Social Politic Genius (SIGn), 2020, h. 199.
13
A. Sakti Ramdhon Syah R, Perundang-Undangan Indonesia:Kajian Mengenai Ilmu dan Teori
Perundang-Undangan serta Pembentukannya, Social Politic Genius (SIGn), 2020, h. 199.
14
R. A. Granita Ramadhani, ‘Analisis Aspek Legalitas Transaksi Efek Short-Selling Pada Masa Krisis
Keuangan’, Perpustakaan Universitas Indonesia, 2009, h. 56-57
14
2. Pendekatan konseptual (conceptual approach), merupakan jenis pendekatan dalam

penelitian hukum yang memberikan sudut pandang analisa penyelesaian

permasalahan dalam penelitian hukum dilihat dari aspek konsep-konsep hukum yang

melatarbelakanginya, atau bahkan dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung

dalam penormaan sebuah peraturan kaitannya dengan konsep-konsep yang

digunakan. Sebagian besar jenis pendekatan ini dipakai untuk memahami konsep-

konsep yang berkaitan dengan penormaan dalam suatu perundang-undangan apakah

telah sesuai dengan ruh yang terkandung dalam konsep-konsep hukum yang

mendasarinya

3. pendekatan kasus(case approach), alah satu jenis pendekatan dalam penelitian hukum

normatif yang peneliti mencoba membangun argumentasi hukum dalam perspektif

kasus konkrit yang terjadi dilapangan, tentunya kasus tersebut erat kaitannya dengan

kasus atau peristiwa hukum yang terjadi di lapangan. Untuk itu biasanya jenis

pendekatan ini tujuannya adalah untuk mencari nilai kebenaran serta jalan keluar

terbaik terhadap peristiwa hukum yang terjadi sesuai dengan prinsip-prinsip

keadilan.

4. pendekatan historis (historical approach), pendekatan yang digunakan untuk

mengetahui nilai-nilai sejarah yang menjadi latar belakang serta yang berpengaruh

terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah peraturan perundang-undangan.

5. pendekatan perbandingan (comparative approach). merupakan jenis pendekatan yang

peneliti mencoba untuk membandingkan baik dengan negara-negara lain maupun


15
dengan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dalam satu negara.

Untuk itu dalam penelitian ini dikenal dengan 2 Pendekatan perbandingan

(comparative approach), Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual

(conceptual approach).15

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Ketentuan Intervensi Fiskal Pemerintah Pusat terhadap Daerah

dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Undang-Undang Cipta Kerja atau Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang

Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK) adalah undang-undang di

Indonesia yang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 2020 oleh DPR RI dan

diundangkan pada 2 November 2020 dengan tujuan untuk menciptakan lapangan

kerja dan meningkatkan investasi asing dan dalam negeri dengan mengurangi

persyaratan peraturan untuk izin usaha dan pembebasan tanah. Karena memiliki

panjang 1.187 halaman16 dan mencakup banyak sektor, UU ini juga disebut sebagai

15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2017, h.
133.
16
"Jokowi Teken UU Ciptaker 1.187 Halaman, Nomor 11 Tahun 2020". CNN Indonesia. 2 November 2020

16
undang-undang sapu jagat atau omnibus law.1718

Pemerintah pusat (pempus) mulai tahun depan akan mengintervensi mekanisme

pungutan pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Nantinya pempus akan

menyesuaikan tarif bahkan menghapus jenis PDRD. Agenda tersebut sebagaimana

dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang PDRD. Aturan ini merupakan

karpet merah untuk proyek strategis nasional (PSN). Dalam hal ini Harapannya,

biaya infrastruktur PSN bisa semakin mini. Dus, saat proyek-proyek PSN tuntas,

diperkirakan bisa memotong cost logistik, sehingga mampu mendorong

perekonomian dalam negeri. Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal

Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Ferry Irawan menyampaikan

fokus kebijakan  PDRD dirancang hanya untuk PSN, untuk tidak terlalu membebani

fiskal daerah.

Lima poin penting pengaturan kebijakan PDRD yang tertuang dalam beleid turunan

Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

1. Penghapusan retribusi izin gangguan. Tujuannya untuk mendukung

kemudahan berusaha. Pemerintah menilai pungutan ini sudah tidak relevan

dalam pelaksanaan berusaha saat ini.

2. penyesuai tarif PDRD oleh pempus yang nantinya ditetapkan melalui

17
"Omnibus Law 'clearly and explicitly in the interests of the oligarchy': LBH Jakarta"(dalam bahasa Inggris).
Kompas.com. 20 Januari 2020. Diakses Jurnal tanggal 8 Oktober 2020
18
Sihombing, Grace (7 Oktober 2020). "What to Know About Indonesia's Investment Law Overhaul" (dalam
bahasa Inggris). Bloomberg. Diakses Jurnal tanggal 8 Oktober 2020
17
Peraturan Presiden (Perpres) atas usulan Kementerian/Lembaga (K/L)

terkait dan sektoral yang bertanggung jawab atas PSN. Perpres ini akan

mengatur jenis pajak dan retribusi, besaran penyesuaian tarif, hingga tenggat

waktu berlakunya kebijakan PDRD. “Maka pemerintah menerbitkan perpres

penyesuaian tarif, ini yang menjadi acuan (pemda) waktu memungut PDRD

di daerah tersebut. Memang ada implikasi ke penerimaan daerah makanya

kita batesin ke PSN saja, ada list proyeknya,” kata Bapak Ferry dalam acara

bertajuk Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui

Peningkatan Kinerja Sektor Keuangan dan Investasi,19

3. pemberian insentif fiskal oleh daerah dalam mendukung kemudahan

berinvestasi. Dalam hal ini gubernur/walikota/bupati dapat memberikan

insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya. Pemberian insentif fiskal

sebelumnya ditetapkan dengan peraturan daerah (perda), namun dengan UU

11/2020 diubah pemberian fiskal diatur oleh peraturan kepala daerah.20

4. Perbaikan mekanisme evaluasi raperda dan pengawasan perda. Evaluasi

raperda dilakukan tidak hanya untuk menguji kesesuaian raperda dengan

kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,

tapi juga menguji kesesuaian dengan kebijakan fiskal nasional. Dari sisi

perda, jika sebelumnya hanya dievaluasi oleh Menteri Dalam Negara

19
Pemerintah pusat akan intervensi pajak dan retribusi daerah mulai tahun 2021 Jurnal Minggu, 20 Des 21
20
UU 11/2020 diubah pemberian fiskal diatur oleh peraturan kepala daerah Aspek Pajak dan Retribusi Daerah
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Jurnal Senin, 26 April 21

18
(Mendagri) maka melalui RPP PDRD, Menteri Keuangan (Menkeu) ikut

melakukan pengawasan atas perda dan peraturan pelaksananya. Apabila

perda dan peraturan pelaksananya tidak sesuai dengan RPP PDRD, Menkeu

dan Mendagri meminta kepada Kepala Daerah untuk melakukan

perubahan.21

Bapak Ferry mengatakan kebijakan baru tersebut tidak dipungkiri akan

menganggu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Terlebih,

misalnya pempus meminta penyesuaian tarif atau pembebasan untuk Bea

Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). memitigasi dampak

fiskal daerah lebih jauh, kalau ada shortfall signifikan terhadap Pendapatan

Asli Daerah (PAD) karena penyesuaian tarif, di RPP ada support mekanisme
22
APBN melalui Dana Alokasi Umum (DAU) atau lebih spesifik Dana

Insentif Daerah (DID), atau bisa juga bentuk yang lain,”

5. RPP tentang PDRD pun akan mengatur sanksi untuk pemda yang

melanggar ketenuan, yakni penundaan atau pemotongan DAU atau dana

bagi hasil (DBH) sekitar 10%-15%. RPP PDRD saat ini sudah siap, tinggal

menggu prosis harmonisasi paling lama pekan depan. Kemudian, dibawa ke

Presiden RI Joko Wododo untuk meminta persetujuan akan bisa segera di

21
peraturan pelaksananya tidak sesuai dengan RPP PDRD, Menkeu dan Mendagri meminta kepada Kepala
Daerah untuk melakukan perubahan Jurnal Pajak dan Retribusi Daerah akan diintervensi Pemerintah Pusat
mulai tahun 2021, Sabtu 26 Desember 21
22
mekanisme APBN melalui Dana Alokasi Umum (DAU) Jurnal Sabtu 26 Desember 2021
19
implementasikan di awal 202123

Dalam pasal 114 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta

Kerja terdapat pengaturan penambahan pasal terhadap UU 28 Tahun 2009

tentang PDRD terkait pemberian insentif fiskal berupa pengurangan,

keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok pajak dan/atau

sanksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 156B:

1. Dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi,

gubernur/bupati/wali kota dapat memberikan insentif fiskal kepada

pelaku usaha di daerahnya.

2. Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa

pengurangan, keringanan, dan pembebasan, atau penghapusan pokok

pajak dan/atau sanksinya.

3. Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan

atas permohonan wajib pajak atau diberikan secara jabatan oleh

kepala daerah berdasarkan pertimbangan yang rasional

4. Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diberitahukan kepada DPRD dengan melampirkan pertimbangan

kepala daerah dalam memberikan insentif fiskal tersebut.

5. Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

23
ke Presiden RI Joko Wododo untuk meminta persetujuan akan bisa segera di implementasikan di awal 2021
Jurnal Minggu 20 Desember 2021
20
ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

Dalam pasal diatas Undang-Undang Cipta Kerja ini memberikan diskresi

kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur tata cara atau skema pemberian

insentif fiskal dimaksud dengan melibatkan DPRD berupa pemberitahuan. 24

Ketentuan yang kurang lebih sama juga terdapat dalam UU 28 Tahun 2009

tentang PDRD pasal 107 yang memberikan diskresi kepada Pemerintah Daerah

untuk menetukan tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif

dan pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak.

2.2. Konsistensi Pengaturan Kewenangan Daerah dalam Pengutan Pajak

Daerah dan Retribusi Daerah setelah berlakunya UU No. 11 Tahun

2020 tentang Cipta Kerja

Dalam rangka memenuhi amanat Pasal 114 dan Pasal 176 Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, telah ditetapkan

Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah dalam rangka Mendukung Kemudahan Berusaha dan

Layanan Daerah (PP No. 10 Tahun 2021). Pengaturan PP No. 10 Tahun

2021 ini bertujuan memperkuat peran Pemerintah Daerah dalam rangka

mendukung kebijakan fiskal nasional, kemudahan berusaha dan layanan

daerah.

24
Aspek Pajak dan Retribusi Daerah dalam Undang-Undang Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa pengurangan Jurnal 26 April 2021

21
Untuk mencapai tujuan tersebut, PP No.10 Tahun 2021 mengatur pokok-

pokok kebijakan sebagai berikut:

a) penyesuaian tarif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) pada

proyek strategis nasional (PSN)

b) evaluasi rancangan Perda dan Perda mengenai PDRD

c) pengawasan Perda mengenai PDRD

d) dukungan insentif pelaksanaan kemudahan berusaha; dan

e) sanksi administratif.

Kebijakan penyesuaian tarif PDRD bertujuan mendukung kemudahan berinvestasi

dan pertumbuhan industri dalam rangka percepatan pelaksanaan PSN yang

ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan usulan

Kementerian/Lembaga penanggung jawab PSN kepada Kementerian

Keuangan, Menkeu memberikan rekomendasi penyesuaian tarif PDRD yang

kemudian menjadi dasar bagi Kementerian/Lembaga penanggung jawab PSN

untuk mengajukan usulan penyusunan Peraturan Presiden. Peraturan Presiden

tersebut paling sedikit memuat PSN yang mendapat penyesuaian tarif, jenis

PDRD yang disesuaikan, besaran penyesuaian tarif, mulai berlakunya

penyesuaian tarif, jangka waktu penyesuaian tarif, dan daerah yang

mendapatkan penyesuaian tarif.

Pelaksanaan evaluasi terhadap PDRD terdiri atas evaluasi rancangan Perda

22
mengenai PDRD dan evaluasi Perda mengenai PDRD. Mekanisme evaluasi

Raperda PDRD Provinsi diatur sebagai berikut:

1. Rancangan Perda yang telah disetujui DPRD dan Gubernur wajib

disampaikan kepada Mendagri dan Menkeu secara paralel paling lambat 3

hari kerja sejak tanggal persetujuan.

2. Mendagri melakukan evaluasi Raperda berdasarkan UU Cipta Kerja,

kepentingan umum, dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,

dan Menkeu melakukan evaluasi berdasarkan kebijakan fiskal nasional.

3. Evaluasi oleh Mendagri dan Menkeu tersebut dilaksanakan paling lama 10

hari sejak diterimanya rancangan perda.

4. Menkeu menyampaikan hasil evaluasi Raperda PDRD kepada Mendagri.

5. Mendagri melakukan sinkronisasi dan menyampaikan hasil evaluasi

raperda kepada Gubernur, paling lama 5 hari sejak evaluasi Menkeu

diterima.

6. Dalam hal hasil evaluasi berupa persetujuan, rancangan perda tersebut

diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

dalam hal rekomendasi berupa penolakan, maka Gubernur bersama DPRD

memperbaiki Raperda PDRD sesuai dengan rekomendasi kemudian

menyampaikan hasil perbaikan kepada Mendagri dan Menkeu paling lama

7 hari.

23
Mekanisme evaluasi Raperda PDRD kabupaten/kota sejalan dengan

evaluasi Raperda PDRD Provinsi, dimana evaluasi dilakukan oleh

Gubernur, Mendagri dan Menkeu. Selanjutnya persetujuan/penolakan atas

Raperda kepada Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur.

Mekanisme evaluasi Perda PDRD diatur sebagai berikut:

1. Kepala Daerah wajib menyampaikan Perda PDRD kepada Mendagri

dan Menkeu paling lama 7 hari setelah Perda ditetapkan

2. Mendagri menguji kesesuaian Perda dengan kepentingan umum dan

ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan Menkeu

menguji kesesuaian Perda dengan kebijakan fiskal nasional.

3. Jika ditemukan ketidaksesuaian, Menkeu merekomendasikan

perubahan Perda kepada Mendagri paling lama 20 hari kerja sejak

Perda diterima

4. Berdasarkan rekomendasi dari Menkeu, Mendagri menyampaikan

surat pemberitahuan kepada Pemda untuk melakukan perubahan Perda

paling lama 5 hari sejak rekomendasi Menkeu diterima.

5. Kepala Daerah wajib melakukan perubahan Perda PDRD dalam waktu

paling lama 15 hari kerja terhitung sejak surat pemberitahuan diterima.

6. Perubahan Perda wajib disampaikan kepada Mendagri dan Menkeu

paling lama 7 hari kerja sejak tanggal ditetapkan.

24
Dalam rangka pengawasan Perda mengenai PDRD, Mendagri dan Menkeu

melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap Perda mengenai PDRD dan atau peraturan

pelaksanaannya yang berpotensi:

 bertentangan dengan kepentingan umum;

 bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

 tidak sesuai dengan Kebijakan Fiskal Nasional; dan/atau

 menghambat ekosistem investasi dan kemudahan dalam berusaha.

Pengawasan dapat dilaksanakan berdasarkan laporan hasil pemantauan, laporan

masyarakat, pemberitaan media, kunjungan lapangan, analisis perkembangan PDRD dan

sumber informasi lainnya. Dalam melakukan pengawasan, Mendagri dan Menkeu dapat

berkoordinasi dengan K/L dan/atau Pemda terkait. 25 Jika ditemukan ketidaksesuaian,

Menkeu merekomendasikan perubahan Perda kepada Mendagri, selanjutnya Pemda diminta

melakukan perubahan Perda dan menyampaikan perubahan tersebut kepada Mendagri dan

Menkeu.

Dalam hal pelaksanaan penyederhanaan perizinan berusaha menyebabkan

berkurangnya pendapatan asli daerah yang bersumber dari PDRD, Pemerintah dapat

memberikan dukungan insentif anggaran bagi Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan berupa Transfer ke Daerah. Pengalokasian dukungan

anggaran dukungan insentif mengikuti mekanisme APBN yang dilaksanakan sesuai dengan

25
Siaran Pers : Kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam Rangka Mendukung Kemudahan Berusaha
dan Layanan Daerah Jurnal 22 Maret 2021
25
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Daerah yang tidak melaksanakan ketentuan mengenai penyampaian

Raperda dan kewajiban perubahan Perda, Menkeu memberikan surat teguran kepada Kepala

Daerah untuk ditindaklanjuti. Dalam hal Kepala Daerah tidak menindaklanjuti teguran

tersebut, Pemda dapat dikenai sanksi administratif berupa:

 penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil pajak

penghasilan sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah penyaluran pada bulan atau

periode berikutnya dalam hal Rancangan Perda PDRD tidak disampaikan paling

lama 3 hari kerja setelah tanggal persetujuan; dan/atau

 penundaan atau pemotongan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi

Hasil Pajak penghasilan sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah penyaluran

pada bulan atau periode berikutnya dalam hal Kepala Daerah tidak melakukan

perubahan Perda paling lama 15 hari sejak surat pemberitahuan Mendagri.

Dalam implementasi kebijakan terkait PDRD khususnya PP No. 10 Tahun

2021, kami selalu menjaga profesionalisme dan integritas yang berpedoman pada

ketentuan peraturan perundang-undangan, serta memperhatikan prinsip-prinsip

pengelolaan keuangan yang kredibel, transparan dan akuntabel, bersih dari praktik

korupsi dan benturan konflik kepentingan. Setiap pegawai DJPK telah

berkomitmen untuk menolak segala bentuk gratifikasi terkait pelaksanaan tugas

dan fungsi DJPK.

26
Dalam Peraturan perpajakan menganut Undang-Undang Republik Indoesia

Nomor 11 tahun 2021 Tentang Cipta Kerja hal-hal tersebut

menimbang,mengingat dan menetapkan:

Menimbang:

a) bahwa untuk mewujudkan tujuan pembentukan Pemerintah Negara

Indonesia dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, Negara perlu melakukan berbagai upaya

untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan melalui cipta kerja:

b) bahwa dengan cipta kerja diharapkan mampu menyerap tenaga kerja

Indonesia yang seluas-luasnya di tengah persaingan yang semakin

kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi;

c) bahwa untuk mendukung cipta kerja diperlukan penyesuaian berbagai

aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah,

peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional,

termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja

d) bahwa pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah,

27
peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional,

termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja yang

tersebar di berbagai Undang-Undang sektor saat ini belum dapat

memenuhi kebutuhan hukum untuk percepatan cipta kerja sehingga perlu

dilakukan perubahan;

e) bahwa upaya perubahan pengaturan yang berkaitan kemudahan,

perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan

menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek

strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan

pekerja dilakukan melalui perubahan Undang-Undang sektor yang belum

mendukung terwujudnya sinkronisasi dalam menjamin percepatan cipta

kerja, sehingga diperlukan terobosan hukum yang dapat menyelesaikan

berbagai permasalahan dalam beberapa Undang-Undang ke dalam satu

Undang-Undang secara komprehensif;

f) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang

tentang Cipta Kerja;

Mengingat:

1. Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 20, Pasal

22D ayat (2), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2), dan Pasal

33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


28
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi Dalam Rangka Demokrasi

Ekonom

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor

IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya

Alam;

Dengan persetujuan Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia dan

Presiden Republik Indonesia memutuskan serta menetapkan Undang-

Undang Tentang Cipta Kerja. Undang-Undang Tentang Cipta Kerja dalam

bagian perpajakan diambil dari Pasal 2, Pasal 4, Pasal 26, Pasal 4A, Pasal

9A, Pasal 13, Pasal 113, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14,Pasal 15,

Pasal 17B, Pasal 19, Pasal 27B, Pasal 38, Pasal 44B, Pasal 114 serta

kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi Di

antara Pasal 156 dan Pasal 157 disisipkan 2 (dua) pasal yaitu Pasal 156A

dan Pasal 156B.

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 mengamanatkan bahwa tujuan pembentukan Negara Republik Indonesia

adalah mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata,

baik materiel maupun spiritual. Sejalan dengan tujuan tersebut, Pasal 27 ayat

(2) UUD 1945 menentukan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", oleh karena itu
29
negara perlu melakukan berbagai upaya atau tindakan untuk memenuhi hak-

hak warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada prinsipnya

merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional yang

dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Pemerintah Pusat telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan dan

memperluas lapangan kerja dalam rangka penurunan jumlah pengangguran dan

menampung pekerja baru serta mendorong pengembangan Koperasi dan Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomian

nasional yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meski

tingkat pengangguran terbuka terus turun, Indonesia masih membutuhkan

penciptaan kerja yang berkualitas karena:

a) jumlah angkatan kerja yang bekerja tidak penuh atau tidak bekerja masih

cukup tinggi yaitu sebesar 45,84 juta yang terdiri dari: 7,05 juta

pengangguran, 8,14 juta setengah penganggur, 28,41 juta pekerja paruh

waktu, dan 2,24 juta angkatan kerja baru (jumlah ini sebesar 34,3% dari total

angkatan kerja, sementara penciptaan lapangan kerja masih berkisar sampai

dengan 2,5 juta per tahunnya);

b) jumlah penduduk yang bekerja pada kegiatan informal sebanyak 70,49 juta

orang (55,72% dari total penduduk yang bekerja) dan cenderung menurun,

dengan penurunan terbanyak pada status berusaha dibantu buruh tidak tetap;
30
c) dibutuhkan kenaikan upah yang pertumbuhannya sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi dan peningkatan produktivitas pekerja

Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kemudahan dalam

berusaha, termasuk untuk Koperasi dan UMK-M. Saat ini terjadi kompleksitas dan

obesitas regulasi, dimana saat ini terdapat 4.451 peraturan Pemerintah Pusat dan

15.965 peraturan Pemerintah Daerah. Regulasi dan institusi menjadi hambatan paling

utama disamping hambatan terhadap fiskal, infrastruktur dan sumber daya manusia.

Regulasi tidak mendukung penciptaan dan pengembangan usaha bahkan cenderung

membatasi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Untuk itu diperlukan kebijakan dan langkah-langkah strategis Cipta Kerja yang

memerlukan keterlibatan semua pihak yang terkait, dan terhadap hal tersebut perlu

menyusun dan menetapkan Undang-Undang tentang Cipta Kerja dengan tujuan untuk

31
menciptakan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh

wilayah Negara Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan

yang layak.

Undang-Undang tentang Cipta Kerja mencakup yang terkait dengan:

a) peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha

b) peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja

c) kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan Koperasi dan UMK-M; dan

d) peningkatan investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait

dengan peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha paling sedikit

memuat pengaturan mengenai: penyederhanaan Perizinan Berusaha, persyaratan

investasi, kemudahan berusaha, riset dan inovasi, pengadaan lahan, dan kawasan

ekonomi.

Penyederhanaan Perizinan Berusaha melalui penerapan Perizinan

Berusaha berbasis risiko merupakan metode standar berdasarkan tingkat risiko

suatu kegiatan usaha dalam menentukan jenis Perizinan Berusaha dan

kualitas/frekuensi pengawasan. Perizinan Berusaha dan pengawasan merupakan

instrumen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam mengendalikan suatu

kegiatan usaha. Penerapan pendekatan berbasis risiko memerlukan perubahan

pola pikir (change management) dan penyesuaian tata kerja penyelenggaraan

layanan Perizinan Berusaha (business process re-engineering) serta memerlukan

32
pengaturan (re-design) proses bisnis Perizinan Berusaha di dalam sistem

Perizinan Berusaha secara elektronik. Melalui penerapan konsep ini,

pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha dapat lebih efektif dan sederhana

karena tidak seluruh kegiatan usaha wajib memiliki izin, di samping itu melalui

penerapan konsep ini kegiatan pengawasan menjadi lebih terstruktur baik dari

periode maupun substansi yang harus dilakukan pengawasan.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait

dengan peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja paling sedikit

memuat pengaturan mengenai: perlindungan pekerja untuk pekerja dengan

perjanjian waktu kerja tertentu, perlindungan hubungan kerja atas pekerjaan

yang didasarkan alih daya, perlindungan kebutuhan layak kerja melalui upah

minimum, perlindungan pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja,

dan kemudahan perizinan bagi tenaga kerja asing yang memiliki keahlian

tertentu yang masih diperlukan untuk proses produksi barang atau jasa.

Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait

dengan kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMK-M paling sedikit

memuat pengaturan mengenai: kemudahan pendirian, rapat anggota, dan

kegiatan usaha koperasi, dan kriteria UMK-M, basis data tunggal UMK-M,

pengelolaan terpadu UMK-M, kemudahan Perizinan Berusaha UMK-M,

kemitraan, insentif, dan pembiayaan UMK-M.

  Penciptaan lapangan kerja yang dilakukan melalui pengaturan terkait


33
dengan peningkatan investasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan

percepatan proyek strategis nasional paling sedikit memuat pengaturan

mengenai: pelaksanaan investasi Pemerintah Pusat melalui pembentukan

lembaga pengelola investasi dan penyediaan lahan dan perizinan untuk

percepatan proyek strategis nasional.

3.2 Saran

Dalam rangka mendukung kebijakan strategis Cipta Kerja tersebut

diperlukan pengaturan mengenai penataan administrasi pemerintahan dan

pengenaan sanksi. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan strategis penciptaan

kerja beserta pengaturannya, diperlukan perubahan dan penyempurnaan berbagai

Undang-Undang terkait.

Perubahan Undang-Undang tersebut tidak dapat dilakukan melalui cara

konvensional dengan cara mengubah satu persatu Undang-Undang seperti yang

selama ini dilakukan, cara demikian tentu sangat tidak efektif dan efisien serta

membutuhkan waktu yang lama.

Ruang lingkup Undang-Undang ini meliputi:

a) peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha;

b) ketenagakerjaan;

c) kemudahan, perlindungan, serta pemberdayaan Koperasi dan UMK-M

d) kemudahan berusaha;

34
e) dukungan riset dan inovasi;

f) pengadaan tanah;

g) pengadaan tanah;

h) investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional;

i) pelaksanaan administrasi pemerintahan; dan

j) pengenaan sanksi.

DAFTAR PUSTAKA

A. Jurnal

Dahri Adi Patra Ls dan Andika Rusli, ‘Analisis Potensi Pajak Bumi dan

Bangunan (PBB-P2)Pasca PengalihandariPajak Pusat Menjadi Pajak Daerah(Studi

Empiris Pada Pemerintah Kota Palopo)’, Bongaya Journalfor Researchin


35
Accounting, Vol. 2 No. 1, 2019, h.45.

Marlinda Kumoro dan Alia Ariesanti, ‘Potensi Pajak Bumi dan Bangungan

Sektor Perdesaan dan Perkotaan Kota Yogyakarta dan Kontribusinya Terhadap

Kemandirian Daerah’,Riset Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 11 No.1,

2017, h. 76.

Moh. Khusaini, Keuangan Daerah, UB Press, 2018

Nordic Africa Institute, Law and Development The Future of Law and

Development Research, International Legal Center. Research Advisory

Committee on Law and Development, New York, 1974, h. 19 (2017)

Jokowi Teken UU Ciptaker 1.187 Halaman, Nomor 11 Tahun 2020". CNN

Indonesia. 2 November 2020

"Omnibus Law 'clearly and explicitly in the interests of the oligarchy': LBH

Jakarta"(dalam bahasa Inggris). Kompas.com. 20 Januari 2020. Diakses Jurnal

tanggal 8 Oktober 2020

Sihombing, Grace (7 Oktober 2020). "What to Know About Indonesia's

Investment Law Overhaul" (dalam bahasa Inggris). Bloomberg. Diakses Jurnal

tanggal 8 Oktober 2020

Pemerintah pusat akan intervensi pajak dan retribusi daerah mulai tahun 2021

Jurnal Minggu, 20 Des 21

UU 11/2020 diubah pemberian fiskal diatur oleh peraturan kepala daerah Aspek

36
Pajak dan Retribusi Daerah dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Jurnal Senin, 26 April 2021

peraturan pelaksananya tidak sesuai dengan RPP PDRD, Menkeu dan Mendagri

meminta kepada Kepala Daerah untuk melakukan perubahan Jurnal Pajak dan

Retribusi Daerah akan diintervensi Pemerintah Pusat mulai tahun 2021, Sabtu 26

Desember 21

mekanisme APBN melalui Dana Alokasi Umum (DAU) Jurnal Sabtu 26

Desember 2021

ke Presiden RI Joko Wododo untuk meminta persetujuan akan bisa segera di

implementasikan di awal 2021 Jurnal Minggu 20 Desember 2021

Aspek Pajak dan Retribusi Daerah dalam Undang-Undang Insentif fiskal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengurangan Jurnal 26 April 2022

B. Buku-Buku

Anggoro,Damas Dwi, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UB Press, Malang,

2017

Sakti Ramdhon Syah R, Perundang-Undangan Indonesia:Kajian Mengenai

Ilmu dan Teori Perundang-Undangan serta Pembentukannya, Social Politic

Genius (SIGn), 2020, h. 199.

Sakti Ramdhon Syah R, Perundang-Undangan Indonesia:Kajian

Mengenai Ilmu dan Teori Perundang-Undangan serta Pembentukannya,

37
Social Politic Genius (SIGn), 2020, h. 199.

R. A. Granita Ramadhani, ‘Analisis Aspek Legalitas Transaksi Efek Short

Selling Pada Masa Krisis Keuangan’, Perpustakaan Universitas Indonesia,

2009, h. 56-57

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta, 2017, h. 133.

C. Peraturan perundang - undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah(Lembaran Negara Tahun 2004Nomor 126, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 4438);

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentangPemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik

38
Indonesia Nomor 5679)

Undang-Undang Nomor15Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja(Lembaran Negara

Republik lndonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 6573);

39

Anda mungkin juga menyukai