Dosen Pengampu :
Oleh
SENDY RAHMADAYANI
18004038
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan segenap
kekuatan dan kesanggupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “
Berfilsafat Memberi Makna Untuk Hidup Sehat”.
Makalah ini tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa dukungan berbagai pihak.
Penulis telah banyak mendapatkan bantuan, dukungan, saran maupun kritik yang membangun
dan menambah wawasan penulis. Tidak ada karya manusia yang sempurna, demikian pula
dengan tulisan ini. Saran dan kritik yang membangun begitu kami harapkan untuk
menjadikan karya ini tidak hanya sekedar ide yang berujung pada sebuah karya tertulis,
namun menjadi sebuah kreativitas dan karya nyata yang bermanfat untuk menuju kemajuan
bangsa.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar Belakang...................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................5
C. Tujuan................................................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
BAB III....................................................................................................................................13
PENUTUP...............................................................................................................................13
A. Kesimpulan......................................................................................................................13
B. Saran................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filosofi hidup hampir berkaitan dengan prinsip hidup. Semua orang yang masih eksis
mempunyai pegangan hidup, tujuan hidup, prinsip hidup maupun filosofi hidup. Tentunya hal
ini cukup berbeda di antara satu dengan lainnya dalam menyikapinya. Karena, setiap
orang itu tidak sama, setiap orang itu unik, setiap orang merupakan mahluk individualisme
yang membedakan satu dengan lainnya.
Ada yang mempunyai tujuan hidup yang begitu kuat, namun prinsip hidupnya lemah, atau
sebaliknya ada orang yang mempunyai tujuan hidup yang lemah, namun memiliki prinsip
hidup yang kuat. Ini tidaklah menjadi suatu permasalahan, yang penting seberapa baiknya
seseorang menyambung hidupnya dengan berbagai persoalan dunia yang ada, atau dengan
kata lainnya bagaimana kondisi psikologis atau jiwa seseorang dalam menjalani hidupnya.
Prinsip hidup masih jauh kaitannya dengan psikologi, namun psikologi mau tak mau
berhubungan langsung dengan prinsip hidup. Karena, dengan meninjau prinsip hidup
seseorang dapat diketahui kondisi jiwa seseorang. Prinsip hidup dan filosofi hidup sangat
luas cakupannya, tidak hanya ditinjau dari segi psikologi, tapi seluruh cabang ilmu
pengetahuan yang ada. Prinsip hidup seseorang dapat diambil dari perspektif psikologi,
agama, seni, literatural, metafisika, filsafat dsb.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang
memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan
dangkal dan keliru. Ilmu dewasa ini dapat menyediakan bagi filsafat sejumlah besar bahan
yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide filsafati yang tepat
sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah. Akumulasi penelaahan empiris dengan
menggunakan rasionalitas yang dikemas melalui metodologi diharapkan dapat menghasilkan
dan memperkuat ilmu pengetahuan menjadi semakin rasional. Akan tetapi, salah satu
kelemahan dalam cara berpikir ilmiah adalah justru terletak pada penafsiran cara berpikir
ilmiah sebagai cara berpikir rasional, sehingga dalam pandangan yang dangkal akan
mengalami kesukaran membedakan pengetahuan ilmiah dengan pengetahuan yang rasional.
4
Oleh sebab itu, hakikat berpikir rasional sebenarnya merupakan sebagian dari berpikir
ilmiah sehingga kecenderungan berpikir rasional ini menyebabkan ketidakmampuan
menghasilkan jawaban yang dapat dipercaya secara keilmuan melainkan berhenti pada
hipotesis yang merupakan jawaban sementara.
Berfilsafat sesungguhnya dilakukan dalam masyarakat. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa pada hakekatnya filsafat pun membantu masyarakat dalam memecahkan masalah-
masalah kehidupan. Salah satu tujuan tulisan ini adalah menunjukkan bantuan apa yang dapat
diberikan filsafat kepada hidup masyarakat. Selain filsafat, ilmu-ilmu pengetahuan pun pada
umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia. Akan tetapi, ilmu-
ilmu pengetahuan, seperti biologi, kimia, fisiologi, ekonomi, dan lain sebagainya secara
hakiki terbatas sifatnya. Untuk menghasilkan pengetahuan yang setepat mungkin, semua ilmu
tersebut membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Untuk meneliti bidang itu secara
optimal, ilmu-ilmu semakin mengkhususkan metode-metode mereka. Dengan demikian,
ilmu-ilmu tersebut tidak membahas pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut manusia
sebagai keseluruhan dan sebagai kesatuan yang utuh. Padahal pertanyaan-pertanyaan itu
terus-menerus dikemukakan manusia dan sangat penting bagi praksis kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari filsafat hidup?
2. Apa manfaat mengetahui filsafat hidup?
3. Bagaimana prinsip dasar hidup yang benar?
4. Bagaimana Kehidupan Yang Benar Bagi Kehidupan Manusia Dan Pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat hidup
2. Untuk mengetahui manfaat mengetahui filsafat hidup
3. Untuk mengetahui prinsip dasar hidup yang benar
4. Untuk mengtahui Kehidupan Yang Benar Bagi Kehidupan Manusia Dan Pendidikan
5
BAB II
PEMBAHASAN
Makna filsafat sesungguhnya adalah berpikir. Artinya apabila anda sedang berpikir itu
artinya anda sedang berfilsafat. Jadi, apapun yang orang keluarkan dan itu melalui proses
berpikir maka itulah filsafat. Kesimpulannya substansi filsafat adalah “Berpikir”.
Sedangkan hidup adalah waktu dimana manusia bernyawa, tumbuh, dan berkembang. Dan
setiap orang yang hidup pasti mempunyai kehidupan dan setiap kehidupan pasti ada masalah,
dan setiap manusia melewati masalah pasti ada pengalaman, setiap pengalaman maka ada
hikmah yang diambil, dan setiap hikmah yang diambil pasti ada pendewasaan.
Jadi, subtansi dari kehidupan adalah “Kedewasaan”. Dan apabila anda menanyakan tentang
Filsafat kehidupan maka jawabannya adalah “Berpikir Dewasa” atau dibalik “Kedewasaan
Berpikir”. Dari dua kalimat itu walaupun sama hanya dibalik, tetapi memiliki makna yang
berbeda “Berpikir dewasa” dan “Kedewasaan berpikir”
Pertama, Berpikir Dewasa:
Berpikir dewasa adalah subtansi dari filsafat kehidupan, tetapi ini terfokus pada
kehidupannya (Kedewasaan). Sebab orang yang dewasa dalam hidupnya, yaitu orang yang
dapat mengambil hikmah dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya.
Berpikir dewasa, yaitu rasionalitas. Pengertian rasionalitas sendiri adalah singkronisasi antara
akal dan realitas. Artinya orang yang dewasa itu, ia akan menerima sesuatu atau
mengeluarkan sesuatu. Bukan hanya karena sesuatu itu masuk akal, tetapi juga sesuai dengan
kenyataan. Artinya pemikiran dan kenyataan hidup sesuai, bukan malah bertolak belakang
antara teori dengan realitas, ucapan dan tindakan selaras, sehingga tidak membingungkan dan
dapat diterima sebagai suatu kebenaran, bukan suatu bentuk kesalahan yang menyesatkan,
sehingga ucapan-ucapannya tidak menipu dan selalu membawa kebaikan bagi orang banyak.
Orang pun akan mudah mengerti setiap ucapan dan nasihatnya, karena itu seseorang yang
menggunakan rasionalitas dia bukan hanya bicara saja tetapi dia juga mempraktekkan dalam
kehidupannya.
6
Berpikir rasionalitas sangat berguna bagi seorang manusia yang sedang mencari solusi
dari sebuah masalah, sehingga orang tersebut akan menemukan lebih banyak lagi pelajaran
dan hikmah dari masalah-masalah yang ia hadapi. Dan mereka dijamin tidak akan seperti
Keledai yang jatuh lebih dari satu kali di dalam lubang yang sama. Berpikir dewasa selalu
menempatkan diri pada solusi permasalahan, bukan selalu mempermasalahkan masalah.
Orang yang dewasa dalam hidupnya ketika sebuah masalah menghantam dirinya, dia akan
berpikir sekuat tenaga untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bukan malah emosi
sehingga yang dilakukan adalah mempermasalahkan masalah. Akibatnya masalah tidak
selesai, tetapi malah memunculkan masalah baru, dan masalah baru tersebut pun tidak
selesai, tetapi malah memunculkan masalah baru lagi, dan masalah yang baru itu, yang ia
hadapi pun tidak selesai, tetapi malah memunculkan masalah yang lebih baru lagi, dan itu
terus-menerus berlangsung hingga masalah menjadi besar dan kompleks.
Ketika masalah tersebut besar dan membingungkan, dan dirinya pun telah lelah
karena masalahnya tidak selesai-selesai. Barulah ia berpikir untuk mencari solusi dari
masalah tersebut, tetapi itu sudah terlambat dan tidak banyak berpengaruh karena dia bingung
harus mulai dari mana untuk menyelesaikan masalah-masalah yang banyak dan kompleks
tersebut. Itulah kondisi yang terjadi kalau kita selalu mempermasalahkan masalah, masalah
yang kecil awalnya dan dapat diselesaikan dengan mudah menjadi masalah yang kompleks
dan besar. Ketika masalah kecil tersebut dipermasalahkan (diperbesar) maka untuk
menyelesaikannya pun sangat sulit dan memusingkan, malah kadang-kadang hanya waktu
yang bisa menjadi solusi.
Sedangkan orang yang selalu menempatkan dirinya pada solusi permasalahan akan
melakukan tindak yang berbeda. Tindakan yang akan dilakukan, yaitu ia akan menanyakan
kepada panitia apa hal yang menjadi penyebab lampunya mati? Kalau lampunya putus maka
ia akan menganjurkan pada panitia untuk membeli lampu baru, kalau penyebabnya dari aliran
listrik maka ia akan menganjurkan untuk memperbaiki sikringnya atau menyalakan generator
sehingga lampunya dapat cepat menyala kembali. Atau ia akan berinisiatif menggunakan
lilin, lampu minyak atau senter, yang penting di ruangan tersebut dapat dipergunakan cahaya
untuk membaca berkas-berkas yang akan dibacakan sehingga dalam waktu singkat masalah
dapat diselesaikan tanpa harus memunculkan masalah baru yang lebih kompleks dan rumit
seperti yang dilakukan orang yang mempermasalahkan masalah.
7
Kedua, Kedewasaan Berpikir:
Kedewasaan berpikir ini terfokus pada pembentukan pola pikir yang dewasa, dan
kedewasaan berpikir ini terdiri dari beberapa point penting. Point yang pertama adalah
subjektivitas. Subjektivitas adalah suatu bentuk kesalahan dalam kedewasaan berpikir.
Pengertian subjektivitas sendiri adalah menyimpulkan suatu kebenaran nyata hanya dari satu
sisi saja. Kesalahan subjektivitas bukan pada subtansi masalahnya, tapi pada sudut pandang
melihat masalah tersebut, sehingga informasi yang di dapatkan dan dikeluarkan hanya
terbatas pada satu sisi tertentu.
Kesalahan yang sering terjadi akibat subjektivitas adalah, ketika informasi yang
terbatas itu diyakini sebagai sebuah kebenaran, dan apabila ada kebenaran yang lain dari
sudut pandang yang berbeda sering ditentang bahkan disalahkan oleh orang yang
menggunakan informasi yang subjektive tersebut, sehingga terjadilah benturan-benturan atau
konflik-konflik antara dua belah pihak yang sama-sama meyakini bahwa informasi merekalah
yang paling benar. Padahal konflik-konflik tersebut tidaklah perlu terjadi kalau mereka
melihat sesuatu tersebut secara objektive.
Filsafat yang objektive sangatlah berguna bagi proses pendewasaan berfilsafat. Baik
dalam memahami sesuatu yang mikro ataupun memahami sesuatu yang makro. Karena
kehidupan ini harus di pahami dari banyak sisi, tidak bisa kita menyimpulkan suatu
kebenaran hanya dari satu sisi saja. Tetapi perlu banyak pemahaman hingga kita dapat
mengetahui peta permasalahan yang terjadi dari hal yang sifatnya pribadi hingga hal-hal yang
sifatnya umum dan universal.
10
Perumpamaan orang yang bertakwa dalam bertingkah laku adalah seperti berjalan di jalan
yang lurus namun banyak duri yang berserakan. Jangan biasakan berprasangka, sebab
sebagian besar prasangka adalah dusta. Dalam berusaha lihatlah orang yang nasibnya lebih
bagus dari kita (orang di atas kita), namun dalam hasil lihatlah orang yang nasibnya lebih
buruk dari kita (orang di bawah kita). Aku telah belajar untuk diam dari orang yang banyak
omong, belajar toleran dari orang yang tidak toleran, dan belajar menjadi ramah dari orang
yang tak ramah; namun, sungguh aneh, aku tak berterima kasih pada orang-orang ini.
Hiduplah sesukamu tapi engkau pasti mati; berbuatlah sesukamu tapi pasti engkau dibalas
(menurut perbuatanmu itu); cintailah siapa saja tapi engkau pasti akan berpisah dengannya.
Barang siapa bershalat dalam sehari-harinya duabelas rekaat maka dibangunlah untuknya
sebuah rumah di surga; yaitu empat rekaat sebelum Dhuhur, dua rekaat sesudahnya, dua
rekaat sesudah Maghrib, dua rekaat sesudah Isya’ dan dua rekaat sebelum shalat Fajar. [HR.
Turmudzi]
Misalnya, tidak ada satu pun di antara kita yang rela seseorang mengambil sesuatu
yang menjadi milik kita. Kita tidak suka dibohongi, dan ketidakjujuran cenderung
menghancurkan hubungan di tempat kerja, di rumah, dalam jalinan persahabatan, dan dalam
organisasi kemasyarakatan. Tak seorangpun dapat menerima apabila kerusakan mesin mobil
dijadikan alasan pengalih kecerobohan pengemudi mabuk yang mengakibatkan seseorang
cedera atau meninggal dunia. Kita sepakat memandang sebagai hal yang tercela, bila seorang
eksekutif menjual rahasia perusahaan demi keuntungan pribadi. Atlet yang “bermain sabun”
merekayasa skor pertandingan juga dikategorikan melakukan tindakan yang salah. Dan masih
banyak hal salah lainnya yang dapat kita sebutkan. Mungkin tidak semua orang sependapat
dalam setiap kasus, namun tampaknya kita semua mempunyai perasaan naluriah mengenai
cara yang benar menjalani hidup – apa yang oleh Alkitab disebut sebagai, “kebenaran”.
11
Memandang perasaan tersebut secara positif, menyebabkan kebanyakan dari kita
sependapat bahwa menolong seseorang yang sedang menghadapi masalah kesehatan,
keuangan atau masalah-masalah lain adalah hal yang “benar”. Jika kita melihat seseorang
sedang berada dalam ancaman serangan secara fisik, adalah tindakan tepat jika kita menolong
orang tersebut. Demikian juga, kebajikan dan kasih, serta kalimat penghiburan dan dukungan,
kita anggap sebagai hal yang “benar” dan dibutuhkan.
Namun, dalam banyak aspek kehidupan masalah benar dan salah tidak selalu dapat
dengan mudah dibedakan. Lalu bagaimana kita merumuskan apa yang diperlukan untuk
membangun suatu “hidup yang benar” manakala hal yang awalnya terpisah secara jelas
dalam pola hitam-putih bergeser menjadi daerah “abu-abu” yang meragukan? Kitab Amsal
memang tidak secara eksplisit memberikan panduan rinci menghadapi setiap kondisi, namun
Kitab ini menyediakan prinsip dan panduan yang sangat membantu, yaitu:
Hidup dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang
menjalani kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang
tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh perilaku
terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan standar menjalani
kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal 4:18-19, “Tetapi jalan orang
benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan
orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka
tersandung.”
Hidup dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah
memutuskan untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele atau
menyimpang karena memilih jalan alternatif yang tampaknya lebih menggiurkan. Komitmen
untuk hidup dengan benar menyebabkan mereka tetap berjalan di jalan yang sempit, dan tidak
memilih jalan yang lebih menarik atau menguntungkan. Sebagaimana dicatat dalam Amsal
4:26-27, “Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah
menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”
12
Hidup dengan benar membuahkan imbalan. Meski imbalan yang diterima tidak selalu
merupakan hasil hubungan sebab-akibat – yaitu kita menerima imbalan yang baik sebagai
hasil melakukan sesuatu yang benar – sering juga imbalan dari menjalankan hidup yang
benar kita terima dalam wujud yang kelihatan. Di samping imbalan nyata, kita juga
berkesempatan mengenyam perasaan bebas dari rasa bersalah, kepuasan karena pekerjaan
dapat diselesaikan dengan baik, dan rasa hormat dari rekan sekerja sebagai “imbalan”. Hal ini
ditulis dalam Amsal 21:21, “Siapa mengejar kebenaran dan kasih akan memperoleh
kehidupan, kebenaran dan kehormatan”.
Hidup dengan benar tidak dibangun di atas dasar perasaan. Ungkapan masa kini
berbunyi, “Jika Anda rasa baik, lakukan saja.” Emosi, tidak selalu dapat diandalkan. Emosi
tak jarang memberi arahan yang keliru. Amarah dapat menyebabkan kita menyerang
seseorang, dan itu bukan hal yang benar. Mungkin perasaan bahwa besar gaji yang kita
terima tidak memadai itu benar, tetapi tidak berarti kita diperkenankan mencuri uang
perusahaan. Amsal 16:25 mengingatkan: “Ada jalan yang disangka lurus, tetapi ujungnya
menuju maut.”
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agar hidup kita bahagia, perlu kita miliki beberapa prinsip hidup:
Hidup dengan benar ditandai oleh pemilihan jalan yang benar. Seseorang yang
menjalani kehidupan pribadi dan pekerjaannya berdasarkan standar moral dan etika yang
tinggi dapat menjadi inspirasi bagi kita. Tidak jarang kita berusaha mencontoh perilaku
terpuji para tokoh panutan karena bagi kita mereka telah meletakkan standar menjalani
kehidupan dengan benar. Seperti diungkapkan dalam Amsal 4:18-19, “Tetapi jalan orang
benar itu seperti cahaya fajar, yang kian bertambah terang sampai rembang tengah hari. Jalan
orang fasik itu seperti kegelapan; mereka tidak tahu apa yang menyebabkan mereka
tersandung.”
Hidup dengan benar berarti setia berada pada jalan yang benar. Mereka yang sudah
memutuskan untuk melakukan apa yang benar tidak terusik oleh hal-hal sepele atau
menyimpang karena memilih jalan alternatif yang tampaknya lebih menggiurkan. Komitmen
untuk hidup dengan benar menyebabkan mereka tetap berjalan di jalan yang sempit, dan tidak
memilih jalan yang lebih menarik atau menguntungkan. Sebagaimana dicatat dalam Amsal
4:26-27, “Tempuhlah jalan yang rata dan hendaklah tetap segala jalanmu. Janganlah
menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.”
B. Saran
Sebagai makhluk hidup sudah selayaknya kita memiliki filsafat hidup, dan penting bagi
kita untuk mengetahui tentang manfaat dari filsafat hidup itu sendiri. Dan kita juga harus
mempelajari atau mengetahui tentang filsafat hidup Rasulullah, agar kita dapat menteladani
segala sesuatu yang dikerjakannya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Robert Thamsy. 2005. Menemukan Resep untuk Hidup yang Benar. Monday Manna
15