Disusun Oleh:
Dewi Lusiana. L
NIM: 11194692111020
Disusun Oleh:
Dewi Lusiana. L
NIM: 11194692111020
Disusun oleh :
Dewi Lusiana. L
NIM: 11194692111020
Otak adalah organ vital tubuh yang menjadi pusat pengendali semua fungsi tubuh. Itu
artinya, jika kita ingin melakukan sesuatu, maka otak yang akan memerintah dan
mengaturnya. Dalam menjalankan fungsinya tersebut, salah satu bagian otak, yakni
hipotalamus memiliki andil dalam proses tersebut.
Hipothalamus adalah struktur kecil yang juga berada di otak tengah, tepatnya di
bawah thalamus. Bagian otak ini berperan dalam mengontrol fungsi tubuh, seperti makan,
perilaku seksual, dan tidur, serta mengatur suhu tubuh, emosi, sekresi hormon, dan gerakan.
Kata ‘hipotalamus atau hypothalamus” berasal dari bahasa Yunani, yakni “hypo” dan
“thalamus” yang artinya di bawah talamus. Talamus sendiri adalah bagian otak yang
berfungsi untuk menyampaikan informasi sensorik dan bertindak sebagai pusat persepsi
nyeri.
Secara definisi, hipotalamus adalah area kecil seukuran kacang almond tapi penting di
tengah otak. Fungsinya, memainkan peran penting dalam produksi hormone dan membantu
merangsang banyak proses penting dalam tubuh dan terletak di otak, antara kelenjar pituitari
dan talamus.
B. Fisiologis Sistem
Hipotalamus memiliki tiga wilayah utama, yang masing-masing memiliki inti
berbeda. Lebih jelasnya mari kita bahas satu per satu wilayah utama pada bagian otak ini
beserta fungsinya.
1. Wilayah anterior
Wilayah otak ini disebut juga sebagai wilayah supraoptik, yang inti utamanya
adalah inti supraoptik dan paraventrikular, serta inti kecil lainnya.
Sebagian besar area hipotalamus ini memiliki fungsi dalam memproduksi
berbagai hormon. Beberapa hormon yang dihasilkan ada yang berinteraksi dengan
kelenjar pituitari dan menghasilkan hormon tambahan.
Beberapa hormon terpenting yang diproduksi oleh hipotalamus, antara lain:
a. Hormon pelepas kortikotropin (CRH). CRH terlibat dalam respons tubuh terhadap
stres fisik dan emosional. Ini memberi sinyal pada kelenjar pituitari untuk
menghasilkan hormon yang disebut hormon adrenokortikotropik (ACTH). ACTH
memicu produksi hormon kortisol, yakni hormon stres.
b. Hormon pelepas tirotropin (TRH). Produksi TRH merangsang kelenjar pituitari untuk
menghasilkan hormon perangsang tiroid (TSH). TSH berperan penting dalam fungsi
banyak bagian tubuh, seperti jantung, saluran pencernaan, dan otot.
c. Gonadotropin-releasing hormone (GnRH). Produksi GnRH merangsang kelenjar
pituitari menghasilkan hormon reproduksi penting, seperti hormon perangsang folikel
(FSH) dan hormon luteinizing (LH).
d. Oksitosin. Hormon ini mengontrol banyak perilaku dan emosi penting, salah satunya
gairah seksual. Selain itu, hormon ini juga terlibat dalam beberapa fungsi sistem
reproduksi, yakni dalam melahirkan dan menyusui.
e. Vasopresin. Hormon ini disebut juga sebagai hormon antidiuretik (ADH), yakni
hormon mengatur kadar air dalam tubuh. Ketika vasopresin dilepaskan, ini memberi
sinyal pada ginjal untuk menyerap air.
f. Somatostatin. Fungsi dari hormon yang dihasilkan hipotalamus ini adalah
menghentikan kelenjar pituitari melepaskan hormon tertentu, termasuk hormon
pertumbuhan dan hormon perangsang tiroid.
Selain menghasilkan hormon, wilayah anterior juga memiliki banyak fungsi
lainnya, yaitu mengatur suhu tubuh normal melalui keringat, mempertahankan ritme
sirkadian atau jam biologis tubuh tetap normal, sehingga membuat Anda bisa terjaga di
siang hari dan tidur di malam hari.
2. Wilayah tengah
Wilayah otak ini juga disebut sebagai area tubera, yang inti utamanya adalah inti
ventromedial dan arkuata. Inti ventromedial membantu tubuh dalam mengatur nafsu
makan, sedangkan inti arkuata terlibat dalam pelepasan hormon GHRH, yaitu hormon
pertumbuhan.
3. Wilayah posterior
Wilayah otak ini disebut juga dengan area mammillary, yang inti utamanya adalah
hipotalamus posterior dan inti mammillary.
Fungsi dari inti hipotalamus posterior adalah membantu mengatur suhu tubuh dan
merangsang tubuh untuk menimbulkan respons menggigil. Fungsi inti mammilarity tidak
diketahui secara pasti, tapi peneliti beranggapan bahwa ini ada kaitannya dengan daya
ingat.
Beresiko 23,0-24,9
B. Etiologi
Menurut Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal, 2009 bahwa
etiologi febris diantaranya:
1. Suhu lingkungan.
2. Adanya infeksi.
3. Pneumonia.
4. Malaria.
5. Otitis media.
6. Imunisasi
Demam terjadi bila pembentukan panas melebihi pengeluaran.
Demam dapat berhubungan dengan infeksi, penyakit kolagen, keganasan,
penyakit metabolik maupun penyakit lain (Julia, 2010).
Menurut Guyton (2010) demam dapat disebabkan karena kelainan
dalam otak sendiri atau zat toksik yang mem-pengaruhi pusat pengaturan
suhu, penyakit-penyakit bakteri, tumor otak atau dehidrasi.
Klasifikasi febris/demam menurut Jefferson (2010), adalah :
C. Patofisiologi
Nukleus pre-optik pada hipotalamus anterior berfungsi sebagai
pusat pengatur suhu dan bekerja mempertahankan suhu tubuh pada suatu
nilai yang sudah ditentukan, yang disebut hypothalamus thermal set point.
Pada demam hypothalamic thermal set point meningkat dan mekanisme
pengaturan suhu yang utuh bekerja meningkatkan suhu tubuh ke suhu
tertentu yang baru.
Terjadinya demam disebabkan oleh pelepasan zat pirogen dari
dalam lekosit yang sebelumnya telah terangsang baik oleh zat pirogen
eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu
hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi Pirogen
eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal, misalnya
progesterone.
Secara skematis mekanisme terjadinya febris atau demam dapat
digambarkan sebagai berikut : Stimulus eksogen (endotoksin,
staphylococcal erythoxin dan virus) à menginduksi sel darah putih untuk
produksi pirogen endogen àyang paling banyak keluar IL-1 dan TNF-a,
selain itu ada IL-6 dan IFN à bekerja pada sistem saraf pusat di level
organosum vasculosum pada lamina terminalis (OVLT) à OVLT
dikelilingi oleh porsio medial dam lateral pada pre-optic nucleus,
hipotalamus anterior dan septum pallusolum. Mekanisme sirkulasi sitokin
di sirkulasi sistemik berdampak pada jaringan neural masih belum jelas.
hipotesanya adanya kebocoran di sawar darah otak di level OVLT
menyediakan sistem saraf pusat untuk merasakan adanya pirogen endogen.
Mekanisme pencetus tambahan termasuk transport aktif sitokin ke dalam
OVLT atau aktivasi reseptor sitokin di sel endotel di neural vasculature,
yang mentranduksi sinyal ke otak.
OVLT mensintesa prostaglandin, khususnya prostaglandin E2,
yang merespons pirogen endogen. PG E2 bekerja secara langsung ke sel
pre-optic nucleus untuk menurunkan rata pemanasan pada neuron yang
sensitif pada hangat dan ini salah satu cara menurunkan produksi pada
arachidonic acid pathway. Kejadian yang lebih luas pada cyclooxygenase-
2 (COX-2) di neural vasculature yang penting pada formasi febris. Induksi
pada respons febris oleh lipopolisakarida, TNF-a dan IL-1b yang
menghasilkan kenaikan COX-2 mRNA pada cerebral vasculature pada
beberapa model eksperimental febris.
Peningkatan suhu dikenal untuk menginduksi perubahan pada
banyak sel efektor pada respons imun. Demam menginduksi terjadinya
respons syok panas. Pada respons syok panas terjadi reaksi kompleks pada
demam, untuk sitokin atau beberapa stimulus lain. Hasil akhir dari reaski
ini adalah produksi heat shock protein (HSPs), sebuah kelas protein krusial
untuk penyelamatan seluler.
Sitokin proinflamotori masuk ke sirkulasi hipotalamik stimulasi
pengeluaran PG lokal, resetting set point termal hipotalamik àsitokin
proinflamatori vs kontrainflamatori (misalya seperti IL-10 dan substansi
lain seperti arginin vasopresin, MSH, glukokortikoid) membatasi besar
dan lamanya demam.
Exogenous pyrogens
(seperti : bakteri, virus, kompleks antigen antibody)
Kurang
pengetahuan Hipertemia Penurunan nafsu makan
mengenai
penyakitnya b/d
kurang Ketidakseimbangan nutrisi kurang
informasi. dari kebutuhan tubuh
D. Manifestasi Klinis
Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi
tergantung pada fase demam meliputi:
Fase 1 awal (awitan dingin/menggigil)
Tanda dan gejala:
a. Peningkatan denyut jantung
b. Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan
c. Mengigil akibat tegangan dan kontraksi otot
d. Peningkatan suhu tubuh
e. Pengeluaran keringat berlebih
f. Rambut pada kulit berdiri
g. Kulit pucat dan dingin akibat vasokontriksi pembuluh darah
Fase 3 (pemulihan)
Tanda dan gejala:
a. Kulit tampak merah dan hangat
b. Berkeringat
c. Mengigil ringan
d. Kemungkinan mengalami dehidrasi
Komplikasi febris menurut Corwin (2010), diantaranya:
1. Takikardi
2. Insufisiensi jantung
3. Insufisiensi pulmonal
4. Kejang demam
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Uji coba darah
Contoh pada Demam Dengue terdapat leucopenia pada hari
ke-2 atau hari ke-3. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan
hemokonsentrasi. Masa pembekuan masih normal, masa perdarahan
biasanya memanjang, dapat ditemukan penurunan factor II,V,VII,IX,
dan XII. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia. SGOT, serum glutamit piruvat (SGPT),
ureum, dan pH darah mungkin meningkat, reverse alkali menurun.
2. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar
tembus rutin.
Contoh pada DBD air seni mungkin ditemukan albuminuria ringan.
3. Dalam tahap melalui biopsi pada tempat-tempat yang dicurigai. Juga
dapat dilakukan pemeriksaan seperti anginografi, aortografi atau
limfangiografi.
4. Ultrasonografi, endoskopi atau scanning, masih dapat diperiksa
F. Penatalaksanaan
1. Secara Fisik
a. Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal.
b. Pakaian anak diusahakan tidak tebal.
c. Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air
meningkat.
d. Memberikan kompres.
Berikut ini cara mengkompres yang benar:
a. Kompres dengan menggunakan air hangat, bukan air dingin
atau es.
b. Kompres di bagian perut, dada dengan menggunakan sapu
tangan yang telah dibasahi air hangat.
c. Gosok-gosokkan sapu tangan di bagian perut dan dada
d. Bila sapu tangan sudah kering, ulangi lagi dengan
membasahinya dengan air hangat.
2. Obat- obat Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat
pengatur suhu di hipotalamus.Antipiretik berguna untuk mencegah
pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali
menjadi normal yang mana diperintah memproduksi panas diatas
normal dan mengurangi pengeluaran panas tidak ada lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi
(agar penyakit ini tidak menular ke orang lain). Penderita harus
istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi
adalah makanan lunak dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan
serat kasar seperti daun singkong harus dihindari, jadi harus benar-
benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus
menjalani upaya penyembuhan.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien febris typoid
adalah antibiotika golongan Chloramphenicol dengan dosis 3-
4x 500 mg/hari;
Petunjuk pemberian antipiretik:
a. Bayi 6 – 12 bulan : ½ – 1 sendok teh sirup parasetamol
b. Anak 1 – 6 tahun : ¼ – ½ parasetamol 500 mg atau 1 – 1 ½
sendok teh sirup parasetamol
c. Anak 6 – 12 tahun : ½ 1 tablet parasetamol 500 mg atau 2 sendok
teh sirup parasetamol.
Tablet parasetamol dapat diberikan dengan digerus lalu
dilarutkan dengan air atau teh manis. Obat penurun panas in
diberikan 3 kali sehari. Gunakan sendok takaran obat dengan ukuran
5 ml setiap sendoknya.
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama
dalam menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada
pasien berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis
kelainan metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang
berisiko kejang demam.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia b/d Proses Penyakit
2. Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya b/d kurang informasi.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan
menurun.
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERAWATAN (NOC) (NIC)
1 Hipertermi (00007) NOC NIC yang disarankan:
Definisi: suhu tubuh di Thermoregulation (0800) Temperature regulation (3900)
atas range normal Skala 1-5 (penyimpangan ekstrim Monitor suhu minimal tiap 2 jam
dari kisaran normal, Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
Karakteristik penyimpangan substansial, Monitor TD, nadi, dan RR
penentu : penyimpangan moderat, Monitor warna dan suhu kulit
konvulsi penyimpangan ringan, tidak ada Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
kulit penyimpangan dari kisaran
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
kemerahan normal)
Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya
peningkat kehangatan tubuh
an temperatur tubuh indikator:
Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan
di atas normal suhu kulit dalam range yang
akibat panas
kejang diharapkan (080001)
Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan
takikardi suhu tubuh dalam rentang yang
kemungkinan efek negatif dari kedinginan
takipneu diharapkan (080002)
Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan
saat tidak ada sakit kepala (080003)
dan penanganan emergency yang diperlukan
disentuh tangan tidak terdapat nyeri otot (080004)
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan
terasa hangat berkeringat ketika panas (080010) yang diperlukan
kecepatan respirasi dalam rentang Berikan anti piretik jika perlu
Faktor yang yang diharapkan (080013)
berhubungan: lain-lain………..(080016)
anestesi Fever treatment (3740)
penurunan perspirasi Monitor suhu sesering mungkin
(pengeluaran Monitor IWL
keringat) Monitor warna dan suhu kulit
dehidrasi Monitor tekanan darah, nadi dan RR
paparan lingkunagn Monitor penurunan tingkat kesadaran
yang panas Monitor WBC, Hb, dan Hct
pakaian tidak tepat Monitor intake dan output
peningkatan Berikan anti piretik
metabolic rate Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab
penyakit demam
pengaruh medikasi Selimuti pasien
trauma Lakukan tapid sponge
aktivitas yang terlalu Berikan cairan intravena
bersemangat Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
Tingkatkan sirkulasi udara
Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya
menggigil
Faktor-faktor yang
berhubungan :
Ketidakmampuan
pemasukan atau
mencerna makanan atau
mengabsorpsi zat-zat
gizi berhubungan
dengan faktor biologis,
psikologis atau
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Soe Moorhead., et all. 2018. Edisi keenam Bahasa Indonesia. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Pengukuran Outcome Kesehatan. Indonesia.
Mocomedia.
Dalvi, P., Chalmers, J., Luo, V., Han, D., Wellhauser, L., Liu, Y., Tran, D.,
Castel, J., Luquet, S., Wheeler, M. and Belsham, D., 2016. High fat
induces acute and chronic inflammation in the hypothalamus: effect of
high-fat diet, palmitate and TNF-α on appetite-regulating NPY
neurons. International Journal of Obesity, 41(1), pp.149-158. [Accessed
on December 15th. 2020]
Hypothalamus. Global
Anatomy. https://www.neuroanatomy.wisc.edu/coursebook/neuro2(2).pdf
[Accessed on December 15th. 2020]
Kim, J., Kim, J., Cho, Y., Baek, M., Jung, J., Lee, M., Jang, I., Lee, H. and Suk,
K., 2014. Chronic Sleep Deprivation-Induced Proteome Changes in
Astrocytes of the Rat Hypothalamus. Journal of Proteome Research,
13(9), pp.4047-4061. [Accessed on December 15th. 2020]
Magon N, Kalra S. The orgasmic history of oxytocin: Love, lust, and labor. Indian
J Endocr Metab [serial online] 2011 [cited 2020 Dec 15];15, Suppl
S3:156-61. Available from: https://www.ijem.in/text.asp?
2011/15/7/156/84851 [Accessed on December 15th. 2020]
Yi, C., Al-Massadi, O., Donelan, E., Lehti, M., Weber, J., Ress, C., Trivedi, C.,
Müller, T., Woods, S. and Hofmann, S., 2012. Exercise protects against
high-fat diet-induced hypothalamic inflammation. Physiology & Behavior,
106(4), pp.485-490. [Accessed on December 15th. 2020]