Disusun Oleh:
Dewi Lusiana. L
NIM: 11194692111020
Disusun oleh :
Dewi Lusiana. L
NIM: 11194692111020
Saladin
(2009)
Saladin (2009)
Gambar 2. Elemen Padat Darah
Elemen padat pada darah adalah sel darah merah (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan keping darah (trombosit) (Gambar 2). Bagian ini diproduksi di
sumsum tulang merah, yang dapat ditemukan di sebagian besar tulang anak tetapi
hanya dalam tulang tertentu pada orang dewasa. (Saladin, 2007).
B. Fisiologi Sistem
1. Fungsi Darah
Darah adalah media transportasi utama yang mengangkut gas, nutrisi dan
produk limbah. Darah berperan dalam menjaga pertahanan tubuh dari invasi
patogen dan menjaga dari kehilangan darah. Darah memiliki fungsi regulasi dan
memainkan peran penting dalam homeostasis. Darah membantu mengatur suhu
tubuh dengan mengambil panas, sebagian besar dari otot yang aktif, dan dibawa
seluruh tubuh .Fungsi darah masuk ke dalam tiga kategori, yaitu transportasi,
pertahanan, dan regulasi, yang akan dibahas berikut ini.
2. Komponen Darah
a. Plasma
Protein plasma penting adalah albumin, globulin, dan protein
pembekuan (fibrinogen). Hampir dua pertiga dari protein plasma adalah
albumin, yang terutama berfungsi untuk menjaga keseimbangan air agar
sesuai antara darah dan cairan interstitial. Diproduksi di hati, Albumin juga
mengikat molekul tertentu (seperti bilirubin dan asam lemak) dan obat-obatan
(seperti penisilin) dan membantu transportasi mereka dalam darah. (Seeley, et
al. 2007)
Selain protein plasma, plasma mengangkut berbagai molekul lain,
termasuk ion (juga disebut elektrolit), hormon, nutrisi, produk-produk limbah,
dan gas. Elektrolit seperti natrium dan kalium berkontribusi pada pengendalian
fungsi sel dan volume sel. Hormon yang dikeluarkan kelenjar endokrin,
mengangkut informasi ke seluruh tubuh. Nutrisi seperti karbohidrat, asam
amino, vitamin, dan zat-zat lain yang diserap dari saluran pencernaan atau
diproduksi oleh reaksi metabolisme sel. Produk limbah dalam plasma termasuk
karbon dioksida, urea, dan asam laktat. Gas terlarut dalam plasma adalah
oksigen yang penting untuk metabolisme dan karbondioksida yang merupakan
produk sisa metabolisme. (Seeley, et al. 2007)
b. Sel Darah Merah (Eritrosit)
Sel-sel darah yang paling banyak adalah sel-sel darah merah atau
eritrosit dengan persentase sekitar 99,9% dari seluruh elemen padat darah.
Dalam darah, jumlah eritosit sekitar 700 kali lebih banyak dibandingkan sel-sel
darah putih (leukosit) dan 17 kali lebih banyak dari keping darah (trombosit).
(Martini et al. 2012)
Setiap laki-laki dewasa dalam 1 mikroliter atau 1 milimeter kubik
(mm3) darahnya mengandung sekitar 4,5 – 6,3 juta eritrosit, sedangkan
perempuan dewasa mengandung 4,2 – 5,5 juta eritrosit. Jumlah eritrosit yang
lebih tinggi pada laki-laki karena laki-laki memiliki tingkat metabolisme yang
lebih tinggi daripada perempuan, dan konsentrasi eritrosit yang lebih besar
diperlukan untuk menyediakan oksigen yang dibutuhkan untuk metabolisme
sel-sel. (Martini et al. 2012)
c. Haemoglobin (Hb)
Sel darah putih (leukosit) berbeda dari eritrosit dalam hal struktur,
jumlah maupun fungsinya. Ukuran leukosit lebih besar dibandingkan eritrosit
dan memiliki inti. Leukosit tidak memiliki haemoglobin sehingga tidak
berwarna. Jumlah leukosit tidak sebanyak eritrosit, berkisar 5 – 10 juta per
milimeter darah atau rara-rata 7 juta sel/milimeter darah yang dinyatakan
dengan 7000 /mm³. Leukosit merupakan sel darah yang paling sedikit
jumlahnya sekitar 1 sel leukosit untuk setiap 700 eritrosit. Jumlah leukosit
dapat bervariasi tergantung pada kebutuhan pertahanan yang selalu berubah-
ubah. (Saladin, 2009)
Leukosit memiliki fungsi menahan invasi oleh pathogen melalui proses
fagositosis; mengidentifikasi dan menghancurkan sel kanker yang muncul di
dalam tubuh; Membersihkan sampah tubuh yang berasal dari sel yang mati
atau cedera. (Martini et al, 2012)
Jenis-jenis Lekosit:
1) Neutrofil
2) Eosinofil
3) Basofil
4) Limfosit
5) Monosit
(Saladin,2009)
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and Security Needs). Kebutuhan
keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari berbagai aspek, baik
fisiologis, maupun psikologis. Kebutuhan ini meliputi :
1) Kebutuhan perlindungan diri dari udara dingin, panas, kecelakaan, dan infeksi.
2) Bebas dari rasa takut dan kecemasan
3) Bebas dari perasaan terancam karena pengalaman yang baru atau asing
c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (Love and Belonging Needs).
Kebutuhan ini meliputi :
1) Memberi dan menerima kasih sayang
2) Perasaan dimiliki dan hubungan yang berarti dengan orang lain
3) Kehangatan
4) Persahabatan
5) Mendapat tempat atau diakui dalam keluarga, kelompok, serta lingkungan sosial.
d. Kebutuhan harga diri (Self-Esteem Needs). Kebutuhan ini meliputi:
1) Perasaan tidak bergantung pada orang lain
2) Kompeten
3) Penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain
e. Kebutuhan aktualisasi diri (Need for Self Actualization). Kebutuhan ini meliputi:
1) Dapat mengenal diri sendiri dengan baik (mengenal dan memahami potensi diri)
2) Belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri
3) Tidak emosional
4) Mempunyai dedikasi yang tinggi
5) Kreatif
6) Mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, dan sebagainya
Konsep Hierarki diatas menjelaskan bahwa manusia senantiasa berubah, dan
kebutuhannya pun terus berkembang. Jika seseorang merasakan kepuasan, ia akan
menikmati kesejahteraan dan bebas untuk berkembang menuju potensi yang lebih besar.
Sebaliknya, jika proses pemenuhan kebutuhan itu terganggu, akan timbul suatu kondisi
patologis. Dalam konteks homeostasis, suatu persoalan atau masalah dapat dirumuskan
sebagai hal yang menghalangi tepenuhinya kebutuhan, dan kondisi tersebut lebih lanjut
dapat mengancam homeostasis fisiologis maupun psikologis seseorang. Karenanya, dengan
memahaminya konsep kebutuhan dasar Maslow, akan diperoleh persepsi yang sama bahwa
untuk beralih ke tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, kebutuhan dasar dibawahnya harus
terpenuhi lebih dulu.
Pada konsep darah dijelaskan bahwa darah adalah suatu jaringan tubuh yang
terdapat dalam pembuluh darah yang berwarna merah. Warna merah itu keadaannya tidak
tetap tergantung pada banyaknya oksigen dan karbondioksida di dalamnya. Darah memiliki
fungsi seperti, sebagai alat pengukur oksigen, sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan
penyakit dan racun pada tubuh dan sebagai regulasi untuk mempertahankan pH dan
kosentrasi elektrolit,dalam pembentukan darah memerlukan bahan - bahan seperti vitamin
B12, asam folat, zat besi, cobalt, magnesium, tembaga (Cu), senk (Zn), asam amino,
vitamin C dan B kompleks. Kekurangan salah satu unsur atau bahan pembentuk sel darah
merah mengakibatkan penurunan produksi atau Anemia. (Wijaya & Putri, 2013)
Menurut Mubarak & Chayatin (2008:70) pasien Anemia akan terjadi gangguan
kebutuhan cairan dan gangguan sirkulasi. Menurut jenis cairan yang terdapat dalam tubuh
manusia ada 2, yaitu:
a. Cairan intraseluler (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan
menyusun sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water[TBW]). CIS
merupakan media tempat terjadinya aktivitas kimia sel. Pada individu dewasa, CIS
menyusun sekitar 40% berat tubuh 2/3 dari TBW. Sisanya, yaitu 1/3 TBW atau 20%
berat tubuh, berada di luar sel yang disebut sebagai cairan ekstraseluler (CES).
b. Cairan Ekstraseluler (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan
menyusun sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravaskular, cairan
interstisial, dan cairan transeluler. Cairan interstisial terdapat dalam ruang antar-sel,
plasma darah, cairan serebrol spinal, limfe, serta cairan rongga dan sendi.
Pada gangguan oksigen dan pertukaran gas pasien Anemia akan kekurangan
oksigen yang menimbulkan dampak yang bermakna, salah satunya adalah penderita akan
mengalami dyspnea (sesak nafas), gangguan oksigenasi, perubahan nutrisi, sukar tidur,
istirahat tidak nyaman, pusing, mudah lelah.
Karena adanya gangguan Kebutuhan oksigen dan pertukaran gas menyebabkan
kurangnya suplai oksigen ke bagian-bagian tubuh sehingga mempengaruhi mobilisasi
pasien yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologinya yaitu kebutuhan aktivitas.
Menurut (Hidayat & Uliyah, 2014 : 180) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
mobilitas, yaitu:
a. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena gaya hidup
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b. Proses penyakit
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat mempengaruhi
fungsi system tubuh.
c. Kebudayaan
Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobilitas yang kuat.
d. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.Agar seseorang dapat melakukan
mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.
II. Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin (Hb) atau sel
darah merah (eritrosit) sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah dalam
membawa oksigen (Badan POM, 2011).
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di bawah
rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat. Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari,
seperti kehilangan komponen darah, elemen tidak adekuat atau kurang nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen
darah dan ada banyak tipe anemia dengan beragam penyebabnya (Marilyn E, Doenges, Jakarta,
2012).
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin
turun dibawah normal (Wong, 2013).
Terdapat beragam jenis pengklasifikasian anemia, pada klasifikasi anemia menurut
morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran pada sel darah merah sedangkan kromik
menunjukkan warnanya. Secara morfologi, pengklasifikasian anemia terdiri atas:
1. Anemia normositik normokrom
Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih
sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis.
Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Pada
kelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Anemia ini dapat terjadi karena
hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism, dan
anemia pada penyakit hati kronik.
2. Anemia makrositik normokrom
Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau
asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada
metabolisme sel.
B. Etiologi
Menurut Badan POM (2011), Penyebab anemia yaitu:
1. Kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi, vitamin B12, asam folat,
vitamin C, dan unsur-unsur yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
2. Darah menstruasi yang berlebihan. Wanita yang sedang menstruasi rawan terkena anemia
karena kekurangan zat besi bila darah menstruasinya banyak dan dia tidak memiliki
cukup persediaan zat besi.
3. Kehamilan. Wanita yang hamil rawan terkena anemia karena janin menyerap zat besi dan
vitamin untuk pertumbuhannya.
4. Penyakit tertentu. Penyakit yang menyebabkan perdarahan terus-menerus di saluran
pencernaan seperti gastritis dan radang usus buntu dapat menyebabkan anemia.
5. Obat-obatan tertentu. Beberapa jenis obat dapat menyebabkan perdarahan lambung
(aspirin, anti infl amasi, dll). Obat lainnya dapat menyebabkan masalah dalam penyerapan
zat besi dan vitamin (antasid, pil KB, antiarthritis, dll).
6. Operasi pengambilan sebagian atau seluruh lambung (gastrektomi). Ini dapat
menyebabkan anemia karena tubuh kurang menyerap zat besi dan vitamin B12.
7. Penyakit radang kronis seperti lupus, arthritis rematik, penyakit ginjal, masalah pada
kelenjar tiroid, beberapa jenis kanker dan penyakit lainnya dapat menyebabkan anemia
karena mempengaruhi proses pembentukan sel darah merah.
8. Pada anak-anak, anemia dapat terjadi karena infeksi cacing tambang, malaria, atau
disentri yang menyebabkan kekurangan darah yang parah.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat
mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk
menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi. Berikut
adalah pengklasifikasian anemia menurut etiologinya:
1. Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di sumsum tulang yang
dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak
memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan
normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan
suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi
pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak
dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan
seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
2. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik
hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin. Defisiensi besi
merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur,
sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi
selama hamil.
C. Patofisiologi
Adanya suatu anemia mencerminkan adanya suatu kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misalnya
berkurangnya eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau penyebab lain yang belum diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi).
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin
yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis)
segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl,
kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk
hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh
penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya
dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi
sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat
dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Pathway
Kegagalan
produksi SDM
Defisiensi B12, oleh sum-sum Destruksi SDM
asam folat, besi Perdarahan/hemofilia
tulang berlebih
Penurunan SDM
Hb berkurang
Anemia
Hipoksia
Penurunan
kerja GI Mekanisme an aerob
SSP
Asam laktat
Peristaltik Kerja lambung
menurun menurun Pusing
ATP berkurang
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe,
pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu
perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
2. Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
3. Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber
kehilangan darah kronis.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang :
1. Anemia aplastik:
a. Transplantasi sumsum tulang
b. Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
2. Anemia pada penyakit ginjal
a. Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
b. Ketersediaan eritropoetin rekombinan
3. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk
aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum
tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
4. Anemia pada defisiensi besi
a. Dicari penyebab defisiensi besi
b. Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
5. Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi
disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan
vitamin B12 dengan injeksi IM. Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12
harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi
yang tidak dapat dikoreksi. Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan
penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
DIANGOSA
TUJUAN DAN KRITERIA
NO KEPERAWATAN DAN INTERVENSI (NIC)
HASIL (NOC)
KOLABORASI
1 Perfusi jaringan tidak NOC : Manajemen sensasi perifer
efektif b/d penurunan Circulation status Monitor adanya daerah
konsentrasi Hb dan Tissue Prefusion : cerebral tertentu yang hanya peka
darah, suplai oksigen Kriteria Hasil : terhadap
berkurang a. Mendemonstrasikan status panas/dingin/tajam/tumpul
sirkulasi yang ditandai Monitor adanya paretese
dengan : Instruksikan keluarga untuk
Tekanan systole mengobservasi kulit jika ada
dandiastole dalam rentang lesi atau laserasi
yang diharapkan Gunakan sarun tangan untuk
Tidak ada proteksi
ortostatikhipertensi Batasi gerakan pada kepala,
Tidak ada tanda tanda leher dan punggung
peningkatan tekanan Monitor kemampuan BAB
intrakranial (tidak lebih Kolaborasi pemberian
dari 15 mmHg) analgetik
b. Mendemonstrasikan Monitor adanya
kemampuan kognitif yang tromboplebitis
ditandai dengan: Diskusikan menganai
Berkomunikasi dengan penyebab perubahan sensasi
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
Memproses informasi
Membuat keputusan
dengan benar
c. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter
2 Ketidakseimbangan NOC : Nutrition Management
nutrisi kurang dari Nutritional Status : food and Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh b/d Fluid Intake Kolaborasi dengan ahli gizi
intake yang kurang, untuk menentukan jumlah
anoreksia Kriteria Hasil : kalori dan nutrisi yang
Adanya peningkatan berat dibutuhkan pasien.
badan sesuai dengan tujuan Anjurkan pasien untuk
Berat badan ideal sesuai meningkatkan intake Fe
dengan tinggi badan Anjurkan pasien untuk
Mampu mengidentifikasi meningkatkan protein dan
kebutuhan nutrisi vitamin C
Tidak ada tanda tanda Berikan substansi gula
malnutrisi Yakinkan diet yang dimakan
Tidak terjadi penurunan mengandung tinggi serat
berat badan yang berarti untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang
terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian.
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien
untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas
normal
Monitor adanya penurunan
berat badan
Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa
dilakukan
Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama
makan
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak selama jam
makan
Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut
kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin,
total protein, Hb, dan kadar
Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
Monitor pucat, kemerahan,
dan kekeringan jaringan
konjungtiva
Monitor kalori dan intake
nuntrisi
Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna
magenta, scarlet
Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
7 Ketidakefektifan pola NOC : Airway Management
nafas b.d penumpukan Respiratory status : Buka jalan nafas, gunakan
sekret Ventilation teknik chin lift atau jaw
Respiratory status : Airway thrust bila perlu
patency Posisikan pasien untuk
Vital sign Status memaksimalkan ventilasi
Kriteria Hasil : Identifikasi pasien perlunya
Mendemonstrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas
efektif dan suara nafas yang buatan
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, Lakukan fisioterapi dada
mampu bernafas dengan jika perlu
mudah, tidak ada pursed lips) Keluarkan sekret dengan
Menunjukkan jalan nafas batuk atau suction
yang paten (klien tidak Auskultasi suara nafas, catat
merasa tercekik, irama nafas, adanya suara tambahan
frekuensi pernafasan dalam Lakukan suction pada mayo
rentang normal, tidak ada Berikan bronkodilator bila
suara nafas abnormal) perlu
Tanda Tanda vital dalam Berikan pelembab udara
rentang normal (tekanan Kassa basah NaCl Lembab
darah, nadi, pernafasan) Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
NANDA-I. 2018. Edisi 11.Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. 2018-2020. Jakarta:
EGC.
Soe Moorhead., et all. 2018. Edisi keenam Bahasa Indonesia. Nursing Outcomes Classification
(NOC) Pengukuran Outcome Kesehatan. Indonesia. Mocomedia.
Howard K Butcher., et all. 2018. Edisi Ketujuh Bahasa Indonesia. Nursing Interventions
Classifications (NIC). Indonesia. Mocomedia.
Johnson, M.D. (2012). Human Biology Concept and Current Issue. sixth Edition. Boston:
Benjamin Cumings
Mader, S.S. and Windelspecth, M. (2011). Human Biology. Twelept Edition. New York: The
McGrawHill Company.
Martini, F.H. Nath, J.L. Bartholomew, E.F. (2012) Fundamental Anatomy Physiology.
Mader, S. (2004). Understanding Human Anatomy and Physiology. Fifth Edition.New
York: The McGrawHill Company.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Ninth Edition. Boston: Benjamin Cumings.mBrunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan
medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC