Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH LAPORAN ANALISIS PUISI “KARAWANG BEKASI"

KARYA KHAIRIL ANWAR MENGGUNAKAN PENDEKATAN


ABRAMS

Dosen Pengampu : Atika Wasilah, S.Pd., M.Pd.

Di susun Oleh :

SITI NURMADINA (2192111005) Reg.E 2019

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

MARET , 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah senantiasa memberkati dalam
menyelesaikan Makalah Laporan ini , adapun tugas ini dikerjakan untuk memenuhi salah satu
tugas KKNI dari mata kuliah Apresiasi Kritik Sastra . Saya juga mengucapkan TerimaKasih
kepada:
-Ibu Dosen (Atika Wasilah, S.Pd., M.Pd.) selaku dosen pengampu mata kuliah Apresiasi
Kritik Sastra
-Orang Tua (Almh.Ibu) yang saya sayangi serta sangat ingin saya banggakan dan Tante saya
yang selalu mendukung segala kegiatan Pendidikan saya .
-Serta teman-teman senasib seperjuangan yang memberi dukungan secara langsung atau tidak
langsung.
Saya telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya tetapi mungkin masih ada
kekurangan-kekurangan untuk mencapai kesempurnaan. Saya menerima berbagai kritik yang
sifatnya membangun agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Selanjutnya, Saya berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat serta menambah
wawasan bagi para pembaca. Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapa pun yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan dan kata-kata yang
kurang berkenan.

Medan , Maret 2021

Penulis
Puisi Karawang Bekasi
karya : Chairil Anwar:
Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
Pendekatan Objektif :
 Puisi “Karawang-Bekasi” memiliki tema perjuangan. Disini Chairil Anwar lebih
menekankan semangat melanjutkan perjuangan meskipun tidak dalam bentuk perang
ataupun harus mati, tetapi lebih kepada memajukan Negara dan tetap mengenang jasa-
jasa Pahlawan yang telah tiada seperti tergambar dalam larik

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan (bait 4 larik ke-3)


Teruskan, teruskan jiwa kami. (bait 7 larik ke-2)

 Dalam ”Krawang-Bekasi” Chairil Anwar memberikan rima yang cukup bervariasi


seperti, Rima aliterasi [pengulangan bunyi konsonan] yang terdapat dalam larik

Kami  mati  muda


Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
Kami bicara padamu dalam  hening di malam sepi

Rima akhir
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Rima awal
Menjaga Bung Karno
Menjaga Bung Hatta
Menjaga Bung Sjahrir

 Sementara dalam puisi “Krawang-Bekasi” pesan yang disampaikan oleh Chairil


Anwar juga secara tersurat yang terdiri dari:
Sebuah perjuangan untuk kebebasan mengatur negeri sendiri hendaknya tetap kita
pertahankan. Salah satunya cara untuk mencapai cita-cita tersebut adalah dengan
angkat senjata yaitu dengan jalan “Perang” (pada massa itu). 
Perjuangan harus dilanjutkan meskipun banyak korban yang berjatuhan, seperti dalam
kutipan kalimat “Teruskan, teruskan jiwa kami”. 

Pendekatan Ekspresif :

 Dalam ”Krawang-Bekasi” gaya bahasa yang muncul adalah hiperbola, Terlihat dalam
larik Belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa dan pada larik Kami
cuma tulang-tulang berserakan. Hal ini  jelas hiperbola tersebut merupakan
penonjolan pribadi Chairil Anwar, ia mencoba untuk nyata berada di dalan dunianya.

 Dalam puisi “Krawang-Bekasi” terdapat pencitraan citraan pendengaran (auditory


imagery) yaitu citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi
suara, misalnya dengan munculnya diksi sunyi, tembang, dendang, dentum, dan
sebagainya. Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang
diperoleh melalui indera pendengaran (telinga).

tidak bisa  teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi (bait 1 larik ke-2)


Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, (bait 1 larik ke-3)
Kami  bicara  padamu dalam hening di malam sepi  (bait 2 larik ke-1)
Kaulah sekarang yang berkata (bait 4 larik ke-3)
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa  berkata (bait 5 larik 4-5)

Kemudian citraan selanjutnya adalah citraan perasaan. Citraan perasaan yaitu


ungkapan hati penyair dalam mengambarkan perasaan yang sedang dirasakan penyair
yang dituangkan lewat puisi. Begitu juga dengan Chairil Anwar dia mengungkapkan
perasaannya melalui puisi “Krawang-Bekasi”

Pendekatan Mimetik :
Pada kenyataannya penyair legendaris Chairil Anwar ini, memang hidup dizaman masa
penjajahan. Jadi menurut saya puisinya cenderung bernafaskan keinginan kemerdekaan.
Berdasarkan pendekatan mimetic maka contoh Seperti puisi diatas adalah kejadian
pembantaian pejuang Indonesia yang dilakukan Belanda. Chairil Anwar mengetahuinya saat
perjalanannya dari Karawang menuju Bekasi. Disitu telah tinggal ratusan mayat pejuang
indonesia yang ia tuangkan dalam puisi ini. Sebagai bentuk perjuangan, semangat
kemerdekaan.
Lebih jelasnya Pembantaian Rawagede adalah peristiwa pembantaian penduduk Kampung
Rawagede (sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Karawang), di
antara Karawang danBekasi, oleh tentara Belanda pada tanggal 9 Desember 1947 sewaktu
melancarkan agresi militer pertama. Sejumlah 431 penduduk menjadi korban pembantaian
ini.
Ketika tentara Belanda menyerbu Bekasi, ribuan rakyat mengungsi ke arah Karawang.
Pertempuran kemudian berkobar di daerah antara Karawang dan Bekasi, mengakibatkan
jatuhnya ratusan korban jiwa dari kalangan sipil. Pada tanggal 4 Oktober 1948, tentara
Belanda melancarkan pembersihan. Dalam peristiwa ini 35 orang penduduk Rawagede
dibunuh tanpa alasan jelas.
Seperti pada bait pertama puisi tersebut
Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Pada 9 Desember 1947, sehari setelah perundingan Renville dimulai, tentara Belanda di
bawah pimpinan seorang mayor mengepung Dusun Rawagede dan menggeledah setiap
rumah. Namun mereka tidak menemukan sepucuk senjata pun. Mereka kemudian memaksa
seluruh penduduk keluar rumah masing-masing dan mengumpulkan di tempat yang lapang.
Penduduk laki-laki diperintahkan untuk berdiri berjejer, kemudian mereka ditanya tentang
keberadaan para pejuang Republik. Namun tidak satu pun rakyat yang mengatakan tempat
persembunyian para pejuang tersebut.

Pada bait selanjutnya


Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bias
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Bait tersebut berkaitan dengan pada 4 Oktober 1948, tentara Belanda melancarkan
pembersihan lagi di Rawagede, dan kali ini 35 orang penduduk dibunuh. Diperkirakan korban
pembantaian lebih dari 431 jiwa, karena banyak yang hanyut dibawa sungai yang banjir
karena hujan deras.
Peristiwa tersebut yang kemudian menginspirasi Chairil membuat puisi Karawang-Bekasi.
Dalam puisinya, Chairil Anwar seperti menggambarka para pahlawan yang dimakamkan
sepanjang jarak Karawang-Bekasi sudah tidak dapat berteriak lagi, tetapi mereka merasa
yakin bahwa tidak ada yang lupa terhadap deru semangat saat mereka maju ke medan perang
walaupun mereka telah tidur panjang.

Pendekatan Pragmatik :
Para pejuang Karawang-Bekasi selalu berharap agar keberadaan mereka tetap dikenang
sebagai sosok yang tiada pernah berhenti berjuang untuk kemerdekaan bangsa. Semangat
kepahlawanan mereka tidak pernah padam. Meskipun mereka telah terbaring dalam
pemakaman sepanjang jarak antara Karawang-Bekasi, tetapi mereka tetap memberikan
semangat perjuangan yang tidak ada habisnya.
Inilah pengharapan tak berbatas yang sepertinya ingin mereka katakan. Walaupun
sebenarnya, mereka telah menjadi tulang belulang yang berserakan antara Karawang-Bekasi.
Semenjak itu pada kenyataannya untuk mengenang peristiwa tersebut saat ini, di lokasi
terjadinya pembantaian penduduk Rawagede, berdiri sebuah monumen peringatan. Monumen
ini berada di pinggir jalan sebelah utara, Dusun Rawagede, Desa Rawagede, Kecamatan
Rawamerta.

Anda mungkin juga menyukai