Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN LENGKAP AMAMI II

PERCOBAAN III

ANALISIS KADAR SERAT PANGAN (CRUDE FIBER)

OLEH :

NAMA : WA ODE HASINA

NIM : A201501033

KELAS : C2. ANALIS KESEHATAN

PEMBIMBING :SYAWAL ABDURRAHMAN S.Si,.M.Si

PROGRAM STUDI D-IV ANALIS KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MANDALA WALUYA

KENDARI

2019
ANALISIS KADAR SERAT PANGAN (CRUDE FIBER)

A. Tujuan Praktikum
Tujuan dalam percobaan ini adalah untuk mengetahui kadar serat pada
selai nanas dan selai strawberry.

B. Landasan Teori
Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat terhidrolisis
oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar
yaitu asam sulfat (HSO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 1,25%).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai
fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar  dan
sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol. Pengukuran serat kasar
dapat dilakukan dengan menghilangkan semua  bahan yang larut dalam asam
dengan pendidihan dalam asam sulfat (Hunter, 2002).
Bahan makanan yang mengandung banyak serat kasar lebih tinggi
kecernaannya dibanding bahan makanan yang lebih banyak mengandung
bahan ekstrak tanpa nitrogen (Arif, 2006). Prinsipnya  komponen dalam suatu
bahan yang tidak dapat larut dalam pemasakan dengan asam encer dan basa
encer selama 30 menit adalah serat kasar dan abu sebagaimana  pendapat
Allend (1982) yang menyatakan bahwa serat kasar adalah karbohidrat yang
tidak larut setelah dimasak berturut-turut dalam larutan asam sulfat dan
NaOH. Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak larut
tersebut (residu) dibakar sesuai dengan prosedur analisis abu. Selisih antara
residu dengan abu adalah serat kasar (Ridwan, 2002).
Polisakarida terdiri atas polisakarida yang dapat dicerna dan tidak dapat
dicerna. Polisakarida yang dapat dicerna memiliki ikatan α (1-4) seperti yang
terdapat pada pati serta beberapa jenis glikogen dalam daging. Ikatan ini
dapat dicerna oleh enzim amilase yang disekresikan oleh kelenjar saliva dan
pankreas. Selain ikatan α (1-4), terdapat titik percabangan dalam rantai
patidan glikogen yaitu ikatan α (1-6) yang dapat dihidrolisis oleh enzim α (1-
6) dextrinase (isomaltase) yang disekresikan oleh pankreas. Sebaliknya,
polisakarida yang tidak dapat dicerna memiliki ikatan β (1-4). Enzim yang
disekresikan oleh kelenjar saliva dan pankreas tidak dapat menghidrolisis
ikatan kovalen β (1-4). Meskipun polisakarida dengan jenis ikatan β (1-4)
bersifat resistan terhadap pencernaan manusia, bakteri yang terdapat pada
usus besar mampu memetabolisme serat dan menghasilkan asam lemak rantai
pendek (asam asetat, propionat dan butirat) sebagai metabolit. Ikatan antar
monomer glukosa pada pati dan glikogen dapat dilihat (Piliang, 1996).

Serat pangan berdasarkan kelarutannya terhadap air terbagi pada dua


jenis. Pertama serat pangan larut (SDF) yang terdiri dari pektin dan
turunannya, gum, serta mucilage. Sementara serat tidak larut (IDF) terdiri dari
selulosa, hemiselulosa, lignin dan selulosa termodifikasi. Sumber makanan
yang kaya akan SDF ialah buah-buahan, polong-polongan, oat dan beberapa
jenis sayur-sayuran. Di samping itu, IDF banyak terdapat di dalam sereal,
biji-bijian, polong-polongan serta sayur-sayuran( Widaman, 2000).
Komponen penyebab utama ketidak akuratan analisis serat pangan ialah
pati. Proses penghilangan pati yang tidak sempurna akan meningkatkan
jumlah residu akhir yang berarti sebagai kesalahan hasil analisis. Oleh karena
itu, pada prosedur analisis serat pangan metode AOAC dan Asp terdapat
tahap hidrolisis pati lanjutan menggunakan enzim. Tahap ini bertujuan untuk
memastikan bahwa pati yang terdapat di dalam sampel terhidrolisis dengan
sempurna. Akan tetapi, enzim yang digunakan pada kedua metode tersebut
berbeda satu sama lain. Enzim yang digunakan pada metode AOAC untuk
menghidrolisis pati ialah amiloglukosidase, sementara pada metode Asp
digunakan enzim pankreatin. (BeMiller, 2010).
Enzim amiloglukosidase merupakan salah satu enzim amilase. Produksi
enzim amiloglukosidase komersial dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroba, yaitu Aspergillus sp. dan Rhizopus sp. Enzim yang digunakan dalam
penelitian ini berasal dari Aspergillus niger, karena selain dapat memecah pati
pada ikatan α (1-4), enzim yang berasal dari A. niger juga mampu memecah
ikatan α (1-6) (Uhlig 1998). Enzim ini memecah substrat (pati) menjadi
glukosa dari C terluar dari strukstur pati. Hasil reaksi pemecahan pati ialah
glukosa yang memiliki konfigurasi β. Kondisi optimumnya ialah pada rentang
pH 4.0-4.4 dan suhu 58-65˚C (Naz, 2002).

C. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada analisis kadar serat pangan (Crude Fiber)
pada makanan yaitu:
- Timbangan analitik
- Cawan porselen
- Corong
- Spatula
- Erlenmeyer
- Pipet Tetes
- Gelas Ukur
- Batang Pengaduk
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada analisis kadar serat pangan (Crude Fiber)
pada makanan yaitu:
- Selai nanas
- Selai strawberry
- NaOH 3%
- Kertas Saring
- Aquadest
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam percobaan ini yaitu:

Selai

- Ditimbang 5 gram dan dimasukkan
dalam erlenmeyer 250 mL
- Ditimbang kertas saring
- Ditambahkan NaOH 3 %
- Dihomogenkan dan disaring
- Dituang kertas saring dalam
erlenmeyer
- Dilakukan penuangan secara
Duplo, dan ketiga kalinya endapan
di ambil
- Kertas saring yang berisi endapan
di keringkan dan didinginkan
- Ditimbang dan dihitung kadar serat
kasar

Hasil % Kadar Serat Kasar

D. Hasil Pengamatan
Perhitungan :
% Kadar = Berat hasil percobaan x 100%
Berat sampel awal
1. Selai nanas
Berat selai awal : 5 gram
Berat krusiibel : 51,8 gram
Berat krus + sampel basah (a) : 0,63 + 5
Beras krus + sampel kering (b) : 1,84 gram
% Kadar = 5,63-1,84 x 100%
5
= 3,79 x 100%
5
= 379
5
= 75,8 gram

2. Selai strawberry
Berat selai awal : 5 gram
Berat krusiibel : 0,67 gram
Berat krus + sampel basah(a) : 0,67 + 5
Beras krus + sampel kering (b) :3,81 gram
% Kadar = 5,63-3,81 x 100%
5
= 5,67 x 100%
5
= 567
5
=113,4 gram

Interprestasi Hasil :
Kadar serat pada selai nanas yaitu 75,8 gram dan pada selai strawberry
113,4 gram

E. Pembahasan
Serat adalah zat non gizi, ada dua jenis serat yaitu serat makanan (dietry
fiber) dan serat kasar (crude fiber). Peran utama dari serat dalam makanan
adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan pektin. Dengan
adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran
pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan
kandungan air rendah akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan
mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat diekskresikan keluar karena
gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah
serat kasar (crude fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan
pangan. Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis
oleh asam atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium
hidroksida (NaOH 3,25%). Serat kasar adalah serat tumbuhan yang tidak larut
dalam air.
Ada beberapa metode analisis serat, antara lain metode crude fiber,
metode deterjen, metode enzimatis yang masing-masing mempunyai
keuntungan dan kekurangan. Data serat kasar yang ditentukan secara kimia
tidak menunjukan sifat serat secara fisiologis, rentang kesalahan apabila
menggunakan nilai serat kasar sebagai total serat makanan adalah antara 10 -
500%, kesalahan terbesar terjadi pada analisis serealia dan terkecil pada
kotiledon tanaman.
Metode yang digunakan pada praktikum ini yaitu metode crude fiber
dengan mengamati selai nanas dan selai strawberry. Selai yang telah
ditimbang ditambahkan NaOH yang bertujuan untuk menghidrolisis serat
yang terdapat dalam selai. Hasil yang diperoleh pada selai nanas yaitu 75,8
gram dan pada selai strawberry 113,4 gram. Hasil survei PKG (Pemantauan
Konsumsi Gizi) oleh Departemen Gizi Masyarakat, Depkes RI
mengungkapkan bahwa konsumsi serat yang dianjurkan yaitu 24g/hari.

F. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa kadar serat sekai nanas yaitu 75,8 gram dan pada selai
strawberry 113,4 gram
Daftar Pustaka

Bruce, Gardner, 2007, Fuel Ethanol Subsidies and Farm Price Support, Journal of
Agricultural & Food Industrial Organization, Vol. 5, Article 4.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi. CV. Yrama Widya: Bandung.
Jim.Clark,
(2007).http://www.chemistry.org/materikimia/sifatsenyawa_organik/alkoh
ol1/pengantar_alkohol/ , 07 April 2013 , 07.00 WIB
Rustringsih, T. 2007. Pengaruh Penambahan Ammonium Sulfat Terhadap
Produksi Etanol pada Fermentasi Beras Ketan Putih (Oryza sativa L. Var
glutinosa) dengan Inokulum Saccharomyces cerevisiae. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Skripsi.
Rahmawati, A. 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Ubi Kayu (Manihot utilissima
Pohl.) dan Kulit Nanas (Ananas comosus L.) pada Produksi Bioetanol
Menggunakan

Rukmana, Rahmat. Yuniarsih dan Yuyun. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu.
Kanisius: Yogyakarta.
Yulianti, C. H. 2014. Uji Beda Kadar Alkohol pada Tape Beras, Ketan Hitam dan
Singkong. Jurnal Teknika. Vol. 6. No. 1.

Anda mungkin juga menyukai