Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI INDUSTRI

“PEMBUATAN TEMPE “

DISUSUN OLEH :

Nama : Fernando Sahat Pangihutan Siregar

NPM : E1G020080

Prodi : Teknologi indistri pertanian

Hari/Tanggal : Rabu-03 Oktober 2021

Kelompok : 1. Yogendra (E1G020060)

2. Icha Agnesia Deyatri (E1G020064)

3. Sania Turnip (E1G020066)

4. Fioni Machdareta (E1G020072)

5. Fernando Sahat Pangihutan Siregar (E1G020080)

Dosen : 1. Hasanuddin,Ir.,M.Sc,

2. Tuti Tuturiama,STP.,M.Si

Ko-ass : Trio Putra Setiawan, S.Tp

LABORATORIUM TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempe adalah salah satu produk fermentasi yang umumnya berbahan baku kedelai yang
difermentasi dan mempunyai nilai gizi yang baik. Fermentasi pada pembuatan tempe terjadi karena
aktivitas kapang Rhizopus oligosporus. Fermentasi pada tempe dapat menghilangkan bau langu dari
kedelai yang disebabkan oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Fermentasi kedelai menjadi tempe
akan meningkatkan kandungan fosfor. Hal ini disebabkan oleh hasil kerja enzim fitase yang
dihasilkan kapang Rhizopus oligosporus yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol
dan fhosfat yang bebas. Jenis kapang yang terlibat dalam fermentasi tempe tidak memproduksi
toksin, bahkan mampu melindungi tempe dari aflatoksin. Tempe mengandung senyawa antibakteri
yang diproduksi oleh kapang tempe selama proses fermentasi.
Tempe merupakan sumber protein yang baik. Setiap 100 g tempe mengandung 18-20 g zat
protein dan 4 g zat lemak (Tarwotjo, 1998). Tempe juga memiliki berbagai sifat unggul seperti
mengandung lemak jenuh rendah, kadar vitamin B12 tinggi, mengandung antibiotik, dan
berpengaruh baik pada pertumbuhan badan. Selain itu asam-asam amino pada tempe lebih mudah
dicerna oleh tubuh jika dibandingkan dengan kacang kedelai. Vitamin B12 yang terdapat pada tempe
diproduksi oleh sejenis bakteri Klabsiella peumoniae. Kekurangan vitamin B12 ini dapat
menghambat pembentukan sel darah merah.
Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak,
karbohidrat, dan mineral. Setiap 100 gram tempe mengandung 10-20 gram zat protein, 4 gram zat
lemak, vitamin B12 dan 129 mg zat kalsium, tetapi mengandung sedikit serat. Tempe juga
mengandung komponen antibakteri dan zat antioksidan yang berkhasiat sebagai obat (Kasmidjo,
1990). Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan berbahan utama kedelai. Hadi (2008)
menyatakan pengembangan kedelai di Indonesia saat ini masih mengalami kendala. Beberapa
permasalahan kedelai adalah merupakan bahan pangan impor dan komoditas pangan strategis yang
mengalami fluktuasi, gangguan pasokan distribusi, lonjakan harga pasar dunia karena penurunan
produksi dan faktor lainnya. Hidayat ( 2008) menyatakan untuk

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami proses pembuatan tempe.
2. Mengatahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam proses pembuatan tempe
3. Mengatahui pengaruh lama fermentsi terhadap mutu tempe
4. Mengatahui lama waktu terbaik fermentasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fermentasi bahan pangan adalah hasil kegiatan dari beberapa spesies mikroba seperti bakteri,
khamir dan kapang. Mikroba yang melakukan fermentasi dengan memberikan hasil yang
dikehendaki dapat dibedakan dari mikroba-mikroba penyebab penyakit dan penyebab
kerusakan. Mikroba fermentasi mendatangkan hasil akhir yang dikehendaki, misalnya bakteri akan
menghasilkan asam laktat, khamir menghasilkan alkohol, kapang menghasilkan tempe (Muchtadi,
2019).
Menurut Winarno (2014), Fermentasi biasanya dilakukan dengan menggunakan kultur murni
yang dihasilkan di laboratorium. Kultur ini dapat disimpan dalam keadaan kering atau dibekukan,
misalnya kultur murni dari bakteri asam laktat untuk membuat keju. Kadang-kadang tidak digunakan
kultur murni untuk fermentasi sebagai laru (starter). Misalnya pada pembuatan tempe atau oncom
digunakan hancuran tempe dan oncom yang sudah jadi.
Tempe merupakan produk hasil fermentasi kedelai yang sudah lama dikenal di Indonesia.
Faktor terpenting dalam pembuatan tempe adalah inokulum atau laru yang mengandung
kapang Rhizopus sp. Jenis kapang yang berperan dalam fermentasi tempe adalah R.
oligosporus dan R. oligopsorus dan kapang lain seperti R. stolonifer dan R. arrhizus. Inkolum tempe
digunakan sebagai agnesia pengubah kedelai yang telah mengalami proses perebusan dan
perendaman menjadi tempe (Kasmidjo, 2019).
Menurut Sorenson dan Hesseltine (2016), Rhizopus sp tumbuh baik pada kisaran pH 3,4-6.
Pada penelitian semakin lama waktu fermentasi, pH tempe semakin meningkat sampai pH 8,4,
sehingga jamur semakin menurun karena pH tinggi kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur. Secara
umum jamur juga membutuhkan air untuk pertumbuhannya, tetapi kebutuhan air jamur lebih sedikit
dibandingkan dengan bakteri. Selain pH dan kadar air yang kurang sesuai untuk pertumbuhan jamur,
jumlah nutrien dalam bahan, juga dibutuhkan oleh jamur. Rhizopus oligosporus menghasilkan
enzim-enzim protease. Perombakan senyawa kompleks protein menjadi senyawa-senyawa lebih
sederhana adalah penting dalam fermentasi tempe, dan merupakan salah satu faktor utama penentu
kualitas tempe, yaitu sebagai sumber protein nabati yang memiliki nilai cerna amat tinggi.
Kandungan protein yang dinyatakan sebagai kadar total nitrogen memang tidak berubah selama
fermentasi. Perubahan terjadi atas kadar protein terlarut dan kadar asam amino bebas.
Tempe memiliki manfaat baik dari segi nutrisi maupun manfaat kesehatan. Sebagai sumber
nutrisi, tempe berperan sebagai sumber protein dan mineral besi. Sebagai obat dan penunjang
kesehatan, tempe berperan sebagai anti diare (misalnya dalam pembuatan super oralit dari 40-50 gr
tempe) dan anti bakteri. Senyawa anti bakteri pada tempe dapat menghambat sembilan jenis bakteri
gram postitif dan satu jenis bakteri gram negatif, yaitu: Streptococcus lactis, S.
cremoris, Leuconostoc dextranicum, L. mesenteroides, Staphylococcus aureus, Bacillus
subtillis, Clostridium botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan Klebsiella pneumoniae (Syarief et
al., 2019).
Menurut Dwinaningsih (2010) dalam (Dewi dan Aziz,2011), kelompok vitamin yang terdapat
di dalam tempe terdiri atas dua jenis yaitu yang larut di dalam air (Vitamin B kompleks) dan larut
lemak (Vitamin A, D, E dan K). Tempe memiliki sumber vitamin B yang potensial jenis Vitamin
tersebut ialah, Vitamin B1 (Tiamin), Vitamin B2 (Riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (
Niasin), Vitamin B6 (Piridoksin), dan Vitamin B12 (Sianokobalamin), tempe merupakan satu-
satunya sumber nabati yang memiliki kandungan B12, dimana kandungan ini hanya dimiliki oleh
produk hewani, sehingga tempe memiliki potensial yang lebih baik dibandingkan produk nabati
lainnya , selama proses fermentasi dalam pembuatan tempe terjadi peningkatan Vitamin B12 yang
sangat mencolok,yaitu 33 kali lebih banyak dibandingkan kedelai ( Astawan, 2011).

Riboflavin (Vitamin B6) meningkat 4-14 kali lebih banyak disbanding kedelai, Niasin
meningkat 2-5 kali, biotin mengalami peningkatan sebesar 2-3, asam folat 4-5 kali, dan asam
pentatonat hanya meningkat 2 kali lipat dibandingkan dari kandungan kedelai sebelum difermentasi.
Vitamin ini tidak dihasilkan oleh kapang Rhizopus, melainkan dari kontaminasi Klebsiella
pneumoniae, dan Citrobacter freundii (Sarwono, 2010) Kandungan dari Vitamin B12 di dalam tempe
berkisar dari 1,5 sampai 6,3 mikrogram/ 100 gram tempe kering yang dikonsumsi, jumlah ini sudah
lebih dari cukup memenuhi kebutuhan Vitamin B12 seseorang per hari. Dengan mengkonsumsi
tempe setiap hari, kandungan Vitamin B12 seorag vegetarian tidak perlu untuk dikhawatirkan karena
sudah terpenuhi (Haryoto, 2010).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat :
1. Wadah ukuran sedang
2. Ember
3. Panci
4. Kompor
5. Pengaduk
6. Pisau
7. Lidi

3.1.2 Bahan :
1. Kedelai
2. Ragi Tempe
3. Plastik

3.2 PROSEDUR KERJA


1. Melakukan sortasi biji kedelai dengan cara memilih biji kedelai yang bagus dan padat berisi.

2. Mencuci Biji kedelai untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur di antara
biji kedelai.
3. Melakukan perebusan selama 30 menit untuk melunakkan biji kedelai dan memudahkan alam
pengupasan kulit.
4. Merendam biji yang telah direbus menggunakan air yang dicampur dengan asam asetat
sehingga ph larutan mencapai 4-5. Perendaman dilakukan selama 16 –24 jam.
5. Menyaring biji kedelai yang telah direndam dan tiriskan. Lakukan pengupasan biji kedelai
hingga terpisah dengan kulitnya.
6. Selanjutnya lakukan perebusan kembali selama 20-30 menit.

7. meniriskan dan mendinginkan.

8. Kemudian kedelai yang sudah tidak terlalu panas (± 30oC) diberi ragi tempe dengan cara
menebarkan pada permukaan kedelai.
9. Melakukan pengemasan dengan menggunakan plastik/daun yang telah dilubangi hingga ¾ nya.

10. Inkubasikan kedelai pada suhu ruang selama 36-48 jam.


BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, dilakukan pembuatan tempe dengan bahan dasar kacang kedelai. Proses
pembuatan diawali penyortiran, perendaman, perebusan, pencampuran ragi dan pengemasan. Proses
penyortiran bertujuan untuk memperoleh produk tempe yang berkualitas, yaitu memilih biji kedelai
yang bagus dan padat berisi. Perendaman bertujuan untuk melunakkan biji dan mencegah
pertumbuhan bakteri pembusuk selama fermentasi. Perebusan bertujuan untuk melunakkan biji
kedelai dan memudahkan dalam pengupasan kulit serta bertujuan untuk menonaktifkan tripsin
inhibitor yang ada dalam biji kedelai. Penaburan ragi secara merata bertujuan agar jamur
berkembang dengan baik dalam proses fermentasi, apabila penaburan ragi tidak merata maka tempe
tidak akan ditumbuhi oleh jamur karena tidak ada madia dalam proses fermentasi dan akan
dihasilkan tempe yang gagal. Pengemasan bertujuan agar tempe tidak kering dan sebagai tempat
berkembangnya mikroba.

Pada praktikum ini dapat dilihat bahwa praktikum berhasil, hal ini terlihat pada tabel hasil
pengamatan didapatkan hasil, tempe yang dibuat mulai terbentuk miselia bewarna putih yang
menutupi seluruh bagian tempe. Hal sesuai dengan pernyataan Sartika (2007) yang menyatakan
bahwa tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan baku kedelai dengan
bantuan jamur Rhizopus oryzae. Mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor
spesifik.

Proses pembuatan tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai
(kedelai), mikroorganisme (kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan
kelembaban) (Astawan dan Mita W 1991). Mikroorganisme yang digunakan berupa kapang antara
lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer dan lingkungan pendukung yang
terdiri dari suhu 30˚C.

Pada pembutan tempe terdapat beberapa gangguan yang dapat menurunkan kualitas hasil
tempe. Hal ini ungkapkan oleh Sarwono (1982), gangguan pada pembuatan tempe diantaranya
adalah tempe tetap basah, jamur tumbuh kurang baik, tempe berbau busuk, ada bercak hitam
dipermukaan tempe, dan jamur hanya tumbuh baik di salah satu tempat.

Pada proses pembutatan tempe yakni menggunakan ragi tempe. Ragi tempe merupakan bibit
jamur yang akan digunakan dalam pembuatan tempe. Mikrob yang berberan dalam pembuatan tempe
antara lain Rhizopus oryzae. menurut Samsudin dan Djakamihardja (1985), pada prosesnya, mikrob
Rhizopus oryzae akan membentuk benang-benang yang disebut sebagai benang hifa. Benang-
benang hifa ini mengikatkan biji kedalai yang satu dengan biji kedelai lainnya, sehingga biji-biji
kedelai ini membentuk suatu massa yang kompak. Massa kedelai inilah yang selanjutnya disebut
sebagai tempe.

Selama masa pertumbuhannya, menurut Sartika (2017), jamur Rhizopus oryzae juga
menghasilkan enzim yang dapat menguraikan protein yang terdapat dalam biji kedelai, sehingga
protein-protein dalam biji kedelai ini mudah dicernakan. Selama masa pertumbuhan jamur Rhizopus
oryzae Selain Rhizopus, diperkirakan banyak jenis mkiroorganisme lain yang mungkin turut campur,
tetapi tidak menunjukkan aktifitas yang nyata.

Namun demikian, aktifitas yang nyata dari mikroorganisme yang mungkin turut campur ini
akan terlihat setelah aktifitas pertumbuhan Rhizopus oryzae melampaui masa optimumnya, yakni
setelah terbentuknya spora-spora baru yang berwarna putih-kehitaman. Hal ini dapat diketahui,
terutama pada tempe yang dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar, yaitu dengan terciumnya bau
amoniak. Menurut kasmidjo (1990), Adanya bau amoniak pada tempe menunjukkan bahwa tempe
tersebut mulai mengalami pembusukan. Bau amoniak ini masih terasa sekalipun tempe telah
dimasak, sehingga dapat menurunkan cita rasa konsumen.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Proses pembuatan
diawali penyortiran, perendaman, perebusan, pencampuran ragi dan pengemasan. Proses pembuatan
tempe melibatkan tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang dipakai (kedelai), mikroorganisme
(kapang tempe), dan keadaan lingkungan tumbuh (suhu, pH, dan kelembaban

1. Factor factor yang mempengaruhi keberhasilan pembuatan tempe yakni:Suhu yang baik untuk
pembuatan tempe yaitu 27 sampai 34 derajat celcius, Kadar air Jumlah yang digunakan dan
Kebersihan alat dan bahan

2. Semakin lama proses fermentasi maka mutu tempe semakin buruk karena tempe lama kelamaan
akan mengalami pembusukan ,dan apabila terlalu cepat maka kapang ditempe belum terbentuk
sempurna sehinnga tempe akan udah hancur dan bahkan masih berbentuk kedelai utuh.

3. Pembuatan tempe membutuhkan waktu 24-36 jam hingga tempe benar benar jadi secara
sempurna dengan warna putih ,tektur padat dan memiliki aroma serta rasa khas tempe.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya buat pada percobaan kali ini adalah :

- Semoga percobaan pada kali ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan pada semua
praktikan
- Semoga kedepannya praktikan lebih giat dan tekun untuk melakukan praktikum walaupun
dalam keadaan online
- Diharapkan kepada praktikan untuk dapat mencari sumber materi dari berbagai media untuk
menambah pengetahuan dan wawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Astawan M dan Mita W. 1991. Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna. Jakarta
: Akademika Pressindo.
Hartomo AJ. Dan Widiatmoko. 1993. Emulsi dan Pangan Instant BerLesitin. Yogyakarta: Andi
Offset.
Kasmidjo RB. 1990. TEMPE: Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU
Pangan dan Gizi. Yogyakarta: UGM Press.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Samsudin US. dan Djakamihardja DS. 1985. Budidaya Kedelai. Bandung: CV. Pustaka Buana
Bandung.
Sartika ND. 2007. Studi pendahuluan daya antioksidan ekstrak methanol tempe segar dan tempe
busuk Kota Malang trhadap radikal bebas DPPH. Skripsi. Universitas Negeri Malang.
Sarwono B. 1982. Membuat tempe dan oncom. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Nama : Fernando Sahat Pangihutan Siregar
NPM : E1G020080
Kelompok : Dua
Shift : Rabu/16:00-18.00
Koass : Trio Putra Setiawan, S.TP
Objek Praktikum : Pembuatan Tempe

Bahan Diskusi

1. Terdapat dua jenis miroba yang sering digunakan dalam fermentasi tempe. Diskusikan apa
kelemahan dan kelebihan masing-masing mikroba tersebut dalam proses fermentasi tempe
2. Apa tujuan dari masing-masing tahapan pada pembuatan tempe...?
3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe...!

JAWABAN

1. Keuntungan dan kerugian Rhizopus oligosporus :


• Keuntungan Rhizopus oligosporus:
a. Dapat dimanfaatkan dalam pembuatan tempe
• Kekurangan Rhizopus oligosporus :

b. Dapat membusukkan makanan

• Kekurangan dan kerugian

2. Tujuan dari masing-masing tahapan pada pembuatan tempe :


• Sortasi biji bertujuan untuk memisahkan biji kedelai yang bagus dan bisa digunakan dan
biji kedelai yang tidak dapat digunakan, dan untuk memperoleh keseragaman.
• Pencucian biji kedelai bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun
tercampur didalm biji kedelai dan agar kedelai bersih.
• Perebusan biji kedelai bertujuan untuk melunakkan biji kedelai agar nantinya dapat
menyerap asam pada tahap perendama
• Perendaman biji setelah perebusan bertujuan untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan
terjadinya fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan fungi.
• Pengupasan biji kedelai bertujuan untuk agar miselium fungi dapat menembus biji kedelai
selama proses fermentasi.
• Perebusan yang kedua bertujuan agar hasil fermentasi menyerap dengan baik.
• Pendinginan bertujuan untuk mempermudah proses pemberian ragi.
• Penebaran ragi bertujuan agar kedelai dapat menjadi tempe.
• Pengemasan bertujuan agar tempe dapat terfermentasi dengan ragi yang telah ditabur tadi
dapat berjalan dengan baik.
• Inkubasi bertujuan agar tempe dapat jadi seperti yang diinginkan.

3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan tempe :

1. Suhu

Dalam pembuatan tempe, suhu sangat berpengaruh dalam menetukan tumbuhatau tidaknya
jamur tempe. Dimana suhu yang dibutuhkan jamur tempe untuk tumbuh adalah suhu ruang yakni
antara 27 sampai 34 derajat celcius.
2. Kadar air

Jumlah kadar air yang terkandung dalam bahan baku juga mempengaruhi keberhasilan
dalam pembuatan tempe, jika kandungan air terlalu banyak maka dikhawatirkan jamur yang
tumbuh bukan hanya jamur tempe melainkan juga akan ditumbuhi jamur pembusuk.
3. Jumlah ragi yang digunakan

Jumlah ragi yang digunakan jika terlalu sedikit maka tempe yang dihasilkan akan kurang
maksimal dimana antara biji kacang satu dangan yang lainnya tidak menempel dengan sempurna.
Sebaliknya jika ragi yang digunakan terlalu banyak maka akan merusak kualitas tempe karna
jumlah jamur yang tumbuh terlalu banyak dan akan mempercepat proses pembusukan.
4. Kebersihan alat dan bahan

Alat dan bahan yangkita gunakan harus benar-benar bersih karena jika ada kontaminasi
mikroba lain dalam alat dan bahan kita akan mengganggu proses fermentasi tempe yang sedang kita
buat

Anda mungkin juga menyukai