Anda di halaman 1dari 7

DEFINISI6

BAB encer adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari 200 ml.

Diare yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut
dapat atau tanpa disertai lender dan darah.

KLASIFIKASI7

A. Diare Akut

Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan menurut
World Gastroenterology Organisation global guidelines 2005, diare akut didefinisikan
sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal,
berlangsung kurang dari 14 hari.

Yang berperan pada terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausa
(agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri
dari faktor-faktor daya tangkis atau lingkungan internal saluran cerna antara lain :
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas dan juga lingkungan microflora usus.
Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
memperoduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan halus serta daya lekat
kuman.

B. Diare Kronik

Diare kronis adalah diare yang berlangsung selama 15 hari. Sebenarnya para pakar
didunia telah mengajukan beberapa kriteria mengenai Batasan kronik pada kasus diare
tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi diindonesia dipilih
waktu llebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat menginvestigasi
penyebab diare dengan lebih cepat.

Diare kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan patofisiologi menjadi 7 macam diare


yang berbeda, yaitu :
- Diare osmotic : terjadi peningkatan osmotic isi lumen usus

- Diare sekretorik : terjadi peningkatan sekresi cairan usus

- Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak : terjadi motilitas yang lebih cepat
pembentukan micelle empedu

- Defek system pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit : terjadi


penghentian mekanisme transport ion aktif di enterosit, gengguan absorbs natrium
dan air.

- Motilitas dan waktu transit usus abnormal : terjadi motilitas yang lebih cepat, tak
teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi.

- Gangguan permeabilitas usus : terjadi kelainan morfologi usus dimembran epitel


spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar terhadap air dan
garam/elektrolit terganggu

- Eksudasi cairan, elektrolit dan mucus berlebihan : terjadi peradangan dan


kerusakan mukosa usus halus serta daya lekat kuman.

ETIOPATOMEKANISME

 Etiologi1
- Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium
perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas, Vibrio cholerae
- Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
- Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichuris trichiura,
Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
- Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,
imunodefisiensi.
 Patomekanisme
Patogenesis sangat berbeda dan bervariasi sesuai dengan penyebabnya, antara lain :
1. Bakteri1,2
Bakteri masuk ke dalam saluran cerna melalui makanan atau minuman,
kemudian berkembangbiakdidalamsalurancerna dan mengeluarkan toksin. Toksin
merangsang epitel usus dan menyebabkan peningkatan enzim yang mempunyai
kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel ke lumen usus
ke dalam sel. Hal ini akan menyebabkan peninggian tekanan osmotik di dalam lumen
usus. Akibatnya terjadi hiperperistaltik usus yang sifatnya mengeluarkan cairan yang
berlebihan dalamlumenusus, sehinggacairandialirkandarilumen usus halus ke lumen
usus besar.
Bila kemampuan penyerapan kolon (usus besar) berkurang atau sekresi cairan
melebihi kepasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Dari patogenesis di
atas, maka pada prinsipnya terdapat mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya
diare.
2. Virus
Cara infeksi virus adalah dengan cara oro-fekal dan diduga dapat ditularkan
melalui droplet. Virus yang masuk kedalam saluran pencernaan akan mengakibatkan
kerusakan pada morfologiepitelusus yang menyebabkan pemendekan jonjot usus dan
bentuk brush border menjadi tidak teratur seta jarang., sehinggga kemampuan untuk
menyerap air dan elektrolit diusus halus menjadi terganggu dan pencernaan terhadaap
karbohidrat juga terganggu. Masa inkubasipada umumnya kurang dari 48 jam ,
dengan lama diare 5-7 hari.7

3. Parasit
Cara menginfeksi parat dapat melalui kulit dan fecal-oral sehingga dapat
menginfeksi pada manusia yang mengakibatkandiare. baik langsung tertelan maupun
melalui pembuluh darah yang akhirnya masuk kedalam saluran pencernaan dan
merusak kontuinitas mukosa usus yang mengakibatkan diare yang bermanifestasi bab
yang disertai darah.8
4. Non infeksi
a. Imunodefisiensi
Hal ini dikarenakan oleh usus merupakan organ limfoid terbesar dalam tubuh
yang terdapat sebagian besar dari limfosit dan memproduksi immunoglobulin (Ig)
dalam jumlah besar.Respontubuh ketika ada benda asing yang masuk dapat berupa
supresi atau toleransi terhadap mikroorganisme tersebut. Kegagalan mekanisme
regulasi yang menjaga keseimbangan antara supresi dan toleransi dalam usus akan
menyebabkan inflamasi mukosa dan kerusakan pada gastrointestinal. Oleh karena
itu, gangguan gastrointestinal merupakan gejala yang paling sering muncul pada
pasien dengan gangguan imunodefisiensi.5
b. Malabsorbsi
Contohnya adalah intoleransi laktosa. Di dalam susu atau produk susu lainnya,
terdapat kandungan komponen gula atau karbohidrat yang dikenal dengan laktosa
(gula susu). Pada keadaan normal, tubuh dapat memecah laktosa menjadi gula
sederhana dengan bantuan enzim laktase. Enzim laktase yang berfungsi memecah
gula susu (laktosa) terdapat di mukosa usus halus. Enzim tersebut bekerja
memecah laktosa menjadi monosakarida yang siap untuk diserap oleh tubuh yaitu
glukosa dan galaktosa Apabila ketersediaan laktase tidak mencukupi, laktosa yang
terkandung dalam susu tidak akan mengalami proses pencernaan dan akan dipecah
oleh bakteri di dalam usus halus. Proses fermentasi yang terjadi dapat
menimbulkan gas yang menyebabkan kembung dan rasa sakit di perut. Sedangkan
sebagian laktosa yang tidak dicerna akan tetap berada dalam saluran cerna dan
tidak terjadi penyerapan air dari faeses sehingga penderita akan mengalami diare.1
c. Alergi
Mekanisme diare alergi susu sapi berbeda dengan diare yang disebabkan
intoleran laktosa, bukan karena kekurangan enzim laktase, tetapi terjadi melalui
perantaraan reaksi imunologik tubuh (zat anti dari sistem pertahanan tubuh)
terhadap protein susu. Reaksi ini akan melepaskan bahan-bahan yang disebut
dengan mediator (seperti histamin, prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan
gejala klinis tergantung dari organ tempat terjadinya reaksi tersebut. Bila
menyerang saluran cerna, gejala yang paling sering muncul adalah diare yang bisa
terjadi berkepanjangan selama meminum atau memakan makanan yang berasal dari
susu sapi.1

Terdapat 3 patofisologi dari terjadinya diare yaitu:1


- Gangguan sekretorik/sekresi: akibat rangsangan toksin/rangsangan tertentu pada
dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
- Gangguan osmotik: akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap
akan menyebabkan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga ususyang berlebihan
akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
- Gangguan motilitas usus: hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya, bila
peristaltik usus menurun, akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya dapat timbul diare.

Manifestasi BAB encer disertai darah dan lender merupakan mekanisme kompensasi
tubuh dari saluran gastrointestinal. Saat terjadi iritai pada mukosa maka sel goblet
bekerja lebih aktif, dimana sel goblet ini berguna untuk memproduksi mucus sehingga
jika sel goblet lebih aktif maka mucus yang dihasilkan lebih banyak sehingga pada saat
BAB akan disertai mucus.1
Sedangkan untuk BAB yang disertai darah dikarenakan iritasi pada saluran cerna
dapat membuat pembuluh darah pecah jika terjadi terus-menerus dimana saluran cerna
sangat banyak terdapat pembuluh darah sehingga jika makanan lewat pada daerah yang
teriritasimaka akan memicu pembuluh darah pecah yang pada awalnya sudah terdapat
peradangan ditambah terjadi benturan dari makanan pada tempat yang sudah teriritasi
maka akibatnya adalah perdarahan saluran cerna.1

CARA PENULARAN DAN FAKTOR RISIKO8,9,10


Menurut Bambang dan Nurtjahjo (2011) cara penularan diare pada umumnya
melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh
enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang yang
telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4F = finger, files,
fluid, field).8
Juffrie dan Mulyani (2011) Faktor resiko yang dapat meningkatan penularan
enteropatogen antara lain: tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama
kehidupan bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk,
penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higenis dan cara penyapihan yang tidak
baik. Selain hal-hal tersebut beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam
4 minggu terakhir dan faktor genetik.9
1. Faktor umur
Sebagian besar episiode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit
yang berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada
anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik
ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.
Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu,
tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius.
Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Escheria coli dapat menyebabkan bakteremia dan infeksi sistemik pada
neonatus. Meskipun Escheria coli sering ditemukan pada lingkungan ibu dan
bayi, belum pernah dilaporkan bahwa ASI sebagai sumber infeksi Escheria
coli.10
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim
dingin. Didaerah tropik (termasuk indonesia), diare yang disebabkan oleh
retrovirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim
kemarau, sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim
hujan.
Daftar Pustaka

1. Setiawati S, Alwi I, Sudoyo W,A. dkk. Buku ajar Ilmu penyekit dalam jilid 1. Jakarta:
interna publishing. 2017. p 570.
2. Zein U, Sagala HA, Ginting J. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Medan: Universitas
Sumatera Utara. 2017
3. Hasibuan B, Nasution F, Guntur. Infeksi rotavirus pada anak usia dibawah 2 tahun.
Medan : Fakultas Kedokteran USU. 2011
4. Herbowo, firmansyah A. diare akibat infeksi parasite.jakarta: FKUI. 2003
5. Wibowo s. Hubungan Antara Kategori Imunodefisiensi Dengan Diare Pada Anak
Dengan Hiv/Aids. Malang : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. 2012
6. Marcellus Simadibrata K, Daldiyono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi
VI. 2014
7. Nikma Kumala Sari, Alamsyah Lukito, Aspri Astria. Hubungan Pengetahuan Ibu
Tentang Diare Pada Anak 1-4 Tahun di Wilayah Puskesmas Pekan Bahorok. Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan Ibnu Sina, Universitas Islam Sumatra Utara. Vol 25,No
4,Oktober 2017.
8. Bambang, S & Nurtjahjo, BS. 2011. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi jilid 1,
Jakarta: UKK gasteroenterologi-hepatologi: IDAI.
9. Juffrie, & Mulyani, 2011. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi; Jilid 2, Badan
penerbit: IDAI.
10. Alan, R & Mulya, R. 2013. Buku bedah ASI IDAI. Badan penerbit: IDAI.

Anda mungkin juga menyukai