Anda di halaman 1dari 10

HUKUM KONTRAK

( KONTRAK BISNIS )

Oleh : KELOMPOK 2
Nama Anggota :
1. Ni Putu Rahayu Pertiwi ( 2002022457 )
2. Ni Luh Gede Ayu Sujaniari ( 2002022459 )
3. Ida Ayu Santy Apryani ( 2002022463 )
4. I Putu Aldi Wirawan ( 2002022464 )
5. Ni Putu Septa Artini ( 2002022467 )
6. Ida Ayu Amelia Putri ( 2002022466 )
7. Ni PutuLinda Yani ( 2002022465 )

TAHUN AJARAN 2021/2022


UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
1. PENGERTIAN dan SAHNYA HUKUM KONTRAK

A. Pengertian Hukum Kontrak


Dalam Hukum Indonesia konsep kontrak di cantumkan dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Sekilas, apabila kita mendengar kata
kontrak, kita langsung berpikir bahwa yang dimaksudkan adalah suatu perjanjian
tertulis. Artinya, kontrak sudah dianggap sebagai suatu pengertian yang lebih sempit
dari perjanjian. Dalam pengertiannya yang luas kontrak adalah kesepakatan yang
mendefinisikan hubungan antara dua pihak atau lebih. Dua orang yang saling
mengucapkan sumpah perkawinan, sedang menjalin kontrak perkawinan; seseorang
yang sedang memilih makanan di pasar menjalin kontrak untuk membeli makanan
tersebut dalam jumlah tertentu. Kontrak tidak lain adalah perjanjian itu sendiri
(tentunya perjanjian yang mengikat). Kontrak dalam Hukum Indonesia,
yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut overeenkomst yang apabila diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian.
B. Sahnya Hukum Kontrak
Dalam kehidupan bermasyarakat tidak bisa terlepas dari hubungan satu dengan
lainnya. Yang paling sering dilakukan oleh seseorang maupun badan hukum untuk
menjaga/mengikat hubungan tersebut adalah melalui sebuah Perjanjian/Kontrak.
Syarat-syarat sahnya hukum kontrak
Mengingat begitu pentingnya sebuah perjanjian, agar tidak timbul permasalahan
di kemudian hari akibat kurang pahamnya seseorang dalam membuat suatu
perjanjian, maka kami akan menjelaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
agar perjanjian menjadi sah dan mengikat para pihak. Pasal 1320 KUH Perdata
menyebutkan adanya 4 (empat) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni:
1.Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya;
2.Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan;
3.Suatu hal tertentu; dan
4.Suatu sebab (causa) yang halal.
2. BATAL dan PEMBATALAN HUKUM KONTRAK
Batal dan Pembatalan Hukum Kontrak
1. Batal karena tidak terpenuhinya salah satu syarat sahnya perjanjian
Batalnya suatu kontrak menyangkut suatu persoalan tidak terpenuhinya syarat
sahnya suatu perjanjian yang berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, terdiri dari empat
syarat yaitu :
Syarat Subjektif :
1) Adanya kesepakatan kedua belah pihak
2) Adanya kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
Syarat Objektif :
1) Adanya obyek tertentu
2) Adanya kausa yang halal.
Tidak terpenuhinya syarat Subjektif mengakibatkan perjanjian dapat
dibatalkan/dapat dimintakan pembatalan oleh salah satu pihak. Perjanjian yang tidak
dimintakan pembatalan dianggap tetap berlaku, sehingga penekanan terhadap
pembatalan ada pada inisiatif para pihak.
Tidak terpenuhinya Syarat Objektif menyebabkan perjanjian batal demi hukum
secara serta merta atau perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tujuan para pihak
untuk mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan suatu perikatan hukum
dianggap telah gagal, sehingga tidak ada dasar bagi para pihaknya untuk saling
menuntut di depan hakim, disebut null and void.

2. Batal karena terpenuhinya syarat batal dalam perjanjian bersyarat

Perikatan bersyarat merupakan salah satu bentuk perikatan yang dikenal dalam
masyarakat. Dalam KUHPerdata sendiri perikatan bersyarat didefinisikan sebagai
perikatan yang digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah peristiwa yang masih
akan datang dan masih belum tentu akan terjadi. Perikatan dengan syarat ini
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Perikatan dengan syarat Tangguh
Perikatan dengan syarat tangguh yaitu menangguhkan lahirnya perikatan hingga
syarat yang dimaksud terjadi.
2) Perikatan dengan Syarat Batal
Sedangkan perikatan dengan syarat batal yaitu perikatan yang sudah lahir justru
berakhir atau dibatalkan apabila peristiwa yang dimaksud itu terjadi.

Dalam prakteknya syarat batal ini sering dicantumkan dalam klausul yang
mengatur tentang kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian beserta penyebab
dan konsekuensinya bagi para pihak. Pembatalan kontrak yang diatur dalam
perjanjian (terminasi) dapat dilakukan dengan penyebutan alasan pemutusan
perjanjian, dalam hal ini dalam perjanjian diperinci alasan-alasan sehingga salah satu
pihak atau kedua belah pihak dapat memutus perjanjian. Maka dalam hal ini tidak
semua wanprestasi dapat menyebabkan salah satu pihak memutuskan perjanjiannya,
tetapi hanya wanprestasi yang disebutkan dalam perjanjian saja.
Cara lain pembatalan kontrak yang diatur dalam perjanjian yakni dengan
kesepakatan kedua belah pihak. Sebenarnya hal ini hanya penegasan saja, karena
tanpa penyebutan tentang hal tersebut, demi hukum, perjanjian dapat diterminasi jika
disetujui oleh para pihak.

3. Batal Karena Adanya Wanprestasi


Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk. Seseorang
yang berjanji, tetapi tidak melakukan apa yang dijanjikannya, ia alpa, lalai atau
ingkar janji atau juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu
yang tidak boleh dilakukannya, maka ia dikatakan wanprestasi. Wanprestasi
(kelalaian atau kealpaan) dapat berupa empat macam yaitu :
a) Tidak melakukan apa yang disanggupinya akan dilakukannya;
b) Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c) Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
d) Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Terhadap kelalaian atau kealpaan seseorang, diancamkan beberapa sanksi atau


hukuman, yaitu:
a) Membayar kerugian yang diderita pihak lain yang mengalami kerugian, atau
dengan singkat dinamakan ganti rugi (Pasal 1243 KUHPerdata).
b) Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian melalui
pengadilan (Pasal 1266 KUHPerdata).
c) Meminta pemenuhan perjanjian, atau pemenuhan perjanjian disertai ganti
rugi dan pembatalan perjanjian disertai ganti rugi (Pasal 1267 KUHPerdata).

Dari uraian di atas, terjadinya ingkar janji atu wanprestasi dari pihak-pihak dalam
perjanjian, pihak yang dirugikan dapat meminta pembatalan perjanjian. Pembatalan
perjanjian dengan alasan wanprestasi sudah sering terjadi, dan dianggap wajar.
Apalagi jika alasan itu dibenarkan dalam termination clause yang sudah disepakati
bersama kedua pihak.
Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian atau wanprestasi salah satu
pihak, dalam KUHPerdata, terdapat pengaturan pada Pasal 1266, yaitu suatu Pasal
yang terdapat dalam bagian kelima Bab I, Buku III, yang mengatur tentang perikatan
bersyarat. Pasal 1266 KUHPerdata, menjadi dasar bahwa hakimlah yang menentukan
apakah telah terjadi wanprestasi atau tidak dalam suatu kontrak.
Sebenarnya, pengakhiran kontrak sepihak karena wanprestasi tanpa putusan dari
hakim tidak menjadi masalah kalau pihak lain juga menerima keputusan itu. Tetapi
kalau salah satu pihak menolak dituduh wanprestasi, maka para pihak sebaiknya
menyerahkan keputusan kepada hakim untuk menilai ada tidaknya wanprestasi. Jika
hakim menyatakan perbuatan wanprestasi terbukti dan sah, maka ingkar janji itu
dihitung sejak salah salah satu pihak mengakhiri perjanjian. Pembatalan perjanjian
bertujuan membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian
diadakan. Jika suatu pihak telah menerima sesuatu dari pihak lainnya, baik uang
ataupun barang, maka uang atau barang tersebut harus dikembalikan.

4. Pembatalan Perjanjian Secara Sepihak


Pembatalan sepihak atas suatu perjanjian dapat diartikan sebagai ketidaksediaan
salah satu pihak untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati kedua belah pihak
dalam perjanjian. Pada saat mana pihak yang lainnya tetap bermaksud untuk
memenuhi prestasi yang telah dijanjikannya dan menghendak untuk tetap
memperoleh kontra prestasi dari pihak yang lainnya itu. Seperti yang kita ketahui
bahwa perjanjian yang sah, dalam arti memenuhi syarat sah menurut Undang-
undang, maka berlaku sebagai Undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 1338 (1) KUHPerdata. Sedangkan pada ayat
(2) menyebutkan bahwa: “persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali
selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-lasan yang oleh
Undang-undang dinyatakan cukup untuk itu” Dari Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata
tersebut, jelas bahwa perjanjian itu tidak dapat dibatalkan sepihak, karena jika
perjanjian tersebut dibatalkan secara sepihak, berarti perjanjian tersebut tak mengikat
diantara orang-orang yang membuatnya. Jika dilihat dari Pasal 1266 dan 1267
KUHPerdata, maka jelas diatur mengenai syarat batal jika salah satu pihak tidak
memenuhi kewajibannya. Pembatalan tersebut harus dimintakan ke pengadilan, hal
ini dimaksudkan agar nantinya tidak ada para pihak yang dapat membatalkan
perjanjian sepihak dengan alasan salah satu pihak lainnya tersebut tidak
melaksanakan kewajibannya (wanprestasi).
Menurut Pasal 1266 KUHPerdata, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebagai
syarat supaya pembatalan itu dapat dilakukan. Tiga syarat itu adalah:
a) Perjanjian bersifat timbal balik
b) Harus ada wanprestasi
c) Harus dengan putusan hakim
Perjanjian timbal balik, seperti yang telah dijelaskan di atas dimana kedua pihak
memenuhi kewajibannya masing-masing, yakni prestasi. Jika salah satu pihak ingkar
janji atau wanprestasi mengenai syarat pokoknya dari perjanjian, maka dapat
diajukan gugatan permintaan pembatalan perjanjian kepada hakim.
Ada beberapa teori hukum yang terkait dengan pembatalan perjanjian secara
sepihak, yaitu repudiasi terhadap perjanjian. Repudiasi (repudiation, anticipatory)
adalah pernyataan mengenai ketidaksediaan atau ketidak mampuan untuk
melaksanakan perjanjian yang sebelumnya telah disetujui, pernyataan disampaikan
sebelum tiba waktu melaksanakan perjanjian tersebut. Repudiasi dalam pengertian
itu disebut repudiasi anticepatory yang berbeda dengan repudiasi biasa (ordinary)
yaitu pembatalan yang dinyatakan ketika telah masuk masa pelaksanaan perjanjian.
Konsekuensi yuridis dari adanya repudiasi atas suatu kontrak adalah dapat
menunda atau bahkan membebaskan pihak lain dari kewajiban melaksanakan
prestasi dari perjanjian tersebut; dan di sisi lain memberikan hak kepada pihak yang
dirugikan untuk dapat segera menuntut ganti rugi, sungguhpun kepada pihak yang
melakukan repudiasi belum jatuh tempo untuk melaksanakan kewajibannya
berdasarkan perjanjian.
Suatu tindakan repudiasi atas suatu perjanjian dapat diwujudkan dengan cara yaitu:
1. Repudiasi secara tegas
Maksudnya pihak yang menyatakan repudiasi menyatakan kehendaknya dengan
tegas bahwa dia tidak ingin melakukan kewajibannya yang terbit dari perjanjian.
2. Repudiasi secara inklusif
Di samping secara tegas-tegas, maka tindakan repudiasi dapat juga dilakukan
tidak secara tegas, tetapi secara inklusif. Maksudnya dari fakta-fakta yang ada
dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu pihak telah tidak akan melakukan
kewajibannya yang terbit berdasarkan perjanjian.
Kriteria utama terhadap adanya repudiasi inklusif adalah bahwa pihak yang
melakukan repudiasi menunjukkan tindakan atau maksudnya secara logis dan
jelas (reasonably clear) bahwa dia tidak akan melaksanakan kewajibannya yang
terbit dari perjanjian.

5. ANATOMI KONTRAK
Salah satu unsur yang paling penting dalam merancang kontrak, yaitu si
perancang harus memperhatikan struktur dan anatomi kontrak yang dibuat atau yang
akan dirancang. Struktur kontrak adalah susunan dari kontrak yang akan dibuat atau
dirancang dan Anatomi Kontrak berkaitan dengan letak dan hubungan antara bagian-
bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Para ahli berbeda pandangan tentang hal-hal apa saja yang menjadi struktur dan anatomi
kontrak. Charles R. Calleros mengemukakan struktur dan anatomi kontrak, yaitu:
- An introduction identifying the parties to the transaction (identifikasi para pihak
yang mengadakan transaksi)
- A section describing the rights and obligations of the parties (deskripsi tentang hak
dan kewajiban para pihak
- Signature lines showing the parties’ agreement to the terms of contract (tanda tangan
para pihak yang mengadakan kontrak)
- Statement of recital, which describes the background of the transaction and the
parties’ reason for entering into the contract (recital), yaitu latar belakang dibuatnya
kontrak
- a glossary of defined terms, yaitu definisi atau pengertian a section of miscellaneous
provisions addressing such topics as termination of the contract on the other
transaction, yaitu syarat-syarat penghentian/berakhirnya kontrak pada transaksi
lainnya
Menurut Scott J. Burnham, mengemukakan bahwa setiap kontrak dibangun dengan
kerangka sebagai berikut:
- Decription of instrument (bagian pembuka)
- Caption (identitas para pihak)
- Transition (transisi/peralihan)
- Recital (latar belakang)
- Definition ( definisi)
- Operative language (klausul transaksi)
- Closing (penutup).
Menurut Ray wijaya mengemukakan bahwa ada tujuh anatomi kontrak/akta, yaitu:
- Judul (heading)
- Pembukaan
- Komparisi
- Premis (recital)
- Isi Perjanjian
- Penutup (clocure/closing)
- Tanda Tangan (attestation)
Sutarno juga mengemukakan struktur dan anatomi kontrak, khususnya perjanjian kredit,
yaitu:
- Judul
- Kepala
- Komparisi
- Konsiderans atau Pertimbangan
- Definisi
- Isi Pokok (substansi perjanjian)
- Bagian Penutup
Hikmahanto Juwana mengemukakan bahwa ada tiga bagian utama dari kontrak,
khususnya kontrak bisnis, yaitu (1) bagian pendahuluan, (2) isi, (3) penutup.
1. Bagian pendahuluan dibagi menjadi tiga sub bagian, sebagai berikut:

a) Sub bagian pembuka (description of the instrument). Sub bagian ini memuat tiga hal
berikut, yaitu:
- Sebutan atau nama kontrak dan penyebutan selanjutnya (penyingkatan)
yang dilakukan
- Tanggal dari kontrak yang dibuat dan ditandatangani
- Tempat dibuat dan ditandatanginya kontrak
b) Sub bagian pencantuman identitas para pihak. Dalam sub bagian ini dicantumkan
identitas para pihak yang mengikatkan diri dalam kontrak dan siapa-siapa yang
menandatangani kontrak tersebut. Ada tiga hal yang perlu diperhatikan tentang
identitas para pihak, yaitu:
- Para pihak harus disebutkan secara jelas
- Orang yang menandatangani harus disebutkan kapasitasnya sebagai apa
- Pendefinisian pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
c) Sub bagian penjelasan. Pada sub bagian ini diberikan alasan/penjelasan mengapa para
pihak mengadakan kontrak (sering disebut bagian premis, witnesseth, whereby,
recital, menerangkan lebih dahulu, dan lain-lain).

2. Ada empat hal yang tercantum dalam bagian isi, sebagai berikut:
a) Klausul definisi (definition)

Dalam klausul ini biasanya mencantumkan berbagai definisi untuk keperluan


kontrak. Definisi ini hanya berlaku pada kontrak tersebut dan dapat mempunyai arti
khusus dari pengertian umum. Klausul definisi pentig dalam rangka mengefisienkan
klausul-klausul selanjutnya karena tidak perlu diadakan pengulangan.
b) Klausul Transaksi (operative language)

Adalah klausul-klausul yang berisi tentang transaksi yang akan dilakukan. Misalnya,
dalam jual beli aset, harus diatur tentang objek yang akan dibeli dan
pembayarannya. Demikian pula dengan suatu kontrak patungan, perlu diatur tentang
kesepakatan para pihak dalam kontrak tersebut.
c) Klausul Spesifik
Mengatur hal-hal yang spesifik dalam suatu transaksi. Artinya klausul tersebut tidak
terdapat dalam kontrak dengan transaksi yang berbeda.
d) Klausula Ketentuan Umum

Adalah klausul yang sering kali dijumpai dalam berbagai kontrak dagang maupun
kontrak lainnya. Klausula ini antara lain mengatur tentang domisili hukum,
penyelesaian sengketa, pilihan hukum, pemberitahuan, keseluruhan dari perjanjian,
dan lain-lain.
3. Ada dua hal yang tercantum pada bagian penutup, yaitu:
a) Sub bagian kata penutup (closing). Kata penutup biasanya menerangkan bahwa
perjanjian tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pihak-pihak yang memiliki
kapasitas untuk itu atau para pihak menyatakan ulang bahwa mereka akan terikat
dengan isi kontrak.
b) Sub bagian ruang penempatan tanda tangan adalah tempat pihak-pihak
menandatangani perjanjian atau kontrak dengan menyebutkan nama pihak yang
terlibat dalam kontrak, nama jelas orang yang menandatangani dan jabatan dari orang
yang menandatangani.

Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai kontrak yang berdimensi Nasional, maka
kita dapat memilah struktur kontrak menjadi 12 (dua belas) hal pokok. Kedua belas hal
itu meliputi:
1. Judul Kontrak

2. Pembukaan Kontrak

3. Komparisi

4. Resital (konsiderans atau pertimbangan)

5. Definisi

6. Pengaturan hak dan kewajiban (substansi kontrak)

7. Domisili

8. Keadaan Memaksa (force majeure)

9. Kelalaian dan Pengakhiran Kontrak

10. Pola penyelesaian kontrak

11. Pola penyelesaian sengketa

12. Penutup

13. Tanda Tangan


Secara Singkat Anatomi Kontrak dapat juga di ringkas sebagai :
1. Judul Kontrak

2. Pembukaan

3. Para Pihak

4. Recital (latar belakang)

5. Isi (hak & kewajiban para pihak dalam pasal – pasal)

6. Penutup

7. Tanda Tangan Para Pihak

Anda mungkin juga menyukai