Anda di halaman 1dari 13

PENGANTAR EKONOMI MAKRO

MENGANALISIS FENOMENA RIIL KONDISI MAKRO


EKONOMI INDONESIA
Dosen Pengampu: Luh Nik Oktarini, SE.MM

Disusun oleh:
Kelompok 13

1. I Made Suastika ( 2002022449 )


2. I Made Bayu Satya Wiguna ( 2002022516 )
3. Ni Made Yuni Ari Susanti ( 2002022520 )

Kelas : II A Akuntansi Sore

FAKULTAS EKONOMI BISNIS DAN PARIWISATA


UNIVERSITAS HINDU INDONESIA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa/ Hyang Widhi Wasa karena
telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “MENGANALISIS FENOMENA RIIL
KONDISI MAKRO EKONOMI INDONESIA” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pada matakuliah
Pengantar Ekonomi Makro di Universitas Hindu Indonesia. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang MENGANALISIS FENOMENA
RIIL KONDISI MAKRO EKONOMI INDONESIA.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

i
Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................................................................................. i


Daftar Isi ...................................................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan .......................................................................................................................................... 1
Bab II Pembahasan .............................................................................................................................. 2
2.1 Kasus I : Peningkatan Angka Pengangguran Akibat Dari Pandemi COVID-19 ............... 2
2.2 Upaya dan Solusi Kasus I : Peningkatan Angka Pengangguran Akibat Dari Pandemi
COVID-19................................................................................................................................... 3
2.3 Kasus II : Kondisi Pola Inflasi Indonesia Tahun 2020 .......................................................... 4
2.4 Upaya dan Solusi Kasus II : Kondisi Pola Inflasi Indonesia Tahun 2020 ......................... 5
2.5 Kasus III : Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akibat dari Pandemi Covid-19 ... 6
2.6 Upaya dan Solusi Kasus III : Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akibat dari
Pandemi Covid-19 ..................................................................................................................... 7
Bab III Penutup ...................................................................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 9
3.2 Saran............................................................................................................................................. 9
Daftar Pustaka ........................................................................................................................................... 10

ii
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Ilmu ekonomi makro merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang khusus mempelajari
mekanisme bekerjanya perekonomian secara keseluruhan. Makro ekonomi dapat digunakan untuk
menganalisis target-target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, tenaga kerja, dan
keseimbangan neraca pembayaran yang berkesinambungan. Makroekonomi menjelaskan
perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak masyarakat perusahaan, dan pasar.
Makroekonomi juga dapat digunakan untuk menganalisis cara terbaik untuk memengaruhi target-
target kebijaksanaan seperti pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tenaga kerja dan pencapaian
keseimbangan neraca yang berkesinambungan.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, kondisi perekonomian dunia menjadi tidak stabil. Hal ini
juga berimbas pada ekonomi makro Indonesia. Selama pandemi Covid-19, Indonesia dilanda
masalah masalah ekonomi makro yang jika tidak ditangani akan mengganggu pola perekonomian
Indonesia. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya korban dari virus ini. Upaya pembatasan
sosial dilakukan pemerintah untuk memutus matarantai penyebaran Covid-19 justru
mengakibatkan melambatnya perekonomian negara dan memunculkan permasalahan ekonomi
makro. Sehingga pemerintah harus cermat membuat kebijakan dalam menyelesaikan permasalan-
permasalan ekonomi makro tersebut sekaligus permasalah kesehatan negara .

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana kondisi ekonomi makro indonesia?
1.2.2 Apa upaya dan solusi yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi makro Indonesia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui kondisi riil ekonomi makro Indonesia
1.3.2 Untuk mengetahui upaya dan solusi yang dilakukan dalam menghadapi masalah ekonomi
makro Indonesia

1
Bab II
Pembahasan
2.1 Kasus I : Peningkatan Angka Pengangguran Akibat Dari Pandemi COVID-19
Pandemi virus corona (covid-19) menyebabkan tingkat pengangguran di banyak negara di
dunia mengalami lonjakan. Sebab, kegiatan ekonomi banyak yang mandeg akibat dilakukan
pembatasan sosial untuk menekan persebaran virus. Angka pengangguran naik tajam akibat
banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Namun demikian, pemerintah klaim kondisi
Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dibanding negara lain.
Dilansir dari artikel merdeka.com yang berjudul “Dampak Parah Corona di Indonesia,
Termasuk Pengangguran & Orang Miskin Tambah Banyak” terbit pada 23 Juni 2020, Menteri
Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan bahwa
kondisi Indonesia masih lebih baik dari negara lain yang juga mengalami resesi. Luhut mengaku
sudah berkali-kali berbicara tentang kondisi Indonesia di forum internasional seperti di World
Bank. Dalam forum tersebut sebagai negara pasar berkembang (emerging market) Indonesia masih
dianggap yang terbaik. Ini terjadi berkat Indonesia berhasil menjaga keseimbangan investasi
dengan berbagai negara. Terutama dengan negara di Uni Emirat Arab, Amerika Serikat dan China.
Namun demikian, kondisi Indonesia tetap menyedihkan di tengah pandemi virus corona ini.
Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa
memperkirakan tingkat pengangguran di Indonesia akan mengalami kenaikan akibat dampak
wabah pandemi virus corona. Bahkan pada 2021 jumlahnya akan semakin tinggi jika pemerintah
tidak menangani dengan serius. Dia menjelaskan, jika tekanan ekonomi terus berlanjut sepanjang
tahun ini dan terus terjadi hingga 2021, maka jumlah pengangguran pada tahun itu bisa kembali
menyentuh double digit. Kondisi ini menjadi buruk di tengah upaya pemerintah yang berusaha
menekan angka pengangguran. Dikhawatirkan pada 2021 pengangguran sampai 10,7 sampai
dengan 12,7 juta. Menurutnya, angka tersebut jauh lebih tinggi dari catatan pengangguran
dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2020 yang sudah mencapai 6,88 juta
orang. Namun, jika keadaan ini belum membaik sampai akhir tahun juga di 2021 akan ada
penambahan pengangguran sebanyak 4-5,5 juta orang.
Adapun sektor yang diperkirakan akan banyak mengalami kehilangan pekerja akibat
dampak wabah Covid-19 yakni sektor perdagangan, industri manufaktur, konstruksi, jasa
perusahaan dan akomodasi, serta makanan dan minuman. Kendati demikian, dia memperkirakan

2
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada 2020 akan mencapai 8,1-9,2 persen atau jauh di atas
dari realisasi 2019 yang mencapai 5,28 persen. Sedangkan pada 2021 diperkirakan mencapai 7,7
hingga 9,1 persen.

2.2 Upaya dan Solusi Kasus I : Peningkatan Angka Pengangguran Akibat Dari Pandemi
COVID-19
Masalah ekonomi makro ini perlu segera ditangani. Setiap tahunnya jumlah angkatan kerja
akan terus meningkat. Jika tidak segera ditangani, masalah pengangguran akan menjadi masalah
yang serius. Dengan demikian pemerintah telah membuat kebijakan perpajakan tahun mendatang
akan diarahkan kepada pemberian insentif tepat sasaran dan relaksasi untuk pemulihan ekonomi
nasional. Pemerintah telah pemberian bantuan yang tepat sasaran terhadap masyarakat yang
terkena dampak PHK atau kehilangan pekerjaan (pendapatan), dan memberikan pelatihan
pengembangan diri dengan menggali potensi untuk mencoba membuka usaha sendiri agar tetap
mendapatkan hasil demi memenuhi kebutuhan hidup serta aktif membuka pikiran untuk dapat
mencari-cari celah agar mampu mendapatkan penghasilan entah dari membangun usaha atau
mencari kerja sampingan selain pekerjaan yang terkena dampak saat masa pandemi ini.
Solusi dari masalah ekonomi makro ini dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
Pertama, melaksanakan pelatihan berbasis kompetensi dan produktivitas melalui program
Balai Latihan Kerja (BLK) Tanggap Covid-19. Dalam program ini, peserta pelatihan tidak hanya
mendapatkan keterampilan, tetapi juga mendapatkan insentif pasca pelatihan.
Kedua, program pengembangan perluasan kesempatan kerja bagi pekerja/buruh terdampak
Covid-19 berupa program padat karya dan kewirausahaan.
Ketiga, membuka layanan informasi, konsultasi, dan pengaduan bagi pekerja/buruh
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di perusahaan. Sebagaimana diketahui, sebelum pandemi
Covid-19, kondisi ketenagakerjaan di Indonesia sedang mengalami tren positif. Hal ini
ditunjukkan dengan tingkat pengangguran yang kian menurun hingga mencapai 4,9 persen pada
Februari 2020. Namun, pandemi Covid-19 memberikan dampak di seluruh sektor perekonomian
yang muaranya pada sektor ketenagakerjaan. Data yang dihimpun Kemnaker menunjukkan,
pekerja terdampak Covid-19 pada sektor formal maupun informal mencapai 1,7 juta orang.

3
2.3 Kasus II : Kondisi Pola Inflasi Indonesia Tahun 2020
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pandemi COVID-19 telah mengganggu pola inflasi di
Indonesia. Hingga Juli 2020 ini, BPS menyatakan pergerakan inflasi sudah meninggalkan trennya
seperti yang terjadi di 2019. Dilansir dari artikel tirto.id yang berjudul “Bagaimana Pandemi
COVID-19 Mengganggu Pola Inflasi Indonesia 2020”, Kepala BPS Suhariyanto menyatakan salah
satu buktinya terlihat dari Juli 2020 yang mengalami inflasi minus 0,1% alias deflasi. Gangguan
COVID-19 pada inflasi Indonesia sebelumnya juga sudah terlihat pada rendahnya inflasi di bulan
Ramadan yang jatuh selama April-Mei 2020. Inflasi keduanya tercatat hanya 0,08 dan 0,07%.
Idealnya inflasi seharusnya terjadi di Ramadan seperti Mei-Juni 2019 di kisaran 0,68 dan 0,55%.
Suhariyanto mengatakan kondisi Ramadan 2020 memang berbeda karena jumlah uang yang
beredar tak banyak. Hal ini merupakan imbas dari penurunan permintaan dan perputaran uang
yang bersumber dari penurunan aktivitas ekonomi karena COVID-19.Secara lebih detail,
gangguan pola ini juga tampak dari kelompok-kelompok pengeluaran yang dicatat BPS secara
berkala. Yang paling kentara adalah rendahnya inflasi pendidikan padahal bulan Juli bertepatan
dengan pembukaan tahun ajaran baru.
Di samping pendidikan, inflasi dari kategori makanan, minuman, dan tembakau juga
mengalami perubahan. Selama Juli 2018 dan 2019, kelompok pengeluaran ini mengalami inflasi
0,45% dan 0,24%. Di 2020, justru tercatat inflasi minus 0,73% alias deflasi dengan andil minus
0,19%. Kelompok bahan makanan juga sama. Selama Juli 2019 terjadi inflasi 0,8% dengan andil
0,17%. Periode yang sama di tahun 2020 malah tercatat inflasi minus 1,06% dengan andil minus
0,19%.
Sejumlah penyebabnya terkait turunnya harga sejumlah komoditas pangan. Antara lain
bawang merah dengan andil deflasi 0,11%, daging ayam ras 0,04%, bawang putih 0,03%. Lalu
ada penurunan harga beras, cabai rawit, kelapa, dan gula pasir dengan andil masing-masing 0,01%.
Sebaliknya penyumbang inflasi tertinggi di Juli 2020 ini adalah pengeluaran perawatan pribadi
dan jasa lainnya. Inflasinya mencapai 0,93% dengan andil 0,06%. Kedua angka itu adalah yang
tertinggi dari 11 kelompok indikator yang dipantau BPS.
Salah satu perubahan terbesar yang diakibatkan COVID-19 pada inflasi hingga semester I
2020 adalah pergerakan inflasi yang memberi sinyal penurunan daya beli. Inflasi tahunan Juli 2020
menunjukkan tanda terus menurun dari April ke Juli 2020. Secara berturut-turut dari 2,67%

4
menjadi 2,19%, 1,96%, dan 1,54%. Inflasi tahun kalender Juli 2020 juga mencapai 0,98%.
Idealnya inflasi pada Juli tiap tahunnya selalu di atas 1% seperti tahun 2019 di kisaran 2,36%.
Suhariyanto bilang COVID-19 telah menyebabkan tren inflasi Indonesia dan berbagai
negara melambat bahkan mengarah deflasi. Ia bilang pada periode ini angka inflasi mencatat
gangguan yang ditimbulkan dari lonjakan PHK dan perubahan skema kerja menjadi WFH
sehingga memukul permintaan yang berimbas pada suplai.Pelemahan daya beli ini menurutnya
juga terlihat dari anjloknya inflasi inti. Pada Juli 2020 angkanya hanya 0,16% dengan andil 0,11%
padahal tahun 2019 lalu 0,33% dengan andil 0,2%.

2.4 Upaya dan Solusi Kasus II : Kondisi Pola Inflasi Indonesia Tahun 2020
Perekonomian global masih dalam ancaman ketidakpastian yang bisa saja memunculkan
gejolak, bahkan resesi. Kondisi tersebut tentu saja berdampak pada perekonomian nasional
Indonesia, dan yang sangat menjadi kepedulian bersama adalah dampaknya bagi inflasi atau
kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Bank Indonesia
memasukkan wabah Covid-19 sebagai risiko inflasi namun telah diperhitungkan agar tidak
mengganggu besaran target inflasi tahun ini sebesar tiga persen plus minus satu persen.
Pertemuan tingkat tinggi Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) yang dipimpin Menko
Perekonomian Airlangga Hartarto, di Jakarta pada Kamis 13 Februari 2020, menjadi hal yang
strategis untuk mengetahui langkah pemerintah dan Bank Indonesia mengantisipasi berbagai
upaya dalam pengendalian inflasi. Telah ada Peta Jalan Pengendalian Inflasi 2019-2021. Dalam
peta jalan itu berlandaskan pada 4K, yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan,
kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Pertemuan tingkat tinggi TPIP tersebut menyepakati tiga langkah strategis pengendalian
inflasi, yakni, pertama menjaga inflasi komponen bergejolak (volatile food) dalam kisaran 4 persen
plus minus 1 persen, melalui upaya-upaya memperkuat empat pilar strategi yang mencakup 4K.
Implementasi strategi difokuskan untuk menurunkan disparitas harga antar waktu dan antar
wilayah; menjaga ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi, terutama menjelang Hari Besar
Keagamaan Nasional; dan memperkuat kelembagaan pertanian, disertai peningkatan kapasitas,
pembiayaan, dan pengembangan ekosistem pertanian digital, termasuk sinkronisasi program dan
data.

5
Pembangunan infrastruktur terus dioptimalkan sehingga memberikan dampak positif dalam
perbaikan konektivitas dan kelancaran distribusi barang dan jasa. Inflasi yang rendah dan stabil
telah mendukung momentum pertumbuhan ekonomi, di tengah kondisi pertumbuhan ekonomi
global yang melambat. Hal ini berkontribusi positif dalam menjaga daya beli masyarakat,
memberikan insentif bagi penanaman modal termasuk investasi, dan meningkatkan daya saing
perekonomian.
Pemerintah dan Bank Indonesia, baik di tingkat pusat maupun daerah, berkomitmen untuk
terus memperkuat sinergi dalam menjaga stabilitas harga sehingga inflasi IHK tetap terjaga dalam
kisaran sasarannya 3 persen plus minus 1 persen pada 2020. Inflasi yang rendah dan stabil
diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkesinambungan menuju
Indonesia Maju.

2.5 Kasus III : Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akibat dari Pandemi Covid-19
Sejak ditetapkan sebagai pandemi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Maret
2020, wabah Covid-19 tidak hanya memengaruhi sektor kesehatan, tetapi juga ekonomi. kondisi
berubah drastis ketika Covid-19 mulai menyebar ke berbagai negara di luar Tiongkok dan menjadi
pandemi. Episentrum penyebaran Covid-19 bergeser dari China dan beralih ke Amerika Serikat,
Eropa, Brazil, India, Rusia, Peru, Chile, Meksiko, hingga Turki. Fakta tersebut mendorong
berbagai negara menutup perbatasan serta menerapkan kebijakan physical distancing dan
lockdown yang berdampak besar terhadap aktivitas ekonomi.
Dilansir dari artikel kompas.com yang berjudul “Akhir 2020, Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia Kian Membaik” yang terbit pada 21 Desember 2020, Kepala Bappenas Suharso
Manoarfa menjelaskan, International Monetary Fund (IMF) pada awal 2020 memprediksi
pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai 3,3 persen. Prediksi itu kemudian direvisi menjadi
minus -4,4 persen pada Oktober 2020.
Sama seperti negara-negara lain, Indonesia juga harus cepat melakukan mitigasi pandemi
Covid-19. Untuk pertama kalinya sejak krisis ekonomi 1997/1998, pertumbuhan ekonomi
Indonesia mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen pada triwulan II 2020. Penyebab utamanya
adalah lemahnya konsumsi masyarakat dan aktivitas investasi sebagai akibat kebijakan
pembatasan sosial untuk mengatasi penyebaran Covid-19.

6
Hampir semua sektor mengalami tekanan akibat pandemi Covid-19. Adapun sektor yang
mengalami kontraksi terbesar adalah sektor transportasi dan penyediaan akomodasi serta makan
dan minum. Meski begitu, perekonomian Indonesia mampu pulih kembali dengan cepat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada triwulan III 2020, ekonomi Indonesia mengalami
peningkatan sebesar 5,05 persen terhadap triwulan sebelumnya. Secara tahunan year on year (yoy),
pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan III 2020 memang masih terkontraksi sebesar 3,49
persen. Namun, kondisi ini masih lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya dan bahkan,
termasuk rendah jika dibandingkan negara lain.

2.6 Upaya dan Solusi Kasus III : Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Akibat dari
Pandemi Covid-19
Kementerian PPN/Bappenas memperkirakan pemulihan ekonomi akan terus berlanjut pada
triwulan IV 2020. Kontraksi pertumbuhan ekonomi triwulan IV diprediksi akan lebih rendah dan
diupayakan menjadi positif. Di sisi lain, realisasi pertumbuhan ekonomi 2020 diperkirakan akan
mengalami kontraksi, yakni jauh lebih rendah dari target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan
pada awal tahun sebesar 5,3 persen.
Suharso mengatakan, proses pemulihan itu didukung langkah mitigasi pandemi dari
pemerintah yang bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Langkah-langkah itu dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang--Undang Nomor
1 Tahun 2020 dan telah disahkan menjadi Undang--Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Adapun langkah mitigasi yang dilakukan pemerintah antara lain kebijakan refocusing dan
realokasi anggaran kegiatan nonprioritas serta pemberian stimulus untuk penanganan dampak
pandemi dan pemulihan ekonomi nasional.
Stimulus diberikan melalui insentif pajak, tambahan belanja negara, pembiayaan anggaran
untuk menangani masalah kesehatan, perlindungan sosial, serta dukungan kepada dunia usaha dan
pemerintah daerah. Pemerintah mengalokasikan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional
mencapai Rp 695,2 triliun atau diperkirakan setara dengan 4,2 persen produk domestik bruto
(PDB). Dari sisi kebijakan moneter, BI menurunkan tingkat suku bunga acuan BI 7-day Reverse
Repo Rate menjadi 3,75 persen hingga November 2020. Selain itu, BI juga melakukan kebijakan
quantitative easing untuk memastikan ketersediaan likuiditas di pasar keuangan.

7
Sementara itu, OJK turut mengambil sejumlah langkah kebijakan. Salah satunya, relaksasi
dan restrukturisasi pinjaman. Langkah OJK ini dinilai mampu menjaga kesehatan sektor keuangan,
termasuk perbankan di tengah pandemi. Kondisi perbankan saat ini pun relatif baik, ditandai
dengan capital adequacy ratio di atas 20 persen dan non-performing loan di bawah 5 persen.
Suharso optimistis pemulihan ekonomi Indonesia akan terus berlanjut karena didorong stabilitas
makroekonomi yang terjaga. Hal itu tercermin dari pergerakan nilai tukar rupiah dan pasar saham.
Seperti diketahui, kepanikan akibat pandemi Covid--19 sempat mendorong aliran modal keluar
Indonesia (capital outflow). Karena itu, nilai tukar rupiah sempat terdepresiasi hingga posisi di
atas Rp 16.500 per dollar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga lebih
rendah dari 4.000 pada akhir Maret 2020. Namun, kondisi tersebut berangsur membaik. Nilai tukar
rupiah kembali menguat pada kisaran Rp 14.000 per dollar AS pada awal Desember 2020.
Sementara itu, IHSG kembali mendekati 6.000.

8
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Pandemi Covid-19 telah menyebabkan kondisi perekonomian dunia menjadi tidak stabil.
Termasuk juga Indonesia yang mengalami berbahai permasalah ekonomi makro yang serius. Salah
satunya adalah masalah meningkatnya angka pengangguran yang disebabkan oleh meningkatnya
pemutusan hubungan kerja (PHK). Kondisi inflasi Indonesia mengalami perubahan yang cukup
drastis yang diakibatkan oleh penurunan permintaan dan perputaran uang yang bersumber dari
penurunan aktivitas ekonom. Selain itu, penurunan pertumbuhan ekonomi juga menjadi
permasalah ekonomi makro Indonesia akibat dari melemahnya konsumsi masyarakat dan aktivitas
investasi sebagai akibat kebijakan pembatasan sosial.
Mengatasi masalah-masalah tersebut, pemerintah telah melakukan upaya dan berbagai solusi
yang terbaik untuk meningkatkan kondisi ekonomi makro Indonesia menjadi lebih baik. Dari
beberapa solusi yang telah dilakukan, dampak yang harus diterima Indonesia dalam pandemi ini
tidak terlalu buruk. Dalam mengatasi peningkatan angka pengangguran Indonesia, pemerintah
melakukan pelatihan-pelatiahn berbasis kompetensi dan produktivitas dalam mengkatkan skill
masyarakat. Dalam menjaga inflasi, pemerintah telah melakukan upaya memperkuat 4 pilar
(kejangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif). Dalam
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, pemerintah telah melakukan berberapa langkah
mitigasi yang bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Upaya-upaya tersebut bertujuan untuk memulihkan ekonomi makro Indonesia menuju Indonesia
maju.

3.2 Saran
Kami sangat menyadari makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Tentunya kami akan terus memperbaiki serta mengembangkan makalah dari berbagai sumber yang
nantinya dapat dijadikan acuan dalam menyusun materi. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan saran serta masukan dari para pembaca agar makalah ini bisa menjadi lebih baik.

9
Daftar Pustaka

anonim. (2020, Desember 21). Akhir 2020, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kian Membaik.
Dipetik Februari 11, 2021, dari Kompas.com:
https://biz.kompas.com/read/2020/12/21/202935628/akhir-2020-pertumbuhan-ekonomi-
indonesia-kian-membaik
Putra, I. R. (2020, Juni 23). Dampak Parah Corona di Indonesia, Termasuk Pengangguran &
Orang Miskin Tambah Banyak. Dipetik Februari 11, 2021, dari merdeka.com:
https://www.merdeka.com/uang/dampak-parah-corona-di-indonesia-termasuk-
pengangguran-orang-miskin-tambah-banyak.html
Setiawanto, B. (2020, Februari 14). Bersama mengendalikan inflasi 2020. Dipetik Februari 11,
2021, dari antaranews.com: https://www.antaranews.com/berita/1296658/bersama-
mengendalikan-inflasi-2020
Thomas, V. F. (2020, Agustus 5). Bagaimana Pandemi COVID-19 Mengganggu Pola Inflasi
Indonesia 2020. Dipetik Februari 11, 2021, dari tirto.id: https://tirto.id/bagaimana-
pandemi-covid-19-mengganggu-pola-inflasi-indonesia-2020-fVqL

10

Anda mungkin juga menyukai