Anda di halaman 1dari 32

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Pada tahap perencanaan suatu struktur bangunan harus memperhatikan kinerja
seismik untuk mengetahui batas kondisi bangunan yang direncanakan. Sasaran
kinerja ditentukan atas dasar kekuatan gempa pada masing-masing wilayah gempa
yang sudah ditentukan. Evaluasi kinerja seismik bisa diukur dengan kurva
kerapuhan. Kurva kerapuhan seismik bertujuan untuk memperkirakan risiko
secara keseluruhan pada infrastruktur sipil terhadap potensi gempa. Kinerja
struktur akibat berbagai level gempa diukur dari parameter drift dan damage
index.

Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja sebagai pengembangan dari konsep


PBD merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru
dengan pemahaman yang realistik terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan
pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi
akibat gempa yang akan datang. Wiryanto Dewobroto (2005).

Prosedur analisis nonlinier statik atau yang dikenal dengan nama pushover
analysis digunakan untuk memprediksi respon struktur akibat beban dinamik
gempa. Analaisa dilakukan dengan memberikan beban lateral static pada struktur
dan akan ditingkatkan dengan factor pengali pada setiap tahap sampai satu target
perpindahan lateral pada titik acuan tertentu. Biasanya titik tersebut berada pada
pusat massa. Luaran analisis pushover adalah kurva kapasitas yang selanjutnya
menentukan kerapuhan (fragility) struktur pada berbagai intensitas gerakan tanah.
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran prosedur yang dibutuhkan
untuk memperoleh kurva kerapuhan (fragility) pada variasi jenis kerusakan
bersadarkan hasil dari pushover. Solusi dalam menentukan nilai batas kerusakan
pada penelitian ini yaitu penentuan nilai tengah pada spektra perpindahan.

5
library.uns.ac.id 6
digilib.uns.ac.id

Metode Pushover nonlinier dapat didefinisikan sebagai analisis struktur nonlinier


dimana suatu pola pembebanan statis tertentu diaplikasikan pada struktur dalam
arah lateral yang ditingkatkan secara bertahap (incremental) sampai struktur
tersebut mencapai simpangan target atau beban tertentu. Benjamin Lumantarna,
dkk. (2004) meneliti tentang keandalan analisis pushover untuk mengetahui
perilaku sesismik nonlinie struktur portal terbuka dengan reentrant corner. Dalam
penelitian ini dua buah struktur portal terbuka terdiri dari struktur lima, dan
sepuluh lantai dievaluasi menggunakan analisa static pushover dan analisa
dinamik nonlinier riwayat waktu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis
static pushover masih memberikan prediksi kapasitas struktur yang konservatif
dan cukup memadai. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa keandalan analisa
pushover menurun sejalan dengan bertambahnya pengaruh ragam getar yang lebih
tinggi.

Analisis pushover menghasilkan output berupa hubungan antara nilai gaya geser
dasar (base shear) dengan perpindahan struktur suatu titik referensi pada struktur,
misalnya atap struktur. Relasi tersebut akan digambarkan dalam bentuk kurva
kapasitas (capacity curve) yang merupakan gambaran perilaku struktur dalam
bentuk perpindahan lateral terhadap beban (demand) yang diberikan. Kurva
kapasitas yang diperoleh dari analisis ini diubah menjadi kurva kapasitas dalam
format ADRS (Acceleration Displacement Response Spectrum) untuk
mendapatkan nilai spectra median displacement. Sedangkan untuk probabilitas
terlampauinya kondisi kerusakan struktural tertentu dapat diketahui dengan
menggambarkan kurva fragility.

Thomas M. Frankie (2010) mengevaluasi kerapuhan (fragility) struktur URM


(unreinforced masonry). Dalam penelitian ini, sebanyak 36 gedung yang memiliki
1-3 lantai disusun model koputasionalnya. Metode Hazus-MH MR5 digunakan
untuk mendapatkan kurva kerapuhan (fragility) dalam hal penelitian terhadap
kemungkinan terjadi kerusakan pada struktur URM. Hasil yang diperoleh setelah
menerapkan prosedur sebagai berikut: memilih data masukan gerakan tanah,
library.uns.ac.id 7
digilib.uns.ac.id

menganalisis kapasitas struktur, mendefinisikan nilai batas, menyusun kategori


desain seismik, dan menerapkan metode analisis probabilistik.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Sistem Struktur Rangka Pemikul Momen

Sistem struktur rangka pemikul momen merupakan struktur yang dipersiapkan


untuk menahan beban gempa rencana. Pada sistem ini dibagi menjadi tiga, yaitu:
Sruktur Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB), Strukur Rangka Pemikul
Momen Menengah (SRPMM), dan Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus
(SRPMK). Ketiga tipe ini dibedakan berdasarkan tingkat daktilitas dan
kemampuan mengalami deformasi inelastis. Pada penelitian kali ini menggunakan
Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). SRPMK adalah sistem
rangka ruang dimana komponen-komponen struktur dan joint-jointnya menahan
gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial. Sistem ini pada dasarnya
memiliki daktilitas penuh dan wajib digunakan di zona resiko gempa tinggi.

2.2.2 Struktur Rangka Baja


Menurut Moestopo (2012) untuk mencapai kinerja struktur baja yang baik dalam
menghadapi gempa besar, maka harus dipenuhi persyaratan dalam hal:
a. Spesifikasi bahan
Spesifikasi bahan yang digunakan harus menjamin jika terjadinya deformasi leleh
berupa regangan plastis yang cukup besar tanpa mengalami fraktur.
b. Tidak terjadi kegagalan pada sambungan las
Dalam memikul beban gempa, pada penampang harus bisa berdeformasi secara
plastik dan stabil sehingga menghasilkan penyerapan energy yang sangat besar.
c. Dakilitas
Pada bahan baja yang digunakan harus menjamin tercapainya daktilitas
penampang, daktilitas elemen, dan daktilitas struktur.
d. Detailing
Detailing diperlukan agar ketika terjadi momen besar, desain mampu daktail
seperti yang direncanakan. Detailing yang direncanakan meliputi sambungan dan
pengaku penampang.
library.uns.ac.id 8
digilib.uns.ac.id

Menambahkan redaman dan kekakuan elemen berdasarkan deformasi plastis pada


baja untuk mendisipasi energi sehingga mengurangi respon juga dikemukakan
oleh Scholl, 1996. Redaman adalah suatu proses dimana sistem struktur
mendisipasi dan menyerap energi yang masuk ke dalam bangunan dari eksitasi
eksternal. Karena itu peredam (damper) mengurangi penambahan energi regangan
dan respon dari sistem, terutama kondisi dimana mendekati resonansi dimana
peredam mengontrol respon. Besarnya nilai redaman tergantung dari beberapa
faktor seperti amplitudo getaran, material konstruksi, periode getaran, mode
shapes, dan konfigurasi struktur. Ada beberapa jenis perangkat kontrol pasif dan
peredam. Friction dampers pasif menggunakan gesekan kolom untuk mendisipasi
energi yang masuk akibat gempa. Alat redaman ini telah digunakan secara luas
dalam berbagai proyek perkuatan di seluruh dunia, karena biayanya yang rendah
dan kinerja yang baik.

Friction damper sebagai elemen peredam bergantung pada tahanan yang


diberikan oleh gesekan antara kedua permukaan material. Selama gempa terjadi,
alat akan mulai slip pada batas gaya tertentu, apabila gaya tersebut belum tercapai
maka redaman pada alat ini belum bekerja melainkan pengaruh yang diberikan
hanya kekakuan oleh bracing yang ada.

2.2.3 Pembebanan Struktur


2.2.3.1 Beban Mati (Dead Load)
Beban mati merupakan beban gravitasi dan beban dari elemen itu sendiri yang
posisinya tidak berubah selama bangunan itu berdiri.
2.2.3.2 Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup merupakan beban yang diakibatkan oleh beban manusia dan benda
yang bisa berubah tempat.
2.2.3.3 Beban Gempa (Earthquake Load)
Beban gempa merupakan beban yang bekerja pada struktur diakibatkan oleh
pergerakan tanah karena adanya gempa bumi. Gaya gempa bumi mengakibatkan
gaya lateral pada dasar struktur berupa gaya geser dasar bangunan (gaya geser, V)
dan akan terdistribusi vertikal ke setiap tingkat yang akan menimbulkan gaya
lateral tiap tingkat (gaya horizontal tingkat, F).
library.uns.ac.id 9
digilib.uns.ac.id

2.2.4 Ketentuan Umum Bangunan dalam Pengaruh Gempa


2.2.4.1 Parameter Percepatan Tanah
Menurut Istiqorini dkk. (2014) setiap gempa yang terjadi akan menimbulkan satu
nilai percepatan tanah pada suatu tempat (site). Percepatan tanah puncak adalah
nilai terbesar percepatan tanah pada suatu tempat akibat getaran gempa bumi
dalam periode waktu tertentu. Semakin besar nilai percepatan tanah puncak (Peak
Ground Acceleration) yang pernah terjadi disuatu tempat, maka semakin besar
resiko kerusakan struktur akibat gempa bumi yang mungkin terjadi.

Berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 14, Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 menunjukkan
peta resiko-tertarget gempa maksimum yang dipertimbangkan (Maximum
Considered Earthquake, MCE) dengan parameter-parameter gerak tanah SS dan
S1. SS adalah parameter nilai respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan
pada periode 0,2 detik (pendek). Sedangkan S1 adalah parameter nilai respons
spektra percepatan gempa MCER terpetakan pada periode 1 detik dengan
memperhitungkan kemungkinan 2% terlampaui dalam 50 tahun (gempa 2500
tahun).

Gambar 2. 1 Pembagian Wilayah Gempa di Indonesia untuk S1


Sumber :SNI1726:2012
library.uns.ac.id 10
digilib.uns.ac.id

Gambar 2. 2 Pembagian Wilayah Gempa di Indonesia untuk SS


Sumber :SNI1726:2012

2.2.4.2 Koefisien Situs dan Parameter Respons Spektra

Untuk menentukan respon spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah


menurut SNI 1726-2012, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda
0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi meliputi faktor amplifikasi
getaran terkait percepatan pada getaran periode 0,2 detik (Fa), dan faktor
amplifikasi terkait percepatan yang pada getaran periode 1 detik (Fv). Parameter
spektrum respons percepatan pada periode 0,2 detik (SMS) dan periode 1 detik
(SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, dapat ditentukan
dengan persamaan berikut ini :

SMS = Fa SS……………………………………….………….................(2.1)
SM1 = Fv S1……………………………………..………...
…………….(2.2)

dengan :

Fa = faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode 0,2 detik,
Fv = faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode 1 detik,
SS = parameter nilai respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan pada
periode 0,2 detik,
S1 = parameter nilai respons spektra percepatan gempa MCER terpetakan pada
periode 1 detik.
library.uns.ac.id 11
digilib.uns.ac.id

Koefisien situs Fa dan Fv berdasarkan SNI 1726:2012 pasal 6.2 dapat dilihat dalam
Tabel 2.1 dan Tabel 2.2

Tabel 2. 1 Koefisien situs, Fa

Kelas Parameter Respons Spektra Percepatan Gempa (MCER) terpetakan


Situs pada periode pendek, T = 0,2 detik, Ss

SS≤ 0,25 SS= 0,5 SS= 0,75 SS= 1,0 SS≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF ssb
Sumber : SNI 1726:2012

Tabel 2. 2 Koefisien situs, Fv


Kelas Parameter Respons Spektra Percepatan Gempa (MCER)
Situs terpetakan pada periode pendek, T = 1 detik, S1
S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,75 S1 = 1,0 S1 ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF ssb
Sumber : SNI 1726:2012

Catatan :
(a) Untuk nilai-nilai antara SS dan S1 dapat dilakukan interpolasi linier.
(b) SS = Situs yang memerlukan investigasi spesifik.

2.2.4.3 Parameter Percepatan Spektra Desain

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek, SDS dan pada perioda
1 detik, SDM ditentukan dengan persamaan berikut :

SDS = SMS……………………………………………......................................
(2.3)
library.uns.ac.id 12
digilib.uns.ac.id

SD1 =
SM1…………………………………………………...............................(2.4)
Sumber : SNI 1726:2012

dengan :
SMS = parameter spektrum respons percepatan pada periode 0,2 detik,
SM1 = parameter spektrum respons percepatan pada periode 1 detik.

2.2.4.4 Spektrum Respon Desain

Kurva spektrum respons desain harus dikembangkan apabila spektrum respon


desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik situs
tidak digunakan. Penentuan nilai dari spectral acceleration (Sa) dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
1. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain (Sa)
harus diambil dari persamaan :

Sa = SDS (0,4 + 0,6 )

…………………………………..............................(2.5)
2. Untuk periode lebih besar atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama
dengan Ts, maka nilai Sa sama dengan SDS.

Sa = SDS …………………………………………………..............................(2.6)
3. Untuk periode lebih besar dari Ts, nilai Sa, diambil berdasarkan persamaan :

Sa =-

…………………………………………………................................(2.7)

Sumber : SNI 1726:2012


dengan :
SDS = parameter percepatan spektra desain pada periode 0,2 detik,
SD1 = parameter percepatan spektra desain pada periode 1 detik,

T = periode fundamental struktur.


library.uns.ac.id 13
digilib.uns.ac.id

T0 = 0,2

…………………………………………………...........................(2.8)

Ts =

………………………………………………….................................(

2.9)

2.2.5 Analisis Ekuivalen Statik


Analisis ekuivalen statik adalah suatu representasi dari beban gempa setelah
disederhanakan dan dimodifikasi, yang mana gaya inersia yang bekerja pada suatu
massa akibat gemba disederhanakan menjadi beban statik. Analisis ekuivalen
static kurang teliti apabila dibandingkan dengan analisis dinamik, karena pada
analisis static hanya diperhitungkan pengaruh mode ke-1 (Widodo, 2001). Ada
dua hal yang perlu ditentukan dalam analisis ekuivalen static adalah sebagai
berikut:
a. Periode Alami Struktur (T)
Menurut SNI 1726:2012 pasal 7.8.2, periode fundamental struktur (T) dalam
arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan
karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji.

Perhitungan periode fundamental pendekatan (Ta) dapat menggunakan rumus


berikut :
……………………………....................................(2.10)

dengan :
Ct = koefisien yang sesuai pada Tabel 2.3
Hn = tinggi puncak bagian utama struktur (m)
x = koefisien yang sesuai pada Tabel 2.3
Tabel 2. 3 Nilai Parameter Periode Fundamental Pendekatan Ct dan x
Tipe Struktur Ct x
library.uns.ac.id 14
digilib.uns.ac.id

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka


memikul 100% gaya yang disyaratkan dan tidak
dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang
lebih kaku dan akan mencegah rangka defleksi jika
dikenai gaya gempa
Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75
a
Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75
Sumber : SNI 1726:2012

Batasan nilai Ta adalah Tmaks yang ditentukan dengan rumus :


…………………………………...............................(2.11)

Dengan Cu merupakan koefisien yang sesuai pada Tabel 2.4

Tabel 2. 4 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode Pendekatan


Parameter percepatan respon
Koefisien Cu
spektral desain pada 1 detik, SD1
0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
0,1 1,7
Sumber : SNI 1726:2012

b. Koefisien Respon Seismik (Cs)

Nilai koefisien respons seismik (Cs) dihitung dengan ketentuan yang sudah diatur
dalam pasal 7.8.1.1 SNI 1726 : 2012 seperti persamaan berikut :

CS = ………………………………………………………………(2.12)
library.uns.ac.id 15
digilib.uns.ac.id

Nilai CS yang dihitung sesuai Persamaan 2.12 tidak perlu melebihi nilai CS maks
persamaan berikut :

CS = ……………………………………………………………..(2.13)

Nilai CS harus tidak kurang dari Cs min

CS = 0,044 SDS Ie ≥
0,01…………………...............................................(2.14)

Sumber : SNI 1726:2012

dengan :

SDS = parameter percepatan spektra desain pada periode 0,2 detik,


SD1 = parameter percepatan spektra desain pada periode 1 detik,
T = periode fundamental struktur,
R = faktor modifikasi respons, menurut SNI 1726:2012 Tabel 9,
- untuk sistem rangka pemikul momen, R = 8,
Ie = faktor keutamaan gempa.

c. Distribusi Vertikal Gaya Gempa


Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan berikut :
……………………………………...................................(2.15)


…………………………………….............................(2.16)

Sumber : SNI 1726:2012

dimana :
Cv = faktor distribusi vertikal
V = gaya geser dasar seismik
Wx = berat seismik efektif total struktur sampai tingkat x
Hx = tinggi dari taraf penjepitan lateral sampai tingkat x
k = eksponen yang terkait dengan periode struktur
library.uns.ac.id 16
digilib.uns.ac.id

k = 1 jika T  0,5
k = 2 jika T  2,5
k diinterpolasi jika 0,5  T  2,5

2.2.6 Pushover Analysis


Kinerja struktur dapat digambarkan dengan analisis beban dorong (pushover
analysis). Analisis beban dorong statik (static pushover analysis) pada struktur
gedung adalah memberikan pola pembebanan statis tertentu dalam arah lateral
yang ditingkatkan secara bertahap (incremental).
Wiryanto Dewobroto (2006) menyatakan analisis pushover dapat digunakan
sebagai alat bantu perencanaan tahan gempa, asalkan menyesuaikan dengan
keterbatasan yang ada, yaitu :
a. Hasil analisis pushover masih berupa suatu pendekatan, karena bagaimanapun
perilaku gempa yang sebenarnya adalah bersifat bolak-balik melalui suatu
siklus tertentu, sedangkan sifat pembebanan pada analisis pushover adalah
statik monotonik.

b. Pemilihan pola beban lateral yang digunakan dalam analisis adalah sangat
penting.

c. Untuk membuat model analisis nonlinier akan lebih rumit dibanding model
analisis linier. Analisis nonlinier harus memperhitungkan karakteristik inelastik
beban-deformasi dari elemen-elemen yang penting dan efek P∆.

2.2.6.1 Capacity Curve

Hasil dari analisis pushover nonlinier adalah kurva kapasitas yang menunjukkan
hubungan antara gaya geser dasar (Base Shear) dan simpangan atap (Roof
Displacement) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Menurut Henuk (2012), kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier
sebelum mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku nonlinier. Perubahan
perilaku struktur dari linier menjadi nonlinier terjadi karena penurunan kekakuan
library.uns.ac.id 17
digilib.uns.ac.id

yang diindikasikan dengan penurunan kemiringan kurva akibat terbentuknya sendi


plastis pada balok dan kolom.

(a) (b)
Gambar 2.3 Ilustrasi (a) metode pushover dan (b) kurva kapasitas

2.2.6.2 Spektrum Kapasitas


Untuk mengetahui kinerja suatu struktur, salah satunya caranya adalah Metode
Spektrum Kapasitas atau Capacity Spectrum Method (CSM). Konsep dasar dari
analisis statis pushover nonlinier adalah memberikan pola pembebanan statis
tertentu dalam arah lateral yang ditingkatkan secara bertahap (incremental).
Penambahan beban statis ini dihentikan sampai struktur tersebut mencapai
simpangan target atau beban tertentu. Hasil dari analisis static pushover nonlinier
yaitu kurva kapasitas yang kemudian diubah menjadi kurva kapasitas dalam
format ADRS (Acceleration Displacement Response Spectrum) seperti pada
Gambar 2.4. Satuan dalam kurva kapasitas dinyatakan dalam satuan base shear
(kN) dan simpangan atap (m), satuan ini perlu diubah dalam format percepatan
spektra (Sa) dan perpindahan spektra (Sd).

Kurva Kapasitas Spektrum Kapasitas


library.uns.ac.id 18
digilib.uns.ac.id

a. Capacity Curve (format standar) b. Capacity Spectrum (format ADRS)


Gambar 2.4 Modifikasi Capacity Curve menjadi Capacity Spectrum.
Sumber : Applied Technology Council, Seismic Evaluation and Retrofit Of Concrete Buildings,
Report ATC-40, (Redwood City: ATC,1996), p.8-12

Pada Hazus-MH 2.1 dijelaskan cara mengkonversi capacity curve dari hasil
pushover menjadi capacity spectrum sesuai dengan metode ATC-40 seperti
persamaan berikut :

Sa = ………………………………………….............................(2.17)

Sd = ……………………………………………….......................(2.18)

∑ ⁄
PF1= [ ]…………………………………………......................(2.19)
∑ ⁄

∑ ⁄

[ ]
α1= …………………………................................(2.20)
∑ ⁄ [∑ ⁄ ]

[ ]

dimana :
Sa = Spectral acceleration,
Sd = Spectral displacement,
PF1 = modal participation untuk modal pertama,
α1 = modal mass coefficient untuk modal pertama,
i1 = amplitude of first untuk level I,
V = gaya geser dasar,
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

W = berat mati bangunan di tambah beban hidup,


Δroof = roof displacement,
wi ⁄g = massa pada level i.

2.2.7 Analisis Kerapuhan Seismik Bangunan

Analisis kerapuhan adalah analisis untuk mengestimasi kerugian akibat kerusakan


bangunan yang menerima beban seismik. Analisis ini mewakili kemungkinan dari
suatu intensitas gempa menyebabkan perubahan pada struktur bangunan yang
melebihi keadaan batas kerusakan untuk jenis struktur yang diberikan eksitasi
beban gempa (Shinozuka dkk., 2000, Ellingwood dkk., 1980). Output dari
analisis ini adalah berupa kurva yang menggambarkan hubungan antara
probabilitas terjadinya kerusakan struktural yang melebih batasan kerusakan (limit
state) terhadap parameter intensitas seismik tertentu. Kurva ini disebut sebagai
kurva kerapuhan (fragility) struktur.

2.2.7.1 Metodologi HAZUS

Metode HAZUS (Hazards United States) merupakan salah satu metode untuk
membuat kurva kerapuhan pada setiap jenis kerusakan struktur yang dapat
digunakan sebagai estimasi kerusakan pada struktur akibat gempa. Prosedur untuk
mengestimasi kerusakan akibat gempa dengan menggunakan Hazus-MH MR5
secara skematis diilustrasikan pada Gambar 2.5 berikut ini :
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

Gambar 2. 5 Prosedur untuk mengestimasi kerusakan dengan metode Hazus


MHMR5
Sumber : Xiaonian Duan (2008)

Secara umum, metode HAZUS berdasarkan pada anggapan bahwa tingkat


kerusakan bangunan akibat beban seismik yang terjadi terus menerus merupakan
jumlah kondisi kerusakan yang tidak terbatas. Untuk mempermudah, metodoogi
HAZUS mengklasifikasikan tingkat kerusakan bangunan menjadi empat kondisi
kerusakan diskrit yaitu slight, moderate, extensive, dan complete, seperti yang
digambarkan secara skematis pada Gambar 2.5 (bagian kanan bawah). Setiap
kondisi kerusakan mewakili berbagai kerusakan bangunan, dengan range mulai
dari ambang batas. Sebagai contoh, kondisi kerusakan slight memanjang dari
batas kerusakan slight hingga batas kerusakan moderate. Menurut Xiaonian Duan
(2008) nilai tengah pada perpindahan spektra menjadi penentuan nilai batas (limit
state) kondisi kerusakan tertentu.
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

Dibawah guncangan gempa, kondisi kerusakan bangunan merupakan fungsi


primer dari distorsi atau simpangan antar tingkat (story drift). Dalam berbagai
intensitas respon bangunan, kerusakan yang lebih parah akan dihasilkan dari
peningkatan story drift meskipun gaya lateral akan tetap hampir konstan atau
bahkan menurun. Oleh karena itu, ketepatan prediksi kerusakan bangunan akibat
gempa ditentukan oleh estimasi yang cukup akurat untuk membangun respon drift
dalam kisaran inelastis. Kurva kapasitas merupakan cara sederhana dan cukup
akurat untuk memprediksi respon perpindahan bangunan inelastis untuk keperluan
kerusakan.

2.2.7.2 Metodologi ATC-40

Dalam ATC-40 dikenal tiga tingkat kerusakan terbagi menjadi Immediate


Occupancy (IO), Life Safety (LS), dan Structural Stability (SS) dijelaskan sebagai
berikut :
1. Immediate Occupancy (IO)
Struktur mampu menahan gempa yang terjadi, struktur tidak mengalami
kerusakan struktural dan tidak mengalami kerusakan non struktural. Sehingga
dapat langsung dipakai.
2. Life Safety (LS)
Struktur mampu menahan gempa yang terjadi, dengan sedikit kerusakan
struktural, manusia yang tinggal / berada pada bangunan tersebut terjaga
keselamatannya dari gempa bumi.
3. Collapse Pervention (CP)
Struktur mengalami kerusakan struktural yang sangat berat ketika gempa
terjadi, tetapi belum runtuh.

Untuk mengestimasi nilai tengah pada kondisi kerusakan tersebut berdasarkan


rasio simpangan (drift ratio) struktur yang menggambarkan permulaan dari
kondisi kerusakan tertentu. Nilai rasio simpangan maksimum total (maximum
total drift) pada tiap kondisi kerusakan dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut ini :
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

Tabel 2. 5 Kriteria roof drift ratio dari SRPM untuk menentukan level kinerja

Level Kinerja

IO LS SS

0% < drift <0.7% 0.7% < drift < 2.5% 2.5% < drift < 5%
Sumber : FEMA 356/440

Rasio simpangan dari kondisi kerusakan dikonversi menjadi Nilai tengah


perpindahan spektra pada kondisi kerusakan, ̅̅̅ dengan menggunakan
persamaan di bawah ini :

∑ ⁄

α2 = = ………………………………........................(2.21)
∑ ⁄

dan

̅̅̅ = δR, ds α2 HR …………………………………......................(2.22)

Sumber : Hazus-MH MR5, 2010

dengan :
/g = berat struktur pada level x,
= amplitudo dari mode pushover pada level x,
δR, ds = rasio simpangan dari kondisi kerusakan, dapat dilihat pada Tabel 2.5,
α2 = faktor modal pushover,
HR = tinggi bangunan pada tingkat atap,

2.2.7.3 Metodologi Koefisien Perpindahan (FEMA 356)


Merupakan metoda utama yang terdapat dalam FEMA 273/356 untuk prosedur
statik nonlinier. Penyelesaian dilakukan dengan memodifikasi respons elastis
linier dari sistem SDOF ekivalen dengan faktor koefisien C0, C1, C2 dan C3
sehingga diperoleh perpindahan global maksimum (elastis dan inelastis) yang
disebut “target perpindahan”, δT. Proses dimulai dengan menetapkan waktu getar
efektif, Te, yang memperhitungkan kondisi inelastis bangunan (lihat bagian
tentang waktu getar alami). Waktu getar alami efektif mencerminkan kekakuan
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

linier dari sistem SDOF ekivalen. Jika di-plot-kan pada spectrum respons elastis
akan menunjukkan percepatan gerakan tanah pada saat gempa yaitu akselerasi
puncak, Sa, versus waktu getar, T. Redaman yang digunakan selalu 5% yang
mewakili level yang diharapkan terjadi pada struktur yang mempunyai respons
pada daerah elastis. Puncak perpindahan spektra elastis, Sd , berhubungan
langsung dengan akselerasi spektra , Sa , dengan hubungan berikut:

Sd =

………………………………………….................................(2.23)

Selanjutnya target perpindahan pada titik kontrol δT, ditentukan dari rumus
berikut:

δT = C0C1C2C3Sa

* + g……………………………………......................(2.24)

dimana:
Te = waktu getar alami efektif yang memperhitungkan kondisi inelastis
C0 = koefisien faktor bentuk , untuk merubah perpindahan spektral menjadi
perpindahan atap, umumnya memakai faktor partisipasi ragam yang
pertama (first mode participation factor) atau berdasarkan Tabel 3-2
dari FEMA 356.
C1 = faktor modifikasi yang menghubungkan perpindahan inelastik
maksimum dengan perpindahan yang dihitung dari respon elastik
linier.
= 1.0 untuk Te > Ts
= [1 + (R-1)Ts/Te] R untuk Te < Ts
Ts = waktu getar karakteristik yang diperoleh dari kurva respons spektrum
pada titik dimana terdapat transisi bagian akselerasi konstan ke bagian
kecepatan konstan
R = rasio “kuat elastik perlu” terhadap “koefisien kuat leleh terhitung”.
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

R= Cm

Sa = akselerasi respons spektrum yang berkesesuaian dengan waktu getar


alami efektif pada arah yang ditinjau
Vy = gaya geser dasar pada saat leleh, dari idealisasi kurva pushover
menjadi bilinier.
W = Total beban mati dan beban hidup yang dapat direduksi.
Cm = faktor massa efektif yang diambil dari Tabel 3-1 dari FEMA 356.
C2 = koefisien untuk memperhitungkan efek “pinching” dari hubungan
beban-deformasi akibat degradasi kekakuan dan kekuatan, berdasarkan
Tabel 3-3 dari FEMA 356.
C3 = koefisien untuk memperhitungkan pembesaran lateral akibat adanya
efek P-delta. Koefisen diperoleh secara empiris dari studi statistik
analisa riwayat waktu non-linier dari SDOF dan diambil berdasarkan
pertimbangan engineering judgement, dimana perilaku hubungan gaya
geser dasar – lendutan pada kondisi pasca leleh kekakuannya positip
(kurva meningkat) maka C3 = 1 sedangkan jika perilaku pasca lelehnya
negative (kurva menurun) maka

C3 = 1.0 +

α = rasio kekakuan pasca leleh terhadap kekakuan elastik efektif, dimana


hubungan gaya-lendutan diidealisasikan sebagai kurva bilinier (lihat
waktu getar efektif).
G = Percepatan gravitasi 9.81 m/det
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

a) Kemiringan pasca leleh – positif b) Kemiringan pasca leleh –


negatif
Gambar 2. 6 Perilaku Pasca Leleh Sistem Struktur (FEMA 356)

2.2.8 Kurva Kerapuhan


Kurva kerapuhan struktur menurut Hazus-MH MR5 (2010) adalah fungsi log
normal yang menggambarkan probabilitas terlampauinya kondisi kerusakan
struktural tertentu dengan memperhitungkan ketidaktentuan yang terkait dengan
kapasitas, demand, dan kondisi kerusakan. Hasil dari kurva kerapuhan adalah
hubungan dari probabilitas kumulatif dari tiap kondisi kerusakan pada tingkat
percepatan tanah tertentu. Kurva kerapuhan disusun oleh nilai tengah dan
parameter potensi bahaya yang dapat berupa perpindahan spektra dan percepatan
spektra yang mewakili kondisi kerusakan tertentu. Nilai tengah perpindahan
spektra atau percepatan spektra dan total ketidaktentuan untuk setiap model
struktur dan kondisi kerusakan struktur merupakan kombinasi dari data kinerja
struktur, data pengalaman gempa, dan pendapat ahli.
Berikut merupakan persamaan probabilitas yang terjadi pada sebuah kondisi
kerusakan apabila parameter yang digunakan adalah percepatan spektra :

(̅̅̅̅ ) …………………………......................(2.25)

Sumber : Papailia A., 2011

dengan :
= fungsi kumulatif probabilitas
= standar deviasi untuk ketidaktentuan total dari tiap kondisi kerusakan,
= percepatan spektra,
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

̅ = nilai tengah percepatan spektra pada saat struktur mengalami kerusakan.


Standar deviasi untuk ketidaktentuan total dari tiap kondisi kerusakan ( )
merupakan gabungan dari ketidaktentuan pada nilai batas kondisi kerusakan,
ketidaktentuan dalam properti kapasitas struktur yang ditinjau, dan ketidaktentuan
pada demand yang berupa gerakan tanah. Ketidaktentuan total dari tiap kondisi
kerusakan dapat dihitung dengan persamaan berikut :

= √[ [ ] ] [ ] ……………..............................(2.26)

Sumber : Hazus-MH MR5, 2010


dengan :
βc = standar deviasi dari ketidaktentuan kapasitas struktur,
βd = standar deviasi dari ketidaktentuan spektrum demand ( = 0,45 untuk
periode pendek dan = 0,5 untuk periode panjang),
= standar deviasi dari ketidaktentuan nilai batas kondisi kerusakan, diambil
sebesar 0,4.

Nilai standar deviasi yang menggambarkan ketidaktentuan dari kapasitas struktur


dapat dihitung dengan persamaan di bawah ini :

=√ …………………………………......................(2.27)

Sumber : Papailia A., 2011


dengan :
= rata-rata dari kapasitas percepatan spektra struktur yang ditinjau,
s = standar deviasi dari kapasitas percepatan spektra struktur yang ditinjau
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Data Struktur Gedung

Gambar 3. 1 Denah lantai 2 dan 3

Gambar 3. 2 Denah lantai 4 dan atap

Lantai 4

Lantai 3

Lantai 2

Lantai 1

27
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

Gambar 3. 3 Portal As 1 dan 4

Lantai 4

Lantai 3

Lantai 2

Lantai 1

Gambar 3. 4 Portal As 2 dan 3


a) Portal As A dan G b) Portal As B – F

Gambar 3. 5 Portal As A – G

Semua sistem sambungan dari portal merupakan sambungan kaku yang


mempunyai kekuatan sambungan minimal sama dengan kekuatan profil paling
lemah. Lalu untuk menahan beban gempa, pada sambungan balok dan kolom
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

diberi perkuatan sehingga sendi plastis akan terjadi di balok.


Tabel 3. 1 Daftar Profil Baja Terpakai

Notasi B (m) D (m) Tf (m) Tw (m) Notes

W24x84 0.22910 0.61214 0.019558 0.011938


W21x93 0.21387 0.54915 0.023622 0.014732
W16x43 0.17869 0.40970 0.014351 0.008763 BALOK
W14x30 0.17094 0.35154 0.009779 0.006858
W18x63 0.19279 0.46609 0.01955 0.01143
W21X93 0.21387 0.54915 0.023622 0.014732
W12X72 0.30820 0.31150 0.017018 0.010922 KOLOM
W14X109 0.37097 0.36373 0.021844 0.013335

3.2 Tahapan Analisis


3.2.1 Studi Literatur
Studi literatur dari buku, jurnal dan peraturan yang terkait penelitian adalah
a. American Institute of Steel Construction (AISC)
b. Applied Technology Council for Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete
Buildings Volume-1 (ATC-40).
c. Federal Emergency Management Agency for HAZUS-MH MR5
d. SNI 1726:2012
e. FEMA 273, FEMA 356, dan FEMA 440
f. Berbagai jurnal dan sumber literatur mengenai perilaku struktur baja terhadap
beban gempa.
g. Buku manual Software Perform 3D
h. Berbagai jurnal dan sumber literatur mengenai analisis kinerja struktur
bangunan dengan metode pushover.
i. Berbagai jurnal dan sumber literatur mengenai analisis kurva kerapuhan
struktur bangunan.

3.2.2 Pemodelan 3D pada Software


library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

Pemodelan sruktur bangunan 3 dimensi menggunakan program Perform 3D 5


dengan memasukkan data bangunan yang sudah ada. Perform 3D merupakan
program analisis struktur dari CSI yang dapat digunakan untuk menganalisis
portal dengan perpindahan yang cukup besar apabila dikenakan beban statis atau
dinamis dengan mempertimbangkan nonlinier geometrik dan sifat inelastisitas
material.
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat pemodelan pada program, yaitu :
a. Node
Tipe node pada program dibedakan menjadi dua, yaitu struktural dan non-
struktural. Node struktural merupakan titik yang akan digunakan untuk
menghubungkan suatu elemen. Pada node struktural, setidakNya harus ada
satu elemen yang terhubung pada node tersebut. Dengan kata lain, node
struktural adalah semua yang derajat kebebasannya diberikan dan kemudian
dimasukkan dalam kumpulan matriks kekakuan dan vektor beban/
perpindahan.

Sedangkan node non struktural adalah node yang tidak dipertimbangkan


dalam solusi struktur tetapi biasanya diperlukan untuk menentukan orientasi
sumbu lokal dari jenis elemen tertentu (seperti yang dijelaskan dalam
konektivitas elemen). Pada node ini, tidak ada elemen yang dilekatkan dan
node struktural dapat digunakan sebagai titik referensi dalam definisi sumbu
lokal.

b. Element Connectivity
Pemodelan elemen seperti balok dan kolom perlu diperhatikan. Dimana titik
nodes yang menghubungkan elemen harus di definisikan secara detail agar
dapat membentuk suatu elemen yang berhubungan.

c. Element Types
Pada Perform 3D, tipe elemen dapat dibedakan menjadi beberapa yaitu :
 General
 Simple Bar Elemen
 Beam Elemen
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

 Column Elemen
 Brace/Other Frame Element
 Shear wall element
 General Wall Element
 Infill Panel Element
 Connection Zone Panel Element
 BRB Elemeents
 Viscous Bar Elementrs
 Seismic Isolator Elements
 Slab/Shell Elements
 Support Spring Elements
 Deformation Gage Elements

d. Support
Kondisi batas model didefinisikan dalam modul Restraint, dimana semua
node struktural yang tersedia diseleksi untuk menahan terhadap deformasi di
salah satu dari enam derajat kebebasan.

e. Penentuan Performance Criteria


Di dalam konteks performance-based engineering, sangat penting bahwa
perencana mampu mengidentifikasi dimana tingkat kerusakan tercapai
dengan batas kinerja yang berbeda (misalnya kerusakan non-struktural,
kerusakan struktural, keruntuhan). Hal ini dapat dilakukan di Perform 3D
melalui 3 tahapan pada penentuan target displacement. Alur ini dimulai dari
pemilihan level kinerja yang diinginkan, mendesain sesuai level kinerja, dan
setelah desain selesai target tersebut dapat menjadi kriteria penerimaan
melalui evaluasi kinerja untuk level saran kinerja yang diatur dalam FEMA
356.

3.2.3 Pola Pembebanan Struktur


Beban-beban yang bekerja pada struktur berupa beban mati, beban hidup dan
beban gempa. Beban mati terdiri dari berat sendiri struktur dan beban mati
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

tambahan. Dalam pemodelan beban pada plat dihitung menggunakan prinsip


tributary area, dimana beban plat akan diteruskan ke balok yang menopangnya.
Besarnya beban hidup dalam pemodelan disesuaikan dengan peraturan yang
berlaku yaitu SNI 1727:2013 dimana besarnya beban hidup yang ditopang oleh
struktur disesuaikan dengan fungsi bangunan. Sedangkan perhitungan beban
gempa yang digunakan dalam pemodelan menggunakan peraturan SNI 1726:2012
seperti yang telah dijelaskan pada Bab 2.

3.2.4 Perhitungan Beban Gempa


Beban gempa dianggap sebagai beban statik ekuivalen pada tiap lantainya,
dimana untuk distribusi beban gempa pada struktur adalah sesuai dengan
kekakuan kolom. Prosedur statis ekuivalen untuk mendapatkan distribusi gaya
lateral tiap lantainya, yaitu :
a. Perhitungan periode fundamental struktur ( T ).
b. Perhitungan distribusi gaya geser horizontal dan vertikal.
Input yang diperlukan pada software untuk mensimulasikan beban gempa adalah
berupa gaya dengan pola distribusi tertentu sesuai dengan perhitungan yang
selanjutnya beban akan di increment secara otomatis oleh program hingga
diketahui perpindahan pada struktur tersebut.

3.3 Analisis Data


3.3.1 Analisis Output Pushover
Output analisis pushover dengan menggunakan program adalah kurva kapasitas
yang menunjukkan hubungan antara gaya geser dasar (base shear) yang
dinyatakan dalam satuan ton dan simpangan atap (roof displacement) yang
dinyatakan dalam satuan meter.
3.3.2 Konversi Kurva Kapasitas ke Spektra dalam Format ADRS
Kurva kapasitas hasil output program kemudian diubah menjadi kurva spektrum
kapasitas dengan format ADRS menggunakan Persamaan (2.14) sampai (2.23).
Satuan dari kurva kapasitas perlu diubah dalam format yang sama, yaitu
percepatan spektra (Sa) dan perpindahan spektra (Sd). Kurva spektrum kapasitas
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

digunakan dalam penentuan limit state atau batasan permulaan kondisi kerusakan
struktur.
3.3.3 Penentuan Nilai Batas (Limit State)
Spektrum kapasitas hasil konversi dari kurva kapasitas kemudian dianalisis untuk
menghasilkan kurva kerapuhan pada struktur. Dari kurva fragilitas tersebut dapat
digunakan untuk menganalisis resiko kemungkinan kerusakan struktur pada
tingkat kerusakan tertentu. Penentuan limit state dilakukan berdasarkan metode
ATC-40 yaitu Occupancy (IO), Life Safety (LS), dan Structural Stability (SS).

3.3.4 Perhitungan Standar Deviasi


Persamaan (2.24) dapat digunakan untuk menentukan nilai standar deviasi untuk
ketidaktentuan total dari setiap kondisi kerusakan. Perhitungan standar deviasi
perlu dilakukan untuk ketidaktentuan kapasitas struktur dengan menggunakan
hasil dari spektrum kapasitas.

3.3.5 Pembentukan Kurva Kerapuhan


Kurva kerapuhan setiap kerusakan dapat dibuat dengan cara menghitung
probabilitas tiap kerusakan dengan menggunakan Persamaan (2.22).
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

3.4 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan data struktur yang akan di evaluasi (lokasi, geometri, section


property dan material)

Pemodelan 3D Struktur

Perhitungan beban gravitasi


(beban mati dan beban hidup dan beban gempa)

Input beban gravitasi dan beban gempa


dalam pemodelan struktur

Penentuan Target Displacement dan Performance Criteria

Run Program
(Pushover Analysis)

Hasil analisis berupa kurva kapasitas spektrum

A
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

Penentuan batas kerusakan menurut ATC-40

Analisa kerapuhan seismik

Hasil analisa berupa probabilitas kegagalan struktur akibat intensitas gempa


pada berbagai limit state

Penggambaran kurva kerapuhan seismik (fragility curve)

Selesai

Gambar 3. 6 Diagram Alir Penelitian


library.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

Anda mungkin juga menyukai