Anda di halaman 1dari 10

APLIKASI STORM WATER MANAGEMENT MODEL (SWMM)

UNTUK DAERAH ALIRAN SUNGAI DELUWANG


SITUBONDO JAWA TIMUR
Nadajadji Anwar1), Mahendra Andiek M2)
1)
Dosen Teknik Sipil ITS Surabaya
2)
Mahasiswa S2 Teknik Sipil ITS Surabaya
djadji1301@yahoo.com, mahendra_andiek_m@yahoo.com

ABSTRAK
Permasalahan banjir seringkali melanda kawasan Pantura Jawa
setiap tahun. Masalah banjir pada umumnya disebabkan oleh buruknya
sistem drainase dan yang lebih besar pengaruhnya adalah akibat
rusaknya daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai yang seharusnya
menjadi konservasi air telah mengalami perubahan tata guna lahan akibat
campur tangan manusia. Akibat dari perubahan tat guna lahan yang dapat
dilihat secara langsung adalah seringkali terjadi debit yang tidak dapat
diprediksi mengalir di sungai-sungai tempat daerah aliran sungai tersebut
mengalami kerusakan. Untuk itu kajian mengenai model hujan debit perlu
dikembangkan untuk dapat memprediksi besaran debit air yang melimpah
pada saluran baik alam maupun buatan suatu daerah aliran sungai.
Model pengembangan hujan debit pada penelitian ini secara garis
besar akan memodelkan hujan menjadi debit dengan mengambil lokasi di
DAS Deluwang Situbondo dengan menggunakan program bantu Storm
water Management Model (SWMM). Data hujan yang dipergunakan
adalah data hujan harian tahun 2001 yang akan ditransformasikan
menjadi debit harian dengan memasukkan beberapa parameter seperti
luasan sub das, infiltrasi, evaporasi, nilai manning dan kemiringan lahan.
Luasan sub das akan dijadikan fokus penelitian dengan mendasarkan
pembagian sub das atas beberapa hal, yaitu membagi DAS Deluwang
berdasarkan orde sungai, dimana untuk DAS Deluwang memiliki jaringan
sungai hingga orde 5. Hasil yang diperoleh dari masing-masing
pemodelan tersebut akan di kalibrasi dengan menggunakan data debit
harian yang tercatat pada stasiun AWLR Dawuhan.
Pemodelan dengan membagi DAS Deluwang berdasarkan orde 5
memberikan hasil kalibrasi -0.507 untuk metode Nash dan 2.652 untuk
metode RMSE dimana data curah hujan menggunakan analisa aritmatik.
Untuk pemodelan berdasrkan orde 5 dengan memasukkan nilai Thiessen
diperoleh hasil kalibrasi -0.499 untuk metode Nash dan 2.645 untuk
metode RMSE. Untuk pemodelan dengan berdasarkan orde 4 diperoleh
hasil -2.635 untuk Nash dan 4.118 untuk RMSE. Untuk pemodelan
dengan orde 3 didapatkan 0.204 untuk Nash dan 1.923 untuk RMSE.
Sedangakan dari pemodelan berdasarkan orde 2 dan 1 berturut-turut
adalah 0.877 dan 0.979 untuk nilai Nash serta 0.759 dan 0.313 untuk
RMSE. Dengan demikian model hujan debit untuk DAS Deluwang dapat

1
diterapkan dengan menggunakan dasar pembagian sub-sub das
berdasarkan orde sungai 1 atau 2.

Kata kunci : DAS Deluwang, model hujan-debit, SWMM

PENDAHULUAN Deluang. Storm Water Management


I.1. Latar Belakang Model (SWMM) merupakan model yang
Wilayah pantai utara Jawa Timur mampu untuk menganalisa
menjadi daerah yang sering dilanda permasalahan kuantitas dan kualitas air
banjir dalam beberapa tahun ini. Wilayah yang berkaitan dengan limpasan daerah
tersebut pada umumnya terletak di perkotaan. Storm Water Management
muara sungai besar. Dalam studi ini dikembangkan oleh EPA (Environmental
akan meninjau salah satu wilayah pantai Protection Agency – US), sejak 1971
utara tersebut. Wilayah yang akan (Huber and Dickinson, 1988). SWMM
menjadi lokasi studi adalah Daerah tergolong model hujan aliran dinamis
Aliran Sungai Deluang di Kabupaten yang digunakan untuk simulasi dengan
Situbondo. Bagian hulu daerah aliran rentang waktu yang menerus atau
sungai di wilayah tersebut memiliki kejadian banjir sesaat. Model ini paling
kondisi topografi yang curam, tidak banyak dikembangkan untuk simulasi
begitu luas serta panjang badan sungai proses hidrologi dan hidrolika di wilayah
yang relatif pendek. Di samping itu perkotaan.
kondisi lahan daerah aliran sungai dalam
kondisi kritis akibat perubahan tata guna SWMM telah diaplikasikan secara
lahan sehingga rawan longsor dan erosi. luas untuk pemodelan kuantitas dan
Sedangkan pada bagian hilir merupakan kualitas air di wilayah perkotaan Amerika
daerah yang memiliki kemiringan lahan Serikat, Kanada, Eropa dan Australia.
yang relatif landai. Kondisi di atas Model ini telah digunakan untuk analisa
menyebabkan limpasan air hujan yang hidrolika yang komplek dalam masalah
turun di DAS Deluang mengalir dengan saluran pembuangan (sewer),
cepat menuju daerah perkotaan dan manajemen jaringan drainase dan studi
memberikan andil atas terjadinya banjir. berbagai permasalahan polusi (Huber,
Selain itu pasang surut dari permukaan 1992-2001). Warwick dan Tadepalli
laut di daerah muara sungai (1991) telah melakukan kalibrasi dan
menyebabkan efek backwater yang validasi SWMM untuk memodelkan
menyebabkan sistem drainase tidak daerah aliran sungai di perkotaan seluas
dapat berfungsi secara optimal terutama ± 10000 km2 di Dallas Negara bagian
pada saat terjadi banjir di perkotaan. Texas. Tsihrintzis (1995) memberikan
Sistem penanggulangan banjir contoh aplikasi SWMM pada empat
yang cepat dan tepat hendaknya segera daerah aliran sungai di South Florida
dirancang untuk mengantisipasi banjir dengan karakteristik daerah perkotaan
yang sering mengancam di wilayah yang berbeda dari segi prosentase
Pantura. Sebuah model yang telah pemukiman, pusat perbelanjaan dan tata
dikembangkan dan digunakan di Amerika guna lahan. Model ini juga terus
mungkin dapat menjadi salah satu solusi dikembangkan dan disempurnakan untuk
pemecahan masalah yang terjadi di DAS memberikan fasilitas pemecahan
masalah saat ini. Pada

2
perkembangannya SWMM telah kondisi Daerah Aliran Sungai
dilengkapi dengan fasilitas WASP untuk Deluwang.
pemodelan kualitas air lebih detail. 2. Untuk mengetahui hasil
Penggabungan dengan program Arcview pemodelan hujan debit Daerah
juga dilakukan melalui extention Aliran Sungai Deluwang sesuai
gisswmm. Gisswmm dapat mengolah dengan parameter-parameter
data geografis (spasial) sebagai input yang telah ditetapkan.
untuk SWMM atau PCSWMM (James et 3. Untuk mengetahui keandalan
al.2002). Model ini juga terus model hujan debit pada Daerah
dikembangkan agar dapat terhubung Aliran Sungai Deluwang melalui
dengan salah satu program EPA yang kalibrasi hasil pemodelan dengan
paling populer yaitu BASIN 3.1. data lapangan.
Dalam studi ini program SWMM
dipilih karena memiliki beberapa I.4. MANFAAT
keunggulan dibandingkan program lain Manfaat dari penelitian ini adalah
yang sejenis. Dengan menggunakan untuk mendapatkan formasi model hujan
SWMM, kondisi yang terjadi di lapangan debit yang sesuai dengan kondisi Daerah
dapat dimodelkan dengan memasukkan Aliran Sungai Deluwang dengan
parameter-parameter yang tercatat pada menggunakan beberapa parameter yang
kondisi sesungguhnya. Hal ini akan ditetapkan, sehingga model hujan
menjadikan program SWMM dapat debit tersebut dapat digunakan sebagai
secara akurat memberikan hasil simulasi dasar peramalan banjir untuk diterapkan
relatif sama dengan keadaan di pada Daerah Aliran Sungai Deluwang.
lapangan. Selain itu program SWMM
dapat juga digunakan untuk menganalisa 1.5. BATASAN MASALAH
masalah kualitas air dalam suatu basin. Batasan masalah dalam penelitian
Dengan berbagai keunggulan dan belum ini mendakup beberapa hal, yaitu :
banyak dikembangkan di Indonesia 1. Daerah studi dibatasi pada
maka penulis memilih program SWMM Daerah Aliran Sungai Deluwang.
untuk di uji keandalannya di DAS 2. Data-data yang dipergunakan
Deluang Kabupaten Situbondo. data sekunder dari hasil
pencatatan maupun hasil
I.2. RUMUSAN MASALAH penelitian yang telah
Permasalahan yang terjadi di dipublikasikan.
daerah studi dapat dirumuskan menjadi 3. Penelitian tidak meninjau masalah
beberapa hal sebagai berikut : groundwater.
1. Bagaimana metode pembagian 4. Program yang dipergunakan
sub-sub das yang sesuai dengan adalah Storm Water Management
lokasi studi? Model (SWMM)
2. Bagaimana hasil model hujan
debit dengan beberapa metode
pembagian sub-sub das dan
parameter-parameter yang sesuai
dengan kondisi Daerah Aliran
Sungai Deluwang ?
3. Bagaimana kalibrasi dan uji
keandalan model hujan debit
untuk Daerah Aliran Sungai
Dluwang ?

I.3. TUJUAN
1. Untuk mendapatkan formasi sub-
sub DAS yang sesuai dengan
3
- Pola yang terjadi berupa garis
METODOLOGI lurus dan terjadi patahan arah
garis, maka data hujan A tidak
START konsisten.

Model SWMM
Studi pustaka Pengumpulan Data Survey Lapangan
topografi, hidrologi,
hidrolika, klimatologi, tata
guna lahan, batas Sub DAS,
sistem drainase

Input data model:


• Peta GIS
• Parameter-parameter
(infiltrasi, sub das,
panjang sungai, curah
hujan, tata guna lahan)

Gambar 2. Deskripsi Sistem Model


SWMM
Running model
Konsep Model SWMM
Konsep model dan logic dari SWMM
Kalibrasi Model
adalah sebagai berikut :
1. Tinggi genangan atau limpasan
hujan pada masing-masing sub
das adalah sebagai berikut :
tidak
Analisis D1 = Dt + Rt t ......................... (1)
(RMSE mendekati 0
dan Nash mendekati 1) dimana :
D1 : kedalaman air setelah
ya terjadi hujan hujan (mm)
Dt : kedalaman air pada sub
Kesimpulan dan saran das pada saat waktu t (mm)
Rt : intensitas hujan pada
interval waktu t (mm/jam)
2. Infiltrasi (It) dianalisa dengan
END

menggunakan persamaan Horton


Gambar 1. Bagan Alir Penelitian :
It = fc + (fo – fc)e-kt ……………. (2)
Analisa Data Hujan D2 = D1 – It t ........................ (3)
Analisa Kurva Massa Ganda dimana :
Analisa kurva massa ganda D2 : kedalaman air setelah
adalah analisa yang berdasar pada terjadi infiltrasi (mm)
perbandingan antara data yang akan fo, fc, k : koefisien dari
dianalisa dengan data lain sebagai persamaan Horton
pembanding (J.K. and C.H. Hardison 3. Debit outflow dari limpasan sub
(1960). Double-mass curves. U.S. das dihitung dengan persamaan
Geological Survey Water-Supply Paper Manning :
1541-B). Adapun syarat dari uji kurva v = 1/n D2 2/3 S1/2 .....................(4)
massa ganda ini adalah: Q = vBD2 ............................... (5)
- pola yang terjadi berupa garis dimana :
lurus dan tidak terjadi patahan v : kecepatan (m/s)
arah garis, maka data hujan A n : koefisien Manning
adalah konsisten. S : kemiringan lahan
4
B : lebar lahan/panjang Kondisi Daerah Penelitian
pengaliran (m)
Q : debit (m3/s)
4. Ketinggian air sub das dari hujan,
infitrasi dan outflow didapatkan
melalui persamaan sebagai
berikut :
Dt+Δt = D2 – (Q/A)Δt .............. (6)
5. Proses no 1 sampai 4 diulang
hingga semua perhitungan sub
das selesai.
6. Debit yang masuk ke dalam
saluran dihitung dengan
menambahkan debit dari lahan
(Qoi) dengan debit dari hulu
saluran (Qgi).
Qin = ΣQoi + ΣQgi................... (7) Gambar 3. Lokasi Penelitian
7. Perubahan tinggi muka air akibat
bertambahnya debit pada suatu
saluran Kriteria Penampilan Model
adalah : Kriteria penampilan model atau
Y1 = Yt + (Qin/Ag) Δt............... (8) yang lebih dikenal dengan kalibrasi
dimana : model adalah salah satu cara mengkaji
Y1 dan Yt : kedalaman air pada model untuk mengetahui parameter-
saluran (m) parameter yang dipakai model dapat
Ag : luas rata-rata diterapkan pada kondisi lapangan atau
permukaan air antara Y1 dan Yt kondisi rencana. Hasil pengukuran
(m2) AWLR debit sungai Deluwang digunakan
8. Persamaan Manning digunakan sebagai data (measurement data) yang
untuk menghitung debit outflow akan dibandingkan dengan hasil simulasi
saluran. Adapun metode untuk menetukan
v = 1/n R2/3 S1/2 …………… (9) kriteria penampilan atau kalibrasi model
Qg = vAc ……………….…. (10) terhadap hasil pengamatan di lapangan
dimana : sebagai berikut.
R : jari-jari hidrolik saluran (m) 1. Root Mean Square Errors (MSE)
S : kemiringan saluran RMSE bertujuan untuk
Ac : luas penampang saluran mempresentasikan rata-rata kuadrat
pada Y1 simpangan (selisih) antara nilai
9. Hasil kedalaman air pada saluran keluaran model terhadap nilai
dari inflow dan outflow dihitung pengukuran atau target. Nilai Root
dengan persamaan kontinyuitas Mean Square Errors (RMSE)
sebagai berikut : mensyaratkan mendekati satu (1)
Yt+Δt = Y1 + (Qin – Qg) Δt /Ag (11) untuk menunjukkan bahwa nilai rata-
10. Langkah 6 sampai 9 diulangi rata peramalan yang dihasilkan
hingga semua saluran selesai mendekati nilai sebenarnya.
dihitung.
RMSE = ………(12)

dimana :
Qobs = debit hasil pengamatan di
lapangan (m3/dt)
Qsim = debit hasil pemodelan (m3/dt)

5
Kalibrasi terhadap debit dilakukan
dengan melakukan peninjauan
perbedaan hasil pemodelan dari
model SWMM terhadap hasil data
pengamatan debit harian yang
tercatat di AWLR Deluwang.
2. Nash
Metode kalibrasi dengan
menggunakan Nash ini adalah Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Data
dengan membandingkan kuadrat Hujan Sta. Tunjang dengan Sta.
selisih debit hasil simulasi dan debit Gabungan
hasil pengamatan dengan kuadrat
selisih debit pengamatan dan rata-
rata debit pengamatan. Metode Nash
mensyaratkan pemodelan dikatakan
valid jika nilainya mendekati nol (0).
Nash memberikan persamaan
sebagai berikut :

Nash = 1 – .......... (13)


Gambar 6. Grafik Hubungan Antara Data
dimana : Hujan Sta. Baderan dengan Sta.
Qsim = debit hasil simulasi Gabungan
3
(m /dt)
Qobs = debit hasil pengamatan di
lapangan (m3/dt)
Qobs = rata-rata debit
pengamatan di lapangan
(m3/dt)

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisa Kurva Massa Ganda Gambar 7. Grafik Hubungan Antara Data
Hujan Sta. Nangger dengan Sta.
Gabungan

Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Data


Hujan Sta. Belimbing dengan Sta.
Gabungan
Gambar 8. Grafik Hubungan Antara Data
Hujan Sta. Dawuhan dengan Sta.
Gabungan

6
Tabel 1. Hasil Analisa Kurva Massa Tabel 2. Koefisien Thiessen DAS
Ganda Deluwang
Nama Stasiun Stasiun Luas Bobot
R2 2
Hujan Hujan (km )
Belimbing 0.985 Belimbing 17,0159 0,104
Tunjang 0.995 Baderan 111,2581 0,679
Baderan 0.992 Nangger 13,0892 0,080
Nangger 0.998 Tunjang 12,8710 0,079
Dawuhan 0.997 Dawuhan 9,5987 0,059
Jumlah 163,833 1,000

Analisa Curah Hujan Rata-Rata


Analisa Storm Water Management
Metode Rata-Rata Aritmatik
Analisa curah hujan rata-rata aritmatik Model
pada penelitian ini dengan mengambil
data dari 5 stasiun hujan yang berada Debit observasi

pada DAS Deluwang, yaitu Belimbing, Debit simulasi


Baderan, D. Tunjang, Nangger dan
Dawuhan. Data curah hujan yang
digunakan adalah data hujan tahun
Gambar 10. Grafik Hasil Pemodelan
2001.
Berdasarkan Orde 5
Metode Polygon Thiessen
dengan Hujan Rata-Rata Aritmatik
Analisa curah hujan rata-rata dengan
Polygon Thiessen pada penelitian ini
juga menggunakan data dari 5 stasiun
hujan pada DAS Deluwang tahun 2001.
Nilai koefisien Thiessen untuk DAS
Deluwang ditampilkan pada Tabel 2.

Gambar 11. Grafik Hasil Pemodelan


Berdasarkan Orde 5
dengan Hujan Rata-Rata Thiessen

Sumber : Hasil Analisa Peta DAS


Deluwang
Gambar 9. Polygon Thiessen DAS
Deluwang
Gambar 12. Grafik Hasil Pemodelan
Berdasarkan Orde 4

7
ini menggunakan 2 metode, yaitu RMSE
dan Nash. Berikut hasil kalibrasi dari
pemodelan dengan menggunakan dasar
orde 5 dengan memasukkan curah hujan
rata-rata aritmatik.

a. Nash
E = 1-
Gambar 13. Grafik Hasil Pemodelan
Berdasarkan Orde 3 E=1-

E = - 0.508
b. Root Mean Square Error

E=

E=

Gambar 14. Grafik Hasil Pemodelan E= 2.652


Berdasarkan Orde 2
Dengan cara yang sama hasil kalibrasi
dari pemodelan selanjutnya ditampilkan
pada Tabel 3
Tabel 3. Hasil Kalibrasi Pemodelan DAS
Deluwang
No Pembagian Jumlah Jumlah Meto
sub das Sub Conduit Kalib
DAS NASH
1 Berdasarkan
orde 5
Gambar 15. Grafik Hasil Pemodelan dengan
Berdasarkan Orde 1 analisa 1 - -0.508
hujan
Dari hasil analisa secara grafik dapat metode
diketahui bahwa hasil pemodelan yang aritmatika
paling optimal adalah dengan membagi 2 Berdasarkan
sub das berdasarkan orde 1 sungai. Hal orde 5
ini cukup beralasan karena pada konsep dengan
model SWMM masing-masing sub das -
analisa 1 -
mendapat input parameter berupa 0.4996
hujan
kemiringan dan koefisien manning dari metode
lahan dalam sub das tersebut, sehingga Thiessen
perhitungan dari seluruh das tersebut 3 Berdasarkan
menjadi lebih akurat dan presisi. 3 1 -2.635
orde 4
4 Berdasarkan
Kriteria Penampilan Model (Kalibrasi) 12 7 0.204
orde 3
Untuk menganalisa hasil 5 Berdasarkan
pemodelan tersebut selanjutnya 26 19 0.877
orde 2
dilakukan analisa untuk menilai kriteria 6 Berdasarkan
penampilan dari model tersebut atau 111 69 0.979
orde 1
yang lebih dikenal dengan kalibrasi. Sumber : Hasil Perhitungan
Adapun metode kalibrasi pada penelitian
8
¾ RMSE : 4.118
Dari beberapa pemodelan tersebut dapat ¾ Pemodelan dengan orde 3
disimpulkan bahwa pemodelan dengan ¾ Nash : 0.204
mendasarkan pembagian sub das pada ¾ RMSE : 1.923
orde 1 memberikan hasil paling optimal ¾ Pemodelan dengan orde 2
dibandingkan dengan pemodelan yang ¾ Nash : 0.877
lain yaitu dengan nilai Nash 0.979 ¾ RMSE : 0.759
(mendekati 1) dan nilai RMSE 0.313 ¾ Pemodelan dengan orde 1
(mendekati 0). Namun dengan melihat ¾ Nash : 0.979
hasil pemodelan dengan orde 2 dimana ¾ RMSE : 0.313
hasil nilai Nash 0.877 dan nilai RMSE
0.759 juga dapat dikatakan ideal Saran
mengingat pada pemodelan dengan orde Dengan melihat hasil pemodelan secara
2 hanya menggunakan 26 sub das keseluruhan maka penulis menyarankan
sedangkan dengan orde 1 jauh lebih untuk pemodelan dengan menggunakan
banyak yaitu 111 sub das. program bantu SWMM dapat
menggunakan dasar orde sungai. Untuk
KESIMPULAN kasus DAS Deluwang pemodelan dapat
Dari hasil beberapa pemodelan yang menggunakan orde 2 atau 1, namun
dilakukan di DAS Deluwang, maka dapat dengan hasil yang didapat dari kedua
disimpulkan beberapa hal yaitu : pemodelan tersebut maka pemodelan
a. Metode pembagian sub-sub das cukup dengan menggunakan orde 2
pada pemodelan DAS Deluwang karena dengan lebih sedikit pembagian
dilakukan berdasarkan orde sub das pemodelan dengan orde 2
sungai yang terdapat di jaringan hasilnya sudah mampu mendekati
Sungai Deluwang, yaitu orde 1 s/d kondisi ideal.
5 dengan masing-masing metode
memiliki karakter dan parameter
yang berbeda-beda. DAFTAR PUSTAKA
b. Dari pemodelan yang telah G. Drogue, A.El Idrissi, L. Pfister, T.
dilakukan dapat disimpulkan Leviandier, J.F. Iffly, adn L. Hoffmann :
bahwa semakin kecil orde yang Calibration of a Parsimonious Rainfall-
digunakan untuk pembagian sub Runoff Model : a Sensitivity Analysis
das maka model cenderung from Local to Regional Scale, Journal of
mengikuti grafik debit lapangan. Hydrology, 1999.
Hal ini terlihat dari grafik
perbandingan debit simulasi dan J.K. and C.H. Hardison (1960). Double-
debit lapangan dari masing- mass curves. U.S. Geological Survey
masing percobaan. Water-Supply Paper 1541-B
c. Kalibrasi dengan menggunakan
metode Nash dan RMSE Konings, Alexandra (2006), Detailed
memberikan hasil : Modelling of an Urban Drainage Basin,
¾ Pemodelan dengan orde 5 Massachusetts Institute of Technology,
(aritmatik) : Massachusetts.
¾ Nash : -0.508
¾ RMSE : 2.652 Muntreja, K.N. (1982), “Applied
¾ Pemodelan dengan orde 5 Hydrology” Mc Graw-Hill Book Co. Inc,
(Thiessen) New Delhi, P.650-654.
¾ Nash : -0.499
¾ RMSE : 2.645 Tim Dosen Hidro (2006), Modul Ajar :
¾ Pemodelan dengan orde 4 Hidrologi, Jurusan Teknik Sipil ITS
¾ Nash : -2.635 Surabaya
9
U.S. Federal Council for Science and
Technology,”Scientific Hydrology”

Wilson, E.M. (1983) Engineering


Hydrology, 3rd edition. Macmillan Press,
London. P.27.

10

Anda mungkin juga menyukai