Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Model hujan limpasan berbasis lumped yang saat ini sering digunakan dalam peramalan
ketersediaan air di Wilayah Sungai Lombok adalah Model Mock. Model ini dikembangkan
di Indonesia oleh Dr. Mock dengan hasil model simulasi yang relatif sederhana dan cukup
baik dalam penaksiran debit sungai dengan interval waktu setengah bulanan. Model ini
bertujuan menggambarkan tanggapan Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap proses
hidrologi yang terjadi. Metode ini hanya membutuhkan data iklim dan karakteristik Daerah
Aliran Sungai (DAS) yang dinyatakan pada beberapa parameter, sedangkan hasil
perhitungannya adalah aliran limpasan permukaan langsung dan aliran dasar (base flow).
Model ini menetapkan nilai tertentu untuk parameter-parameter yang berhubungan dengan
karakteristik hidrologi DAS, namun hal ini berdampak pada terjadinya penyimpangan atau
kesalahan (error) antara debit sungai hasil pemodelan dan observasi..

Salah satu model hidrologi berbasis Semi terdistribusi adalah Model Soil Water
Assesment Tool (SWAT) yang dikembangkan oleh USDA Agricultural Research Service
(Neitsch dkk., 2004) yang efisien secara komputerisasi, dan mampu membuat simulasi
untuk jangka waktu yang panjang. Komponen utama model adalah iklim, tanah, tutupan
lahan termasuk pola tanam dan pengelolaan tanaman, kelerengan, suhu, dan curah hujan.
Dalam SWAT DAS dibagi menjadi beberapa subbasin yang kemudian dibagi lagi kedalam
unit respon hidrologi (Hydrologic Response Units = HRU) yang memiliki karakteristik
tutupan lahan, kelerengan, dan tanah yang homogen. HRU didistribusikan pada subbasin
secara spasial dalam simulasi SWAT (Neitsch et al. 2011). Dalam perkembangannya,
SWAT berintegrasi dengan Program ArcGIS sebagai Interfacenya sehingga dikenal sebagai
ArcSWAT.

Pulau Lombok terbagi atas 197 DAS yang secara keseluruhannya disebut Wilayah
Sungai (WS) Lombok. Wilayah bagian barat Pulau Lombok secara alamiah memiliki
sumber air yang lebih cukup dibanding wilayah bagian tengah dan sebagian bagian timur.
Sedangkan Pulau Lombok bagian utara memiliki karakteristik topografi yang lebih terjal
dengan sungai yang relative lebih pendek. Wilayah bagian timur terdiri dari Kabupaten
Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Timur bagian selatan, sedangkan wilayah bagian

4
utara terdiri dari Kabupaten Lombok Utara dan Kabupaten Lombok Timur bagian utara.
Selain perbedaaan karakteristik DAS tersebut, dijumpai pula perbedaan pengembangan
pengelolaan dan pemanfaatan airnya dengan kategori DAS utilitas dan DAS non utilitas.
DAS Utilitas sebagian besar terletak di bagian barat dan bagian tengah pulau. Pada beberapa
DAS ini, terdapat stasiun pengamatan muka air sungai. Berdasarkan ketersediaan data dan
distribusi spasial lokasi stasiun pengamatan muka air sungai serta dengan memperhatikan
keterwakilan karakteristik topografi DAS di WS Lombok, dipilih 5 (lima) titik pengamatan
muka air sungai berjenis AWLR (Automatic Water Level Recorder) antara lain yaitu AWLR
Aik Nyet dan AWLR Karang Makam mewakili ketersediaan air wilayah barat; AWLR
Santong dan AWLR Tanjung mewakili ketersedian air di wilayah utara; dan AWLR
Semaye. Mewakili ketersediaan air di wilayah timur.

Sesuai dengan tujuan pengelolaan DAS, maka penggunaan teknik pemodelan hidrologi
yang tepat dalam sebuah prediksi hujan limpasan, harus disesuaikan dengan data dasar yang
ada. Perhitungan dengan menggunakan model hidrologi berbasis lumped dan quasi
distributed dimungkinkan memberikan hasil debit limpasan yang berbeda. Oleh karena itu
penelitian terkait perhitungan debit limpasan dengan kedua model tersebut diperlukan.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan tujuam dari penelitian ini adalah:
a. Untuk menentukan besaran angka korelasi dan tingkat akurasi yang dihasilkan oleh
model lumped (mock) dan model quasi distributed (ArcSWAT) terhadap debit terukur pada
5 lokasi AWLR di Pulau Lombok.
b. Untuk mengetahui signifikasi perbedaan besaran angka korelasi dan tingkat akurasi
kedua model dalam memodelkan hujan-limpasan di WS Lombok..

Anda mungkin juga menyukai