Anda di halaman 1dari 4

2.

3 Ketersediaan Ai
Ketersediaan air merupakan debit yang tersedia guna keperluan tertentu
(irigasi, air minum, industri maupun PLTA) dengan resiko kegagalan yang telah
diperhitungkan. Ketersediaan air diperhitungkan dari aliran yang sudah ada (base
flow) ditambah degan curah hujan yang jatuh di catchment area yang kemudian
diolah untuk menghitung debit andalan. Ketersediaan air ditentukan dengan
interval waktu setengah bulanan atau bulanan. Debit minum sungai dianalisis atas
dasar debit harian sungai dengan data curah hujan (Runtulalo, 2009).
Menurut Notodihardjo (1989), permasalahan pertambahan penduduk yang
berkembang dengan cepat tanpa disertai distribusi geografis yang merata,
kebutuhan akan pangan tanpa bisa mengurangi kecenderungan konsumsi akan
beras, dan peningkatan kesempatan kerja utamanya dalam bidang pertanian dan
industri yang mengakibatkan lonjakan kebutuhan air untuk kedua bidang tersebut,
adalah tiga permasalahn pokok yang menyebabkan ketidakseimbangan antara
persediaan dan permintaan (supply and demand) akan air.
2.3.1 Ketersediaan Air Sungai
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai,
sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan
pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, air mengalir
selalu berada di posisi paling rendah dalam lanskap bumi, sehingga kondisi sungai
tidak dapat dipisahkan dari kondisi daerah aliran sungai.
Ketersediaan air sungai yang dimaksud adalah volume air yang senantiasa
dapat digunakan dari sungai-sungai yang mengalir pada DAS. Menurut Soemarto
(1993), penetuan debit andalan atau yang di dalam istilah penelitian ilmiah
dinyatakan sebagai peluang terlampauinya besaran debit tertentu dalam suatu
pekerjaan biasanya dicari terlebih dahulu guna penentuan debit perencanaan yang
diharapkan tersedia di sungai. Peluang terjadinya debit tersebut dapat dicari
dengan membuat terlebih dahulu garis durasi untuk debit debit yang disamai atau
dilampaui. Setelah itu baru ditetapan frekuensi kejadian yang di dalamnya
terdapat paling sedikit satu kegagalan. Menurut pengamatan, besarnya debit
andalan yang diambil untuk penyelesaian optimum penggunaan air di beberapa
macam pekerjaan seperti terlihat pada tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Besarnya Keandalan Debit untuk Berbagai Keperluan
Peluang
Kebutuhan
(%)
Air Minum 99
Air Irigasi 95-98
Air irigasi
 Daerah beriklim setengah lembab 70-85
 Daerah beriklim kering 80-95
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 85-90
Sumber : Soemarto, 1993 : 137

Untuk mengetahui ketersediaan air di sungai diperlukan data yang cukup


panjang dan handal, sehingga informasi keragaman debit terhadap waktu dan
kejadian debit rendah dan tinggi dapat tercakup dan mewakili kejadian kejadian
tersebut. Dengan data cukup panjang dapat digunakan analisis statistika untuk
mengetahui gambaran umum secara kuantitatif besaran jumlah air (Mulyantari
dan Adidarma, 2003)
2.4 Analisis Hidrologi
Fenomena hidrologi sangatlah kompleks, dan mungkin sulit untuk dapat
dipahami seluruhnya. Untuk dapat memahami fenomena yang ada di alam, kita
membutuhkan suatu abstraksi (penyederhanaan). Demikian juga untuk memahami
siklus hidrologi kita membutuhkan penyederhanaan dari fenomena tersebut.
Penyederhanaan yang dimaksud di sini adalah menempatkan fenomena tersebut
ke dalam suatu model. Dengan kata lain, model adalah suantu perkiraan atau
penyederhanaan dari realitas yang sebenarnya. Tujuan dari model hidrologi adalah
untuk mempelajari siklus air yang ada di alam dan meramalkan outputnya. Model
hidrologi dapat digunakan untuk peramalan banjir, perencanaan bendungan,
pengaturan bendungan, pengelolaan, dan pengembangan DAS (Indarto, 2010).
2.4.1 Model Hujan-Debit Menurut Penelitian Terdahulu
Menurut Bappenas (2007), salah satu metode pendekatan model hujan-
debit yang lazim digunakan di Indonesia adalah metode Mock karena
penerapannya mudah dan jenis data yang digunakan relatif lebih sedikit seperti
data curah hujan, data klimatologi dan data topografi catchment area daerah yang
ditinjau. Anggraeni (2010), telah melakukan penelitian tentang keandalan metode
Mock yang diaplikasikan pada Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Rokan. Hasil
model limpasan hujan menggunakan metode Mock bahwa diukur berdasarkan
kriteria kesalahan sistematis (ME) adalah sebesar 41,63% dan hasil analisa
metode Mock berada di bawah (under-estimate) data debit AWLR Dalu-dalu
Tingkat keteepatan (RMSE) dan ketelitian (S) terhadap data rekaman debit pada
sub DAS Rokan berturut- turut adalah sebesar 56,35% dan 38,30%.
Pada tahun 1994 ahli hidrologi Rob Van der Weert berkebangsaan belanda
melakukan penelitian dengan mengembangkan model hujan-debit yang lazim
desebut Model RainRun khusus untuk klimatologi yang berlaku di Indonesia.
Perbedaannya dengan model-model lain yang dikembangkan adalah pada konsep
pembedaan penutup tanah berupa hutan dan bukan hutan. Model yang
dikembangkan oleh Rob van der Weert ini menjadi sangat relevan untuk dijadikan
kajian analisis hujan aliran limpasan di Indonesia khususnya di Provinsi Riau
dengan memasukkan parameter kunci perubahan hutan pada model tersebut
Jayadi (2008) melakukan penelitian keandalan model Rain Run yang
diaplikasikan pada Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) citarum. Hasil model hujan-
debit menggunakan model RainRun diukur berdasarkan kriteria kesalahan Volume
Error (VE) adalah sebesar 5 %, kriteria keofisisen korelasi R adalah sebesar 0,855
dan koefisien efisiensi (CE) sebesar 0,70, baik untuk tahap kalibrasi, verifikasi
serta simulasi model membuktikan unjuk kerja yang cukup baik untuk diterapkan
di DAS Citarum Pulau Jawa.
Suprayogi dkk (2012) juga melakukan penelitian keandalan model Rain
Run yan diaplikasikan pada Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Indragiri. Hasil
utama penelitian menunjukan bahwa penerapan model RainRun untuk DAS
indragiri pada tahap kalibrasi diperoleh nilai Root Mean Square Error (RMSE)
1,327 % dan tahap verifikasi diperoleh nilai RMSE 2,128 %. Sedangkan hasil
analisa model Mock pada tahap kalibrasi diperoleh nilai RMSE 5,298 % dan
tahap verifikasi diperoleh nilai RMSE 13,760 %. Hasil komparasi model RainRun
dan model Mock dengan menggunakan uji parameter statistik RMSE
menunjukkan bahwa tingkat kesalahan model RainRun lebih rendah bila
dibandingkan menggunakan model Mock.
Model yang akan digunakan untuk menghitung debit andalan sungai
dalam penelitian ini adalah model RainRun. Berdasarkan dari penelitian
sebelumnya model RainRun menunjukkan nilai kesalahan yang rendah.

Anda mungkin juga menyukai