Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banjir merupakan fenomena alam yang sulit diprediksi jika tidak
tersedia teknologi peramalan dan peringatan dininya sehingga seringkali
mengakibatkan kerusakan dan kerugian yang sangat besar saat peristiwa tersebut
terjadi. Sungai Bengawan Solo merupakan sungai terpanjang di Pulau Jawa yang
sering terjadi banjir. Luapan yang terjadi di Bengawan Solo ini hampir terjadi
setiap tahunnya dan menggenangi hingga beberapa kabupaten sekaligus. Karena
datangnya yang selalu tak terprediksi, banjir Bengawan Solo ini mengakibatkan
banyak kerusakan dan kerugian.
Sebuah sistem peringatan dini akan datangnya bahaya kiranya sangat
penting untuk meminimalisasi bahaya terutama korban jiwa. Peringatan dini ini
sendiri dapat dilaksanakan jika telah dilakukan peramalan banjir dari badan atau
organisasi pemerintahan terkait seperti Dinas Pengairan dan LITBANG. Akan
tetapi, di lain sisi peramalan banjir sendiri membutuhkan tahapan pengembangan
dan perencanaan sistem serta operasi peramalan dengan biaya yang tidak sedikit
pula.
Peramalan banjir berkaitan erat dengan proses hidrologi yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor meteorologi. Proses dari hujan sampai menjadi
debit banjir membutuhkan waktu dan sangat dipengaruhi oleh karakteristik daerah
aliran sungai (DAS), lokasi terjadinya hujan pada suatu daerah pengaliran, serta
kondisi tanah pada saat terjadinya hujan tersebut. Peramalan banjir dan peringatan
dini memanfaatkan waktu tenggang (time lag) dari jatuhnya hujan hingga
terjadinya limpasan di sungai.
Data hujan yang dibutuhkan adalah data hujan pada stasiun-stasiun
hujan yang dominan di DAS. Permasalahan yang sering ditemui di lapangan
adalah data curah hujan dan data tata guna lahan yang dipantau tidak dapat
mewakili DAS tersebut karena data-data tersebut masih sangat sulit diperoleh
terutama di daerah-daerah pedalaman. Keterbatasan data itulah penyebab utama
kesulitan dalam permodelan hidrologi. Selama ini, perhitungan debit banjir

1
rencana masih menggunakan metode manual seperti metode Nakayasu. Sehingga
ketergantungan pencatatan data di lapangan masih sangat tinggi serta penggunaan
nilai-nilai koefisien berdasarkan perumusan tersebut.
Muncul dan berkembangnya system penginderaan jauh (remote
sensing) merupakan sebuah teknologi yang mampu melakukan pemantauan dan
identifikasi berbagai hal di permukaan bumi melalui citra satelit. Teknologi ini
menggunakan sebuah sistem yang dinamakan Sistem Informasi Geografis (SIG)
atau Geographic Information System (GIS). Perkembangan SIG dari tahun ke
tahun semakin kompleks saja mulai dari analisa data, modeling data spasial
hingga inventarisasi data sederhana (Arini, 2005).
Pemerintah pun berinisiatif ingin mengurangi kesalahan perhitungan
debit sungai hasil dari konversi curah hujan. Hal yang dilakukan pemerintah
adalah memasang alat pengukur debit di sungai yaitu AWLR (Automatic Water
Level Recorder). Tujuan dari pemsangan alat ini adalah untuk mengetahui muka
air sungai yang nantinya dapat diketahui secara cepat debit dari sungai tersebut.
Dan sekali lagi, pemakaian alat ini pun memiliki kendala besar yaitu belum
tersebarnya alat ini di beberapa pos pengamatan. Sehingga pencarian data melalui
data debit sungai pun masih mengalami permasalahan terutama di daerah luar
Pulau Jawa.
Munculnya sebuah permodelan hidrologi menggunakan konsep
distributed model pada program free bernama IFAS (Integrated Flood Analysis
System). Software ini menggunakan data curah hujan dari satelit dan curah hujan
hasil pengamatan. Adapun output dari IFAS ini adalah nilai debit atau run-off dari
sungai di titik tinjau (ICHARM, 2012).
Permasalahan disini adalah seberapa besar tingkat akurasi dari IFAS
ini. Sehingga dibutuhkan sebuah parameter pengukur dengan kondisi nyata (real-
time). Parameter yang digunakan adalah data AWLR dari beberapa pos di
Bengawan Solo. Parameter yang didapat adalah nilai konversi atau kalibrasi. Nilai
konversi ini akan menunjukkan seberapa dekat nilai peramalan IFAS
dibandingkan dengan data debit hasil pengukuran langsung AWLR. Pada
permodelan Bengawan Solo di program IFAS akan digunakan data hujan

2
pengamatan dan data satelit. Keduanya akan saling dibandingkan untuk
mendapatkan range sensivitas parameter.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana memodelkan aliran pada Daerah Aliran Sungai (DAS)
Bengawan Solo melalui program IFAS ?
2. Berapa nilai parameter model (surface, aquifer dan river channel)
sehingga memberikan keandalan optimum pada model ?
3. Bagaimana performa model IFAS dalam permodelan hujan debit
dibandingkan dengan hasil pengukuran ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian yang menjadi target penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan model aliran pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan
Solo melalui program IFAS.
2. Mengetahui nilai parameter model (surface, aquifer dan river channel)
yang memberikan keandalan optimum pada model.
3. Mengetahui performa model IFAS dalam permodelan hujan debit
dibandingkan dengan hasil pengukuran.

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun penelitian ini nantinya dapat bermanfaat untuk memodelkan DAS
di pelosok-pelosok daerah terpencil terutama Indonesia. Hal ini dikarenakan
selama ini kurangnya data dan pencatatan data debit di DAS-DAS daerah-daerah
terpencil dan luar Pulau Jawa.

1.5 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam studi permodelan hujan debit ini adalah :
1. Permodelan ini hanya dilakukan perubahan atas dasar tiga parameter yang
ditetapkan berikutnya.

3
2. Keandalan permodelan didasarkan pada metode Root Mean Square Error
(RMSE), Nash dan VE

Anda mungkin juga menyukai