Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENGELOLAAN LIMBAH INDUSTRI


LIMBAH INDUSTRI FURNITURE/MEBEL

DISUSUN OLEH :

Abdil Aziz Al Hakim


NIM. 1407121969

Daniel Ilham Wahyudi


NIM. 1407122769

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. David Andrio, S.T., M.Si


NIP. 198001004 200501 1 003

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Industri mebel Indonesia ternyata masih memiliki pamor yang mengilap di
pentas perdagangan dunia. Permintaan yang dilayangkan oleh para pembeli di
ajang beberapa pameran memang merupakan sebuah peluang emas untuk
meningkatkan kinerja ekspor mebel negeri ini. Namun demikian, untuk
mewujudkan hal itu, tentu tak semudah membalikan telapak tangan. Kemampuan
produsen nasional dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan dalam
jumlah banyak, harus benar-benar dibuktikan. Pemerintah juga telah
mengupayakan untuk mengembangkan industri mebel. Apalagi sektor ini telah
ditetapkan pemerintah sebagai salah satu dari 10 komoditas unggulan ekspor
Tanah Air. Dengan kata lain, ekspor mebel masih bisa menjadi primadona untuk
menghasilkan devisa negara.Industri mebel adalah salah satu bentuk industri yang
bergerak di bidang perkayuan. Dimana dalam hal ini pasti juga akan
menghasilkan berbagai jenis limbah dalam pengolahannya.Bagi masyarakat
Indonesia limbah merupakan sesuatu yang sangat kurang pengelolaannya,
kesalahan dalam mengelola akan menyebabkan limbah semakin berbahaya bagi
lingkungan dan masyarakat, sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan dan
bahaya penyakit bagi masyarakat, contohnya pencemaran lingkungan terutama
pencemaran pada air yang pada akhirnya menyebabkan banjir disaat musim
penghujan tiba. Limbah yang biasanya muncul dari industri mebel antara lain
adalah limbah kayu, limbah bahan pelitur, dan limbah tiplek yang berasal dari
bahan dasar pohon.
Semakin banyak jumlah pengangguran masyarakat di Indonesia maka semakin
banyak pula muncul berbagai industri-industri rumah tangga yang dapat menyerap
banyak penganguran yang mewabah di Indonesia. Misalkan limbah triplek,
limbah industri mebel dipandang oleh masyarakat sebagai bahan yang sudah tidak
bisa dimanfaatkan, sehingga untuk memaksimalkan pemanfaatan yang memiliki
nilai jual dan seni tinggi, diperlukan kreatifitas dalam membentuk kerajinan
tangan tersebut. Atas dasar hal tersebut, maka munculah gagasan untuk
memanfaatkan limbah tiplek yang tidak dimanfaatkan menjadi lebih bermanfaat.
Dalam proses pembuatan kerajinan tangan berbahan limbah pabrik mebel
sangatlah mudah dan sederhana, sehingga dapat dengan mudah diproduksi dalam
jumlah yang banyak. Selama ini limbah pabrik mebel hanya dibuang atau dibakar
karena dianggap sudah tidak bermanfaat, padahal limbah pabrik mebel
mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi kerajinan tangan yang bernilai
jual dan seni tinggi seperti hiasan perabotan rumah tangga, mainan anak dan lain -
lain. Salah satu upaya untuk mewujudkan hal tersebut ialah dengan memberikan
kreasi pada sisi bentuk ( form ), penampilan ( style ), dan promosi ( promotion ).
Namun hingga saat ini, pengolahan limbah mebel yang berupa potongan-
potongan kayu masih sangatsedikit meskipun sebenarnya jika diolah dengan baik,
limbah kayu tersebut dapat dirubah menjadi produk- produk yang bernilai
ekonomis. Oleh karena itu, pengolahan mebel dapat dijadikan sebagai peluang
wirausaha. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah mebel menjadi produk bernilai
ekonomis, yaitu dengan pembuatan kerajinan dari potongan kayu limbah mebel.
Bentuk kerajinan kayu tersebut dapat berupa sabak, tempat pensil, piring saji,dan
banyak alternatif lain. Limbah padat yang di hasilkan oleh industri-industri sangat
merugikan bagi lingkungan umum jika limbah padat hasil dari industri tersebut
tidak diolah dengan baik untuk menjadikannya bermanfaat.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang pendahuluan maka timbul rumusan masalah
sebagai berikut:
1.Bagaimana sejarah mebel atau furniture?
2.Bagaimana cara atau proses pembuatan suatu mebel?
3.Apa saja limbah yang dihasilkan dari proses produksi mebel?
4. Bagaimana pengelolaan/pengolahan limbah hasil produksi mebel?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Mebel

Mebel atau furniture adalah perlengkapan rumah yang mencakup semua


barang seperti kursi, meja, dan lemari. Mebel berasal dari kata movable, yang
artinya bisa bergerak. Pada zaman dahulu meja kursi dan lemari relatif mudah
digerakkan dari batu besar, tembok, dan atap. Sedangkan kata furniture berasal
dari bahasa Prancis fourniture (1520-30 Masehi). Fourniture mempunyai asal kata
fournir yang artinya furnish atau perabot rumah atau ruangan. Walaupun mebel
dan furniture punya arti yang beda, tetapi yang ditunjuk sama yaitu meja, kursi,
lemari, dan barang lainnya.
Dalam kata lain, mebel atau furniture adalah semua benda yang ada di rumah
dan digunakan oleh penghuninya untuk duduk, berbaring, ataupun menyimpan
benda kecil seperti pakaian atau cangkir. Mebel terbuat dari kayu, papan, kulit,
sekrup,dan lainnya

2.2 Pembuatan Mebel

1. Logs

Kayu-kayu berbentuk bundar dengan diameter bervariasi dari 25-80 cm


(tergantung jenis kayu) ini adalah hasil dari penebangan pohon di hutan dan
belum melalui proses apapun kecuali tindakan pencegahan retak pada ujung
log. Pada beberapa jenis kayu dilakukan pengupasan kulit pohon dengan
tujuan percepatan pengeringan kayu. Kayu log ini kemudian digergaji untuk
mendapatkan ukuran papan dan balok sesuai kebutuhan.
Untuk mendapatkan log yang baik dengan kualitas tinggi diperlukan kayu-
kayu yang berkualitas dan berumur tua. Penebangan dapat dilakukan dengan
cara manual maupun mesin,mesin yang digunakan adalah gergaji mesin atau
chainsaw. Merk mesin chainsaw antara lain adalah: Sthil, New West maupun
merk yang lainnya.

2. Penggergajian

Agar dapat diproses dengan alat pengering kayu lebih lanjut, pembelahan
log dibuat sedemikian rupa sehingga dimensi kayu sesuai dengan ukuran
ruangan pengering kayu dan ukuran perabot yang akan dibuat. Mesin yang
digunakan adalah bansaw atau gergaji pita. Dengan menggunakan gergaji pita
kayu log dapat dibelah sesuai ukuran yang dikehendaki dan kayu akan sedikit
yang terbuang karena dapat dibelah sampai bentuk yang tipis/ kecil.

3. Pengeringan Kayu

Kayu harus dikeringkan karena sifat fisiknya yang bisa berubah bentuk
seiring dengan berubahnya kadar kandungan air di dalam kayu. Pengeringan
juga dapat sekaligus digunakan untuk pemberian insektisida agar kayu
terhindar dari berbagai serangga dan penyakit sehingga kayu akan menjadi
awet dan kuat. Metode pengeringan bisa bermacam-macam seperti gambar
dibawah.
4. Pembahanan Dasar

Kayu paling ideal dibelah dan dipotong ketika sudah kering dan proses ini
dilakukan di ruang pembahanan. Pada proses ini kita harus mengetahui
dengan tepat ukuran-ukuran komponen untuk perabot pada waktu jadi
sehingga pengaturan tentang rendemen dan serat kayu sesuai dengan posisi
komponen akan dapat diatur dengan benar. Bahan kayu hanya dibuat pola
hingga ukuran kasar tapi sudah dilakukan pemilihan kualitas terutama
terhadap mata kayu, kayu gubal dan cacat kayu alami yang lainnya.
Pemeriksaan kualitas bahan dalam hubungannya dengan cacat alami kayu
harus dilakukan pada tahap ini.

5. Konstruksi

Dimulai dengan penyerutan kayu untuk menghasilkan permukaan yang


halus, lalu pemotongan pada sisi panjang sebagai ukuran jadi hingga
pembuatan lubang kontruksi adalah proses paling panjang di dalam produksi
furniture kayu. Beberapa komponen atau bagian furniture seringkali harus
melalui proses pada mesin yang sama secara berulang-ulang.
Proses kontruksi meliputi:

1. Pembuatan lubang dowel

2. Pembuatan tenon & mortise

3. Alur dan takikan

4. Pingul pada sisi ujung kayu; dan lain-lain

6. Pengamplasan

Pertama kali harus dilakukan ketika benda kerja selesai melalui proses
kontruksi. Dan proses ini membutuhkan beberapa kali dengan grit amplas
yang berbeda secara bertahap. Di dalam tahap ini sudah seharusnya tidak ada
lagi cacat kayu pecah, retak atau warna karena hal tersebut seharusnya
dilakukan pada saat proses kontruksi. Pengamplasan pada bidang kecil dan
sempit dapat dilakukan dengan amplas manual/ tangan. Pada produk furniture
seperti kursi, lemari, meja dilakukan setelah proses perakitan. Untuk
mempercepat proses pengamplasan pada bidang yang lebar dapat
menggunakan mesin-mesin berikut:
7. Perakitan

Tergantung pada jenis produk anda, apabila produk tersebut adalah produk
Knock Down atau Lepasan, maka perakitan bisa dilakukan setelah finishing.
Namun demikian untuk komponen semisal pintu dan laci perlu dirakit
terlebih dahulu. Apabila semua komponen yang memerlukan pra-perakitan
telah disetel dengan baik, maka pengamplasan bisa dilanjutkan kembali
setelah kemudian finishing.

8. Finishing

Semua cacat kayu dan kesalahan pengerjaan konstruksi seharusnya telah


diselesaikan ketika memasuki tahap ini. Finishing merupakan tahap akhir
pada proses pembuatan furniture. Sebagai langkah penyelesaian ketika semua
komponen telah tersambung dengan baik. Finishing dilakukan setelah tahap
perakitan dan pengamplasan selesai kemudian dilanjut dengan pengecatan
atau plitur/ vernis sesuai kebutuhan. Untuk finishing pada industry menengah
sudah menggunakan mesin-mesin. Sebagai mesin utamanya adalah
compressor untuk menyemprotkan angin sehingga hasil plisturan akan lebih
rapi dan merata.

2.3 Limbah Yang Dihasilkan dari Produksi Suatu Mebel

1. Potongan kayu dan serbuk gergaji sebagai bahan dasar pembuatan perabot
kayu.Serbuk gergaji dan serpihan kayu dari proses produksi saat ini pada
umumnya dimanfaatkan oleh pabrik sebagai bahan tambahan untuk
membuat plywood, MDF (medium Density Fiber board) dan lembaran
lain. Pada perusahaan dengan skala kecil dan lokasi yang jauh dari pabrik
pembuat chipboard memanfaatkan limbah ini sebagai bahan tambahan
pembakaran boiler di Kiln Dry. Sebagian pula dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar sebagai bahan bakar untuk industri yang lebih kecil
seperti batu bata, kermaik atau dapur rumah tangga.
2. Limbah bahan finishing beserta peralatan bantu lainnya. Limbah ini
merupakan terbanyak kedua setelah kayu dan pada kenyataannya (di
Indonesia) belum begitu banyak perusahaan yang menyadari dan
memahami betul tentang tata cara penanganan limbah tersebut. Beberapa
masih melakukan pembuangan secara tradisional ke sungai dan ke dalam
tempat pembuangan tertentu di dalam area perusahaan tanpa
mempertimbangkan dampak lingkungannya. Bahkan ada beberapa
perusahaan yang 'menjual' thinner bekas kepada penduduk yang tinggal di
sekitar pabrik dan selanjutnya diproses untuk keperluan lain yang kurang
jelas.

3. Limbah kimia sekunder sebagai hasil dari alat bantu dari sebuah industri
kayu. Accu dari mesin forklift, oli/pelumas bekas, lampu bekas, tinta dan

lain-lain. Limbah ini belum begitu besar volumenya akan tetapi masih
belum terkoordinasi dengan baik. Kebanyakan dari sejumlah industri tidak

benar-benar membuang limbah ini keluar dari pabrik. Kadang - kadang

hanya disimpan di sebuah area engineer atau gudang barang bekas dan
ditumpuk bersama - sama dengan peralatan bekas yang lain

2.4 Pengelolaan/ pengolahan limbah

Sebagaimana diketahui, limbah kayu adalah bahan organik yang terbentuk

dari senyawa-senyawa karbon seperti hollo sellulose (sellulose dan hemi


sellulose), lignin dan sedikit senyawa karbohidrat, sehingga sangat berpotensi

dijadikan sumber energi. pada sesi ini pengolahan limbah padat lebih
difokuskan pada proses pemanfaatannya baik secara langsung maupun setelah

melalui proses daur ulang.

1. Pemanfaatan Sebagai Kayu Bakar


Secara tradisional sejak dahulu, limbah kayu sudah dimanfaatkan sebagai
bahan bakar di rumah-rumah tangga untuk keperluan memasak. limbah kayu
berupa serpihan dapat langsung dijadikan kayu bakar, sedangkan limbah kayu
berupa serbuk biasanya dijadikan bahan bakar setelah dipadatkan menjadi
"angklo". Caranya, serbuk kayu setelah dikeringkan dimasukkan kedalam cetakan
berupa tunggu, kemudian dipadatkan dan langsung dapat dibakar.

2. Pemanfaatan Sebagai Bahan Baku Pupuk Organik


Limbah industri kayu, terutama yang berbentuk serbuk dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk kompos, setelah dicampur

dengan limbah - limbah lain seperti sampah organik, daun - daunan, sisa - sisa

makanan dan lumpur organik pada unit pengolahan limbah. Umumnya bahan -
bahan pencampur di atas mempunyai kadar air cukup tinggi, sehingga serbuk

kayu dismping berfungsi sebagai sumber karbon juga sebagai media penyerap air.
Bagan pembuatan kompos dari bahan baku campuran limbah - limbah organik

termasuk limbah industri perkayuan adalah seperti gambar di bawah ini.

Tahap - tahap Produksi Kompos Dari Limbah Organik


Bahan baku --> fermentasi tahap I --> fermentasi tahap II --> sizing & packaging -

- > kompos
Pertama, campuran bahan baku ditumpuk dalam ruangan yang diberi atap agar

tidak terkena hujan. Kemudian membiarkan selama sekitar 3 minggu sampai


terjadi proses penguraian senyawa - senyawa komplek berantai panjang menjadi

senyawa sederhana oleh mikroba yang ada didalam limbah tersebut. Selama

proses fermentasi suhu akan naik sampai mencapai 70oC.


Secara periodik,bahan- bahan kompos tersebut diaduk guna membebaskan

panas yang tersimpan, disamping itu fungsi lainnya adalah untuk homogenisasi
campuran. Proses ini disebut fermentasi tahap I. Selanjutnya kompos setengah

jadi hasil tahap I dipindahkan keruangan lain untuk proses lanjutan pada

fermentasi tahap II. Disini akan terjadi reaksi penyempurnaan, bahan - bahan yang
belum sempat terurai pada tahap I akan didegradasi lagi.

Proses tahap II berlangsung selama 2-3 minggu, dan suhunya berkisar antara
40 - 45 oC. Setelah proses komposting selesai, kompos hasil fermentasi tahap II
yang banyak mengandung mikroba aktif, sebagai dicampur dengan bahan baku
segar. Dengan demikian proses komposasi selanjutnya akan berlangsung lebih

cepat lagi.
Pada tahap pengayakan ( sizing ) dan pengemasan ( packaging ), pupuk

kompos dibersihkan dari kotoran - kotoran yang mungkin masih terikut, kemudian

dihaluskan sampai ukuran yang diinginkan. Produk yang sudah bersih dan halus
ditimbang, selanjutnya dimasukkan ke dalam karung dan siap untuk dipasarkan.

3. Pemanfaatan Sebagai Bahan Baku Produksi Etanol


Sebagaimana telah diuraikan di atas, limbah pada industri perkayuan

merupakan bahan organik yang komponen utamanya adalah senyawa sellulose

yang sangat berpotensi dijadikan bahan baku pada industri etanol (alkohol)
substitusi bahan bakar.

Pertama, senyawa sellulose dikoversi menjadi sakarida atau gula melalui


proses sakarifikasi dengan asam pekat. Padatan yang tidak terdekomposisi yaitu

senyawa lignin, dipisahkan dari larutan sakarida pada unit filtrasi, selanjutnya
lignin dijadikan bahan bakar padat. Asam yang terikut bersama larutan sakarida

diambil pada unit rekoveri asam, kemudian dikembalikan ke tangki sakarifikasi

untuk digunakan lagi. Larutan sakarida hasil proses sakarifikasi dimana


komponen utamanya adalah glukosa, selanjutnya difermentasi menjadi etanol

pada bioreaktor. Air limbah ini kemudian digunakan lagi pada proses produksi
setelah diolah melalui beberapa tahapan proses penetralan asam, penguraian

polutan-polutan karbon organik dan senyawa-senyawa ammonia.


BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan uraian ini dapat disimpulkan bahwa Limbah pada industri

mebel ada bermacam-macam, yaitu :

1. Potongan kayu dan serbuk gergaji


2. Limbah bahan finishing

3. Limbah kimia sekunder


Dan untuk mengurangi bahaya yang diakibatkan oleh limbah maka dapat

dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :

1. Pemanfaatan sebagai kayu bakar


2. Pemanfaatan sebagai bahan baku pupuk organik

3. Pemanfaatan sebagai bahan baku produksi etanol

Anda mungkin juga menyukai