1. Faktor Sosial
Hambatan :
a. Kurangnya produksi pertanian dalam negeri
Saat sebelum masa revolusi hijau, petani Kabupaten Klaten juga menanam berbagai
jenis pangan, seperti jagung, kedelai, tebu, dan holtikultura lainnya. Sejak kebijakan
revolusi hijau, produksi padi ditargetkan untuk swasembada nasional sehingga
mengubah seluruh areal pertanian di Klaten menjadi sawah dan sebagian kecil
dijadikan kolam ikan. Namun, kegagalan diversifikasi pertanian pangan lainnya
membuat masyarakat Klaten sangat tergantung pada beras dan pemenuhan kebutuhan
pangan lainnya harus dibeli dari luar wilayah.
b. Sebagian besar ibu hanya mengandalkan makanan tambahan yang diberikan oleh
posyandu atau membeli makanan bayi instan
Dalam hal pemberian ASI Eksklusif, hasil survei rumah tangga di Klaten (Lestari,
dkk., 2018) menunjukkan 34,4% ibu yang mempunyai balita usia 0–24 tahun tidak
memberikan ASI Eksklusif, bahkan sebanyak 26,2% tidak memberikan ASI selama 6
(enam) bulan penuh setelah anaknya dilahirkan. Sebanyak 8,2% responden
menyatakan masih menyusui anaknya yang berusia kurang dari 6 (enam) bulan.
c. Masih banyaknya ibu yang berpendidikan rendah
3. Faktor Budaya
Hambatan :
a. Di pedesaan Kabupaten Klaten, sebagian besar rumah tangga memperoleh pangan
sehari-hari dengan membeli, baik untuk kebutuhan protein maupun karbohidrat.
Saat ini, banyaknya perempuan yang masuk dalam dunia kerja di Kabupaten Klaten,
wawancara yang dilakukan pada ibu-ibu yang berusia antara 20–40 tahun yang
mempunyai anak balita penderita stunting menunjukkan bahwa tidak seluruh
makanan sehari-hari diperoleh dengan memasak. Sebagian pangan diperoleh dengan
cara membeli makanan siap untuk disaji. Pada awalnya, budaya membeli makanan
yang siap saji ini disebabkan ibu-ibu di desa juga bekerja di luar rumah untuk mencari
pendapatan tambahan sehingga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan domestik
rumah tangga menjadi berkurang.
b. Masih banyak dijumpai para ibu di Kabupaten Klaten melakukan perawatan nifas
berdasarkan budaya dan tradisinya
Para ibu di Kabupaten Klaten percaya bahwa dengan mengkonsumsi jamu wejahan
mampu memperlancar ASI, namun juga pada sebagian ibu mungkin saja terjadi
kesulitan pengeluaran ASI karena lebih banyak terpengaruh mitos sehingga ibu tidak
yakin bisa memberikan ASI pada bayinya.
4. Faktor Politik
Hambatan :
a. Belum adanya sanksi untuk penegakan perda/perbub yang berhubungan dengan
stunting
Saat ini di Klaten sudah adanya surat edaran Kepala Dinas Kesehatan tentang
pelaksanaan ANC Terpadu dimana semua ibu hamil wajib melakukan ANC terpadu
yang meliputi contact dengan dokter umum, pemeriksaan gigi, konsultasi gizi dan
pemeriksaan laboratorium dan juga pemerintah Klaten juga sudah melakukan banyak
pelatihan untuk meningkatkan gizi mencegah tingginya kasus stunting seperti
pelatihan konselor ASI, pelatihan tumbang untuk tenakes, pelatihan PMBA
(fasilitator/konselor), pelatihan motivator PMBA, namun tidak adanya sanksi yang
diterapkan
5. Faktor Situasional
Hambatan :
a. Akses pemanfaatan pangan yang kurang untuk pemenuhan nutrisi ibu hamil dan anak
balita
Di Kabupaten Klaten, kurangnya akses pemanfaatan pangan disebabkan belum
tercukupi penghasilan penduduk untuk memenuhi makanan yang bernutrisi. 40%
pengeluaran digunakan untuk membeli sereal (beras) sehingga kebutuhan untuk
protein menjadi sangat kurang (BMKG, 2017).
b. Kurangnya tempat untuk menghasilkan sayuran sendiri yang lebih alami untuk
meningkatkan gizi
Di Kabupaten Klaten beberapa rumah yang mempunyai balita stunting terlihat tidak
mempunyai halaman yang cukup untuk bercocok tanam di tanah dan sebagian
masyarakat belum terbiasa untuk menanam dengan menggunakan tanaman di pot atau
jenis hidroponik lainnya. Hal yang berbeda terjadi pada pemenuhan kebutuhan
karbohidrat. Sebagian besar pemenuhan kebutuhan karbohidrat diperoleh dari beras
yang diproduksi sendiri di Klaten.