Anda di halaman 1dari 15

KEBUTUHAN NUTRISI PADA BAYI/ANAK DARI IBU HIV

OLEH: KELOMPOK 9

NI LUH LINDA AYUNI TANIA (17089014108)

FAHMI FERDINAN FAUZAN (17089014109)

NI NENGAH PANIARI (17089014060)

TRI KARTINI DEWI MAU RESI (17089014089)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat-Nya lah sehingga
penulis dapat meyelesaikan makalah ini dalam waktu yang telah ditentukan. Dengan adanya
penulisan makalah ini semoga dapat membantu dalam pembelajaran kita dan bisa
menyelesaikan masalah-masalah,. Disamping itu kami menyadari bahwa mungkin terdapat
banyak kesalahan baik dari penulisan ataupun dalam penyusunannya yang tidak kami
ketahui.
Penulispun menyadari bahwa susunan pembuatan makalah ini belum mencapai hasil
yang sempurna. oleh karena itu, kritikan dan saran sangat diharapkan yang
bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan
Terimakasih dan semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam mengupas
imajinasi mengenai hal-hal yang masih belum diungkapkan dalam membahas tentang
“Nurtsi bayi/anak dari ibu HIV”.

Singaraja, Maret 2020

Penyusun, Kelompok 9
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR...................................................................................

DAFTAR ISI..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.....................................................................................

1.2 Rumusan Masalah................................................................................

1.3 Tujuan..................................................................................................

1.4 Manfaat................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi Nutrisi..................................................................................

2.2 Kebutuhan nutrisi pada anak normal.................................................

2.3 Kebutuhan nutrisi pada bayi normal.................................................

2.4 Definisi kebutuhan nutrisi pada bayi dan anak dengan HIV............

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………

3.2 Saran………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah gizi terkait dengan infeksi HIV perlu mendapat perhatian. Infeksi HIV merupakan
masalah yang cukup serius dan kekurangan nutrisi sering menjadi komplikasi dari penyakit
ini (Swaminathan et al., 2008). Penelitian yang dilakukan di RSUP Dr.Kariadi Semarang
pada Desember 2010 – Mei 2011 menunjukan bahwa terdapat 22 pasien (52,38%) dengan
status gizi dibawah normal/ underweight berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Andersen,
2017). Status gizi yang buruk pada pasien HIV/AIDS disebabkan karena asupan gizi yang
tidak adekuat, adanya perubahan laju metabolism tubuh, perubahan mekanisme kerja traktus
digestivus, interaksi obat dengan zat gizi (Stambullian, Feliu, & Slobodianik, 2007). Hal ini
dapat dimanfaatkan oleh HIV untuk berkembang lebih cepat dan daya tahan tubuh untuk
melawan HIV menjadi berkurang sehingga menyebabkan meningkatkan resiko terkena
infeksi oportunistik, dan mempengaruhi absorbsi obat ARV dalam tubuh (Nursalam &
Kurniati, 2009).
Menurut Nursing Intervensions Clasfifications (NIC), upaya yang dilakukan untuk mengatasi
masalah defisit nutrisi yaitu memonitoring nutrisi pasien serta memanajemen nutrisi dari
pasien HIV/AIDS tersebut (M.Bulecheck, K.Butcher, M.Dochterman, & M.Wagner, 2016).
Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) harus diberikan makanan tinggi kalori-tinggi protein
(TKTP), kaya vitamin dan mineral, serta cukup air. Syarat diet ODHA yaitu: 1) kebutuhan
zat gizi ditambah 10-25% lebih banyak dari kebutuhan minimum yang dianjurkan, 2)
diberikan dalam porsi kecil tapi teratur, 3) menghindari makanan yang diawetkan dan beragi,
4) bila pasien mendapat terapi ARV pemberian makanan disesuaikan dengan jadwal minum
obat, 5) berikan makanan rendah serat dan makanan lunak atau cair jika ada masalah
pencernaan, 6) hindari rokok, alcohol dan kafein, 7) rendah latosa dan rendah lemak jika ada
diare, 8) disesuaikan dengan penyakit infeksi yang menyertai. Jika pasien tidak bisa makan
secara oral berikan dalam bentuk enteral dan parental secara aman (NGT atau IV) (Nursalam
& Kurniati, 2009)
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah “ seperti apakah
perbedaan nutrisi bayi/amak normal dengan anak dari ibu HIV dan yang terpenting
Bagaimanakah gambaran Asuhan keperawatan pada bayi/anak dari ibu HIV”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui seperti apa pemberian nutrisi pada bayi/anak dari ibu HIV dan terpenting
bagaimana kita mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada bayi/anak dari ibu HIV

1.3.2 Tujuan Kusus


1. Untuk mengetahui definisi nutrisi
2. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pada anak normal
3. Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pada bayi normal
4. Untuk mengetahui definisi kebutuhan nutrisi pada bayi dan anak dengan HIV
1.4 Manfaat

Manfaat dalam penulisan makalah dan meteri ini adalah untuk menambah pengetahuan bagi
pembaca agar dapat menerapkaan dan berbagi ilmu pengetahuan ini berguna untuk
memajukan pengetahuan tentang kesehatann.
2.1 Definisi Nutrisi

2.1.1 pengertian nutrisi

Nutrisi adalah salah satu komponen penting yang menunjang kelangsungan proses
tumbuh kembang. Selama masa tumbuh kembang, anak sangat membutuhkan zat gizi seperti
protein, karbohidrat, lemak, mineral, vitamin, dan air. Apabila kebutuhan tersebut kurang
terpenuhi, maka proses tumbuh kembang selanjutnya dapat terhambat (Hidayat, 2006).
Nutrisi berfungsi menghasilkan energi bagi fungsi organ, gerak dan fungsi fisik, sebagai
bahan dasar untuk pembentukan dan perbaikan jaringan sel-sel tubuh dan sebagai pelindung
dan pengatur suhu tubuh (Tarwoto & Wartonah, 2006).

Nutrisi adalah elemen yang dibutuhkan untuk proses dan fungsi tubuh. Kebutuhan energi
didapatkan dari berbagai nutrisi, seperti: karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan
mineral (A. P. Potter & Perry, 2010).
2.1.2 Macam nutrisi
Nutrisi yang dibutuhkan tubuh secara umum dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Terdapat beberapa zat gizi yang berperan
penting dalam proses pertumbuhan yaitu :
a. Karbohidat
Fungsi utama karbohidrat ialah sebagai penyedia sumber tenaga utama bagi tubuh berbentuk
energi. 1 gram karbohidrat menyediakan energi sebesar 4 kilokalori (Kal) bagi tubuh.
Karbohidrat berbentuk glukosa merupakan satu-satunya sumber energi bagi otak dan sistem
saraf. Karbohidrat disimpan sebagai cadangan energi dalam tubuh berbentuk glikogen yang
disimpan dalam hati dan otot (Fikawati, Syafiq, & Veratamala, 2017). Karbohidrat dibagi
menjadi dua bentuk, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat
sederhana seperti fruktosa, glukosa, dan laktosa, dapat dijumpai dalam buah-buahan, gula dan
susu. Sedangkan karbohidrat kompleks dapat ditemukan dalam sayuran berserat, gandum,
nasi, sereal, oat dan lain sebagainya (Boyle & Roth, 2010).
b. Protein
Protein merupakan komponen utama protoplasma di dalam sel, selain ia dapat menjadi
sumber energy juga berperan penting dalam proses pertumbuhan. Protein berperan dalam
pemeliharaan jaringan, perubahan komposisi tubuh, serta proses regenerasi jaringan.
Komponen protein di dalam tubuh meningkat dari 14,6% pada masa pertumbuhan menjadi
18-19% ketika berusia 4 tahun. Estimasi kebutuhan protein pada masa pertumbuhan sekitar
1-4g/kg BB (Boyle & Roth, 2010).
c. Lemak
Lemak menyumbangkan 40-50% energi yang dikonsumsi oleh bayi. Lemak menyediakan
sekitar 60% energi yang diperlukan tubuh selama beristirahat. Walaupun kelebihan
karbohidrat dan protein dapat diubah dalam bentuk lemak, namun lemak tidak dapat diubah
dalam bentuk karbohidrat dan protein. Lemak sebagai komponen utama pembentuk membran
sel. Lemak juga membantu penyerapan dan penyimpanan vitamin larut lemak, seperti vitamin
A, D, E dan K. Asam lemak esensial, seperti asam lemak omega 3 dan omega 6 merupakan
zat nutrisi penting yang dibutuhkan dalam pertumbuhan otak. Namun, asam lemak ini
diperoleh dari luar, tidak disintesis sendiri oleh tubuh (Boyle & Roth, 2010).
d. Kalsium
Kalsium berfungsi untuk pertumbuhan dan mineralisasi tulang. Lebih dari 98% kalsium
tubuh berebntuk tulamg dan 1% nya lagi ada dalam cairan tubuh dan otot. Sebanyak 30-60%
asupan kalsium diserap oleh tubuh. Selain itu, kalsium juga membantu menjaga detak jantung
agar teratur dan mengirimkan impuls saraf. Kalsium juga digunakan dalam pembentukan
protein RNA dan DNA untuk membantu aktivitas neuromuskuler. Kekurangan kalsium dapat
mengakibatkan insomnia, kram otot, gugup, mati rasa, gangguan kognitif, depresi dan
hiperaktif (Boyle & Roth, 2010).
e. Zat besi
Zat besi adalah bahan dasar dalam pembentukan hemoglobin dan juga berperan dalam
pengangkutan oksigen dan sari-sari makanan ke seluruh sel di dalam tubuh. Hal ini penting
untuk pertumbuhan, sistem kekebalan tubuh dan produksi energy. Kekurangan zat besi dapat
disebabkan oleh aktivitas berlebih, kurangnya asupan, pencernaan yang buruk, atau konsumsi
teh dan kopi yang berlebih. Tanda-tanda kekurangan zat besi, seperti pusing, kelelahan,
gugup, dan reaksi mental melambat (Boyle & Roth, 2010).
3. Penilaian status nutrisi

a. Penilaian status nutrisi secara langsung


1) Antropometri
Antropometri memiliki arti sebagai ukuran tubuh manusia. Pengukuran menggunakan metode
ini dilakukan karena manusia mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Metode
antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan nutrisi (asupan karbohidrat dan
protein). Metode ini memiliki keunggulan dimana alat mudah, dapat digunakan berulang-
ulang & objektif (Mardalena, 2017).
Antropometri sebagai indikator status nutrisi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter ini disebut dengan Indeks Antropometri yang terdiri dari :
a) Berat badan menurut umur (BB/U)

b) Tinggi badan menurut umur (TB/U)

c) Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)

d) Lingkar lengan atas menurut umur (LLA/U)

e) Indeks masa tubuh (IMT)


Banyak sumber yang dapat digunakan untuk menggolongkan status nutrisi dengan
menggunakan indeks antropometri tetapi diperlukan tabel bantu untuk mengetahui parameter
normal.

2) Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan klinis sebagai salah satu metode penilaian status nutrisi secara langsung, secara
umum terdiri dari dua bagian yaitu riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
a) Riwayat medis

Dalam riwayat medis kita mencatat semua kejadian yang berhubungan dengan gejala yang
timbul pada penderita beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Data yang berhubungan
dengan gizi yang dikaji adalah riwayat alergi terhadap makanan, jenis diet dan pengobatan
yang sedang atau pernah dijalani oleh pasien (Mardalena, 2017)

b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Tanda – tanda klinis dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
(1) Kelompok 1, tanda-tanda yang benar berhubungan dengan malnutrisi. Baik itu karena
kekurangan salah satu zat nutrisi atau kelebihan dari yang dibutuhkan tubuh.

(2) Kelompok 2, tanda-tanda yang membutuhkan pengamatan lebih lanjut. Hal ini karena
tanda yang ada mungkin saja merupakan tanda nutrisi salah atau mungkin disebabkan oleh
faktor lain.

(3) Kelompok 3, tanda-tanda yang tidak berkaitan dengan nutrisi salah walaupun hampir
mirip. Untuk dapat mengelompokkan tanda-tanda yang ada pada pasien, pemeriksa harus
mengetahui tanda-tanda dan gejala akibat kekurangan atau kelebihan setiap zat gizi
(Mardalena, 2017).
3) Biokimia
Pemeriksaan status nutrisi menggunakan biokimia terdiri dari :
a) Penilaian status nutrisi dengan pemeriksaan hemoglobin (hb), hematokrit, besi serum,
ferritin serum, saturasi transferrin, free erytrocites protophoprin, unsaturated iron-blinding
capacity serum.

b) Penilaian status protein dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fraksi protein
yaitu albumin, globulin dan fibrinogen.

c) Penilaian status vitamin tergantung dari vitamin yang ingin kita ketahui.
d) Penilaian status mineral, misalnya iodium dinilai dengan memeriksa kadar yodium dalam
urine dan kadar hormone TSH (thyroid stimulating hormone) (Mardalena, 2017).
4) Biofisik
Pemeriksaan status nutrisi dengan biofisik adalah pemeriksaan yang melihat dari kemampuan
fungsi jaringan dan perubahan struktur. Penilaian secara biofisik dapat dilakukan dengan tiga
cara yaitu uji radiologi, tes fungsi fisik, sitologi (Mardalena, 2017).

b. Penilaian status nutrisi secara tidak langsung

1) Survei konsumsi makanan


Survei ini digunakan dalam menentukan status nutrisi perorangan atau kelompok. Survei
konsumsi makanan dimaksudkan untuk mengetahui kebiasaan makan atau gambaran tingkat
kecukupan bahan makanan dan zat nutrisi.
2) Pengukuran faktor ekologi
Faktor ekologi yang berhubungan dengan malnutrisi ada enam kelompok, yaitu keadaan
infeksi, konsumsi makanan, pengaruh budaya, sosial ekonomi, produksi pangan, serta
kesehatan dan pendidikan.
3) Statistic vital
Dengan menggunakan statistic kesehatan, kita dapat melihat indikator tidak langsung
pengukuran status nutrisi masyarakat. Beberapa statistik yang berhubungan dengan keadaan
kesehatan dan nutrisi antara lain angka kesakitan, angka kematian, pelayanan kesehatan dan
penyakit infeksi yang berhubungan dengan nutrisi (Mardalena, 2017).

2.2 Kebutuhan nutrisi pada anak normal

Kekurangan gizi pada berkembang diantaranya terjadi karena pola pemberian makan
yang tidak sesuai (Ningsih et al., 2015). Pola pemberian makan yang diberikan kepada balita
akan mempengaruhi proses pertumbuhan balita karena dalam asupan gizi tersebut
mengandung zat gizi yang penting untuk pertumbuhan, kesehatan, dan kecerdasan (Purwani
& Mariyam, 2013). Pola pemenuhan status gizi pada anak merupakan salah satu upaya
pemenuhan kebutuhan dasar anak akan asah, asih dan asuh (Rachmawati, Ranuh, & Arief,
2016). Pola pemberian makan yang sehat akan berdampak baik pada kesehatan di kemudian
hari (Gibson et al., 2012). Asupan nutrisi berlebihan atau kurang akan berpengaruh pada
status gizi dan kesehatan anak (Lobstein et al., 2004; Must & Strauss, 1999). Di Surabaya
status gizi kurang masih ditemukan, khususnya di wilayah Kalijudan Surabaya. Berdasarkan
hasil wawancara dengan petugas gizi dari Puskesmas Kalijudan, dijelaskan bahwa penyebab
status gizi kurang disebabkan oleh pola pemberian makan yang kurang tepat, terkait dengan
jumlah asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan balita. Menurut Karp et al., (2012)
menjelaskan bahwa pola makan dan perilaku orang tua seperti memonitor asupan nutrisi,
membatasi jumlah makanan, respon terhadap pola makan, dan memperhatikan status gizi
anak memberikan dampak yang berarti bagi status gizi anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita secara umum dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor langsung dan faktor tidak langsung (Bappenas, 2010). Faktor langsung atau
faktor dari individu atau anak yaitu asupan makanan dan penyakit (Diare dan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut/ISPA). Faktor tidak langsung atau faktor dari keluarga yaitu ketersediaan
pangan, sanitasi lingkungan, pola asuh orang tua didalamnya adalah pola pemberian makan,
pengetahuan, sikap, keterampilan, dan pelayanan kesehatan
Pola pemberian makan merupakan perilaku seseorang yang dapat mempengaruhi status gizi
(Kemenkes RI, 2014). Pola makan dapat memberikan gambaran asupan gizi mencakup jenis,
jumlah, dan jadwal dalam pemenuhan nutrisi (Kemenkes RI, 2014). Pola pemberian makan
balita akan berpengaruh terhadap kesehatan dimasa depan (Kudlova & Schneidrova, 2012).
Prinsip kebutuhan nutrisi setiap usia berbeda-beda. Anak pada usia 1–3 tahun bersifat
konsumen pasif, kebutuhan nutrisi anak usia 1-3 tahun tergantung pada nutrisi yang
disediakan oleh ibu (Fauziah, 2009). Pemenuhan kebutuhan nutrisi oleh orang tua akan
mempengaruhi kebiasaan makan selanjutnya (Khosman, 2004).

Penilaian status gizi meliputi penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Menurut Arija et al., (2015) pengukuran menggunakan Antropometri merupakan salah satu
metode yang paling banyak digunakan untuk menilai dan memantau status kesehatan, status
gizi, serta pertumbuhan anak. Keunggulan pengukuran antropometri adalah, prosedur aman
dan sederhana, alatnya murah, mudah dibawa, metode tepat dan akurat, dapat
mengidentifikasi riwayat gizi masa lampau, dapat mengevaluasi perubahan status gizi
tertentu, mengidentifikasi status gizi (kurus, sangat kurus, normal), dan memiliki ambang
batas yang jelas (Supariasa et al., 2002). Upaya perbaikan pola pemberian makan pada
masalah gizi telah dimulai oleh Dinas Kesehatan Jawa Timur pada tahun 2013 melalui
program Pemberian makan tambahan (PMT) pemulihan, bantuan makanan padat gizi,
bantuan Makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI), pelaksanaan rujukan gizi dan
perawatan penderita untuk balita gizi buruk, pembentukan pusat pemulihan gizi buruk,
penyuluhan PMT di posyandu, dan meningkatkan dukungan lintas sektoral antara lain
menemui tim pangan dan gizi (Dinkes Jawa Timur, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki
pola pemberian makan tepat berdasarkan jenis makanan, jumlah makanan, dan jadwal makan.
Menurut Widjaja (2007) pemberian nutrisi yang adekuat dan seimbang dapat dilakukan
dengan memperhatikan pola pemberian makan yang bertujuan untuk mendapatkan asupan
gizi yang diperlukan oleh anak. Hal ini ditujukan agar dapat memelihara dan memulihkan
kesehatan anak melalui makanan (zat-zat) dalam makanan yang dikonsumsi sangat
mempengaruhi kesehatan (Prasetyawati, 2012). pendidikan seorang ibu dalam pemenuhan
nutrisi akan menentukan pada pemilihan bahan makanan dan pemenuhan kebutuhan gizi,
karena pendidikan tinggi cenderung memilih dan menyeimbangkan kebutuhan gizi dari anak.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sumaiyah (2008) di posyandu Desa
Putat, Tanggulangin, Sidoarjo menjelaskan bahwa sebagian besar responden dengan pola
pemberian kategori baik dilatarbelakangi oleh tingkat pendidikan yang baik. Faktor tersebut
penting dalam hal pemilihan jenis dan jumlah makanan serta penentuan jadwal makan anak
sehingga pola pemberian makan tepat dan sesuai dengan anak usia 1–3 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki status gizi normal.
Status gizi normal adalah apabila tubuh memperoleh asupan gizi yang baik maka
pertumbuhan dan kesehatan secara umum pada kondisi baik. Menurut Sutomo dan Anggraini
(2010) status gizi adalah kondisi kesehatan yang tampak pada tubuh berkat adanya asupan zat
gizi melalui makanan dan minuman yang sesuai dengan kebutuhan. Kesesuaian kebutuhan
nutrisi dapat diperoleh dari susunan makanan yang memenuhi kebutuhan tubuh. Status gizi
normal diwujudkan dalam adanya keselarasan antara berat badan terhadap tinggi badan anak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak diantaranya adalah asupan gizi dan pola
asuh dalam pemberian makan (UNICEF, 1998). Asupan gizi yang masuk dalam tubuh
manusia akan menentukan status gizi dan kesehatan. Gizi yang diperoleh bermanfaat untuk
kelangsungan hidup manusia (Nix, 2013). Pola asuh orang tua akan berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pemberian makan anak
(Soekirman, 2000).
Anak dengan status gizi normal dapat dikatakan telah mendapatkan asupan gizi sesuai dengan
kebutuhan. Nutrisi berupa makanan yang telah dipilih bahannya dan

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola pemberian makan


berhubungan dengan status gizi anak usia 1–3 tahun. Pola pemberian makan tepat sebagian
besar memiliki status gizi normal dan pola pemberian makan tidak tepat sebagian besar
memiliki status gizi sangat kurus dan kurus.
Kebutuhan nutrisi anak harus dipenuhi untuk mendapatkan status gizi normal. Hal tersebut
harus dilakukan oleh pengasuh khususnya ibu untuk proses tumbuh kembang dan kecerdasan
anak (Hidayat, 2008). Pemenuhan kebutuhan nutrisi diperoleh melalui pemberian makan
anak untuk mendapatkan status gizi yang sesuai dengan kebutuhan (Handono, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Realita (2010) menjelaskan bahwa pola pemberian
makan tepat berpengaruh terhadap status gizi

Diperkuat oleh penelitian Tella (2012) di Mapaget bahwa pola pemberian makan yang
seimbang berhubungan dengan status gizi anak. Hal tersebut penting terhadap pertumbuhan
anak. Pola pemberian makan yang baik harus dilakukan sejak dini dengan cara memberikan
makanan yang bervariasi dan memberikan informasi kepada anak waktu makan yang baik.
Dengan demikian, anak akan terbiasa dengan pola makan sehat.
Hasil tersebut dapat dijelaskan bahwa pola pemberian makan yang diberikan orang tua
mampu meningkatkan status gizi anak. Pola pemberian makan yang diberikan orang tua
berdasarkan jenis makanan, jumlah makanan, dan jadwal makan yang tepat mampu
memberikan status gizi normal. Sebaliknya, pola pemberian makan yang tidak tepat sesuai
dengan jumlah, jenis, dan jadwal akan memiliki status gizi anak sangat kurus dan kurus.
Perlu ditekankan kepada orang tua bahwa pola pemberian makan yang sesuai atau tepat harus
dipenuhi dengan pemilihan bahan makanan yang mengandung gizi seimbang. Dengan
makanan bergizi dan menu yang seimbang diharapkan anak mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan oleh tubuh. Apabila pemenuhan nutrisi tercapai dengan baik maka status gizi
anak normal, anak sehat dan mampu beraktivitas dengan baik.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
AIDS disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), yaitu suatu
lentivirus dari golongan retroviridae. Transmisi infeksi HIV dapat melalui hubungan seksual,
darah atau produk darah yang terinfeksi, jarum yang terkontaminasi, serta transmisi vertikal
dari ibu ke anak Gejala klinis pada infeksi HIV meliputi stadium: Serokonversi, periode
inkubasi, AIDS – related complex atau persistent generalized lymphadenopathy, periode
AIDS Diagnosis infeksi HIV dan AIDS dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, serta pemeriksaan penunjang yang meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
radiologi.
Penatalaksanaan penderita dengan infeksi HIV atau AIDS meliputi pengobatan suportif,
pengobatan infeksi oportunistik dengan antibiotik, antijamur, antiparasit, antivirus dan
glukokortikoid, pengobatan neoplasma, serta pengobatan dengan antiretroviral (ARV).
Dalam penatalaksanaan infeksi HIV, saat ini digunakan kombinasi dari beberapa obat
sekaligus, yang disebut highly active antiretroviral therapy (HAART).
Penatalaksanaan HIV secara klinis pada kehamilan terus dikembangkan untuk
menekan transmisi secara vertikal. Salah satunya dengan pemberian antiretrovirus yang
bertujuan untuk mengurangi viral load serendah mungkin. Penatalaksanaan yang efektif
untuk mengurangi risiko penularan HIV dari ibu ke anak tergantung pada saat kapan wanita
tersebut mengetahui status HIV-nya sehingga dapat ditentukan penatalaksanaan secepatnya.
Oleh karena itu, peranan konseling dan tes HIV bagi ibu hamil sangat penting sebagai deteksi
dini terhadap infeksi HIV. Untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi masyarakat
terhadap ODHA perlu diadakannya penyuluhan dan edukasi yang benar tentang apa itu
HIV/AIDS dan bagaimana cara penularannya sehingga masyarakat tidak perlu sampai
mengucilkan ODHA tetapi justru dapat memberikan dukungan dan motivasi kepada mereka
untuk dapat bertahan hidup dan berdaya di lingkungan masyarakat.
3.2 Saran
1. Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit HIV/AIDS dan bagaimana
cara penularannya yang benar agar stigma dan diskriminasi terhadap ODHA dapat
diluruskan. Untuk itu perlu diadakannya seminar dan penyuluhan tentang HIV/AIDS serta
diselenggarakannya acara testimonial dari para ODHA untuk pelajar dan mahasiswa.
2. ODHA butuh mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat dan pemerintah, selain itu
Dukungan Kawan Sebaya juga dapat memberikan semangat hidup bagi penderita HIV/AIDS
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai