Anda di halaman 1dari 51

KEPERAWATAN HOME CARE

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. M.M DENGAN MASALAH


KESEHATAN DEMENSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS OEBOBO

OLEH KELOMPOK 8
WASTI LIUNOME YULLIANA KOLO
WIHELMINA C. LANG YULIUS WONGA
YESTER S. SADUNG BILKA I. LENGGU
YEYEN A. FAKU LADI DI LEDE
YOHANA J.D. YUBILIANTI

ANGKATAN 3 PROFESI NERS

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


JURUSAN KEPERAWATAN
2019/2020

KATA PENGANTAR

i
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga kelompok dapat
menyelesaikan“Laporan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. M.M Dengan
Masalah Kesehatan Demensia”.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari
kesempurnaan baik isi dan susunannya, hal ini disebabkan keterbatasan waktu,
wawasan, ataupun kemampuan penulis.Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang positif dari semua pihak untuk kesempurnaan hasil makalah ini.
            Semoga segenap bantuan, bimbingan dan arahan yang telah di berikan kepada
penulis mendapat balasan dari Tuhan. Harapan penulis, laporan ini dapat bermanfaat
bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Kupang, November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG...................................................................................... 1
1.2 TUJUAN........................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
2.1 KONSEP DASAR............................................................................................. 5
2.1.1 DEFINISI....................................................................................................... 5
2.1.2 ETIOLOGI……............................................................................................. 5
2.1.3 PATOFISIOLOGI.......................................................................................... 7
2.1.4 MANIFESTASI KLINIS................................................................................ 14
2.1.5 PENATALAKSANAAN............................................................................... 16
2.1.6 PENCEGAHAN............................................................................................. 19
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN........................................................... 28
2.2.1 PENGKAJIAN............................................................................................... 28
2.2.2 DIAGNOSA................................................................................................... 28
2.2.3 INTERVENSI................................................................................................ 29
2.2.4 IMPLEMENTASI.......................................................................................... 32
2.2.5 EVALUASI.................................................................................................... 32
BAB III HASIL STUDI KASUS DAN PEMBAHASAN...................................... 34
3.1 HASIL STUDI KASUS.................................................................................... 34
3.1.1 PENGKAJIAN............................................................................................... 34
3.1.2 DIAGNOSA................................................................................................... 38
3.1.3 INTERVENSI................................................................................................ 38
3.1.4 IMPLEMENTASI.......................................................................................... 40
3.1.5 EVALUASI.................................................................................................... 41
BAB IV PENUTUP................................................................................................ 43
4.1 KESIMPULAN................................................................................................. 43
4.2 SARAN............................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 44

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Berdasarkan sejumlah hasil penelitian diperoleh data bahwa dimensia seringkali


terjadi pada usia lanjut yang telah berumur kurang lebih 60 tahun. Dimensia tersebut
dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu: 1) Dimensia Senilis (³60 tahun); 2) Demensia
Pra Senilis (£ 60 tahun). Sekitar 56,8% lansia mengalami demensia dalam bentuk
Demensia Alzheimer (4% dialami lansia yang telah berusia 75 tahun, 16% pada usia
85 tahun, dan 32% pada usia 90 tahun). Sampai saat ini diperkirakan ± 30 juta

4
penduduk dunia mengalami Demensia dengan berbagai sebab (Oelly Mardi Santoso,
2002).

Pertambahan jumlah lansia Indonesia, dalam kurun waktu tahun 1990 – 2025,
tergolong tercepat di dunia (Kompas, 25 Maret 2002:10). Jumlah sekarang 16 juta
dan akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini
merupakan peringkat ke empat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat.
Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS 1998 adalah 63 tahun untuk
pria dan 67 tahun untuk perempuan. (Meski menurut kajian WHO (1999), usia
harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke
103 dunia, dan nomor satu adalah Jepang dengan usia harapan hidup rata-rata 74,5
tahun).

Kondisi ini tentu saja menarik untuk dikaji dalam kaitannya dengan masalah
demensia. Betapa besar beban yang harus ditanggung oleh negara atau keluarga jika
masalah demensia tidak disikapi secara tepat dan serius, sehubungan dengan dampak
yang ditimbulkannya. Mengingat bahwa masalah demensia merupakan masalah masa
depan yang mau tidak mau akan dihadapi orang Indonesia dan memerlukan
pendekatan holistik karena umumnya lanjut usia (lansia) mengalami gangguan
berbagai fungsi organ dan mental, maka  masalah demensia memerlukan penanganan
lintas profesi yang melibatkan: Internist, Neurologist, Psikiater, Spesialist Gizi,
Spesialis Rehabilitasi Medis dan Psikolog Klinis
1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umum

Mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan dimensia

1.2.2 Tujuan khusus

- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep dasar penyakit dimensia


- Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada
lansia dengan dimensia

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar

2.1.1 Definisi

Beberapa pendapat tentang dimensia:


1. Demensia merupakan sindrom yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi
kognitif tanpa gangguan kesadaran. Gangguan fungsi kognitif antara lain
pada intelegensi, belajar dan daya ingat, bahasa, pemecahan masalah,

6
orientasi, persepsi, perhatian dan konsentrasi, penyesuaian, dan kemampuan
bersosialisasi. (Arif Mansjoer, 1999)
2. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual tanpa gangguan fungsi
vegetatif atau keadaan yang terjadi. Memori, pengetahuan umum, pikiran
abstrak, penilaian, dan interpretasi atas komunikasi tertulis dan lisan dapat
terganggu. (Elizabeth J. Corwin, 2009)
3. Demensia adalah penurunan fungsi intelektual yang menyebabkan hilangnya
independensi sosial. (William F. Ganong, 2010)
Jadi, Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian
dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Penyakit yang  dapat dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat perawatan
khusus untuk demensia, namun perawatan untuk menangani gejala boleh dilakukan.
2.1.2 Etiologi
Penyebab utama dari penyakit demensia adalah penyakit alzheimer, yang
penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga penyakit
Alzheimer disebabkan karena adanya kelainan faktor genetik atau adanya kelainan
gen tertentu. Pada penyakit alzheimer, beberapa bagian otak mengalami
kemunduran, sehingga terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap
bahan kimia yang menyalurkan sinyal di dalam otak. Di dalam otak ditemukan
jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut saraf yang semrawut) dan
protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Penyebab kedua dari Demensia yaitu, serangan stroke yang berturut-turut.
Stroke tunggal yang ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang ringan atau
kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara bertahap
menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami kerusakan
akibat tersumbatnya aliran darah yang disebut dengan infark. Demensia yang
disebabkan oleh stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian penderitanya

7
memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang keduanya menyebabkan
kerusakan pembuluh darah di otak.
Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi 3
golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal
kelainan yaitu : terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada
sistem enzim, atau pada metabolisme
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
 Penyakit degenerasi spino-serebelar.
 Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
 Khorea Huntington
3. Sindoma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
 Penyakit cerebro kardiofaskuler
 Penyakit- penyakit metabolik
 Gangguan nutrisi
 Akibat intoksikasi menahun

2.1.3 Manifestasi Klinis


Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari..
Penderita yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam
puluh lima tahun keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit mengingat nama cucu mereka atau lupa
meletakkan suatu barang.

8
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini
dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah
kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan
sampai berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke
rumah sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim
kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat
mengkaji dan mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia
bukanlah hal yang mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum
memastikan seseorang positif menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis
pemeriksaan penting yang harus dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang
individu, pemeriksaan fisik, pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan
sebagai penunjang perlu dilakukan juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang
sangat dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat
mereka. Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada
Lansia penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi,
kerusakan fungsi tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan

9
tindakan yang berarti, tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
melawan, marah, agitasi, apatis, dan kabur dari tempat tinggal.
Secara umum tanda dan gejala demensia adalah sebagai berikut :
1. Menurunnya daya ingat yang terus terjadi. Pada penderita demensia, “lupa”
menjadi bagian keseharian yang tidak bisa lepas.
2. Gangguan orientasi waktu dan tempat, misalnya: lupa hari, minggu, bulan,
tahun, tempat penderita demensia berada
3. Penurunan dan ketidakmampuan menyusun kata menjadi kalimat yang
benar, menggunakan kata yang tidak tepat untuk sebuah kondisi, mengulang
kata atau cerita yang sama berkali-kali
4. Ekspresi yang berlebihan, misalnya menangis berlebihan saat melihat
sebuah drama televisi, marah besar pada kesalahan kecil yang dilakukan
orang lain, rasa takut dan gugup yang tak beralasan.
5. Penderita demensia kadang tidak mengerti mengapa perasaan-perasaan
tersebut muncul.
6. Adanya perubahan perilaku, seperti : acuh tak acuh, menarik diri dan gelisah

2.1.4Anatomi Fisiologi
Dalam mempelajari penyebab demensia diperlukan pemahaman mengenai
anatomi dan fisiologi otak tersendiri.Dikarenakan jenis demensia yang menjadi
sangat berkaitan dengan bagian otak yang terlibat.
Sistem saraf manusia terdiri dari system saraf pusat (SSP) dan perifer   sistem
saraf(PSS).Yang pertama terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang, sedangkan
yang kedua terdiri dari saraf memanjang ke dan dari otak dan sumsum tulang
belakang. Fungsi utama dari sistem saraf adalah untuk memantau,
mengintegrasikan (proses) dan menanggapi informasi dalam dan diluar tubuh
Otak sendiri dibagi kedalam beberapa kelompok utama:

10
1. Telesefalonyang terdiri atas: hemisfer  serebri yang disusun oleh korteks
serebri, limbik system, basal ganglia, dimana basal ganglia disusun oleh:
nukleus caudatum, nukleus lentikularis, klaustrum dan amigdala
a. Korteks serberi berperan dalam: Persepsi sensorik, kontrol gerakan
volunter, bahasa, sifat pribadi, fungsi luhur 
b. Nukleus basal berperan pada: kordinasi gerak lambat dan menetap, pola
gerakan
2. Diensefalon yang terbagi menjadi epithalamus, thalamus, subtalamus dan
hipotalamus
3. Mesensefalon
4. Metensefalon
5. Serebellum
Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya masih dibagi kedalam lobus-
lobus yang dibatasi oleh girus dan sulcus
Keterlibatan daerah tertentu dari otak akan menimbulkan manifestasi dan
penggolongan demensia yang berbeda-beda pula.

2.1.5 Patofisiologi
Penyakit Alzheimer mengakibatkan sedikitnya dua pertiga kasus demensia.
Penyebab spesifik penyakit Alzheimer belum diketahui, meskipun tampaknya
genetika berperan dalam hal itu. Teori-teori lain yang pernah popular, tetapi saat ini
kurang mendukung, antara lain adalah efek toksik dari aluminium, virus yang
berkembang perlahan sehingga menimbulkan respons autoimun, atau defisiensi
biokimia. Pertama kali mendeskripsikan dua jenis struktur abnormal yang
ditemukan pada otak mayat penderita penyakit Alzheimer palk amyloid dan
kekusutan neurofibril. Terdapat juga penurunan neurotransmitter tertentu, terutama
asetilkolin. Area otak yang terkena penyakit Alzheimer terutama adalah korteks

11
serebri dan hipokampus, keduanya merupakan bagian penting dalam fungsi kognitif
dan memori.

Amiloid menyebabkan rusaknya jaringan otak. Plak amyloid berasal dari


protein yang lebih besar, protein precursor amyloid (amyloid precursor protein).
Keluarga-keluarga dengan awitan dini penyakit Alzheimer yang tampak sebagai
sesuatu yang diturunkan telah menjalani penelitian, dan beberapa diantaranya
mengalami mutasi pada gen APP-nya. Mutasi gen APP lainnya yang berkaitan
dengan awitan lambat AD dan penyakit serebrovaskular juga telah diidentifikasi.
Terdapat peningkatan risiko awitan lambat penyakit Alzheimer dengan menurunnya
alel apo E4 pada kromosom 19. Simpul neurofibriler adalah sekumpulan serat-serat
sel saraf yang saling berpilin, yang disebut dengan filament heliks. Peran spesifik
dari simpul tersebut pada penyakit ini sedang diteliti. Asetilkolin dan
neurotransmitter lain merupakan zat kimia yang diperlukan untuk mengirim pesan
melalui system saraf. Tau adalah protein dalam cairan serebrospinal yang
jumlahnya sudah meningkat sekalipun pada penyakit Alzheimer tahap awal.
Temuan-temuan yang ada menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer dapat bermula
di tingkat selular, dengan atau menjadi penanda molekul di sel-sel tersebut.

Demensi multi-infark adalah penyakit demensia kedua yang paling banyak


terjadi. Pasien-pasien yang menderita penyakit serebrovaskuler yang seperti
namanya berkembang menjadi infark multiple di otak. Namun, tidak semua orang
yang menderita infark serebral multiple mengalami demensia. Dalam
perbandingannya dengan penderita Alzheimer, orang-orang dengan demensia multi
infark mengalami awitan penyakit yang tiba-tiba, lebih dari sekedar deteriorasi
linear pada kognisi dan fungsi, dan dapat menunjukkan beberapa perbaikan diantara
peristiwa-peristiwa serebrovaskular.

Sebagian besar penyakit Parkinson yang menderita perjalanan penyakit yang


lama dan parah akan mengalami demensia. Pada satu studi, pasien-pasien diamati
selam 15 sampai 18 tahun setelah memasuki program pengobatan levodopa dan

12
80% diantaranya menderita demensia sedang atau parah sebelum akhirnya
meninggal dunia.

13
Pathway Demensia
Pembentukan β-amyloid

oksidasi Excitotoxicity Agregasi β-amyloid Inflamasi Hiperfospolirasi protein


tau

Plak senelis dengan aktivasi Neurofibrilary tangles


mikrogial

Kematian sel neuron

Deficit Abnormalitas kognitif dan perilaku (Alzheimer)


neurotransmitter

Dementia Alzheimer Penyakit Cerebrovaskuler


Kematian sel otak yg
massif

Hilangnya memori/ ingatan Infark multiple


Abnormalitas
jangka pendek di otak
substansia alba
Tremor,
Ketidakmampuan
menggunakan
benda, mudah lupa Perubahan Hemisfer kiri
Proses pikir otak rusak

Gangguan kognitif
Penurunan Dementia vaskular
kemampuan
melakukan aktifitas
Gejala neuropsikiatrik
Peningkatan Kelemahan
reflek anggota gerak
tendon
Kurang perawatan diri Perubahan Halusinasi
nafsu makan
kelainan gaya berjalan

14
Risiko perubahan
Mudah Perubahan
nutrisi lebih dari
tersinggung, persepsi kurang koordinasi gerakan
kebutuhan
tingkah laku sensori
defensive,
depresi
Kehilangan Risiko cedera
Agitasi, disorientasi
fungsi
neurologis,
tonus otot
Sindrom
Klg malu, imobilisasi Koping
stress relokasi
secara social, sulit klg tdk
mengambil keputusan efektif
Nokturia, inkontinensia
konstipasi,

Klg perlu bantuan untuk mempertahankan


Perubahan pola lingkungan rumah

Perubahan kesejahteraan psikososial, Perubahan kesehatan atau pemeliharaan


kewaspadaan ps thd kesalahan persepsi pada kesehatan , penatalaksanaan pemeliharaan
reaksi klg rumah
Denial, ekspresi
Kesulitan tidur
rasa bersalah

Antipasi berduka Perubahan pola tidur

Keterangan:
Penyebab Demensia Alzheimer Penyebab Demensia Vaskular

Dementia Vaskular
Demensia tipe Alzheimer

Masalah Keperawatan

15
1. Tahapan Demensia

Penyakit Alzhemeir dan penyakit lain yang menyebabkan demensia dikenal


dengan keanekaragaman perjalanan penyakitnya, munculnya dan berkembangnya
gejala. Berbagai sistem klasifikasi hadir untuk menandai proses perkembangannya
penyakit ini. Ada beberapa tumpang tindih yang harus dipehatikan di antara tahap –
tahap tersebut :

a. Tahap Awal
Penyakit Alzheimer awal memiliki gejala yang tersembunyi dan
membahayakan, pada kondisi tersebut terjadi demensia vaskuler dengan
perubahan – perubahan kondisi yang tiba – tiba. Hilangnya memori terbaru
menyebabkan sulitnya mendapatkan informasi baru. Orang tersebut dapat
menunjukan pola penilaian yang buruk. Sebagai contoh, seorang wanita
memasak enam dada ayam untuk makan pagi sedangkan ayam bukan makanan
sarapan tradisional dan enam merupakan jumlah yang telalu banyak. Terdapat
kesulitan dalam hal angka, membayar tagihan, menyeimbangkan buku cek,
mengatur uang, dan menelpon dapat menjadi hal yang menyulitkan. Masalah
dengan kognisi dan fungsi dimanifestasikan, terutama jika orang tersebut berada
dalam situasi yang baru atau yang menimbulkan stress. Perubahan – perubahan
kepribadian juga dapat terjadi. Sebagai contoh, jenis kepribadian industry dapat
mengalami kurang inisiatif dan menjadi lebih menarik diri. Orang yang tenang
mulai menunjukan ledakan emosi dan menjadi cemas dan gelisah. Terdapat
kebingungan antara orientasi waktu dan jarak, seseorang dapat dating
memenuhi janji pada waktu atau tempat yang salah atau pergi ke took kelontong
dan tidak dapat menemukan jalan pulang. Anomia, atau kesulitan menyebut
nama benda, juga terjadi. Sebagai contoh, seorang dapat mengatakan “ berikan
saya benda yang Anda pakai untuk menulis “ daripada meminta pensil.
Tabel. Tahap – tahap gejala Demensia

Awal Pertegahan Akhir


 Perubahan alam perasaan atau  Gangguan memori saat ini dan  Gangguan yang parah pada
kepribadian. masa lalu semua kemampuan kognitif
 Gangguan penilaian dan  Anomia, agnosia, apraksia, afasia  Ketidakmampuan untuk
penyelesaian masalah  Gangguan penilaian dan mengenali keluarga dan teman
 Konfusi tentang tempat penyesalan masalah yang parah. – teman
( tersesat pada saat akan ke  Konfusi tentang waktu dan tempat  Gangguan komunikasi yang
toko) semakim memburuk parah
 Konfusi tentang waktu  Gangguan persepsi  Sedikitnya kapasitas perawatan
 Kesulitan dengan angka, uang,  Kehilangan pengendaalian implus diri
dan tagihan.  Ansietas ,gelisah, berkeras,  Inkontenansia kandung kemih
 Anomia ringan mengeluyur. dan usus
 Menarik diri atau depresi  Hiperoralitas  Kemungkinan menjadi

 Kemungkinan, kecurigaan, delusi, hiperoral dan memiliki tangan

atau halusinasi yang aktif

 Konfabulasi  Penurunan nafsu makan,

 Gangguan kemampuan merawat distesia dan resiko aspirasi.

diri yang sangat besar.  Depresi sistem imum yang

 Mulai terjadi inkontensia menyebabkan meningkatnya


resiko infeksi
 Gangguan siklus tidur – bangun.
 Gangguan mobilitas dengan
hilangnya kemampuan untuk
berjalan, kaku otot.
 Refleks mengisap dan
mengengam
 Menarik diri
 Gangguan sklus tidur –
bangun, dengan peningkatan
waktu tidur.

b. Tahap Pertengahan
Ingatan saat ini dan ingatan masa lampau memburuk selama demensia tahap
pertegahan dan kurangnya penilaian menyebakan kekhawatiran tentang
keselamatan. Sebagai contoh, seseorang umunya tidak dapat menggunakan
kompor sendiri secara aman dan dapat berkeluyuran diluar pada cuaca dingin
tanpa baju hangat. Aparaksia, atau ketidakmampuan melakukan gerakan yang
bertujuan meskipun sistem sensoris dan motoriknya utuh, juga terjadi.sebagai
contoh, seorang pria akan kehilangan kemampuan mengikat tali sepatu atau
dasi. Kerapian akan memburuk, dan orang tersebut mulai membutuhkan arahan
dan bantuan dalam aktivitas kehiduppannya sehri – hari. Agnosia, atau tidak
mampu mengenali objek yang umum, juga dapat terjadi. Sebagai contoh, jika
satu tangan seorang memegang sikat gigi atau sendok, ia tidak akan mengetahui
apa yang harus dilakukan dengan benda tersebut. Inkontensia urine juga sering
menjadi masalah pada bagian akhir tahap pertegahan ini. Pada tahap pertegahan
ini, pergeseran ke situasi hidup yang penuh pengawasan semakin diperlukan.
Tahap ini merupakan tahap yang karena kurangnya pengendalian impuls,
menurunnya ambang stress, dan kesulitan mengenali lingkungan, yang
menantang gejala perilaku merupakan bagian penting dari kehidupan sehari –
hari. Agresivitas, ansietas, mengeluyur dan gangguan aktivitas lain, perilaku
yang tidak tepat secara sosial, gangguan irama diurnal, bersikeras ( gerakan atau
vokalisasi berulang), delusi, paranoi, halusinasi, dan upaya untuk meninggalkan
tempat perawatan merupakan hal yang sering terjadi.
Terdapat juga kesulitas dengan bahasa. Orang tersebut dapat mengalami
afesia reseptif dan ekspresif, dan jika tidak mampu menemukan kata yang tepat,
dapat mengguanakan kata – kata atau frasa yang tidak logis untuk mengisi
kekosongan tersebut (konfabulasi). Orang tersebut dapat menggunakan banyak
kata, tetapi biasanya hanya sedikit saja makna yang terdapat pada pesan
tersebut. Terdapat kemungkinan peningkatan tonus otot, perubahan gaya
berjalan dan keseimbangan, dan gangguan persepsi terhadap keadaan, yang
semua berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya jatuh. Nafsu makan
biasanya baik dan orang tesebut daoat mengalami hiperoral, ingin memasukkan
makanan atau benda-benda lain ke dalam mulutnya
c. Tahap Akhir
Selama demensia tahap akhir, orang tersebut menjadi semakin terikat
dengan kursi atau tempat tidur. Otot-otot semakin kaku, dapat menjadi
kontraktur, dan refleks primitive dan dimanifestasikan dengan tahanan
involunter di ekstremitas sebagai respon terhadap gerakan pasif yang tiba-tiba.
Pemberi perawatan dapat secara kurang cermat mengiterprestasikan respon ini
sebagai tindakan melawan pemberi perawatan. Tanda-tanda pelepasan primitive
lannya seperti refleks mengisap dan menggenggam juga dapat terjadi. Orang
tersebut dapat memiliki tangan yang sangat aktif dan melakukan Gerakan-
gerakan berulang, menggerutu atau vokalisasi lainnya. Terdapat depresi fungsi
sistem imun dan jika gangguan ini diserta dengan imobilitas dapat
menyebabkan terjadinya pneumonia, infeksi saluran kemih, sepsis, dan
decubitus.
Penurunan nafsu makan dan disfagia juga dapat terjadi aspirasi, penurunan
berat badan ummnya terjadi. Kemampuan berbicara dan berbahasa mengalami
gangguan yang parah, disertai penurunan kemampuan komunikasi verbal.
Orang tersebut tidsk dapat lagi mengenali anggota keluarganya. Terjadi
inkontensia usus dan kandung kemih dan pemberi perawatan perlu melakukan
sebagian besar AKS orang tersebut. Siklus tidur bangun juga sangat berubah,
dan orang tersebut menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengantuk
dan tampak menarik diri secara sosial dan lebih tidak peduli terhadap
lingkungan atau sekitarnya. Kematian dapat terjadi akibat infeksi, sepsis, atau
aspirasi, meskipun tidak banyak studi yang meneliti sebab – sebab kematian.

2.1.6 Penatalaksanaan
Walaupun penyembuhan total pada berbagai bentuk demensia biasanya tidak
mungkin, dengan penatalaksaan yang optimal dapat dicapai perbaikan hidup sehari-
hari dari penderita. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah
sebagai berikut
1. Optimalkan fungsi dari penderita
 Obati penyakit yang mendasarinya (hipertensi, penyakit parkinson)
 Hindari pemakaian obat yang memberikan efek samping pada SSP
 Akses keadaan lingkungan, kalau perlu buat perubahan
 Upayakan aktivitas mental dan fisik
 Hindari situasi yang menekan kemampuan mental, gunakan alat
bantu memori bila memungkinkan
 Persiapkan penderita bila akan berpindah tempat
 Tekankan perbaikan gizi
2. Kenali dan obati komplikasi
 Mengembara dan berbagai perilaku merusak
 Gangguan perilaku lain
 Depresi
 Agitasi atau agresivitas
 Inkontinensia
3. Upayakan perumatan berkesinambungan
 Re-akses keadaan kognitif dan fisik
 Pengobatan gangguan medik
4. Upayakan informasi medis bagi penderita dan keluarganya
 Berbagai hal tentang penyakitnya
 Kemungkinan gangguan/kelainan yang bisa terjadi
 Prognosis
5. Upayakan informasi pelayanan sosial yang ada pada penderita dan
keluarganya
 Berbagai pelayanan kesehatan masyarakat
 Nasihat hukum dan/keuangan
6. Upayakan nasihat keluarga untuk :
 Pengenalan dan cara atasi konflik keluarga
 Penanganan rasa marah atau rasa bersalah
 Pengambilan keputusan
 Kepentingan-kepentingan hukum/masalah etik
7. Peran keluarga
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara
mental maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita
dapat secara aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat
catatan kegiatan sehari-hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat
membantu dalam menekan laju kemunduran kognitif yang akan dialami
penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian lansia,
sehingga lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh
anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu lansia agar dapat
seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri
dengan aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana
pada umumnya lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang
dialami lansia penderita demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak
ada ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka.
Kesabaran adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga
yang menderita demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita
demensia tidak mengetahui apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun
berusaha dengan keras untuk melawan gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan
waktu untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman
lain dapat menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga
yang merawat lansia dengan demensia.
Pada suatu waktu lansia dengan demensia dapat terbangun dari tidur
malamnya dan panik karena tidak mengetahui berada di mana, berteriak-
teriak dan sulit untuk ditenangkan. Untuk mangatasi hal ini keluarga perlu
membuat lansia rileks dan aman. Yakinkan bahwa mereka berada di tempat
yang aman dan bersama dengan orang-orang yang menyayanginya.
Duduklah bersama dalam jarak yang dekat, genggam tangan lansia,
tunjukkan sikap dewasa dan menenangkan. Berikan minuman hangat untuk
menenangkan dan bantu lansia untuk tidur kembali.
Lansia dengan demensia melakukan sesuatu yang kadang mereka sendiri
tidak memahaminya. Tindakan tersebut dapat saja membahayakan dirinya
sendiri maupun orang lain. Mereka dapat saja menyalakan kompor dan
meninggalkannya begitu saja. Mereka juga merasa mampu mengemudikan
kendaraan dan tersesat atau mungkin mengalami kecelakaan. Memakai
pakaian yang tidak sesuai kondisi atau menggunakan pakaian berlapis-lapis
pada suhu yang panas. Seperti layaknya anak kecil terkadang lansia dengan
demensia bertanya sesuatu yang sama berulang kali walaupun sudah kita
jawab, tapi terus saja pertanyaan yang sama disampaikan. Menciptakan
lingkungan yang aman seperti tidak menaruh benda tajam sembarang
tempat, menaruh kunci kendaraan ditempat yang tidak diketahui oleh lansia,
memberikan pengaman tambahan pada pintu dan jendela untuk menghindari
lansia kabur adalah hal yang dapat dilakukan keluarga yang merawat lansia
dengan demensia di rumahnya.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan laboratorium hanya dilakukan begitu diagnosis klinis demensia
ditegakkan untuk membantu pencarian etiologi demensia khususnya pada
demensia reversible, walaupun 50%  penyandang demensia adalah demensia
Alzheimer dengan hasil laboratorium normal, pemeriksa laboratorium rutin
sebaiknya dilakukan. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dikerjakan antara
lain:  pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, elektrolit serum, kalsium darah,
ureum, fungsi hati, hormone tiroid, kadar asam folat
2. Imaging
Computed Tomography (CT) scan dan MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
telah menjadi  pemeriksaan rutin dalam pemeriksaan demensia walaupun
hasilnya masih dipertanyakan.
3. Pemeriksaan EEG  
Electroencephalogram (EEG) tidak memberikan gambaran spesifik dan pada
sebagian besar EEG adalah normal. Pada Alzheimer stadium lanjut dapat
memberi gambaran perlambatan difus dan kompleks periodic
4. Pemeriksaan cairan otak
Pungsi lumbal diindikasikan bila klinis dijumpai awitan demensia akut,
penyandang dengan imunosupresan, dijumpai rangsangan meningen dan panas,
demensia presensi atipikal, hidrosefalus normotensive
5. Pemeriksaan genetika
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid polimorfik
yang memiliki 3 alel yaitu epsilon 2, epsilon 3, epsilon 4. Setiap alel mengkode
bentuk APOE yang berbeda.Meningkatnya frekuensi epsilon 4 diantara
penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik
menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat
6. Pemeriksaan neuropsikologis
Pemeriksaan neuropsikologis meliputi pemeriksaan status mental, aktivitas
sehari-hari / fungsional dan aspek kognitif lainnya.Pemeriksaan neuropsikologis
penting untuk sebagai penambahan pemeriksaan demensia, terutama
pemeriksaan untuk kognitif, minimal yang mencakup atensi, memori, bahasa,
konstruksi visuospatial, kalkulasi dan problem solving . Pemeriksaan
neuropsikologi sangat berguna terutama pada kasus yang sangat ringan untuk
membedakan proses ketuaan atau proses depresi. Sebaiknya syarat pemeriksaan
neuropsikologis memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Mampu menyaring secara cepat suatu populasi
b. Mampu mengukur progresifitas penyakit yang telah diindentifikaskan
demensia.
7. Sebagai suatu esesmen awal pemeriksaan Status Mental Mini (MMSE) adalah
test yang banyak dipakai. Tetapi sensitif untuk mendeteksi gangguan memori
ringan.
Pemeriksaan status mental MMSE Folstein adalah test yang paling sering
dipakai saat ini,  penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam
mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan dasar dan memantau penurunan
kognisi dalam kurun waktu tertentu. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan
mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita
berpendidikan tinggi. Penyandang dengan pendidikan yang rendah dengan nilai
MMSE paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini
mengidentifikasikan resiko untuk demensia.
2.2 Konsep Home care
2.2.1 Pengertian
Home care merupakan bagian atau lanjutan dari pelayanan
kesehatan yang berkesinambungan yang komperhensif diberikan kepada
individu dan keluarga ditempat tinggal mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan, memepertahankan atau memulihkan kesehatan atau
memaksimalkan tingkat kemandirian dan meminimalisir dampak penyakit
yang bisa terjadi (PERMENKES, 2014).

2.2.2 Prinsip Pelayanan Keperawatan Home Care


a. Pengelolaan home care dilakukan oleh perawat atau tim yang memiliki
keahliak khusus dibidang tersebut
b. Mengaplikasikan konsep sebagai dasar dalam mengambil keputusan
praktik
c. Mengumpulkan dan mencatat data dengan sitematik, akurat dan
komperhensip secar terus menerus
d. Menggunakan data hasil pengkajian untuk menetapkan diagnose
keperawatan e. Mengembangkan rencana keperawatan berdasarkan
diagnose keperawatan dikaitkan dengan pencegahan, terpi dan
pemulihan
e. Memberikan pelayanan keperawatan dengan menjaga kenyamanan,
penyembuhan dan pencegahan komplikasi (Depkes, 2006)

2.2.3 Persyaratan Tenaga Keperawatan Home Care


a. Perawat sebagai manager kasus Perawat sebagai manajer kasus yaitu
seorang perawat profesional yang bertugas sebagai pengendali dan 36
kordinator pelayanan keperawatan home care dengan kualifikasi
memiliki :
1) ijazah minimal DIII keperwatan,
2) Sertifikat atau keahlian dibidang home care,
3) memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun, dan
4) telah memiliki SIP (Surat Ijin Perawat), SIK (Surat Ijin Kerja)
maupun  SIPP (Surat ijin praktek perawat).
b. Perawat sebagai pelaksana pelayanan Pelaksana pelayanan yaitu
tenaga profesional yang memeberikan pelayanan langsung kepada
pasien dibawah koordinasi manajer kasus dengan kualifikasi memiliki:
1) ijazah minimal DIII keperwatan,
2) Sertifikat atau keahlian dibidang home care,
3) memiliki pengalaman kerja minimal 3 tahun, dan
4) telah memiliki SIP (Surat Ijin Perawat) dan SIK (Surat    Ijin
Kerja).(Depkes, 2006).
2.3 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian

1. Data subyektif:
 Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi.
 Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu.
2. Data obyektif:
 Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek
yang sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya.
 Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya.
 Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-
kata yang lebih sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak
mampu menemukan kata-kata yang tepat.

2.3.2 Diagnosa

Berdasarkan hasil analisa data maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan:

1. Gangguan memori b.d proses penuaan (D.0062)


2. Gangguan komunikasi verbal b.d pendengaran, bicara dan visual (D.0119)
3. Difisit Perawatan diri : mandi, berpakian, makan b.d kelemahan (D.0109)

2.3.3 Intervensi

No Dx SLKI SIKI
1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Demensia (1.0928)
keperawatan selama 3x24 jam 1. Observasi
pasien dapat meningkatkan : a. Mengidentifikasi Riwayat
1. Verbalisasi kemampuan fisik, social, psikologis dan
mempelajari hal baru kebiasaan.
2. Verbalisasi kemampuan b. Mengidentifikasi pola
mengingat informasi factual aktivitas ( mis. Tidur, minum
3. Verbalisasi kemampuan obat, eliminasi, asupan oral,
mengingat perilaku tertentu perawatan diri).
yang pernah di lakukan 2. Terapeutik
4. Verbalisasi kemampuan a. Sediakan lingkungan aman,
mengingat peristiwa. nyaman, konsisten, dan
5. Melakukan kemampuan yang di rendah stimulus (mis. Music,
pelajari. tenang, dekorasi sederhana,
6. Verbalisasi pengalaman lupa pencahayaan, memadai,
makan Bersama pasien lain).
b. Orientasi waktu, tempat dan
orang.
c. Gunakan distraksi untuk
mengatasi masalah perilaku
d. Libatkan keluarga dalam
merencanakan, menyediakan
dan mengevaluasi perawatan.
e. Fasilitasi orientasi dengan
symbol-simbol (mis.
Dekorasi, papan petunjuk, di
beri nama, huruf besar).
f. Libatkan kegiatan individua
tau kelompok sesuai
kemampuan, kognitif dan
minat.
3. Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak
istrahat
b. Anjurkan keluarga cara
perawatan demensia.
2 Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi : Defisit Bicara
keperawatan selama 3 x 24 jam (1.13492)
klien mampu berkomuikasi dengan 1. Observasi
baik. a. Monitor kecepatan,
1. Kemampuan berbicara tekanan, kualitas, volume,
( Cukup meningkat) dan diksi bicara.
2. Kemampuan mendengar b. Monitor proses kognitif,
( Cukup meningkat) anatomis dan visiologis
3. Kesesuaian ekspresi wajah yang berkaitan dengan
atau tubuh ( Cukup bicara ( mis. Memori,
meningkat) pendengaran, dan Bahasa )
4. Kontak mata ( Cukup c. Monitor frustasi, marah ,
meningkat) depresi atau hal lain yang
5. Respon perilaku ( Cukup menganggu bicara.
meningkat) d. Identifikasi perilaku
6. Pemahaman komunikasi emosional dan fisik sebagai
( Cukup meningkat) bentuk komunikasi.
2. Terapeutik
a. Gunakan komunikasi
alternatif (mis.
Menukis,mata berkedip,
papan komunikasi dengan
gambar dan huruf, isyarat
tangan dan computer).
b. Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis. Berdiri di
depan pasien, dengarkan
dengan seksama, tunjukan
satu gagasan untuk
pemikiran sekaligus, bicara
dengan perlahan-lahan
sambal menghindari
teriakan, Gunakan
komukasi tertulis, atau
meminta bantuan keluarga
untuk memahami ucapan
pasien.
c. Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan.
d. Ulangi apa yang di
sampaikan pasien
e. Berikan dukungan
sikologis, gunakan juru
bicara, jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan berbicara
perlahan-lahan
b. Anjurkan pasien dengan
keluarga dengan proses
kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara
4. Kolaborasi
a. Rujuk ke ahli patologi
bicara atau terapi
Promosi komunikasi : Defisit
Pendengaran (1.13493)
1. Observasi
a. Periksan kemampuan
pendengaran
b. Monitor akumuasi serumen
berlebihan
c. Identifikasi metode
komunikasi yang di sukai
pasien ( mis. Lisan, tulisan,
Gerakan bibir, Bahasa
isyarat)
2. Terapeutik
a. Gunakan Bahasa sederhana
b. Gunakan Bahasa isyarat
jika perlu
c. Verifikasi apa yang di
katakan atau di tulis pasien
d. Vasilitasi pengunaan alat
bantu dengar
e. Berhadapan dengan pasien
secara langsung selama
berkomunikasi
f. Pertahankan kontak mata
selama berkomunikasi
g. Hindari merokok,
mengunyah makanan atau
permen karet dan menutup
mulut saat berbicara
h. Hindari kebiasaan saat
berkomunikasi
i. Hindari berkomunikasi
lebih dari 1 meter dari
pasien
j. Lakukan irigasi telinga,
jika perlu
k. Pertahankan kebersihan
telinga
3. Edukasi
a. Anjurkan menyampaikan
pesan dengan isyarat
b. Ajarkan cara
membersihkan serumen
dengan tepat.
Promosi Komunikasi : Devisit
Visual (1.13494)
1. Obsevasi
a. Periksa kemampuan
penglihatan
b. Monitor gangguan dampak
penglihatan (mis. Resiko
cedera, depresi,
kegelisahan, kemampuan
melakukan aktivitas sehari-
hari)
2. Teraputik
a. Vasilitasi peningkatan
stimulasi indra lainnya
(mis. Aroma, rasa, tekstur
makanan)
b. Pastikan kacamata atau
lensa kontak berfungsi
dengan baik.
c. Sediakan pencahayaan
cukup
d. Berikan bacaan dengan
huruf besar
e. Hindari penataan letak
lingkungan tanpa
memberitahu.
f. Sediakan alat bantu
misalnya jam atau
handphone
g. Fasilitasi membaca surat,
surat kabar atau media
informasi lainnya.
h. Gunakan warna terang dan
kontraks di lingkungan
i. Sediakan kaca pembesar,
jika perlu
3. Edukasi
a. Jelaskan lingkungan pada
pasien
b. Ajarkan keluarga cara
membantu pasien
berkomunikasi
4. Kolaborasi
a. Rujuk pasien pada terapi,
jika perlu
3 Setelah dilakukan asuhan Dukugan perawatan diri (I.11348)
keperawatan pada lansia dengan 1. Observasi
defisit perawatan diri selama 3 X a. Identifikasi kebiasaan
24pasien akan aktivitas perawatan diri
1. Kemampuan mandi (sedang) sesuai usia
2. Kemampuan mengenakan b. Monitor tingkat
pakian (sedang) kemandirian
3. Mempertahankan kebersihan c. Identifikasi kebutuhan alat
diri (sedang) bantu: kebersihan diri,
4. Mempertahan kebersihan mulut berpakian, berhias dan
(sedang) makan.
2. Terapeutik
a. Sediakan lingkungan
terapeutik
b. Siapkan keperluan pribadi
c. Dampingi dalam
melakukan perawatan diri
samapi mandiri
d. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
e. Fasilitasi kemandirian,
bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
f. Jadwalkan rutinitas
perawatan diri.
3. Edukasi
a. Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
Dukungan perawatan diri :
berpakian (I.11350)
1. Observasi
a. Identifikasi usia dan
budaya dalam membantu
berpakaian
2. Terapeutik
a. Sediakan pakian pada
tempat yang mudah di
jangkau
b. Sediakan pakian pribadi
sesuai kebutuhan
c. Fasilitasi mengenakan
pakian
d. Fasilitasi berhias
e. Jaga privasi selama
berpakian
3. Edukasi
a. Informasikan pakian yang
tersedia untuk di pilih
b. Ajarkan mengenakan
pakian
Dukungan Perawatan Diri : Mandi
(I.11352)
1. Observasi
a. Identifikasi usia dan
budaya dalam membantu
kebersihan diri
b. Identifikasi jenis bantuan
yang di butuhkan
c. Monitor kebersihan tubuh
d. Monitor integritas kulit
2. Terapeutik
a. Sediakan peralatan mandi
b. Sediakan lingkungan yang
aman dan nyaman
c. Fasilitasi mengosok sesuai
kebutuhan
d. Fasilitasi mandi sesuai
kebutuhan
e. Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
f. Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
3. Edukasi
a. Jelaskan manfaat mandi
dan dampak tidak mandi
terhadap kesehatan
b. Ajarkan pada keluarga cara
memandikan pasien

2.3.4 Implementasi

Tindakan keperawatan (Implementasi) adalah kategori dari perilaku


keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.
Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau mengarahkan kinerja aktivitas
kehidupan sehari-hari, memberikan asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat
pada klien (Potter & Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan pada Demensia
dikembangkan untuk memantau tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang
pergerakan sendi aktif dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah
sederhana, memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam
personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan pengobatan
Demensia.

2.3.5. Evaluasi

Menurut Craven dan Hirnle (2000) evaluasi merupakan keputusan dari


efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan yang telah
ditetapkan dengan respon perilaku lansia yang tampilkan.

1. Penilaian keperawatan adalah mengukur keberhasilan dari rencana, dan


pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan lansia,
maka beberapa kegiatan yang harus diikuti oleh perawat, antara lain:
a. Mengkaji ulang tujuan klien dan kriteria hasil yang telah ditetapkan,
b. Mengumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan.
c. Mengukur pencapaian tujuan.
d. Mencatat keputusan atau hasil pengukuran pencapaian tujuan,
e. Melakukan revisi atau modifikasi terhadap rencana keperawatan bila perlu.
2. Evaluasi hasil: Evaluasi ini berfokus pada respons dan fungsi klien.
Respons perilaku lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan
akan terlihat pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Cara membandingkan
antara SOAP (Subjektive-Objektive- Assesment-Planning) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
- S (Subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari lansia
setelah tindakan diberikan.
- (Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan.
- A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi subjective dan
objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
- P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisi.

BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN


1. ANALISA DATA

Data-data Etiologi Problem


DS: keluarga pasien Proses penuaan Gangguan memori
mengatakan pasien sulit
mengenali keluarga dan
sering menyebut nama
orang
DO: pasien tidak mampu
mengenali nama perawat
yang baru saja selesai
berkenalan dengannya
DS: keluarga pasien Pendengaran, bicara dan Gangguan komunikasi
mengatakan pasien tidak visual verbal
mampu mendengar melihat
dan sulit dalam
berkomunikasi
DO: pasien tidak mampu
berbahasa Indonesia,
komunikasi harus dengan
suara yang keras dan tidak
dapat melihat lagi
DS: keluarga pasien Kelemahan Defisit perawatan diri:
mengatakan semua ADL mandi, berpakaian, makan
dibantu keluarga
DO: Pasien terlihat rapi,
mulut dan mata terlihat
kotor
DS: keluarga pasien Hambatan lingkungan Gangguan pola tidur
mengatakan pasien tiap
harinya pasien terbangun
pada jam 1 malam dan tidak
dapat tidur lagi
DO: konjungtiva pucat,
TTV: TD: 180/90 mmHg
N: 96 x/menit S:36˚C
RR: 23 x/menit

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Gangguan memori b.d proses penuaan (D.0062)
b. Gangguan komunikasi verbal b.d pendengan, bicara dan visual (D.0119)
c. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian dan makan b.d kelemahan (D.0109)
d. Gangguan pola tidur b.d hambatan lingkungan (D.0055)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx SLKI SIKI
1 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Demensia (1.0928)
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
pasien dapat meningkatkan : a. Mengidentifikasi Riwayat
1. Verbalisasi kemampuan fisik, social, psikologis dan
mempelajari hal baru kebiasaan.
2. Verbalisasi kemampuan b. Mengidentifikasi pola
mengingat informasi factual aktivitas ( mis. Tidur, minum
3. Verbalisasi kemampuan obat, eliminasi, asupan oral,
mengingat perilaku tertentu perawatan diri).
yang pernah di lakukan Terapeutik
4. Verbalisasi kemampuan a. Sediakan lingkungan aman,
mengingat peristiwa. nyaman, konsisten, dan
5. Melakukan kemampuan yang di rendah stimulus (mis. Music,
pelajari. tenang, dekorasi sederhana,
6. Verbalisasi pengalaman lupa pencahayaan, memadai,
makan Bersama pasien lain).
b. Orientasi waktu, tempat dan
orang.
c. Gunakan distraksi untuk
mengatasi masalah perilaku
d. Libatkan keluarga dalam
merencanakan, menyediakan
dan mengevaluasi perawatan.
e. Fasilitasi orientasi dengan
symbol-simbol (mis.
Dekorasi, papan petunjuk, di
beri nama, huruf besar).
f. Libatkan kegiatan individua
tau kelompok sesuai
kemampuan, kognitif dan
minat.
Edukasi
a. Anjurkan memperbanyak
istrahat
b. Anjurkan keluarga cara
perawatan demensia.
2 Setelah dilakukan tindakan Promosi Komunikasi : Defisit Bicara
keperawatan selama 3 x 24 jam (1.13492)
klien mampu berkomuikasi dengan Observasi
baik. a. Monitor kecepatan, tekanan,
1. Kemampuan berbicara kualitas, volume, dan diksi
(Cukup meningkat) bicara.
2. Kemampuan mendengar b. Monitor proses kognitif,
(Cukup meningkat) anatomis dan visiologis yang
3. Kesesuaian ekspresi wajah berkaitan dengan bicara ( mis.
atau tubuh (Cukup Memori, pendengaran, dan
meningkat) Bahasa )
4. Kontak mata (Cukup c. Monitor frustasi, marah ,
meningkat) depresi atau hal lain yang
5. Respon perilaku (Cukup menganggu bicara.
meningkat) d. Identifikasi perilaku
6. Pemahaman komunikasi emosional dan fisik sebagai
( Cukup meningkat) bentuk komunikasi.
Terapeutik
a. Gunakan komunikasi
alternatif (mis. Menukis,mata
berkedip, papan komunikasi
dengan gambar dan huruf,
isyarat tangan dan computer).
b. Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan (mis.
Berdiri di depan pasien,
dengarkan dengan seksama,
tunjukan satu gagasan untuk
pemikiran sekaligus, bicara
dengan perlahan-lahan sambal
menghindari teriakan,
Gunakan komukasi tertulis,
atau meminta bantuan
keluarga untuk memahami
ucapan pasien.
c. Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan.
d. Ulangi apa yang di sampaikan
pasien
e. Berikan dukungan sikologis,
gunakan juru bicara, jika
perlu
Edukasi
a. Anjurkan berbicara perlahan-
lahan
b. Anjurkan pasien dengan
keluarga dengan proses
kognitif, anatomis, dan
fisiologis yang berhubungan
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau
terapi
Promosi komunikasi : Defisit
Pendengaran (1.13493)
Observasi
a. Periksan kemampuan
pendengaran
b. Monitor akumuasi serumen
berlebihan
c. Identifikasi metode
komunikasi yang di sukai
pasien ( mis. Lisan, tulisan,
Gerakan bibir, Bahasa isyarat)
Terapeutik
a. Gunakan Bahasa sederhana
b. Gunakan Bahasa isyarat jika
perlu
c. Verifikasi apa yang di
katakan atau di tulis pasien
d. Vasilitasi pengunaan alat
bantu dengar
e. Berhadapan dengan pasien
secara langsung selama
berkomunikasi
f. Pertahankan kontak mata
selama berkomunikasi
g. Hindari merokok, mengunyah
makanan atau permen karet
dan menutup mulut saat
berbicara
h. Hindari kebiasaan saat
berkomunikasi
i. Hindari berkomunikasi lebih
dari 1 meter dari pasien
j. Lakukan irigasi telinga, jika
perlu
k. Pertahankan kebersihan
telinga
Edukasi
a. Anjurkan menyampaikan
pesan dengan isyarat
b. Ajarkan cara membersihkan
serumen dengan tepat.
Promosi Komunikasi : Devisit
Visual (1.13494)
Obsevasi
a. Periksa kemampuan
penglihatan
b. Monitor gangguan dampak
penglihatan (mis. Resiko
cedera, depresi, kegelisahan,
kemampuan melakukan
aktivitas sehari-hari)
Teraputik
a. Vasilitasi peningkatan
stimulasi indra lainnya (mis.
Aroma, rasa, tekstur
makanan)
b. Pastikan kacamata atau lensa
kontak berfungsi dengan baik.
c. Sediakan pencahayaan cukup
d. Berikan bacaan dengan huruf
besar
e. Hindari penataan letak
lingkungan tanpa
memberitahu.
f. Sediakan alat bantu misalnya
jam atau handphone
g. Fasilitasi membaca surat,
surat kabar atau media
informasi lainnya.
h. Gunakan warna terang dan
kontraks di lingkungan
i. Sediakan kaca pembesar, jika
perlu
Edukasi
a. Jelaskan lingkungan pada
pasien
b. Ajarkan keluarga cara
membantu pasien
berkomunikasi
Kolaborasi
Rujuk pasien pada terapi, jika perlu

3 Setelah dilakukan asuhan Dukugan perawatan diri (I.11348)


keperawatan pada lansia dengan Observasi
defisit perawatan diri selama 3 X a. Identifikasi kebiasaan
24pasien akan aktivitas perawatan diri sesuai
1. Kemampuan mandi (sedang) usia
2. Kemampuan mengenakan b. Monitor tingkat kemandirian
pakian (sedang) c. Identifikasi kebutuhan alat
3. Mempertahankan kebersihan bantu: kebersihan diri,
diri (sedang) berpakian, berhias dan makan.
4. Mempertahan kebersihan mulut Terapeutik
(sedang) a. Sediakan lingkungan
terapeutik
b. Siapkan keperluan pribadi
c. Dampingi dalam melakukan
perawatan diri samapi mandiri
d. Fasilitasi untuk menerima
keadaan ketergantungan
e. Fasilitasi kemandirian, bantu
jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
f. Jadwalkan rutinitas perawatan
diri.
Edukasi
Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
Dukungan perawatan diri :
berpakian (I.11350)
Observasi
a. Identifikasi usia dan budaya
dalam membantu berpakaian
Terapeutik
a. Sediakan pakian pada tempat
yang mudah di jangkau
b. Sediakan pakian pribadi
sesuai kebutuhan
c. Fasilitasi mengenakan pakian
d. Fasilitasi berhias
e. Jaga privasi selama berpakian
Edukasi
a. Informasikan pakian yang
tersedia untuk di pilih
b. Ajarkan mengenakan pakian
Dukungan Perawatan Diri : Mandi
(I.11352)
Observasi
a. Identifikasi usia dan budaya
dalam membantu kebersihan
diri
b. Identifikasi jenis bantuan
yang di butuhkan
c. Monitor kebersihan tubuh
d. Monitor integritas kulit
Terapeutik
a. Sediakan peralatan mandi
b. Sediakan lingkungan yang
aman dan nyaman
c. Fasilitasi mengosok sesuai
kebutuhan
d. Fasilitasi mandi sesuai
kebutuhan
e. Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
f. Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
Edukasi
a. Jelaskan manfaat mandi dan
dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
b. Ajarkan pada keluarga cara
memandikan pasien

4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

HARI/TGL JA DX IMPLEMENTASI EVALUASI


M
1
2
3
4

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang


secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan
kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran
kepribadian. Penyebabnya sendiri belum diketahui secara pasti, namun diduga
penyakit Alzheimer, meskipun tampaknya genetika berperan dalam hal itu. Gejala
penderita demensia yang sering nampak adanya perubahan kepribadian dan tingkah
laku. Prinsip utama penatalaksanaan penderita demensia adalah optimalkan fungsi
dari penderita, kenali dan obati komplikasi, upayakan perumatan
berkesinambungan, upayakan informasi medis, upayakan informasi pelayanan
sosial yang ada, uapaykan nasihat untuk keluarga dan beritahukan peran keluarga
dalam perawatan lansia. Pencegahan demensia yang dilakukan adalah pencegahan
primer, pencegahan sekunder dan pencegahan tersier.
Dalam melakukan asuhan keperawatan pada lansia dilakukan asuhan
keperawatan gerontik yang dimulai dari pengkajian sampai tahap evaluasi.
a. Tahap pengkajian perawat mengkaji data umum dari pasien
b. Tahap diagnosa perawat menentukan masalah keperawatan yang dialami
pasien
c.Tahap perencanaan perawat melakukan perencanaan pada pasien dengan
pedoman yang terdapat pada diagnosa
d. Tahap implementasi perawat melakukan tindakan yang telah dilakukan
dalam intervensi
e.Tahap evaluasi perawat menentukan apakah perawatan yang dilakukan
berhasil atau harus diulangi

4.2 Saran

1. Pembaca

Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari banyaknya


sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta saran yang membangun mengenai pembahasan makalah.

2. Penulis
Sebagai pembanding antara teori yang didapat selama perkuliahan dengan praktik
keterampilan dan pengalaman
3. Perawat gerontik
Diharapkan perawat dapat menerapkan asuhan keperawatan dengan baik dan tepat
pada lansia yang telah didapatkan semasa menempuh pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Gallo J. Joseph, Dkk. 1990.Buku saku: Gerontologi Edisi 2 Bahasa


Indonesia.Jakarta:EGC

Jaime L. Stockslager dan Schaeffer Liz.2008.Buku Saku: Asuhan Keperawatan


Geriatrik Edisi 2.Jakarta:EGC
2018.Karya Tulis Ilmiah: Asuhan Keperawatan Lansia Ny. F.P Dengan
Demensia di Wisma Teratai UPT Panti Sosial Penyantun Lanjut Usia Budi Agung
Kupang. Juli, Kupang.

Reyhan Munif. Laporan Pendahuluan Demensia.


https://www.academia.edu/30551833/LAPORAN_PENDAHULUAN_DEMENSIA.
15 April 2020

Cahyani Erna. Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Lansia Dengan Demensia.


https://www.academia.edu/22277701/ISI_DIMENSIA. 15 April 2020

Anda mungkin juga menyukai