OLEH :
2. Etiologi
Hemotohrax disebabkan karena adanya trauma dada, baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Selain itu hemothorax dapat terjadi karena keganasan
neoplasma, rupture pembuluh darah akibat pebengkakan aorta, dan komplikasi
operasi. Trauma tumpul dapat menyebabkan hemothorax karena tulang iga yang
mengalami fraktur dapat melukai paru-paru. Ketika terjadi fraktur iga, serpihan
tulang iga maupun patahan tulang iga yang msih ada di rongga dada dapat
mencederai paru-paru. Biasanya cedera ini mengenai alveolus. Alveolus sendiri
adalah struktur yang banyak dikelilingis oleh pembuluh darah. Pembuluh darah ini
akan pecah setelah trauma. Pembuluh darah yang pecah ini akan menyababkan
perdarahan. Darah yang keluar dari pembuluh akan berkumpul di rongga pleura.
Suatu keberadaan darah dalam pleura dapat diklasifikasikan sebagai hemothorax
apabila volume darah minimal 300-500 ml (Pooler, 2009).
4. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai
berat tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel.
Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple
dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang
lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma langsung
pada jantung.
Hematothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura yang
disebabkan oleh trauma pada dinding thoraks, diafragma, paru – paru atau
mediastinum. Terbanyak karena trauma tumpul dan 37 hingga 58 persen
bersamaan dengan pneumothoraks atau hemopneumothoraks. Hematothoraks
dikatakan masif bila drainage darah mencapai 1000 mililiter atau 100 mililiter per-
jam dan lebih dari 4 jam pada kasus akut. Segera dilakukan thoracotomy
emergensi karena sangat berisiko mengancam nyawa bahkan kematian.
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa
gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan
faal jantung dan pembuluh darah.
5. Pathway
6. Penatalaksanaan
a. Pertahankan status ABC pasien
b. Ganti kehilangan cairan dengan cairan kristaloid/prod darah melalui intaravena
c. Bantu untuk pemasangan Chest Tube dan hubungkan dengan suction
d. Pertimbangkan untuk auto tranfusi
e. Evaluasi adanya cedera yang lain yang menyertai (trauma abdomen,jantung,
dan kepala)
f. Pertimbangkan thoracotomy emergency bila drainase awal lebih dari 1.500 ml.
Lebih dari sama dengan 1.000 ml, diikuti dengan 200 ml/jam selama 4 jam
g. Pada kondisi autotranfusi darah dada adalah darah yang keluar dari drainase
dada melalui chest tube, disaring kembali dengan ditransfusikan kembali ke
pasien. Proses ini membutuhkan ruang khusus untuk menampung drainase.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen: menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura. Pada kasus
trauma tumpul dapat terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta atau
pneumotoraks.
b. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasam dan kemampuan mengkompensasi. PaCo2 kadang-kadang
meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya
menurun.
c. Thorasentesis : meyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorax)
d. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah
e. Radiografi dada: menunjukkan adanya cairan pada area yang seharusnya
dipenuhi udara, sudut kostofrenik (costophrenic angle) tumpul.
f. USG: membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam jumlah kecil.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, tanggal
pengkajian, jam, nomor RM
2) Identitas Penanggung jawab
3) Pengkajian Primer
Komponen Penilaian Kemungkinan Intervensi
4) Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b) Mata
Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-
otot pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan
e) Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan lendir.
f) Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak
dicurigai fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g) Thoraks
Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan
dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan.
Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan
Auskultasi : Bunyi napas ronchi, suara ngorok, frekuensi napas 30x/menit
Perkusi : Snoring
h) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i) Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j) Ekstremitas
- Atas :
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada jejas
ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri, fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Bawah :
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d beda asing dalam jalan napas, secret
yang berlebih, gumpalan darah yang menghalangi pernapasan (D. 0001)
2) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D. 0005)
3) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (D. 0003)
3. Intervensi Keperawatan
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan
Edisi 1, 2018).
Tujuan dan Kriteria
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hasil
1. Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas (L. Penghisapan Jalan Napas
efektif b.d beda asing 01001) (I.01020)
Tujuan : Tindakan:
dalam jalan napas, secret
Setelah dilakukan Observasi :
yang berlebih, gumpalan intervensi keperawatan Identifikasi kebutuhan
darah yang menghalangi selama waktu tertentu dilakukan
diharapkan pertukaran penghisapan
pernapasan
gas meningkat Auskultasi suara
Kriteria Hasil : napas sebelum dan
1. Pasien melaporkan setelah dilakukan
produksi sputum penghisapan
menurun Monitor status
2. Frekuensi napas oksigenasi (SaO2 dan
sedang SvO2), status
3. Pola napas neurologis (status
membaik mental, tekanan
intrakranial, tekanan
perfusi serebral) dan
status hemodinamik
(MAP dan irama
jantung) sebelum, dan
setelah tindakan
Monitor dan catat
warna, jumlah dan
konsistensi sekret.
Terapeutik
Gunakan teknik
aseptik (mis. Gunakan
sarung tangan,
kacamata atau masker,
jika perlu)
Gunakan prosedural
steril dan disposibel
Gunakan teknik
penghisapan tertutup,
sesuai indikasi
Pilih ukuran kateter
suction yang menutupi
tidak lebih dari
setengah diameter
ETT Lakukan
penghisapan mulut,
nasofaring, trakea dan
atau ETT
Berikan oksigenasi
dengan konsentrasi
tinggi 100% paling
sedikit 30 detik
sebelum dan setelah
tindakan
Lakukan penghisapan
lebih dari 15 detil
Lakukan penghisapan
ETT dengan tekanan
rendah (80-120
mmHg)
Lakukan penghisapan
hanya di sepanjang
ETT untuk
meminimalkan invasif
Hentikan penghisapan
dan berikan terapi
oksigen jika
mengalami kondisi-
kondisi seperti
bradikardi, penurunan
saturasi.
Edukasi
Anjurkan melakukan
teknik napas dalam,
sebelum melakukan
penghisapan di
nasotracheal
Anjurkan bernapas
dalam dan pelan
selama insersi kateter
suction
2. Gangguan pertukaran gas Pertukaran Gas (L. Dukungan ventilasi (I.
b.d ketidakseimbangan 01003) 01002)
Tujuan : setelah Tindakan :
ventilasi-perfusi
dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama Identifikasi adanya
waktu tertentu kelelahan otot bantu
diharapkan pertukaran napas
gas meningkat Identifikasi efek
Kriteria Hasil : perubahan posisi
1. Pasien melaporkan terhadap status
keluhan sesak nafas
berkurang pernapasan
2. Tidak terdengar
bunyi nafas Monitor status
tambahan respirasi dan
3. Tanda-tanda vital oksigenasi (mis.
dalam batas normal Frekuensi dan
kedalaman napas,
penggunaan otot
bantu napas, bunyi
napas tambahan,
saturasi oksigen)
Terapeutik
Pertahankan
kepatenan jalan napas
Berikan posisi semi
fowler atau fowler
Fasilitasi mengubah
posisi senyaman
mungkin
Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
(mis. Nasal kanul,
masker wajah, masker
rebreathing atau non
rebreathing
Gunakan bag-valve
mask, jika perlu
Edukasi
Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
Ajarkan mengubah
posisi secara mandiri
Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkhodilator, jika
perlu
3. Pola napas tidak efektif Pola napas (L.01004) Pemantauan Respirasi
b.d hambatan upaya napas Setelah dilakukan (I.01014)
(D.0005) tindakan keperawatan
dalam jangka waktu 1 x Observasi
24 jam diharapkan pola Monitor frekuensi,
napas pasien kembali irama, kedalaman,
efektif dengan kriteria dan upaya napas
hasil : Monitor pola napas
1. Dyspnea dari 1 (seperti bradipnea,
(meningkat) takipnea,
menjadi 3 (sedang) hiperventilasi,
2. Frekuensi napas Kussmaul, Cheyne-
Dari 1 (memburuk) Stokes, Biot, ataksik
menjadi 3 (sedang)
Monitor kemampuan
3. Kedalaman napas
batuk efektif
dari 1 (memburuk)
menjadi 3 (sedang) Monitor adanya
produksi sputum
Monitor adanya
sumbatan jalan napas
Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
Auskultasi bunyi
napas
Monitor saturasi
oksigen
Monitor nilai AGD
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)
Terapeutik
Petahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
Posisikan semi fowler
atau fowler
Berikan minum
hangat
Lakukan fisioterapi
dada jika perlu
Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forcep McGil
Edukasi
Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik jika perlu.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan dilakukan untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang baik, yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan untuk kesuksesan implementasi dalam
pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana keperawatan.
5. Evaluasi
Tahap penilaian evaluasi adalah tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau perlu pendekatan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ikhda Ulya, d. (2017). Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Trauma. Jakarta:
Salemba Medika .
Irhash Faisal Ramsi, M. E. (2016). Basic Life Support . Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.