Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN


SISTEM PERNAPASAN : HEMOTHORAX

OLEH :

Pembimbing Institusi Mahasiswa

Ns, Emilia Erningwati Akoit, S,Kep,M.Kep Nydia Natalia Nubatonis


NIP:198106302005012001 NIM: PO. 530320917166

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KUPANG


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Hemothorax adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah
tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah
besar. Hemotoraks adalah adanya darah pada rongga pleura. Hal ini terjadi karena
danya trauma terbuka tau tertutup pada dada yang menyebabkan rupturnya
pembuluh darah di dekat rongga pleura dan perdarahan.

2. Etiologi
Hemotohrax disebabkan karena adanya trauma dada, baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Selain itu hemothorax dapat terjadi karena keganasan
neoplasma, rupture pembuluh darah akibat pebengkakan aorta, dan komplikasi
operasi. Trauma tumpul dapat menyebabkan hemothorax karena tulang iga yang
mengalami fraktur dapat melukai paru-paru. Ketika terjadi fraktur iga, serpihan
tulang iga maupun patahan tulang iga yang msih ada di rongga dada dapat
mencederai paru-paru. Biasanya cedera ini mengenai alveolus. Alveolus sendiri
adalah struktur yang banyak dikelilingis oleh pembuluh darah. Pembuluh darah ini
akan pecah setelah trauma. Pembuluh darah yang pecah ini akan menyababkan
perdarahan. Darah yang keluar dari pembuluh akan berkumpul di rongga pleura.
Suatu keberadaan darah dalam pleura dapat diklasifikasikan sebagai hemothorax
apabila volume darah minimal 300-500 ml (Pooler, 2009).

3. Tanda dan Gejala


Manifestasi klinis pada tension hemothoraks adalah sebagai berikut:
a. Gejala hampir sama dengan tension pneumothoraks atau pneumothoraks.
b. Terdapat tanda-tanda syok hemoragik yaitu kulit pucat dan dingin, penurunan
capillary refill time, hipotensi, takikardia, takipnea, kelelahan, cemas, binggung
atau tidak sadar
c. Pada perkusi ditemukan dullness pada sisi yang terkena
d. Suara napas menurun pada sisi yang terkena
Hemothorax tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding
dada. Pada luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri.
Kadang-kadang anima syok hipovolemik merupakan keluhan dan gejala yang
pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat,
agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di
ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.

4. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai
berat tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel.
Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple
dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma yang
lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma langsung
pada jantung.
Hematothoraks adalah adanya darah pada rongga pleura yang
disebabkan oleh trauma pada dinding thoraks, diafragma, paru – paru atau
mediastinum. Terbanyak karena trauma tumpul dan 37 hingga 58 persen
bersamaan dengan pneumothoraks atau hemopneumothoraks. Hematothoraks
dikatakan masif bila drainage darah mencapai 1000 mililiter atau 100 mililiter per-
jam dan lebih dari 4 jam pada kasus akut. Segera dilakukan thoracotomy
emergensi karena sangat berisiko mengancam nyawa bahkan kematian.
Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ didalamnya dapat
menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat ringan sampai berat
tergantung kerusakan anatominya. Gangguan faal pernafasan dapat berupa
gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan gangguan mekanik/alat
pernafasan. Salah satu penyebab kematian pada trauma toraks adalah gangguan
faal jantung dan pembuluh darah.

5. Pathway
6. Penatalaksanaan
a. Pertahankan status ABC pasien
b. Ganti kehilangan cairan dengan cairan kristaloid/prod darah melalui intaravena
c. Bantu untuk pemasangan Chest Tube dan hubungkan dengan suction
d. Pertimbangkan untuk auto tranfusi
e. Evaluasi adanya cedera yang lain yang menyertai (trauma abdomen,jantung,
dan kepala)
f. Pertimbangkan thoracotomy emergency bila drainase awal lebih dari 1.500 ml.
Lebih dari sama dengan 1.000 ml, diikuti dengan 200 ml/jam selama 4 jam
g. Pada kondisi autotranfusi darah dada adalah darah yang keluar dari drainase
dada melalui chest tube, disaring kembali dengan ditransfusikan kembali ke
pasien. Proses ini membutuhkan ruang khusus untuk menampung drainase.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto rontgen: menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleura. Pada kasus
trauma tumpul dapat terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta atau
pneumotoraks.
b. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi, gangguan
mekanik pernapasam dan kemampuan mengkompensasi. PaCo2 kadang-kadang
meningkat. PaO2 mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya
menurun.
c. Thorasentesis : meyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorax)
d. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah
e. Radiografi dada: menunjukkan adanya cairan pada area yang seharusnya
dipenuhi udara, sudut kostofrenik (costophrenic angle) tumpul.
f. USG: membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam jumlah kecil.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, tanggal
pengkajian, jam, nomor RM
2) Identitas Penanggung jawab
3) Pengkajian Primer
Komponen Penilaian Kemungkinan Intervensi

A. Airway atau 1. Dengarkan suara 1. Buka saluran pernapasan


saluran 2. Terbuka/tersumbat? menggunakan chin-lift atau
pernapasan 3. Cari serpihan benda- manuver modifield jaw-
benda, darah, muntah, thrust.
dan benda asing. 2. Bersihkan saluran
pernapasan, sedot, dan
bersihkan dari benda-benda
asing
3. Berikan saluran pernapasan
buatan: saluran pernapasan
orofaring atau nasofaring,
intubasi trakea, atau saluran
pernapasan lewat proses
bedah.
B. Breathing 1. Amati respirasi 1. Berikan oksigen dengan laju
atau spontan, chest tinggi melalui non-
pernapasan excursion, laju dan rebreather mask.
kedalaman respirasi, 2. Ganti udara dengan
serta usaha untuk menggunakan tekanan positif
bernapas. (bag-valve-mask).
2. Auskultasi suara 3. Bantu dengan menggunakan
pernapasan. intubasi trakea atau
penempatan saluran napas
lewat proses bedah.
C. Circulation 1. Cari pendarahan yang 1. Lakukan penekanan/letakkan
atau tampak jelas. luka di posisi yang lebih
sirkulasi 2. Periksa kulit untuk tinggi.
warna, suhu, 2. Masukkan dua atau lebih
kelembapan, dan kateter large-bore-
capillary refill. intravenous.
3. Raba denyut nadi 3. Berikan bolus dari kristaloid
sentral dan distal atau darah.
4. Lakukan tranfusi darah.
5. Gunakan splint untuk
mengontrol pendarahan.
6. Fasilitasi intervensi bedah
untuk kondisi pendarahan
internal atau eksternal yang
parah.
7. Sediakan resuscitation
cardiopulmonary/advanced
cardiac life support bila
diperlukan.
D. Disability 1. Periksa kondisi 1. Jangan sampai pasien
atau neurologis mengalami hipotensif atau
ketidakmam menggunakan AVPU hipoksi.
puan mnemonic. 2. Jaga dengan hati-hati
2. Periksa pupil, simetris kondisi tulang belakan.
atau tidak, dan reaksi 3. Pertimbangkan pemberian
terhadap cahaya. manitol, tindakan untuk
memperbaiki laju
pembuluh vena dari otak,
pembedahan, atau
hiperventilasi singkat.
E. Exposure Periksa seluruh tubuh 1. Lepas semua baju.
and 2. Berikan penghangat tubuh.
environmen
t
(pemaparan
dan
lingkungan

4) Pengkajian Sekunder
Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut baik, bentuk kepala simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
b) Mata
Inspeksi : Anemis, skelera an ikterik, bentuk simetris.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c) Hidung
Inspeksi : Bentuk simetris, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot-
otot pernapasan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
d) Telinga
Inspeksi : Bentuk simetris, terdapat darah
Palpasi : Ada lesi dan nyeri tekan
e) Mulut
Inspeksi : Bentuk simetris, sianosis, serta keluarnya darah segar dan lendir.
f) Leher
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak
dicurigai fraktur cervikal.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembenkakan
g) Thoraks
Inspeksi : Bentuk tidak simetris, terdapat jejas dan bengkak, pergerakan
dinding dada tidak simetris, terdapat otot bantu pernapasan.
Palpasi : Terdapat nyeri tekn dan ada pembengkakan
Auskultasi : Bunyi napas ronchi, suara ngorok, frekuensi napas 30x/menit
Perkusi : Snoring
h) Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada jejas
Palpasi : ada nyeri tekan pada supra pubik
Auskultasi : Bising usus normal 12x/menit
Perkusi : Tympani
i) Genetalia
Inspeksi : Bersih, tidak ada kelainan, terpasang kateter spool blase
j) Ekstremitas
- Atas :
Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan dan terpasang ada jejas
ditangan kanan, terpasang infus ditangan kiri, fleksi dan ekstensi (-)
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
- Bawah :

Inspeksi : Simetris, tidak ada pembengkakan


Palpasi : Tidak ada nyeri tekan

2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d beda asing dalam jalan napas, secret
yang berlebih, gumpalan darah yang menghalangi pernapasan (D. 0001)
2) Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas (D. 0005)
3) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (D. 0003)

3. Intervensi Keperawatan
(Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Tindakan Keperawatan
Edisi 1, 2018).
Tujuan dan Kriteria
No. Diagnosa Keperawatan Intervensi
Hasil
1. Bersihan jalan napas tidak Bersihan jalan napas (L. Penghisapan Jalan Napas
efektif b.d beda asing 01001) (I.01020)
Tujuan : Tindakan:
dalam jalan napas, secret
Setelah dilakukan Observasi :
yang berlebih, gumpalan intervensi keperawatan  Identifikasi kebutuhan
darah yang menghalangi selama waktu tertentu dilakukan
diharapkan pertukaran penghisapan
pernapasan
gas meningkat  Auskultasi suara
Kriteria Hasil : napas sebelum dan
1. Pasien melaporkan setelah dilakukan
produksi sputum penghisapan
menurun  Monitor status
2. Frekuensi napas oksigenasi (SaO2 dan
sedang SvO2), status
3. Pola napas neurologis (status
membaik mental, tekanan
intrakranial, tekanan
perfusi serebral) dan
status hemodinamik
(MAP dan irama
jantung) sebelum, dan
setelah tindakan
 Monitor dan catat
warna, jumlah dan
konsistensi sekret.
Terapeutik
 Gunakan teknik
aseptik (mis. Gunakan
sarung tangan,
kacamata atau masker,
jika perlu)
 Gunakan prosedural
steril dan disposibel
 Gunakan teknik
penghisapan tertutup,
sesuai indikasi
 Pilih ukuran kateter
suction yang menutupi
tidak lebih dari
setengah diameter
ETT Lakukan
penghisapan mulut,
nasofaring, trakea dan
atau ETT
 Berikan oksigenasi
dengan konsentrasi
tinggi 100% paling
sedikit 30 detik
sebelum dan setelah
tindakan
 Lakukan penghisapan
lebih dari 15 detil
 Lakukan penghisapan
ETT dengan tekanan
rendah (80-120
mmHg)
 Lakukan penghisapan
hanya di sepanjang
ETT untuk
meminimalkan invasif
 Hentikan penghisapan
dan berikan terapi
oksigen jika
mengalami kondisi-
kondisi seperti
bradikardi, penurunan
saturasi.
Edukasi
 Anjurkan melakukan
teknik napas dalam,
sebelum melakukan
penghisapan di
nasotracheal
 Anjurkan bernapas
dalam dan pelan
selama insersi kateter
suction
2. Gangguan pertukaran gas Pertukaran Gas (L. Dukungan ventilasi (I.
b.d ketidakseimbangan 01003) 01002)
Tujuan : setelah Tindakan :
ventilasi-perfusi
dilakukan intervensi Observasi
keperawatan selama  Identifikasi adanya
waktu tertentu kelelahan otot bantu
diharapkan pertukaran napas
gas meningkat  Identifikasi efek
Kriteria Hasil : perubahan posisi
1. Pasien melaporkan terhadap status
keluhan sesak nafas
berkurang pernapasan
2. Tidak terdengar
bunyi nafas  Monitor status
tambahan respirasi dan
3. Tanda-tanda vital oksigenasi (mis.
dalam batas normal Frekuensi dan
kedalaman napas,
penggunaan otot
bantu napas, bunyi
napas tambahan,
saturasi oksigen)

Terapeutik
 Pertahankan
kepatenan jalan napas
 Berikan posisi semi
fowler atau fowler

 Fasilitasi mengubah
posisi senyaman
mungkin

 Berikan oksigenasi
sesuai kebutuhan
(mis. Nasal kanul,
masker wajah, masker
rebreathing atau non
rebreathing

 Gunakan bag-valve
mask, jika perlu

Edukasi
 Ajarkan melakukan
teknik relaksasi napas
dalam
 Ajarkan mengubah
posisi secara mandiri
 Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkhodilator, jika
perlu
3. Pola napas tidak efektif Pola napas (L.01004) Pemantauan Respirasi
b.d hambatan upaya napas Setelah dilakukan (I.01014)
(D.0005) tindakan keperawatan
dalam jangka waktu 1 x Observasi
24 jam diharapkan pola  Monitor frekuensi,
napas pasien kembali irama, kedalaman,
efektif dengan kriteria dan upaya napas
hasil :  Monitor pola napas
1. Dyspnea dari 1 (seperti bradipnea,
(meningkat) takipnea,
menjadi 3 (sedang) hiperventilasi,
2. Frekuensi napas Kussmaul, Cheyne-
Dari 1 (memburuk) Stokes, Biot, ataksik
menjadi 3 (sedang)
 Monitor kemampuan
3. Kedalaman napas
batuk efektif
dari 1 (memburuk)
menjadi 3 (sedang)  Monitor adanya
produksi sputum

 Monitor adanya
sumbatan jalan napas

 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru

 Auskultasi bunyi
napas

 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor nilai AGD

 Monitor hasil x-ray


toraks

Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Dokumentasikan
hasil pemantauan

Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu

Menejemen Jalan Napas


(I. 01011)
Observasi
 Monitor pola napas
(frekuensi,
kedalaman, usaha
napas)
 Monitor bunyi napas
tambahan (mis.
Gurgling, mengi,
weezing, ronkhi
kering)

 Monitor sputum
(jumlah, warna,
aroma)

Terapeutik
 Petahankan kepatenan
jalan napas dengan
head-tilt dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga
trauma cervical)
 Posisikan semi fowler
atau fowler

 Berikan minum
hangat

 Lakukan fisioterapi
dada jika perlu

 Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik

 Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal

 Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forcep McGil

 Berikan oksigen jika


perlu

Edukasi
 Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
 Ajarkan teknik batuk
efektif

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik jika perlu.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan dilakukan untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang baik, yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan untuk kesuksesan implementasi dalam
pelaksanaannya harus sesuai dengan rencana keperawatan.
5. Evaluasi
Tahap penilaian evaluasi adalah tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau perlu pendekatan lain.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhda Ulya, d. (2017). Keperawatan Gawat Darurat Pada Kasus Trauma. Jakarta:
Salemba Medika .

Irhash Faisal Ramsi, M. E. (2016). Basic Life Support . Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.

Kevin G. Pitojo, A. T. (2016). Pola trauma tumpul toraks non penetrans,


penanganan, dan hasil akhir diInstalasi Rawat Darurat Bedah RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado .

(PPNI), P. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

(PPNI), P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Defenisi dan


Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

(PPNI), P. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Defenisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai