PENDAHULUAN
1
diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu
25 tahun kemudian jumlah tersebut akan meningkat menjadi 300 juta orang
(Suyono, 2006). Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan keempat
terbesar dalam jumlah penderita diabetes di dunia. Pada tahun 2000 yang lalu saja,
terdapat sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap penyakit diabetes.
Namun, pada tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia
meningkat tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50 persen yang sadar
mengidapnya dan di antara mereka baru sekitar 30 persen yang datang berobat
teratur (Medicastore, 2007).
Penelitian terakhir antara tahun 2001 dan 2005 di daerah Depok (Suyono,
2006) didapatkan prevalensi DM tipe 2 sebesar 14,7%, demikian juga di Makasar
prevalensi terakhir pada tahun 2005 mancapai 12,5%, merupakan suatu angka
yang sangat mengejutkan. Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO
bahwa jumlah pengidap diabetes sebanyak 12,4 juta orang pada tahun 2025,
meningkat dua kali dibanding tahun 1995.
Mengingat jumlah penderita DM yang terus meningkat dan besarnya biaya
perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya,
maka upaya yang paling baik adalah melakukan pencegahan. Menurut WHO
tahun 1994, upaya pencegahan dapat dilakukan dengan tiga tahap yaitu
pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan semua
aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada populasi
umum misalnya dengan kampanye makanan sehat, penyuluhan bahaya diabetes.
Pencegahan sekunder yaitu menemukan penderita DM sedini mungkin misalnya
dengan tes penyaringan sedini mungkin terutama pada populasi resiko tinggi
sehingga komplikasi tidak terjadi. Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk
mencegah komplikasi atau kecacatan melalui penyuluhan, maka perlu kerjasama
semua pihak untuk mensukseskannya ( Suyono, 2006).
Menurut American Diabetes Association (2004), komplikasi diabetes
dapat dicegah, ditunda dan diperlambat dengan mengendalikan kadar glukosa
darah. Pengelolaan diabetes yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa
darah dalam rentang normal dapat dilakukan secara nonfarmakologis dan
2
farmakologis. Pengelolaan nonfarmakologis meliputi pengendalian berat badan,
olah raga/latihan jasmani dan diet. Terapi farmakologis meliputi pemberian
insulin dan/atau obat hiperglikemia oral (Medicastore, 2007; Smeltzer&Bare,
2008).
3
BAB II
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH
4
Tabel 1. Profil Keluarga yang Tinggal Satu Rumah
No Nama Kedudukan JK Umur Pendidikan Pekerjaan Ket.
dalam (tahun)
Keluarga
1. Sumanan KK L 51 SD Petani Sehat
2. Mukaroamah Istri KK P 43 SMP Petani Sakit
3. Ari Kriswanto Anak KK L 27 SMP Buruh Sehat
4. Rini Murwanti Anak KK P 25 SMP Buruh Sehat
5. Eva Trisusanti Anak KK P 15 SMA Pelajar Sehat
Keterangan :
L : laki-laki
P : perempuan
Laki-laki
Perempuan
Penderita (perempuan)
5
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Agustus 2014
pukul 16.00 di rumah pasien di Dusun Karangmulyo I, desa Tanjunganom,
Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.
a. Keluhan Utama :
Lemas
6
Tanggal 19 Agustus 2014 pukul 16.00 WIB di kediaman pasien
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
• Tekanan darah: 170/90 mmHg TB : 156 cm
• Nadi : 92 x/menit BB : 53 kg
• Suhu : 36,80 C BMI : 22,08
• Pernapasan : 20x/menit
Status Generalis
Kepala : Normosefali
Cor
Inspeksi : Ichtus cordis tidak tampak
Palpasi : Ichtus cordis teraba di SIC V linea, 2 cm lateral
LMCS
Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
Auskultasi :BJ I-II normal, bising (-), gallop (-)
7
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani, pekak sisi (+), pekak alih (-), area traube
timpani
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba, nyeri tekan (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Cap. Reffil <2”/<2” <2”/<2”
Diagnosis Kerja
Diabetes Mellitus Tipe 2
Rencana Penatalaksanaan
Pengobatan yang telah diberikan :
• Medikamentosa :
a. Metformin 1 x 500 mg (p.o)
b. 3 jenis obat yang lain lupa
• Nonmedikamentosa :
a. Kontrol teratur (minimal 1 bulan sekali)
8
b. Menjaga pola makan (menghindari makanan dan minuman yang
manis)
c. Olah raga teratur seminggu dua kali selama 30 menit
9
teratur
2 Gula darah tinggi Menurunkan gula darah Pasien Diharapkan
dengan obat dan perbaikan gula darah
pola makan terkontrol
10
Penderita dan keluarga tinggal di desa Karangmulyo di kawasan pemukiman
yang tidak padat penduduk. Penderita dan keluarga dapat diterima dengan
baik di lingkungan rumahnya. Komunikasi dengan tetangga baik.
Pola Konsumsi Makan Penderita
Frekuensi makan besar rata-rata 3x sehari, diselingi dengan makanan ringan.
Penderita biasanya makan di rumah. Jenis makanan dalam keluarga ini
bervariasi. Variasi makanan sebagai berikut : nasi, lauk (tahu, tempe, telur),
sayur (kangkung, bayam, dll), air minum (air putih, teh, kopi). Pasien
jarang mengkonsumsi ayam, daging. Air minum berasal dari air sumur
pompa yang dimasak sendiri.
11
Rumah pasien terletak di Desa Karang Mulyo, Kecamatan Salaman,
Kabupaten Magelang, dengan ukuran rumah 10x7 m2, bentuk bangunan 1
lantai. Rumah tersebut ditempati oleh 3 orang. Secara umum gambaran
rumah terdiri dari 2 kamar, 1 ruang tamu, 1 ruang makan, 1 ruang keluarga,
1 kamar mandi, 1 jamban, dan 1 dapur di bagian belakang rumah.
Lantainya dari semen, dinding dari bata yang sudah disemen, atap dari
genting.
Penerangan dalam rumah dan kamar cukup sehingga rumah cukup terang
dan tidak terasa lembab. Ventilasi dan jendela cukup memadai, yaitu dengan
luas < 10 % dan jarang dibuka. Cahaya matahari masuk lewat pintu dan
jendela. Tata letak barang di rumah cukup rapi. Sumber air bersih dari
sumur untuk minum maupun cuci dan masak. Air minum dimasak sendiri.
Fasilitas MCK terdapat kamar mandi yang menggunakan jamban dengan
model leher angsa, bak mandi dikuras seminggu sekali. Kebersihan dapur
kurang, tidak ada lubang asap dapur, namun asap dapur langsung mengarah
ke pintu. Tidak ada saluran untuk pembuangan air limbah. Tidak ada tempat
pembuangan sampah dan tertutup dan membuang sampah di kebun dan
dibakar. Jalan di depan rumah lebarnya 4 meter terbuat dari tanah .
Kebersihan lingkungan di sekitar rumah cukup.
DENAH RUMAH
Kamar mandi
Kamar Dapur
Ruang tamu
12
Diagnosis Fungsi Keluarga
a. Fungsi Biologis
13
Diagram Realita Yang Ada Pada Keluarga
Gambar 3. Diagram Realita
GENETIK
STATUS
YANKES LINGKUNGAN
KESEHATAN
Motivasi
minnum obat
kurang
14
Diabetesmellitus, komplikasi,
pengobatan pencegahan, faktor
resiko. Pasien,suami dan anak
• Edukasi mengenai pola pasien mengerti tentang
makan, dan kontrol gula darah penyakit Diabetes
serta efek jangka panjang dari Mellitus dan cara
gula darah yang tidak terkontrol menangani penyakit
Edukasi kepada keluarga tersebut.
pasien untuk selalu
memotivasi dan mendukung
pasien untuk mengontrol
gula darah dan pola makan.
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1 DEFINISI
Menurut American Diabetes Association(ADA) 2005, Diabetes Melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-keduanya. Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa Diabetes
Melitus merupakan suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolute
atau relative dan gangguan fungsi insulin.
III.2 KLASIFIKASI
Klasifikasi DM dapat dilihat pada table 1.
Tabel 4.Klasifikasi Etiologis DM
Tipe 1 Destruksi sel beta umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolute :
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi
insulin disertai insulin relatif sampai yang terutama
defek sekresi insulin disertai resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes DM ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu melebihi
Melitus 200 mg%. Jika didapatkan nilai di bawah 100 mg% berarti
16
Gestasional bukan DM dan bila nilainya diantara 100-200 mg% belum
pasti DM. Pada wanita hamil, sampai saat ini pemeriksaan
yang terbaik adalah dengan test tantangan glukosa yaitu
dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah
diukur 1 jam kemudian. Jika kadar glukosa darah setelah 1 jam
pembebanan melebihi 140 mg% maka dilanjutkan dengan
pemeriksaan test tolesansi glukosa oral. Gangguan DM terjadi
2% dari semua wanita hamil, kejadian meningkat sejalan
dengan umur kehamilan, tetapi tidak merupakan
kecenderungan orang dengan gangguan toleransi glokusa, 25%
kemungkinan akan berkembang menjadi DM. DM gestasional
merupakan keadaan yang perlu ditangani dengan professional,
karena dapat mempengaruhi kehidupan janin/ bayi dimasa
yang akan datang, juga saat persalinan.
III.3 PATOFISIOLOGI
Pada defisiensi insulin akut, akan tejadi hiperglikemia karena pengaruh
insulin pada metabolisme glukosa tidak ada. Penimbunan glukosa di ekstrasel
menyebabkan hiperosmolaritas. Transpor maksimal glukosa akan meningkat di
ginjal sehingga glukosa diekskresikan ke dalam urin. Hal ini menyebabkan
diuresis osmotik yang disertai kehilangan air(poiluria), Natrium dan Kalium dari
ginjal, dehidrasi, dan kehausan. Meskipun kehilangan Kalium dari ginjal, tetapi
tidak terjadi hipokalemia karena sel melepaskan Kalium akibat penurunan
aktivitas kotranspor natrium-kalium-2clorin dan natrium-kalium-ATPase.
Jika terdapat defisiensi insulin, protein akan dipecahkan menjadi asam
amino di otot dan jaringan lain. Pemecahan otot bersama dengan gangguan
elektrolit akan menyebabkan kelemahan otot. Lipolisis yng telah tejadi
menyebabkan pelepasan asam lemak kedalam darah(hiperlipidasidemia). Hati
menghasilkan asam asetoasetat dan asam hidroksibutirat-B dari asam lemak.
17
Penumpukan asam ini akan menyebabkan asidosis, yang memaksa pasien untuk
bernafas dalam. Beberapa asam ini akan terjadi aseton.
Skema patofiosolgi dapat dilihat pada Gambar 4.
18
Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan
diagnosis DM pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan
darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Berbagai keluhan dapat dikemukakan pada diabetesi. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut dibawah
ini.
Keluhan klasik DM berupa : poliria, polydipsia, polifagia, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama jika keluhan klasik
ditemukan. maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan TTGO. Meskipun TTGO beban 75g glukosa
lebih sensitif dibanding dengan pemeriksaan glukosa darah puasa, namun memiliki
keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek
sangat jarang dilakukan. Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM.
19
Tabel 5. Kriteria Diagnosis DM
1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dL (11,1 mmo/L)
Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Atau
2. Gejala klasik DM+Kadar glukosa darah ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
Atau
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil yang
diperoleh.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dL
(7,8-11,0 mmol/L)
GDPT: glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dL (5,6 -6,9 mmol/L)
20
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa selama
proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan
tidakmerokok
21
Pemeriksaan penyaring untuk tujuan (skrining masal) tidak dianjurkan
mengingat biaya yang mahal, serta pada umumnya tidak dengan rencana tindak
lanjut bagi mereka yang diketemukan ada kelaianan. Pemeriksaan penyaring juga
dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit Lain atau general
check up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan
penyaring dapat dilihat pada table 3.
Tabel 6. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dL)
Bukan DM Belum pasti DM
DM
Kadar Plasma vena <100 100-199 ≥ 200
Glukosa darah
sewaktu (mg/dL) Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa
darah puasa(mg/dL) Plasma vena <100 100-125 ≥126
22
oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan
dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan
yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan.
Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemi dan cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target
perawatan
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat
hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain.
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa
darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah
mandiri tidak tersedia)
Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit,
atau hipoglikemia
Pentingnya latihan jasmani yang teratur
Masalah khusus yang dihadapi (misalnya: hiperglikemia pada
kehamilan)
23
Pentingnya perawatan diri
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan.
Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan
berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi,
perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi,
evaluasi dan dokumentasi.
24
Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari
perencanaan makan yang sehat dan pemanis non-nutrisi
dapat digunakan sebagai pengganti jumlah besar gula
misalnya pada minuman ringan dan permen
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25 % kebutuhan kalori.
Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh <7% kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak
tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain:
daging berlemak dan susu penuh (whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Diusahakan
lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh
(MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acicf), membatasi PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acid) dan Asam lemak jenuh.
Protein
Dibutuhkan sebesar 15 - 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging
tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak,
kacang, dan kacang-kacangan (Leguminosa), tahu, tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan
protein menjadi 0.8 g/kg BB perhari atau 10% dari
25
kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai biologik
tinggi.
Garam
Anjuran asupan natrium untuk diabetisi sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000
mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur.
Pembatasan natrium sampai 2400 mg atau sama dengan 6
gr/hari garam dapur, terutama pada mereka yang hipertensi.
Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum, penyandang diabetes
dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacang-
kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat dan
bahan lain yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah ± 25 g/hari, diutamakan
serat larut.
Pemanis
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan
pemanis tak bergizi. Termasuk pemanis bergizi adalah gula
alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol, mengandung 2 kalori /g
Batasi penggunaan pemanis bergizi. Dalam penggunaannya
pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya
sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan para diabetisi karena
efek samping pada lipid plasma.
Pemanis tak bergizi termasuk: aspartam, sakarin,
acesulfame potassium, sukralose, neotame.
26
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily intake / ADI)
B. Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan diabetisi. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
berdasarkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg
BB ideal, ditambah dan dikurangi bergantung pada beberapa faktor
yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat badan, dll.
27
*
WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective;
Redefining obesity and its treatment
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% bergantung kepada
tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan
paling sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 -
1600 kkal perhari untuk pria.
28
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di
atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan
sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya Untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan
secara bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga
akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki,
bersepeda santai, jogging, dan berenang, latihan jasmani sebaiknya
disesuiakan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Hindarkan
kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan
29
Tabel 7. Aktifitas Fisik Sehari-hari
Kurangi aktifitas Misalnya, menonton televise, menggunakan
Hindari aktifitas sedenter internet, main game computer
Persering Aktifitas Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda,
Mengikuti olahraga rekreasi sepak bola
dan beraktifitas fisik tinggi
pada waktu liburan
Aktifitas Harian Misalnya, berjalan kaki ke pasar (tidak
Kebiasaan bergaya hidup sehat menggunakan mobil), menggunakan tangga
(tidak menggunakan lift), menemui rekan kerja
(tidak hanya melalui telepon internal), berjalan-
jalan
4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmokologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. pemicu sekresi insulin (insulin secretogogue): sulfonilurea dan
b. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
c. penghambat glukoneogenesis (metformin)
d. penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
30
hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfoniiurea kerja panjang.
2) Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
31
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular,
sepsis, syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan.
Tabel 8. Mekanisme kerja, efek samping utama dan pengaruh terhadap penurunan
A1C (Hb-glikosilat)
Cara kerja utama Efek samping Penurunan A1C
utama
Sulfonilurea Meningkatkan BB naik, 1,5-2%
sekresi Insulin hipoglikemia
32
terhadap insulin
Insulin Menekan produksi Hipoglikemia, BB Potensial sampai
glukosa hati, naik normal
stimulasi
pemanfaatan
glukosa
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
33
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi lima jenis, yakni :
insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
insulin kerja pendek (short acting insulin)
insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
insulin kerja panjang (long acting insulin)
insulin campuran tetap (premixed insulin)
34
menengah atau kerja panjang untuk koreksi defisiense insulin basal. Juga
dapat dilakukan kombinasi dengan OHO
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah harian.
Penyesuian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap
hari 3-4 hari bila target terapi belum tercapai
3. Terapi kombinasi
35
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar
glukosa darah.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja.
36
III.7.1 Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan pemeriksaan glukosa darah:
Untuk mengetahui apakah target terapi telah tercapai
Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila target terapi belum
tercapai.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa dan 2 jam postprandial secara berkala sesuai dengan
kebutuhan.
III.7.2 Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikasi, yang disebut juga sebagai
glycohemoglobin, atau hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C,
merupakan cara yang digunakan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12
minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil
pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C dianjurkan dilakukan
sebanyak 4 kali dalam setahun.
III.7.3 Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler.
Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen
kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh
kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai
dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi diabetisi dengan pengobatan insulin atau pemicu
sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada
terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam
setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu
tidur (untuk menilai risiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur (untuk
menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala), atau
ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.
37
Tabel 9. Prosedur pemantauan
*ADA menganjurkan pemeriksaan kadar glukosa darah malam hari (bed time)
dilakukan pada jam 22.00
38
yang sama dalam jangka waktu lama. Hasil pemeriksaan sangat tegantung
pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai
keberhasilan terapi.
39
Kolesterol LDL (mg/dL) >100 100-129 ≥130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45
Trigeliserida (mg/dL) <150 150-199 ≥200
IMT (kg/m2) 18.5 – 2,3 23-25 >25
Tekanan darah (nmHg) ≤130/180 130-140/80- >140/90
90
Tabel 10. Kriteria pengendalian DM
Keterangan:
Angka di atas adalah hasil pemeriksaan plasma vena.
Penu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma
vena.
Untuk diabetisi berumur lebih dari 60 tahun, sasaran kendali kadar glukosa
darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dL, dan sesudah
makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid, tekanan darah, dan
Iain-Iain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian sedang. Hal ini
dilakukan mengingat sifat-sifat khusus diabetisi usia lanjut dan juga untuk
mencegah kemungkinan timbulnya efek samping dan interaksi obat.
40
Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus
secara aman, teratur
Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan
memanfaatkan data yag ada
Melakukan perawatan kaki secara berkala
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan
sakit akut dengan tepat
Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan
mau bergabung dengan kelompok diabetisi serta mengajak
keluarga untuk mengerti pengelolaan diabetes.
Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.
Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat
diterima
Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan
Libatkan keluarga/ pendamping dalam proses edukasi
Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya
Gunakan alat bantu audio visual
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai
bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari
pengelolaan DM secara holistik. Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal
dan materi edukasi
Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah :
Mengenal dan mencegah penyulit akut DM
Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM
Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
Makan di luar rumah
Rencana untuk kegiatan khusus
Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir
tentang DM
Pemeliharaan/Perawatan kaki
41
Edukasi perawatan kaki harus diberikan secara detail pada semua diabetesi
dengan ulkus maupun neuropati peripheral dan penyakit arteri perifer
1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir.
2. Periksa kaki setiap hari, dan laporkan pada dokter apabila ada kulit
terkelupas atau daerah kemerahan atau luka.
3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoieskan iosion
pelembab ke kulit yang kering
Edukasi perawatan kaki harus dilakukan secara teraturtingkat lanjutan.
42
Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannva (24-
72 jam atau lebih, terutama pada diabetisi dengan gagal ginjai kronik)
Hipoglikemi pada usia lanjut merupakan suatu ha yang harus dihindari
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental
bermakna pada diabetisi. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut lebih
lamban dan memerlukan pengawasan yang lebih lama
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar banyak
keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing gelisah
kesadaran menurun sampai koma)
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.
Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang
mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20g melalui intra vena. Perlu
dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian
glukosa. Glukagon diberikan pada diabetisi dengan hipoolikemi berat
Untuk diabetisi yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat
dipastikan penyebab menurunnya kesadaran.
43
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko dan memberatnya retinopati. Terapi
asatosal tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetic
Kontrol glukosa darah dan tekanan darah yang baik akan
mengurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0.8 g/kg BB) juga
akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
3. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Adanya neuropati berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala lain yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar
sendiri, dan lebih terasa nyeri di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal
dengan pemeriksaan sederhana. Dilakukan sedikitnya setiap tahun.
Apabila diketemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki
yang memadai akan menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan antara lain
duloxetine, antidepresan trisiklik atau gabapentin.
Semua diabetisi yang disertai neuropati perifer harus diberikan
edukasi perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki.
Untuk penatalaksanaan penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama
dengan bidang/disiplin ilmu lain.
44
Faktor risiko diabetes
Faktor risiko diabetes sama dengan faktor risiko untuk prediabetes yaitu :
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
Riwayat keiuarga dengan diabetes
Umur. Risiko untuk menderita prediabetes meningkat seiring
dengan memngkatnya usia
Riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG)
Riwayat lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg
Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih
tinggi disbanding dengan bayi lahir dengan BB normal
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi;
Berat badan lebih
Kurangnya aktifitas fisik
Hipertensi
Dislipidemia
Diet tak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan
rendah serat akan meningkatkan risiko menderita prediabetes
dan DM tipe-2
Prediabetes
Prediabetes merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya
diabetes. Angka kejadian prediabetes dilaporkan terus mengalami
peningkatan.
Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh
Department of Health and Human Services (DHHS) dan the
American Diabetes Association (ADA). Sebelumnya istilah untuk
menggambarkan keadaan prediabetes adalah TGT dan GDPT
45
Setiap tahun 4-9% orang dengan prediabetes akan menjadi
Diabetes.
Prediabetes mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular
sebesar satu setengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.
Diagnosis prediabetes ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO
setelah puasa 8 jam. Diagnosis prediabetes ditegakkan apabila hasil
tes glukosa darah menunjukkan salah satu dari angka tersebut di
bawah ini :
Glukosa darah puasa antara 100 -125 mg/dL
Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO)
antara 140-199 mg/dL.
Pada pasien dengan prediabetes, anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yanq dapat
dimodifikasi.
46
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat
badan ideal.
Karbohidrat komplek merupakan pilihan dan diberikan
secara terbagi dan seimbang sehingga tidak
menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi
setelah makan
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat iarut
3. Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kontrol
glukosa darah, mempertahankan atau menurunkan berat
badan serta dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL.
Latihan jasmani yang dianjurkan:
Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu
dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut
jantung maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan
aerobik berat (mencapai denyut jantung >70%
maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x
aktifitas/minggu.
4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko
timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok berkaitan
langsung dengan timbulnya prediabetes, tetapi merokok dapat
memperberat komplikasi kardiovaskular dari prediabetes dan
DM tipe 2
B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosio
ekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang
memadai dalam upaya pencegahan primer
47
1. Pengelolaan Prediabetes
Prediabetes sering berkaitan dengan syndrom metabolik yang ditandai
dengan adanya obesitas sentral, dislipidemi (trigliserida yang tinggi,
dan atau kolesterol HDL rendah),dan hipertensi
Sebagian besar penderiat prediabetes dapat diperbaiki dengan
perubahan gaya hidup, menurunkan berat badan mengkonsumsi diet
sehat serta melakukan latihan jasmani yang cukup dan teratur.
Hasil penelitian Diabetes Prevention Program menunjukkan bahwa
perubahan gaya hidup lebih lebih efektif untuk mencegah DM tipe-2
dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan
Penurunan berat badan sebesar 5-10% disertai dengan latihan jasmani
teratur mampu mengurangi resiko timbulnya DM tipe 2 sebesar 50%.
Sedangkan penggunaan obat (seperti metformin thiazolidinediones,
acarbose) hanya mampu menurunkan resiko sebesar 31% dan
penggunaan berbagai obat tersebut untuk penanganan Prediabetes
masih menjadi kontroversi
Bila disertai dengan obesitas hipertensi dan dislipedemia, dilakukan
pengendalian berat badan, tekanan darah dan profil lemak hingga
tercapai target yang ditetapkan
2. Pengelolaan berbagai faktor risiko :
a. Obesitas
b. Hipertertsi
c. Dislipidemia
III.12 PENCEGAHAN SEKUNDER
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada diabetes yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM Dalam upaya pencegahan sekunder program penyluhan memegang
peranan penting untuk meningkatkan kepatuhan diabetisi dalam menjalani
program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat.
48
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama diabetisi baru
Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu selalu diulang pada
setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Materi penyuluhan pada tingkat pertama
dan lanjutan dapat dilihat pada materi edukasi pada bab II.3.3.1 dan materi tentang
edukasi edukasi tingkat lanjut pada bab II.4.2.
Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardivaskular,
yang merupakan penyebab utama kematian pada diabetesi. Selain pengobatan
terhadap tingginya glukosa darah, maka pengendalian berat badan, tekanan darah
profil lipid dalam darah serta pemberian antipletelet dapat menurunkan resiko
tembulnya kelaianan kardivaskular pada diabetesi.
49
o Pada pasien target utamanya adalah penurunan LDL dengan
pemberian statin
Pada diabetisi dengan penyakit kardiovaskular:
- LDL <70 mg/dL (1.8 mmol/L)
- Pasien dengan usia >40 tahun, dianjurkan menurunkan
LDL sebsear 30-40% dari kadar awal
- Pasien dengan < 40tahun dengan risiko penyakit
kardiovaskular yang gagal dengan perubahan gaya
hidup, dapat diberikan terapi farmokologis
Pada diabetesi dengan penyakit kardiovaskular
- LDL <70 mg/dL (1.8 mmol/L)
- semua diabetisi diberikan terapi statin untuk
menurunkan LDL sebesar 30-40%
50
o Selanjutnya dapat dilihat pada buku Konsensus Pengelolaan
Dislipidemia pada DM
51
perubahan gaya hidupo hingga 3 bulan. Bila gagal mencapai target
dapat ditambahkan terapi farmakologis
Diabetisi dengan tekanan darah sistolik ≥140 atau tekanan diastoiik
≥90 mmHg langsungg perubahan gaya hidup dapat diberikan terapi
farmakologis secara langsung
Diberikan terapi kombinasi apabila target terapi tidak dapat dicapai
dengan monoterapi.
Catatan :
Penghambat ACE, penyekat reseptor angiotensin II
(ARB = angiotensin II receptor blocked) dan
antagonis kalsium golongan non-dihidropiridin
dapat memperbaiki mikroalbuminuria.
Penghambat ACE dapat memperbaiki kinerja
kardiovaskular.
Diuretik (HCT) dosis rendah jangka panjang, tidak
terbukti memperburuk toleransi glukosa.
Pengobatan hipertensi harus diteruskan walaupun
sasaran. sudah tercapai.
Bila tekanan darah terkendali, setelah satu tahun
dapat dicoba menurunkan dosis secara bertahap.
Pada orang tua, tekanan darah diturunkan secara
bertahap
52
Obesitas dan diabetes meningkatkan risiko kematian akibat PJK
Penurunan 5-10 % dari berat badan dapat memperbaiki sindroma
dismetabolik dan menurunkan risiko PJK secara bermakna
Pengelolaan obesitas terutama ditujukan pada perubahan perilaku pola
makan dan peningkatan kegiatan jasmani. Apabila tidak cukup, maka
pendekatan farmakoterapi (misalnya sibutramine dan orlistat) atau
terapi bedah merupakan pilihan.
53
pemberian asetosal dosis rendah (75-160 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi
diabetisi yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati.
Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada diabetisi dan
keiuarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk
mencapai kualitas hidup yang optimal.
54
DAFTAR PUSTAKA
55
LAMPIRAN
56
PERBANDINGAN OBAT OHO
57
58