Anda di halaman 1dari 54

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
DAFTAR TABEL.....................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang..........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................10
1.3. Identifikasi Masalah................................................................................11
1.4. Tujuan Penelitan......................................................................................11
1.5. Kegunaan Penelitian................................................................................11
1.5.1. Kegunaan Teoritis............................................................................12
1.5.2. Kegunaan Praktis.............................................................................12
1.6. Sistematika Penulisan..............................................................................12
1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................13
1.7.1. Lokasi Penelitian..............................................................................13
1.7.2. Waktu Penelitian..............................................................................13
BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................................15
2.1 Kajian Teoritis.........................................................................................15
2.1.1. Komunikasi......................................................................................15
2.1.2. Media Online....................................................................................16
2.1.3. Berita................................................................................................22
2.1.4. Kepanikan Moral..............................................................................25
2.1.5. Jurnalisme Kontruktif......................................................................26
2.1.6. Teori Framing..................................................................................31
2.1.7. Konsep Analisis Framing Robert N. Entman...................................34
2.2 Penelitian Terdahulu................................................................................36
2.3 Kerangka Pemikiran................................................................................37
BAB III METODELOGI PENELITIAN..............................................................39
3.1 Pendekatan Penelitian..............................................................................39
3.2 Jenis Dan Sumber Data..........................................................................41

i
ii

3.1 Informan Kunci.......................................................................................42


3.2 Teknik Pengumpulan Data......................................................................42
3.3 Teknik Analisa Data................................................................................44
3.4 Teknik Keabsahan Data...........................................................................46
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................49
DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Waktu Penelitian...................................................................................13

Tabel 2. 1 ANALISIS FRAMING MODEL ROBERT N. ENTMAN 34


Tabel 2. 2 Penelitian terdahulu.............................................................................34

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Kerangka Pemikiran..........................................................................36

i
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Media sosial terus berkembang sebagai platform populer bagi warga untuk

berbagi dan mencari berbagai informasi, baik dalam level personal hingga

komunitas Popularitas media sosial, termasuk Instagram, YouTube, dan Facebook

di kalangan pengguna internet Indonesia telah banyak diungkap survei dan studi

pendahulu. Laporan dari We Are Social menyebut bahwa pengguna media sosial

di Indonesia telah mencapai 170 juta hingga Januari 2021, naik 10 juta atau 6,3%

sejak 2020. Angka pengguna media sosial tersebut setara dengan 61,8% dari total

populasi pada periode yang sama. Studi terbaru di tingkat kawasan Asia Pasifik

yang dibiayai oleh APEC menemukan bahwa 59% responden masih memilih

media sosial untuk mencari informasi karena keberagaman yang ditawarkan,

meski menyadari bahwa media sosial amat rentan dengan misinformasi dan

disinformasi

Saat ini, seluruh dunia sedang dihadapi dengan wabah virus dengan

penyebaran sangat cepat, yaitu Coronavirus atau COVID-19. World Health

Organization (WHO) sebagai badan kesehatan dunia sejak 11 Maret 2020 telah

menetapkan virus ini sebagai pandemi, sehingga setiap lembaga dan institusi di

seluruh dunia mengambil peranan dan fungsi ekstra dalam memperlambat

penyebaran pandemi COVID-19. Hal ini juga dilakukan oleh pemerintah

Indonesia dengan mengimbau kepada masyarakat untuk melaksanakan kegiatan di

rumah, bekerja di rumah, belajar di rumah, dan beribadah di rumah.

1
2

Dalam situasi seperti ini, masyarakat berada dalam keadaan siaga yang tinggi

sehingga membutuhkan informasi mengenai perkembangan pandemi covid-19.

Dengan pesatnya perkembangan teknologi saat ini, informasi mudah diperoleh

dari banyak sumber, seperti portal berita daring, media sosial, hingga aplikasi

pesan singkat. Pesatnya penyebaran informasi mengenai pandemi Covid-19

memiliki potensi yang sangat besar dalam menciptakan misinformasi. John

Zarocostas (2020:676) dalam laporannya berjudul “How to fight an infodemic”,

Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesys menyebutkan bahwa saat

ini kita tidak hanya melawan pandemi, tetapi juga melawan infodemi.

WHO menyebutkan bahwa infodemi adalah informasi yang berlimpah,

sebagian berupa informasi yang benar dan sebagian tidak sehingga membuat

orang sulit untuk menemukan informasi yang benar dan dapat dipercaya. Keadaan

seperti ini tentu saja membawa dampak serius bagi masyarakat yang

membutuhkan informasi dan panduan untuk melakukan sebuah tindakan dalam

mengadapi wabah virus corona. Seperti yang kita ketahui, kemunculan sebuah

wabah virus selalu berjalan beriringan dengan tsunami informasi, bahkan

fenomena ini sudah ada sejak abad pertengahan. Tetapi kondisi saat ini berbeda,

dengan kehadiran media sosial mempercepat penyebaran sebuah informasi,

layaknya seperti virus yang menginfeksi orang dengan sangat cepat dan jauh.

(Zarocostas, 2020:676).

Laporan yang dipublikasi oleh UNESCO saat peringatan

WorldPressFreedomDay dengan tema “Journalism, press freedom and COVID-

19” menunjukkan hasil analisis mengenai infodemik di media sosial bahwa dari
3

112 juta publikasi di media sosial yang berkaitan dengan COVID-19 dan

diperoleh dari 64 bahasa, menemukan bahwa sebanyak 40% unggahan berasal

dari sumber yang tidak dapat diandalkan. Studi lain yang menggunakan teknik

analisis dengan mesin oleh Covid-19 Observatory Infodemic Foundation,

menemukan bahwa dari 178 juta tweet yang terkait dengan COVID-19 diproduksi

oleh bot, dan 40% tidak bisa diandalkan kebenarannya. Selain itu, Aliansi

CoronaVirusFacts telah menemukan sekaligus membantah lebih dari 3.500

informasi yang salah atau menyesatkan, berasal dari 70 lebih negara dan lebih dari

40 bahasa. Dan yang menjadi masalah tidak hanya volume dan kecepatan

informasi palsu ini, melainkan juga dikombinasi dengan konten-konten emosional

yang disebarkan oleh aktor-aktor berpengaruh (Unesco, 2020).

Karin Wahl seorang Profesor dan Direktur Pengembangan Penelitian dan

Lingkungan, Sekolah Jurnaslisme Universitas Candiff dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa ketakutan telah memainkan peranan yang sangat vital dalam

cakupan wabah corona ini sehingga wabah corona jauh lebih menonjol dalam

liputan jika dibandingkan dengan epidemi-epidemi sebelumnya seperti Ebola

(KarinWahl, 2020). Setidaknya dari 12 Januari hingga 13 Februari 2020

menunjukkan bahwa terdapat 23 kali lebih banyak artikel dalam berita cetak

bahasa Inggris yang mencakup wabah virus korona di bulan pertama

dibandingkan dengan periode waktu yang sama pada epidemi Ebola pada tahun

2018 (KarinWahl, 2020).

Sepanjang Januari 2020, pemberitaan yang menyebutkan kata “coronavirus”

memenuhi lebih dari 41.000 artikel berita cetak dalam bahasa Inggris, dan 19.000
4

diantaranya memasukkannya dalam headline. Sebaliknya, pada rentang waktu

yang sama pada tahun 2018, hanya terdapat 1800 artikel berita cetak bahasa

Inggris yang menyebutkan “Ebola”. Dari hasil tersebut, kita bisa melihat

bagaimana wabah corona virus ini mendapatkan tempat dan perhatian yang lebih

dari media. Liputan mengenai virus ini memberitahu kita banyak ketidakpastian

dalam menghadapi pandemi ini dan dengan sangat mudah dapat menumbuhkan

rasa takut. Oleh karena itu, liputan media sangat penting untuk dikaji bersama

dalam keadaan pandemi seperti ini, karena memiliki peran yang penting dalam

mengatur emosi kita, termasuk ketakutan (KarinWahl, 2020).

Asosiasi Jurnalistik Indonesia menyerukan bahwa media seharusnya

menonjolkan perannya “mendidik publik”, “menjalankan fungsi kontrol sosial”,

bukan malah menakut-nakuti atau membuat publik lebih panik (Manan, 2020).

Karena, saat kita menghadapi wabah Corona seperti saat ini, fungsi mendidik itu

bisa dilakukan dengan memberikan informasi tentang perkembangan terbaru

kasus ini, jumlah korban, cara menghadapi penyebarannya, serta tips-tips

bermanfaat lainnya agar publik mampu mencegah dari penularan penyakit yang

belum ada vaksin ini. Dan seharusnya media tidak mengeksploitasi dan memberi

ruang lebih kepada informasi yang memicu kepanikan moral, seperti dugaan aksi

borong warga untuk menimbun makanan karena khawatir akan kehabisan stok,

tetapi media memaksimalkan fungsi untuk memastikan bahwa negara

menjalankan upaya secara maksimal dalam menghadapi penyebaran virus ini dan

mengobati mereka yang sudah terinfeksi (Manan, 2020).


5

Hal ini juga mengacu pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

Siaran (P3 dan SPS) Tahun 2012 pasal 25 yang dengan jelas mengatur program

siaran jurnalistik tentang peliputan bencana atau musibah wajib

mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/atau masyarakat

yang terkena bencana dan musibah dan ditegaskan kembali bahwa program siaran

jurnalistik tentang peliputan bencana atau musibah dilarang menambah

penderitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat

Seharusnya ditengah pandemi Covid-19 yang belum diketahui kapan

berakhir, media massa gencar menyebarkan jurnalisme harapan yang mampu

mendorong masyarakat agar lebih tenang, siaga, sabar, dan patuh berada di dalam

rumah untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Jurnalisme harapan atau

sering juga disebut sebagai jurnalisme konstruktif adalah cerita konstruktif dalam

membangun sesuatu, dimaksud untuk memberi semangat atau mengangkat orang

termasuk jurnalis, sumber, dan audiens. Berita ini seharusnya membuat orang

merasa lebih terlibat, terinspirasi, dan merasa lebih positif daripada sebelumnya .

Saat COVID-19 ditetapkan menjadi sebuah pandemi, kita bisa melihat

bagaimana pemberitaan media menampilkan sudut pandang yang menakutkan,

seperti seorang pasien di Wuhan yang menggunakan masker tiba-tiba pingsan di

jalan, ratusan warga yang ketakutan mengantri dan berjaga jarak karena berisiko

menulari satu sama lain, koridor rumah sakit yang sempit diisi dengan pasien-

pasien yang menunggu dokter dengan menggunakan jas hazmat putih, hingga

video tenaga medis yang depresi karena kelelahan menghadapi lonjakan pasien

setiap harinya.
6

Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, survei yang dilakukan oleh Radio

Republik Indonesia (RRI) bersama dengan lembaga survei Indo Barometer

mengatakan bahwa tingginya tingkat kekhawatiran masyarakat Indonesia

mengenai wabah virus corona mencapai 68 persen (kompas, 2020). Kekhawatiran

masyarakat Indonesia di dominasi oleh sugesti terhadap penularan virus corona

yang sangat cepat dan menimbulkan korban jiwa, selain itu juga belum

ditemukannya obat untuk virus corona ini.

Survei yang dilakukan oleh Indonesia Indicator dengan menggunakan piranti

lunak Artificial Intelligence (AI) mencatat bahwa isu virus corona menjadi isu

yang masif diperbincangan warganet. Hal ini terjadi akibat dari gencarnya

pemberitaan di media online. Dari rentang waktu 2 Januari hingga 5 Februari

2020, terdapat sebanyak 1339 media online telah memberitakan isu virus corona

dan jumlahnya mencapai 53.000 berita. Direktur Komunikasi Indonesia Indicator,

Rustika Herlambang juga mengatakan bahwa media mem-framing isu corona

menjadi dampak yang cukup masif pada perekonomian di Indonesia, bahkan

hingga tingkat paling bawah. Ia mengatakan juga bahwa pasar-pasar tradisional

juga waspada terhadap virus tersebut, hingga akhirnya tidak lagi menjual ular dan

kelelawar karena dianggap dapat menularkan virus corona (IndonesiaIndicator,

2020).

Tren perbincangan tentang virus corona akan terus naik, terlebih saat

Indonesia secara resmi mengumumkan kasus positif COVID-19 pertama, kita bisa

melihat bagaimana media kembali melakukan framing pada pemberitaan

mengenai virus corona, seperti yang dilakukan oleh salah satu jurnalis TVOne
7

yang memakai respirator saat melakukan liputan di lokasi suspect virus corona di

Depok. Hal ini tentu saja menggambarkan situasi seolah-olah Depok menjadi

daerah yang sangat rawan. Dilain sisi, jurnalis CGTN di China pada saat

melakukan liputan langsung hanya sebatas menggunakan masker medis. Tidak

hanya itu, pemberitaan dengan menampilkan kondisi korban, keluarga, hingga

fenomena panic buying di masyarakat

Apa yang menjadi ketakutan di masyarakat mengenai penyebaran COVID-19

tidak terlepas dari peran media dalam menyajikan framing menjadi momok utama

berita. Kepanikan moral teta terjadi di masyarakat melalui headline berita yang

dipublikasi. Karena, pembaca dapat dengan mudah untuk merangsang dan

menyimpulkan suatu peristiwa hanya dengan membaca judul nya saja (Tirto.id,

2017). Penelitian ini dilakukan oleh Statista (2016) yang mengungkap bahwa

masyarakat dalam mengkonsumsi berita terdapat 41 persen responden yang

mengaku hanya membaca berita dari judul saja, dan ini merupakan jumlah yang

cukup besar. Hal ini yang membuat peneliti tertarik untuk menjelaskan bagaimana

bentuk framing yang dilakukan media dalam isu kepanikan moral saat terjadinya

pandemi COVID-19 dan bagaimana jurnalisme konstruktif diterapkan.

Seperti artikel yang dimuat Tribunnews.com (2020) dengan artikel berjudul

Lebih dari 50 Warga Depok Terindikasi Corona, Lakukan Kontak Langsung

dengan 2 Pasien Positif Corona

TRIBUNJAKARTA.COM, PANCORAN MAS - Wali Kota Depok

Mohammad Idris membenarkan dua warganya positif terjangkit virus


8

corona. Dalam konferensi pers nya, Idris mengatakan warganya yang positif

virus corona tinggal di Perumahan Studio Alam, Sukmajaya.

Lanjut Idris, korban sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra

Keluarga Depok. Diduga, ada lebih dari 50 orang yang juga terindikasi

corona di Rumah Sakit tersebut lantaran berinteraksi dengan korban.

"Yang positif corona ada dua orang, yang terindikasi diatas 50 orang. Yang

diatas 50 orang ini yang kontak langsung dengan korban," ujar Idris di Balai

Kota Depok, Pancoran Mas, Senin (3/3/2020).

Idris berujar, dari 50 orang lebih tersebut diantaranya merupakan perawat

yang ada di rumah sakit. Saat ini, perawat tersebut pun sudah diistirahatkan

dari pekerjaannya sementara. Terakhir, Idris mengatakan pihaknya tengah

berkoordinasi mencari data dan kediaman 50 orang lebih yang terindikasi

virus corona.

(https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/03/02/wali-kota-depok-50-

orang-terindikasi-corona- perawat-hingga-warga-yang-berinteraksi-dengan-

korban)

Kita bisa melihat berita yang lain berfokus pada kepanikan moral dengan

menekankan pada fenomena publik yang berbondong-bondong belanja, opini-

opini dari pejabat publik, hingga pada riwayat pasien positif Covid-19 pertama di

Indonesia. Seharusnya peliputan yang dilakukan oleh jurnalis dalam situasi seperti

ini hanya berfokus pada objek virus corona, bukan pada identitas pasien, riwayat

kesehatan atau riwayat pekerjaannya, dan bahkan keluarganya (Telum, 2020).


9

Jurnalis sebagai praktisi media memiliki fungsi dan tanggung jawab yang tidak

hanya berfokus pada cerita apa yang ingin mereka sampaikan dalam sebuah

berita, tetapi juga emosi apa yang ingin mereka bagikan saat menyebar pesan

(Mclntyre, 2015:33). Jika pemberitaan dengan konten-konten negative yang tidak

menimbulkan rasa optimisme memenuhi media mainstream, tentu saja akan

membawa dampak yang tidak baik bagi masyarakat yang menerima informasi

setiap harinya.

Kecenderungan jurnalis dalam memberitakan konten negatif akan berdampak

negatif juga pada masyarakat sebagai konsumen berita. Mclntyre menjelaskan

bahwa berita negatif dapat menyebabkan pembaca kehilangan rasa toleransi,

mengurangi perilaku masyarakat dalam membantu sesama, hingga menyebabkan

depresi dan ketidakberdayaan. Selain itu, berita negatif juga akan menghilangkan

kepercayaan para pemimpin politik (Mclntyre,2015:5). Jika dibandingkan dengan

berita positif, berita negatif dapat membuat khalayak sebagai konsumen merasa

kurang stabil secara emosional dan meningkatkan rasa khawatir

Untuk menentukan portal berita daring yang akan dijadikan subjek penelitian,

penulis terlebih dahulu menghimpun data dari situs Alexa.com untuk mengetahui

tiga urutan teratas situs berita daring yang paling sering di akses. Dari hal tersebut

diperoleh hasil bahwa tiga media teratas adalah situs okezone.com,

tribunnews.com dan detik.com. Sedangkan menurut data yang penulis dapat dari

regional.kompas.com menyebutkan Tribunnews.com menjadi media online yang

paling aktif memberitakan isu Covid-19 sepanjang 2020 yakni 82.183 berita
10

(https://regional.kompas.com/read/2020/12/29/07055951/ini-10-media-online-

cetak-dan-akun-medsos-teraktif-beritakan-covid-19?page=all)

Penulis menghimpun data secara manual melalui masing-masing situs daring

media tersebut untuk melihat jumlah artikel yang dipublikasi pada tanggal 2

hingga 4 Maret 2020 tepat di hari pengumuman pasien positif COVID-19

pertama di Indonesia. Untuk menentukan berita, penulis juga menggunakan kata

kunci ‘corona indonesia’. Peneliti fokus pada tanggal tersebut karena menjadi

awal pemberitaan virus corona masuk ke Indonesia. Dari media monitoring yang

dilakukan peneliti pada periode 2 hingga 4 maret, menunjukkan hasil bahwa

terdapat 949 berita. Dan porta berita daring tribunnews.com menjadi situs yang

paling banyak mempublikasi berita dengan headline kepanikan sebanyak 11,53%

atau 9 dari 78 berita, dan okezone.com sebanyak 5,88% atau 3 dari 51 berita.

Sehingga penulis menggunakan portal berita daring tribunnews.com sebagai

subjek penelitian. Maka berangkat dari latar belakang permasalahan di

ataspeneliti coba menuangkannya dalam skripsi berjudul

“PRAKTIK JURNALISME KONTRUKTIF PADA ISU KEPANIKAN

MORAL SELAMA PANDEMI COVID 19 (ANALISIS FRAMING MODEL

ROBERT N ENTMAN DALAM BERITA CORONA INDONESIA DI

tribunnews.com TAHUN 2020)”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka mengantarkan pada

pertanyaan: Bagaimanana framing tribunnews.com pada isu kepanikan moral?


11

Bagaimana praktik jurnalisme konstruktif tribunnews.com melalui pembingkaian

isu kepanikan moral?

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana penerepan jurnalisme kontruktif pada berita covid di

tribunnews.com ?

2. Bagaimana tribunnews.com mendefinisikan masalah pada berita covid19 ?

3. Bagaimana tribunnews.com memperkirakan penyebab masalah dalam

bingkai berita covid19 ?

4. Bagaimana tribunnews.com membuat pilihan moral dalam bingkai berita

covid19?

5. Bagaimana tribunnews.com membuat penyelesaian dalam bingkai berita


covid19 ?

1.4. Tujuan Penelitan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mendeskripsikan framing detik.com pada isu kepanikan moral

2. Untuk mendeskripsikan praktik jurnalisme detik.com melalui

pembingkaian isu kepanikan moral


12

1.5. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini terbagi menjadi Kegunaan Teoritis dan Kegunaan

Praktis, yang secara umum diharapkan mampu mendatangkan manfaat bagi

pengembangan ilmu komunikasi.

1.5.1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmiah untuk

mempelajari lebih lanjut mengenai analisis framing dan konsep jurnalisme

konstruktif diterapkan dalam berita

1.5.2. Kegunaan Praktis

1. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan evaluasi perusahaan

untuk mempelajari dan mengkaji lebih lanjut mengenai framing dan

konsep jurnalisme konstruktif

2. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan kepada publik

tentang penerapan

3. framing dan jurnalisme konstruktif di media, terlebih saat di tengah

kondisi krisis seperti pandemi COVID-19 ini. Sehingga masyarakat

mampu menilai suatu isu tidak hanya fokus pada pemberitaan media

massa

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika untuk penelitian dengan metode/pendekatan kualitatif sebagai

berikut :
13

 BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang penelitian, fokus

penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,

sistematika penulisan skripsi, lokasi dan waktu penelitian.

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari rangkuman teori XYZ,

kajian/penelitian terdahulu yang relevan, dan kerangka pemikiran.

 BAB III METODE PENELITIAN, terdiri dari pendekatan penelitian,

subjek dan objek penelitian, informan kunci, teknik pengumpulan data,

teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.

 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, terdiri dari

obyek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

 BAB V PENUTUP, terdiri dari simpulan dan rekomendasi.

1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian

1.7.1. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian di laksanakan di Kantor Redaksi Tribun Jabar di Jalan

Sekalimus Utara No. 2-4 Soekarno Hatta Kota Bandung

1.7.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam waktu tiga bulan, mulai dari

bulan Oktober 2021 sampai dengan Desember 2021. Adapun jadwal penelitian

sebagai berikut :

Tabel 1. 1 Waktu Penelitian


Oktober November Desember
NO Jenis Kegiatan
2021 2021 2021

1 Observasi Awal
14

2 Penyusunan Usulan Penelitian

3 Pengumpulan Data

4 Wawancara

5 Penyusunan Laporan
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Kajian Teoritis

2.1.1. Komunikasi

Komunikasi sangat sering dilakukan dan merupakan kebutuhan yang

sangat mendasar bagi manusia, karena hampir setiap saat dalam kehidupan di

butuhkan berkomunikasi antar individu hingga kelompok. Secara verbal terjadi

pada saat seseorang dengan orang lain saling menyampaikan pesan, tetapi apabila

seseorang dengan orang lain dalam jarak yang jauh dapat pula dilakukan dengan

berbagai cara untuk berkomunikasi satu sama lain. Istilah komunikasi dalam

bahasa Inggris yakni communication. Pada dasarnya, secara etimologis kata

komunikasi berasal dari bahasa Latin yaitu communis yang berarti “sama”,

communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to

make common). Istilah pertama communis paling sering disebut sebagai asal kata

komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata latin lainnya yang mirip.

Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan

dianut secara sama. Deddy Mulyana (2014:46).

Komunikasi adalah komunitas (community) yang juga menekankan

kesamaan atau kebersamaan. Komunitas adalah sekelompok orang yang

berkumpul atau hidup bersama untuk mencapai tujuan tertentu, dan mereka

berbagi makna dan sikap. Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas.

15
16

Komunitas bergantung pada pengalaman dan emosi bersama, dan komunikasi

berperan dan menjelaskan


17

kebersamaan itu. Oleh karena itu, komunitas juga berbagi bentuk-bentuk

komunikasi yang berkaitan dengan seni, agama dan bahasa (Deddy Mulyana,

2014:46). Untuk dapat berkomunikasi dengan baik dan efektif, kita dituntut untuk

tidak hanya memahami prosesnya, tetapi juga mampu menerapkan pengetahuan

kita secara kreatif. Komunikasi dikatakan efektif apabila komunikasi yang terjadi

bersifat dua arah yaitu dimana makna yang distimulasikan sama atau serupa

dengan yang dimaksudkan oleh komunikator atau pengirim pesan.

2.1.2. Media Online

Menurut Syamsul Romli (2012:39) media online di sebut juga cybermedia

(media siber), internet media (media internet), dan new media (media baru), dapat

di artikan sebagai media yang tersaji secara online di situs web (website) internet.

Media online merupakan produk jurnalistik online atau cyber journslisme yang di

definisikan sebagai “pelaporan fakta atau peristiwa yang di produksi dan

distribusikan.

Perspektif studi media atau komuniakasi massa media online menjadi

objek kajian teori “media baru”(new media), yaitu istilah yang mengacu pada

permintaan konten (isi/informasi) kapan saja, dimana saja, pada setiap perangkat

digital srta umpan balik pengguna interaktif, partsipasi kreatif dan pembentukan

komunitas sekitar konten media, juga aspek generasi “real-time”. Syamsul Romli

(2012:39)

New media merupakan penyederhanaan istilah (simplikasi) terhadap bentuk

media di luar lima media massa konvesional-televisi, radio, majalah, koran dan
18

film sifat new media adalah cair, konektivitas individual, dan menjadi sarana

untuk membagi peran control dan kebebasan (Chun,2006).

New media, merujuk pada perkembangan teknologi digital, namun new

media sendiri tidak serta merta berarti media digital, video, teks, gambar, grafik

yang diubah menjadi data-data digital berbentuk byte, hanya merujuk pada sisi

teknologi multimedia, salah satu dari tiga unsur dalam new media, selain ciri

interaktif atau intertekstual. Menurut Adzkia (2015: 42) Eksistensi media online

di Indonesia semakin meningkat. Untuk mendapatkan berita yang teraktual secara

cepat. Masyarakat Indonesia cenderung memillih portal online. Jurnalistik online

di Indonesia semakin berkembang sehingga mampu di perhitungkan pada kajian

jurnalistik Indonesia. Definisi di atas dapat memperjelas bahwa media online

adalah media yang menggunakan jaringan tanpa kabel yaitu internet untuk proses

penyelenggaraan dan penyebar luas informasi atau berita kepada khaklayak luas.

Salah satu kelebihan dari media online adalah penyajian berita baik berupa teks,

gambar, video, maupun audio.

Media online di ragukan dari sisi kredibilitas mengingat orang yang tidak

memiliki keterampilan menulis (Jurnalistik) yang memadai pun biasa

mempublikasikan informasinya. Kredibitas tinggi umumnya di miliki media

online yang di kelola oleh Lembaga pers yang juga menerbitkan edisi cetak atau

elektronik. Menurut berbagai survei Amerika, seperti di laporkan Cassidy (2007)

dalam “Online news credibility : An Examnation of the perceptions of newspaper

journalists” (Journal of Computer-Mediated Communication), selama dua decade

akhir, kepercayaan public terhadap media massa menurunkan. Kepercayaan


19

public terhadap organisasi berita utama juga telah menurun sejak pertengahan

1980-an. Sebagai contoh, tahun 2012 hanya 65% orang Amerika yang di survei

menilai berita ABC sebagai sanagt di percaya, turun dari 83% tahun 1985.

Studi Ognianova (1998) menemukan, situs berita yang terkait dengan

jaringan surat kabar atau televisi dianggap lebih kredibel daripada situs tersebut

tidak terkait dengan organisasi seperti itu. Namun demikian, kredibilitas media

online menuntun dari sisi akurasi. Sebagian besar wartawan yang di survei dalam

penelitian Pew Research Center mengatakan, internet telah meningkatkan jumlah

informasi yang salah. Proses yang rumit itu pula. Karya jurnalistik cetak lebih

dapat di percaya dan di pertanggungjawabkan (kredibilitas dan akuntanbilitas).

Karater lain penggunaan Bahasa jurnalistik dalam jurnalistik cetak di berlakukan

secara ketat karena keterbatasan halaman/tuang atau sangat mempengaruhi

Layout/ tata letak. (Romli, 2012:39).

Definisi di atas dapat memperjelas bahwa rediblitas media online dapat di

lihat dari dari hasil evaluasi sumber informasi, pesan itu sendiri, atau pada

kombinasi antara sumber dengan pesan. Maksud kredibel atau tidaknya media

dapat ditentukan dari sumber dan isi pesan yang disampaikan, jika sumber sesuai

dengan pesan yang disampaikan benar maka dapat di katakan kredibel.

Menurut Romli (2012) Karakteristik sekaligus keunggulan media online di

bandingkan “media konvesional”(cetak/elektronik) identic dengan karakteristik

jurnalistik online, antara lain :

1. Multimedia, dapat membuat atau menyajikan berita/informasi dalam

bentuk teks,audio,video,grafis,dan gambar secara bersamaan.


20

2. Aktualitas, berisi info actual karena kemudahan dan kecepatan

penyajian.

3. Cepat, begitu di posting atau harus di upload langsung bias di akses

semua orang.

4. Update, pembaruan (update) informasi dapat di lakukan dengan cepat

baik dari sisi konten maupun redaksional, misalnya kesalahan

ketik/ejaan. Kita belum menemukan istilah “ralat” di media online

sebagaimana sering mucul di media cetak. Informasipun di sampaikan

secara terus menerus.

5. Kapasitas luas, halaman web bisa menampung naskah sangat panjang.

6. Fleksibilitas, pemuatan dan editing naskah bias kapan saja, juga jadwal

terbit bias kapan saja setiap saat.

7. Luas, menjakau seluruh dunia yang memiliki akses internet.

8. Terdokumentasi, informasi tersimpan di “bank data” (arsip) dan dapat

di temukan melalui “link”, “artikel terkait” fasilitas “cari” (search).

Interaktif, dengan adanya fasilitas kolom komentar dan chat room

(Romli, 2012:39).

Karakteristik yang disebutkan diatas intinya media online, di kenal sebagai

media yang fleksibel. Internet memiliki arti yang penting dalam penyebaran

informasi kepadakhaklayak oleh media online dengan mudah dan cepat

penggunaan internet sebagai basis media online menjadi hal yang membedakan

media ini dengan media yang lain.


21

Penggunaan Media online mempunyai fungsi dan mangafaatnya yang

harus di sikapi oleh penggunanya itu tersendiri. Siantarlain sebagai

berikut (Romli, 2012:39).

Fungsi media online :

1. Mencari informasi, berita dan pengetahuan. Media online, berisi

segudang informasi, berita, ilmu, pengetahuan, dan kabar terkini,

masalah informasi-informasi tersebut lebih cepat menyebar melalui

media sosial di banding media elektronik seperti TV.

2. Mendapat hiburan, Perasaan sedih, stress, jenuh adalah perasaan yang

bias menimpa siapapun saja tergantung kondisi, salah satu upaya yang di

lakukan seseorangjika ia merasa jenuh, sedih, strees dan kesepian adalah

mendapatkan hiburang dengan berkunjung ke media online.

3. Komunikasi online, Dengan memangfaat media soasila atau jejaring

sosial, semua orang bias melakukan komunikasi secara online, seperti

chatting, pemberitahuan kabar, dan undangan. Bahkan bagi mereka yang

sudah terbiasa, komunikasi dalam media sosial lebih efektif dari pada

melalui call atau sms mobile.

4. Interaksi media online sesama teman, Karena memang media yang di

gunakan sosial dan publik, maka terbagai aktivitas online pun bias di

lakukan di sini, interaksi online dari satu orang kepada orang-orang

lainnya.

Manfaat media online :

1. Memberikan informasi dengan cepat tidak seperti media cetak.


22

2. Lebih efisien dan akurat

3. Lebih mudah di akses oleh khalayak kapan saja dimana saja serta harus

terhubung jaringan koneksi internet.

4. Harganya lebih murah

5. Lebih simple dan praktis

6. Promosi usaha lewat media baru (New Media) lebih murah dan lebih

cepat di ketahui orang

7. Sangat berguna sekali untuk khaklayak dalam menjalankan suatu usaha

di media baru.

8. Khaklayak atau pembaca dapat menemukan apa saja di media baru (New

Media) yang bermangfaat untuk kehidupan.

9. Terjangkau di gunakan olehckhaklayak lewat koneksi internet.

Fungsi dan mangfaat media online di era kemajuan teknologi informasi

dan komunikasi saat ini sangatlah pesat perkembangannya teknologi informasi

memberikan penyajian informasi pada media maka hendaknya pengakses

informasi dapat menyaring atau memilah lebih teliti informasi yang di

dapatkannya.
23

2.1.3. Berita

Williard C. Bleyer dalam Newspaper Writing and Editing menulis, berita

adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat

kabar, karena dia menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat

kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita

tersebut.(Sumadiria,Haris: 2014 : 64). Dalam jurnalistik, sedikitnya ada empat

sumber berita yang lazim digunakan wartawan. Pertama, peristiwa atau kejadian,

kedua, proses wawancara, ketiga, pencarian dan penelitian dokumen, keempat

partisipasi dalam peristiwa. Dalam praktiknya sumber berita bisa muncul

bersamaan dalam suatu sajian berita. Sebuah berita yang dianggap lengkap dan

ideal memang merupakan kombinasi dari keempatnya. Ada cerita berdasarkan

pandangan mata, pernyataan atau wawancara pelaku, dan ada data – data

tambahan yang memperkuat reportasenya (Zaenuddin, 2011:99-100).

Penulisan berita harus menggunakan unsur 5W+1H, rumus ini bersifat

universal berlaku di dunia jurnalistik manapun. Rumus ini tidak lain adalah

singkatan dari what (apa), who (siapa), where (dimana), when (kapan), why

(mengapa), dan how (bagaimana). Setiap berita yang ditulis, disiarkan atau

ditayangkan wartawan harus memenuhi unsur – unsur tersebut (Zaenuddin,

2011:133)

Menurut Fishman, ada dua proses produksi berita dilihat dari pandangan

pertama yaitu sebagai pandangan seleksi berita (selectivity of news). Intinya,

proses produksi berita adalah proses seleksi. Seleksi ini dari wartawan di lapangan

yang akan memilih mana yang penting dan mana yang tidak, mana peristiwa yang
24

bisa diberitakan dan mana yang tidak. Pendekatan kedua adalah pendekatan

pembentukan berita (creation of news). Dalam perspektif ini, peristiwa itu bukan

diseleksi, melainkan sebaliknya dibentuk. Wartawanlah yang membentuk

peristiwa mana yang disebut berita dan mana yang tidak (Eriyanto,2012:117)

Walter Lippmann, seorang wartawan Amerika menggunakan istilah nilai

berita untuk pertama kalinya dalam bukunya Public Opinion pada tahun 1922. Di

situ ia menyebutkan bahwa suatu berita memiliki nilai layak berita jika di

dalamnya ada unsur kejelasan (clarity), tentang kejadiannya, ada unsur kejutannya

(surprise), ada unsur kedekatanya (proximity) secara geografis, serta ada dampak

(impact) dan konflik personalnya (Hikmat,2012:60-66).

Inilah kriteria berita atau unsur – unsur nilai berita yang sekarang diapakai

dalam memilih berita. Unsur – unsur tersebut adalah:

1. Aktualitas (Timeliness)

Dalam segala hal sesuatu yang baru akan selalu menarik perhatian orang.

Peristiwa yang baru saja terjadi, sedang terjadi, maupun akan terjadi,

umumnya ingin diketahui oleh khalayak. Kemajuan teknologi informasi

membuat nilai kebaruan semakin cepat. Kehadiran internet mampu

menampilkan hal baru dalam hitungan detik bukan lagi hari apalagi

minggu.

2. Kedekatan (Proximity)

Nilai kedekatan berkaitan dengan lokasi terjadinya peristiwa. Nilai

kedekatan menjadi penting karena orang punya kecenderungan ingin


25

mengetahui peristiwa disekitar dirinya. Sebab, peristiwa itu punya

kemungkinan berpengaruh terhadap diri orang tersebut.

3. Keterkenalan (Prominence)

Peristiwa meninggalnya seorang tokoh terkenal akan diketahui di kolom

berita surat kabar. Berada di kolom halaman depan, tokoh terkenal lainnya

hanya satu kolom, tokoh lainnya mungkin hanya beberapa alinea.

Sementara anggota – anggota masyarakat lainnya meninggal tanpa

diketahui oleh umum selain oleh sanak keluarga. Kejadian inilah yang

menyangkut tokoh terkenal memang banyak menarik pembaca.

4. Dampak (Consequence)

Peristiwa yang baru saja terjadi pada setiap harinya dan memiliki

kedekatan dengan khalayak akan memberikan dampak bagi khalayak

sendiri. misalnya, pengumuman kenaikan harga BBM atau seorang

ilmuwan yang mengembangkan suatu vaksin baru, memiliki berita yang

tinggi.

5. Human Interest

Berita yang memiliki daya tarik secara universal yang menarik minat

orang memiliki nilai berita tinggi. Beberapa unsur human interest misalnya

ketegangan, ketidaklaziman, minat pribadi, konflik, simpati, kemajuan,

seks, usia, hewan, dan humor


26

2.1.4. Kepanikan Moral

Menurut Cohen, kepanikan moral adalah sebuah ketakutan yang meluas,

berupa perasaan yang tidak rasional, bahwa seseorang atau sesuatu menjadi

ancaman terhadap nilai-nilai, keamanan dan kepentingan komunitas atau

masyarakat pada umumnya. Biasanya kepanikan moral ini diabadikan oleh berita

dari media, dipicu oleh para politisi yang sering kali menghasilkan undang -

undang atau kebijakan baru yang menjadi sumber kepanikan publik.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gregory P. Perreault berjudul

“Moral Panic and Journalism” menyebutkan bahwa jurnalisme cenderung

memperkuat konsepsi dominan moralitas dalam masyarakat yang akhirnya ketika

standar perilaku normal manusia tampak terancam, maka akan diikuti oleh

kepanikan moral. Dalam mengembangkan konsep dari kepanikan moral ini,

Cohen (1972) mengacu pada karya Wilkins (1964) yang menunjukkan bagaimana

kelompok yang kuat menargetkan penyimpangan perilaku pada kelompok-

kelompok dibawah kekuasaan. Implikasi dari kepanikan moral ini akan berlanjut

kepada tindakan penyimpangan perilaku jika tidak mengambil tindakan yang

cepat (Gregory, 2019).

Cohen juga menyebutkan dalam menerapkan kepanikan moral, setidaknya

terdapat lima tahap yang digunakan untuk mengkonseptualiasikan kepanikan

moral, antara lain:

1. Kelompok, ide, atau perilaku yang didefinisikan sebagai ancaman terhadap

nilai-nilai sosial
27

masyarakat

2. Setelah didefinisikan sebagai ancaman, ancaman ini digambarkan menjadi

sebuah karya atau simbol jurnalistik yang mudah dikenali agar dengan

cepat dapat dikenali oleh masyarakat Luas

3. Kekhawatiran publik meningkat dengan cepat

4. Tokoh-tokoh otoritas, selebritis, dan pihak yang berwenang memberikan

opini mengenai ancaman tersebut, dan direspon oleh pembuat kebijakan

dengan membuat undang-undang

atau kebijakan baru

5. Kepanikan akan menurun dan menghasilkan perubahan sosial yang baru

mengikuti kebijakan yang berlaku

Konsep kepanikan moral ini juga menjadi dasar dari studi jurnalistik yang

digunakan sebagai kritik pada media untuk menunjukkan isu-isu dalam jurnalisme

dengan tepat, kebutuhan untuk menghindari penyederhanaan konteks yang

berlebihan, kebutuhan untuk menghindari stereotip, kebutuhan untuk menjaga

laporan berita dari ketidakseimbangan, dan perlu menghindari sensasidalam

liputan

2.1.5. Jurnalisme Kontruktif

Melihat kecenderungan jurnalis dalam memberikan ruang lebih kepada

berita negatif, Gyldensted menciptakan istilah yang disebut dengan jurnalisme

konstruktif sebagai bentuk jurnalisme dengan penerapan teknik-teknik psikologi

positif pada proses dan produksi berita dalam upaya menciptakan liputan yang
28

produktif, akurat, dan menarik dengan berpegang teguh pada prinsip inti

jurnalisme (Mclntyre & Gyldensted, 2017:20). Gaya liputan ini hampir sama

dengan “jurnalisme peliputan bencana” yang ramai digaungkan, bahwa media

tidak lagi berperan untuk mengeksploitas kepedihan dan kehancuran, baik dalam

bentuk tulisan, foto maupun rekaman yang menampilkan saat bencana terjadi.

Dalam makalah penelitian Liesbeth Hermans dan Cathrine Gyldensted

(2018:4-5) berjudul “Elements of Constructive Journalism: Characteristic,

practical application and audience valuation” disebutkan bahwa jurnalisme

konstruktif menggunakan sudut pandang yang berorientasi pada publik dan

berupaya untuk menangani masalah, menambahkan perspektif dengan orientasi

solusi, tindakan, dan masa depan. Dengan menerapkan psikologi positif dalam

jurnalisme dapat menumbuhkan dan menemukan hal-hal yang memungkinkan

individu, komunitas, maupun masyarakat agar mampu berkembang. Karena pada

dasarnya jika sebuah pesan berita mengarah ke emosi yang lebih positif seperti

harapan dan optimisme sehingga mengurangi emosi negative seperti ketakutan

dan kemarahan, secara tidak langsung berita sudah berkontribusi pada

kesejahteraan orang (Gyldensted, 2011; 5-15).

Dengan menggunakan sudut pandang yang berorientasi pada publik dan

berupaya untuk menangani masalah, menambahkan perspektif dengan orientasi

solusi, tindakan, dan masa depan. Terdapat enam elemen yang disebutkan dalam

penelitian tersebut meliputi :

1. Solusi (Solutions):
29

Saat meliput masalah, tambahkan juga framing berita yang berorientasi pada

solusi. Elemen ini diimplementasikan di Amerika Serikat bersama dengan

jaringan Solusi Jurnalisme yang berbasis di New York pada tahun 2001 dan

diluncurkan pada tahun 2013. Media The New York Times bahkan memiliki

kanal berita tersendiri yang disebut dengan solusi. Times Media Group juga telah

melakukan pelatihan jurnalisme konstruktif kepada editor berita dan jurnalisme di

Afrika Selatan untuk memfasilitasi debat dan mencari solusi untuk masalah-

masalah pada demokrasi kaum muda Afrika Selatan.

Metode yang diterapkan dalam solusi ini memiliki satu prinsip yang sama,

yaitu ketika meliput dan melaporkan sebuah masalah, mereka memindahkan

bingkai (framing) pada cakupan solusi terhadap sebuah masalah tersebut. Tiga

metode ini menjadi hal penting dalam memberikan solusi pada metode jurnalisme:

a. Cari bingkai positif: Banyak wartawan semata-mata menyoroti konflik

atau hanya fokus pada hal-hal yang negatif. Mencari bingkai yang positif,

atau cerita yang mengarah pada kemajuan, dapat menghasilkan berita yang

jauh lebih berharga. Misalnya, jika topik berita hanya tentang kegagalan

negara dalam mengontrol penjualan senjata api, cari negara atau wilayah

yang berhasil mengontrol penjualan senjata api. Dengan menunjukkan

bahwa terdapat sesuatu yang berhasil dikendalikan di satu tempat,

kegagalan di tempat lain akan berkurang

b. Dukung cerita dengan data: Gagasan yang bagus saja tidak dapat

menghasilkan solusi jurnalisme yang solid. Harus di dukung dengan


30

investigatif dan kemajuan kemajuan yang didasari dengan data yang dapat

diandalkan.

c. Konflik dalam cerita solusi, bukan merupakan konflik antara masyarakat

dan politisi, bukan fokus terhadap siapa yang benar ataupun salah,

melainkan tentang siapa yang memberikan tensi lebih besar dalam

menyelesaikan konflik itu. Seperti bagaimana seorang prontagonis

menyelesaikan masalah yang membingungkan banyak orang? bagaimana

mereka melewati rintangan yang kuat dan keras?

2. Orientasi pada masa depan (Future Orientation): Menambahkan unsur

pertanyaan ‘What Now?’ dalam pertanyaan jurnalistik tradisional 5W+1H

(what, who, where, when, why, how). Menyediakan orientasi pada masa depan

yang memungkinkan untuk memberikan perspektif produktif. Contoh yang

dilakukan oleh The Guardian, dengan memberikan slogan “Keep it in the

ground” dalam artikel nya, berusaha untuk memberikan liputan jurnalistik

dengan orientasi pada masa depan. Mereka menggunakan elemen ini untuk

menggambarkan bagaimana perubahan iklim akan di bahas pada 2015 lalu, dan

bertujuan untuk menggerakkan masyarakat berpikir secara konstruktif

mengenai isu global. Elemen orientasi masa depan dapat dicapai melalui

wawancara yang dilakukan oleh wartawan. Sebagai contoh, wartawan dapat

mengajukan pertanyaan yang berfokus pada bagaimana masalah tersebut dapat

dipecahkan, bagaimana orang dapat berkontribusi dalam menyelesaikan

masalah itu, atau program-program apa yang akan dilaksanakan untuk

menyelesaikan masalah itu.


31

3. Depolarisasi (Depolarization): Berusaha untuk melawan dinamika polarisasi

yang dibuat oleh media berita untuk memperkuat inklusi dan keberagaman

4. Wawancara konstruktif (Constructive Interviewing): Pertanyaan-pertanyaan

yang memberdayakan, kolaborasi, landasan bersama dan solusi

Dalam melakukan wawancara konstruktif, Gyldensted, memberikan empat

kerangka kerja yang bias digunakan untuk memperolah jawab konstruktif pula

dari orang yang diwawancarai:

a. Pertanyaan Linear (The Detective): Pertanyaan investigasi dasar

yang berhubungan dengan “Siapa melakukan apa?, Dimana?,

Kapan?, dan Mengapa?”. Jenis pertanyaan ini dapat membantu

menemukan aspek faktual dari masalah tersebut.

b. Pertanyaan Sirkular (The Anthropologist): Jenis pertanyaan ini

membantu untuk menemukan perspektif kontekstual yang relevan

dibalik sebuah fakta. Contoh: “Bagaimana hal ini memengaruhi

Anda? (atau hal-hal lain/ orang-orang/ dll)” dan “Apa penjelasan

Anda untuk A atau B?”

c. Pertanyaan Refleksif (The Future Scientist): Dalam pertanyaan

refleksif, jurnalis\ menyarankan perspektif baru pada topik yang

diberikan, sehingga mendorong orang yang diwawancarai untuk

memikirkan kembali solusi baru konstruktif atas masalah itu.

Contoh: “Menurut Anda apa yang A percaya ketika dia berada

pada situasi itu?”, “Bagaimana anda melakukan pendekatan


32

terhadap masalah itu?”, dan “Tindakan apa yang harus diambil

untuk dilakukan A dan B?”.

d. Pertanyaan Strategis (The Captain): Arahkan orang yang sedang

diwawancara ke arah tindakan solusi. Pertanyaan-pertanyaan ini

berorientasi pada masa depan. Contoh: “Apa yang harus

dilakukan?”, “Apakah Anda akan melakukannya?”, dan “Kapan

Anda akan melakukannya?”.

5. Rosling: Menggunakan data untuk menentukan apakah terdapat kemajuan

atau kemunduran pada masalah yang dibahas secara jurnalistik.

6. Co-Creation dan Empowerment: Melibatkan dan memberdayakan

masyarakat. Membuat konten jurnalistik bersama warga, memperkuat debat

publik

2.1.6. Teori Framing

Menurut Eriyanto (3;2002) dalam bukunya Analisis Framing Kontstruksi

Ideologi, dan Politik Media, analisis framing dapat digunakan untuk mengetahui

bagaimana realitas dikonstruksikan oleh media. Dengan cara dan teknik apa

peristiwa ditekankan dan ditonjolkan. Apakah dalam berita itu ada bagian yang

dihilangkan, luput atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan.

Analisis Framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis

untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, actor, kelompok, atau apa saja)

dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi.

Di sini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa

dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi


33

tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut

tidak hanya bagian dari teknik jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa

dimaknai dan ditampilkan. Misalnya, Jokowi tegaskan Vaksin corona gratis, bisa

saja dimaknai dan dipahami sebagai upaya Presiden Jokowi Dodo melakukan

pencegahan terhadap virus corona. Bisa juga penegasan Jokowi Dodo terhadap

vaksin corona gratis itu dimaknai oleh media sebagai upaya mengharumkan nama

Presiden Jokowi Dodo dan dilakukan oleh orang-orang yang suka dengan

kepemimpinan Jokowi Dodo. Bagaimana media memahami dan memaknai

realitas, dan dengan cara apa realitas itu ditandakan, hal inilah yang menjadi pusat

perhatian dari analisis framing. Praktisinya, ia digunakan untuk melihat

bagaimana asoek tertentu ditonjolkan atau ditekankan oleh media. Penonjolan

atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut haruslah dicermati lebih jauh.

Karena penonjolan atau penekanan aspek tertentu dari realitas tersebut akan

membuat bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih mudah diingat, dan lebih

mengena dalam pikiran khalayak. Ia juga diikuti oleh akibat yang lain, kita

kemudian jadi melupakan aspek lain yang bisa jadi jauh lebih berarti dan berguna

dalam menggambarkan realitas.

Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing Kontstruksi Ideologi, dan

Politik Media menjelaskan, pada dasarnya framing adalah metode untuk melihat

cara bercerita (story telling) media atas peristiwa. Cara bercerita itu tergambar

pada “Cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan berita, “Cara melihat” ini

berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas. Analisis framing adalah

analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas.


34

Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan

dibingkai oleh media.

Dalam analisis framing yang menjadi pusat perhatian adalah pembentukan

pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan/peristiwa

dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi peristiwa dan

menyajikannya kepada khalayak pembaca.(Eriyanto 11 : 2002). Frame adalah

sebuah prinsip dimana pengalaman dan realitas yang kompleks tersebut

diorganisasi secara subjektif. Lewat frame itu, orang melihat realitas dengan

pandangan tertentu dan melihat sebagai sesuatu yang bermakna dan beraturan.

Frame media mengorganisasikan realitas kehidupan sehari-sehari dan akan

ditransformasikan kedalam sebuah cerita. Analisis framing, karenanya, meneliti

cara-cara individu mengorganisasikan pengalamannya sehingga memungkinkan

seseorang mengidentifikasi dan memahami peristiwa-peristiwa, memaknai

aktivitas-aktivitas kehidupan yang tengah berjalan. Framing itu pada akhirnya

menentukan bagaimana realitas itu hadir dihadapan pembaca. Apa yang kita tahu

tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan

frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu

atas suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama

dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda apabila wartawan

mempunyai frame yang berbeda ketika melihat peristiwa tersebut dan menuliskan

pandangannya dalam berita. Apa yang dilaporkan oleh media seringkali

merupakan hasil dari pandangan mereka wartawan ketika melihat dan meliput

peristiwa. Analisis framing membantu kita untuk mengetahui bagaimana realitas


35

peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga

menghasilkan berita yang secara berbeda.(Eriyanto 290 : 2002)

Proses framing adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bagaimana awak

media mengkonstruksi realitas. framing berhubungan erat dengan proses editing

yang melibatkan semua pekerja dibagian keredaksian. Reporter dilapangan

menentukan siapa yang diwawancarainya dan siapa yang tidak, serta pertanyaan

apa yang diajukannya dan apa yang tidak. Redaktur yang bertugas didesk yang

bersangkutan, dengan maupun tanpa berkonsultasi dengan redaktur pelaksana atau

redaktur umum, menentukan apakah laporan sireporter akan dimuat atau tidak,

dan mengarang judul apa yang akan diberikan (Eriyanto 230 : 2002).

2.1.7. Konsep Analisis Framing Robert N. Entman

Robert N Entman adalah salah seorang ahli yang meletakan dasar-dasar

bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep mengenai framing ditulis

dalam sebuah artikel untuk Journal of Political Communication dan tulisan lain

yang mempraktikan konsep itu dalam studi kasus pemberitaan media. Konsep

framing oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan

menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang

sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu

tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain (Eriyanto 219 :

2002)

Konsep Framing pada dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi,

penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan


36

kerangka kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang ditawacanakan. Maka

Robert N. Entman membagi perangkat framing ke dalam empat elemen yaitu:

Pertama, Define Problems (Pendifinisian Masalah). Ini merupakan elemen yang

pertama kali dapat dilihat mengenai framing. Elemen ini merupakan bingkai

paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan ketika

ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu tersebut dipahami.

Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Dan bingkai yang berbeda

ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.

Kedua, Diagnose Causes (memperkirakan penyebab masalah). Elemen ini

merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai actor

dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa(what), tetapi bisa juga berarti

siapa (who).

Ketiga, Make Moral Judgement (membuat pilihan moral). Elemen ini

merupakan elemen framing yang di pakai untuk membenarkan atau memberikan

argumentasi pada pendefinisian masalah yang telah dibuat. Ketika masalah sudah

didefinsikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi

yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut.

Keempat, Treatment Recommendation (menekankan penyelesaian).

Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa

yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat

bergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat. Adapaun untuk menentukan


37

kejelasan penelitian ini maka diuraikan model framing Entman bagaimana skema

tersebut, yaitu

TABEL 2. 1
ANALISIS FRAMING MODEL ROBERT N. ENTMAN
Define Problems Bagaimana suatu peristiwa dilihat?
(Pendefinisian Sebagai Apa?
Masalah) Atau sebagai masalah Apa?
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh
Diagnouse Causes apa? Apa
(Memperkirakan yang dianggap sebagai penyebab suatu
Masalah Atau masalah?
Sumber Masalah) Siapa actor yang dianggap sebagai
penyebab
masalah?
Make Moral Nilai Moral apa yang disajikan untuk
Judgment menjelaskan
(Membuat masalah? Nilai Moral apa yang dipakai
Keputusan Moral) untuk
melegitimasi atau mendelegitimasi
suatu tindakan?
Treatment Penyelesaian apa yang ditawarkan
Recommendation untuk
(Menekan mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang
Penyelesaian) ditawarkan
dan harus ditempuh untuk mengatasi
masalah

2.2 Penelitian Terdahulu

TABEL 2. 2
PENELITIAN TERDAHULU

Peneliti Sita winiati dewi Siti Saroswati Amilah Rahmatunnisa

Sikap Media terhadap


Jurnalisme damai pada
Persepsi Publik agama Islam (Analisis
pemberitaan pernyataan
terhadap pemberitaan Framing Robert N. Entman
Judul Emanuel macron atas kasus
covid 19 di media pada berita ahk di
Charlie Hebdo di harian
social republika.co.id dan
umum republika
metronews.com)

Institusi/
Universitas Mutimedia Universitas Bandar Universitas Islam Negeri
Nusantara Lampung Syarif Hidayatulloh Jakarta
Tahun
38

Metodelogi Kuantitatif Kualitatif – deskriptif Kualitatif - Deskriptif


Republika.co.id
mengidentifikasi masalah
ini pada etalase
hukum, dengan Ahok
sebagai penyebab masalah
Dilihat dari pengaruh kasus tersebut. Moral yang
pemberitaan terhadap mencoba disampaikan
psikologi seseorang, berupa Pemimpin
responden menilai seharusnya menghargai
bahwa pemberitaan perbedaan
Republika telah memenuhi
media membuat letih, dengan menjaga persatuan
prinsip jurnalisme damai
sedih dan kecewa. Jika bangsa bukan malah
yang berorientasi
dihubungkan dengan menistakan agama. Dengan
Hasil perdamaian, orientasi
pendapat terbuka dari demikian secara tersirat
masyrakat, orientasi
responden, mereka penyelesaian masalah yang
kebenaran dan orientasi
mengharapkan agar ingin disampaikan berupa
penyelesaian
media lebih aktif kasus ini segera diproses
memberi solusi praktis dengan tuntas melalui jalur
dalam pemberitaan hukum. Kemudian pada
seputar Covid-19 dan Metrotvnews.com masalah
vaksinasi. dinilai berada pada ranah
politik. Pihak pelapor dan
aktor politik yang secara
tersirat ingin menurunkan
elektabilitas Ahok dinilai
sebagai penyebab masalah
Persamaan dari
penelitian ini adalah
Persamaan dari teori yang Persamaan dari penelitian
sama – sama meneliti
Persamaan di gunakan memiliki adalah persamaan teori dan
tentang hubungan
kesamaan metodelogi
antara media terhadap
psikologi pembaca .

Perbedaannya adalah
terdapat pada
metodelogi yang mana
peneliti memakai Objek dan lokasi penelitian
Perbedaan Perbedaan objek penelitian
kualitatif deskriptip berbeda
sementara di penelitia
ini memakai teori
kuantitatif

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir dimulai pada saat pemberitaan mengenai corona di

Indonesia yang dipublikasikan oleh situs daring tribunnews.com pada tahun


39

2020. Sebagai media massa yang mempublikasi berita cukup banyak mengenai

corona di Indonesia, tribunnews.com melakukan framing untuk menyeleksi fakta

yang ingin ditonjolkan dan tidak ditonjolkan. Untuk melihat bagaimana framing

yang dilakukan oleh tribunnews.com, maka penulis menggunakan model framing

Robert N. Entman melalui empat elemen utama, diantaranya define problems,

diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recommendation. Dalam

melakukan analisis framing pada berita tribunnews.com, penulis menggunakan

elemen jurnalisme konstruktif untuk melihat bagaimana wartawan menerapkan

jurnalisme konstruktif dalam pemberitaan mengenai corona Indonesia.

GAMBAR 2. 1 KERANGKA PEMIKIRAN

Pemberitaan corona di Indonsia


Pada tribunnews.com Tahun 2020

Peristiwa Kepanikan
moral Karena covid di
Indonesia

Model Framing Jurnalisme


Robert N. Entman Kontruktif

Praktik Jurnalisme Kontruktif Pada Isu


Kepanikan Moral Selama Pandemi Covid 19
(Analisis Framing Model Robert N Entman
Dalam Berita Corona Indonesia Di
Tribunnews.Com Tahun 2020)
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Menurut Sugiono dalam bukunya metode penelitian administrasi

menyebutkan metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah yang dimaksud

adalah kegiatan penelitian yang didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yang rasional,

empiris dan sistematik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif

karena bersifat alamiah, dinamis, dan berkembang, serta ada batas kajian penelitian

yang ditentukan oleh fokus penelitian. Metode penelitian adalah cara atau strategi

menyeluruh untuk menemukan atau memperoleh data yang diperlukan. Metode

penelitian perlu dibedakan dari teknik pengumpulan data yang merupakan teknik

yang lebih spesifik untuk memperoleh data.

Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif. Yang dimaksud penelitian kualitatif menurut

Sugiono dalam (Harbani Pasalong, 2013) adalah metode penelitian yang digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, sebagai lawannya adalah eksperimen.

Metode penelitian ini dipilih karena untuk menyajikan data secara sistematis, faktual,

dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada dilapangan.

Paradigma yang digunakan didalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivis. Paradigma konstruktivis ialah paradigma yang hampir merupakan anti

thesis dari paham yang meletakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan

sutu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma ini memandang ilmu sosial sebagai

analisis sistematis terhadap social meaningful action. Melalaui pengamatan langsung


40
41

dan terperinci terhadap perilaku sosial yang bersangkutan menciptakan dan

memelihara atau mengelola dunia sosial mereka.

Paradigma ini menyatakan bahwa (1) dasar untuk menjelaskan kehidupan,

peristiwa sosia dan manusia bukan ilmu dalam kerangka positivistik, tetapi justru

dalam artian common sense. Menurut mereka, pengetahuan dan pemikiran awam

berisikan arti atau makna yang di berikan individu terhadap pengalaman dan

kehidupan sehari-hari. Dan hal tersebutlah yang menjadi awal penelitian ilmu-ilmu

sosial; (2) pendekatan yang di gunakan adalah induktif, berjalan dari spesifik menuju

umum, dari yang kongkrit menujuyang abstrak, (3) ilmu bersifat idiografis bukan

nomotesis, karena ilmu mengungkap bahwa realitas tertampilkan dalam simbol-

simbol melalui bentuk-bentuk deskriptif; (4) pengetahuan tidak hanya diperoleh

melalui indra karena pemahaman melalui makna dan interpretasi adalah jauh lebih

penting; dan (5) ilmu tidak bebas nilai. Kondisi bebas nilai tidak menjadi sesuatu

yang dianggap penting dan tidak pula mungkin dicapai. (sarantok. 1993).

Menurut patton, para peneliti konstrukvis mempelajari berbagam realita yang

terkontruksi olwh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi kehidupan

mereka dengan yang lain dalam konstruktivis, setiap individu mempunyai

pengalaman yang unik. Dengan demikian, penelitian dengan strategi seperti ini

menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia

adalah valid, dan perlu adanya rasa menghargai atas pandangan tersebut

(patton,2002, p.96-97).

Penelitian menggunakan paradigma konstruktivis karena penelitian ingin

mendapatkan pengembangan pemahaman yang membantu proses interpretasi

peristiwa.
42

Pendekatan framing yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

bagaimana konstruksi dihasilkan dari sebuah perspektif dalam melihat realitas.

Sehingga, pendekatan framing ini mampu untuk melihat bagaimana suatu peristiwa

dikonstruksi oleh media. Dengan menggunakan analisis framing dari Robert N.

Entman melalui empat elemen utama (define problems, diagnose causes, make

moral judgement, treatment recommendation) diharapkan mampu untuk menjelaskan

informasi yang diberikan penekanan atau ditonjolkan oleh wartawan agar khalayak

sebagai pembaca fokus kepada isu tersebut

Peneliti akan menggunakan metode penelitian kualitatif, paradigma konstruktivis,

dan pendekatan framing

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data

sekunder.

1. Data primer merupakan sumber data yang diperoleh peneliti melalui sumber

utama. Dalam penelitian ini, data primer berupa data hasil observasi yang

dilakukan peneliti pada artikel media online tribunnews.com seputar

pemberitaan kepanikan moral di Indonesia pada saat pandemi covid-19

periode pada 2020

2. Data Sekunder, yaitu data yang dikutip dari sumber-sumber tertentu yang

digunakan sebagai pendukung data primer, sumber data sekunder ini

merupakan sumber data yang melengkapi serta memperkaya sumber data

primer atau sumber data sekunder ini diperoleh dari data pendukung. Data
43

sekunder yang merupakan sumber data yang akan melengkapi sumber data

primer, yaitu: dokumen-dokumen yang membantu dalam penelitian

3.1 Informan Kunci

Penentuan informan atau narasumber dalam penelitian didasarkan sesuai

dengan kebutuhan dalam iformasi data yang akan di jadikan pembahasan dalam

penelitian ini yaitu :

1. Bidang Redaksi

Bidang redaksi dipilih karena dalam penelitian ini membutuhkan informasi dari

bidang redaksi untuk mengetahui strategi di bidang redaksi media online

Tribunnews.com dalam persaingan media.

2. Bidang Konten

Bidang konten dipilih karena dalam penelitian ini membutuhkan informasi dari

bidang konten untuk mengetahui mekanisme penentuan dan framing konten

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Ulber Silalahi (2012) data merupakan hasil pengamatan dan

pengukuran empiris yang mengungkapkan fakta tentang karakteristik dari suatu

gejala tertentu. Pengumpulan Data menurut Ulber Silalahi (2012) dapat didefinisikan

sebagai satu proses mendapatkan data empiris melalui responden dengan

menggunakan metode tertentu. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, peneliti

menggunakan data primer dengan teknik wawancara, sedangkan data sekunder

didapat dari instansi pemerintah yang bersangkutan.

1. Wawancara

Menurut Ulber Silalahi (2012) metode wawancara merupakan metode yang

digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan lisan dari seseorang yang
44

disebut responden melalui suatu percakapan yang sistematis dan terorganisasi.

Menurut Ulber Silalahi (2012) wawancara merupakan percakapan yang

berlangsung secara sistematis dan terorganisasi yang dilakukan oleh peneliti

sebagai pewawancara dengan sejumlah orang sebagai responden atau yang

diwawancara untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berhubungan dengan

masalah yang diteliti. Wawancara dapat dibedakan atas wawancara terstruktur dan

wawancara tidak terstruktur.

a. Wawancara terstruktur dilakukan oleh peneliti ketika telah mengetahui secara

jelas dan terperinci apa informasi yang dibutuhkan dan memiliki satu daftar

pertanyaan yang sudah ditentukan atau disusun sebelumnya yang akan

disampaikan kepada responden.

b. Wawancara tidak terstruktur ketika pewawancara tidak memiliki setting

wawancara dengan sekuensi pertanyaan yang direncanakan yang dia akan

tanyakan kepada responden, dan pewawancara hanya mempunyai satu daftar

tentang topik atau isu.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan wawancara secara langsung, yakni

pembicaraan dua arah yang dilakukan oleh pewawancara terhadap informan, untuk

menggali informasi yang relevan dengan tujuan penelitian.

2. Observasi

Sutrisno dalam (Sugiyono, 2011) menyatakan bahwa observasi merupakan

suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis

dan psikologis. Dua diantara yang penting adalah proses-proses pengamatan dan

ingatan. Observasi ini dilakukan dengan cara melitas secara langsung tentang

permasalahan yang berhubungan dengan penelitian dan melakukan pencatatan atau

hasil observasi. Sesuai dengan jenisnya, peneliti melakukan observasi dengan


45

partisipasi terbatas, yakni peneliti terlibat hanya terbatas pada aktivitas objek yang

mendukung penelitian.

3. Studi Kepustakaan

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data melalui dokumen-

dokumen dan juga mempelajari literatur-literatur yang ada berupa karya ilmiah,

buku-buku, atau kepustakaan lain yang berhubungan erat dengan masalah yang

berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Teknik Analisa Data

Analisis data menurut Ulber Silalahi (2012) adalah proses penyederhanaan

data dan penyajian data dengan mengelompokannya dalam suatu bentuk yang mudah

dibaca dan diinterpretasi. Teknik analisis data yang dilalukan oleh peneliti yaitu

sebagai berikut (Ulber Silalahi, 2012)

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan bagian analisis. Reduksi data diartikan sebagai

proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstaksian, dan

transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Kegiatan melakukan reduksi data berlangsung atau selama pengumpulan data.Selama

pengumpulan data berlangsung, terjadi tahapan reduksi berikutnya yaitu membuat

ringkasan, mengkode, menelusuri tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi dan

menulis memo.

b. Penyajian Data

Penyajian data yaitu sekumpulan informasi tersusun yang memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian

data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan dalam berbagai jenis matriks, grafik,
46

jaringan, dan bagan. Semuannya dirancang guna menggabungkan informasi yang

tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih.

c. Menarik Kesimpulan

Selama kegiatan pengumpulan data dilakukan, seorang penganalisis kualitatif

mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan,

konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proporsisi.

Kesimpulan-kesimpulan diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna

yang muncul dari data harus diuji kebenarannya, kekukuhannya, dan kecocokannya,

yakni merupakan validitasnya.

Dalam menganalisis teks media, model framing yang digunakan peneliti

adalah model Robert N. Entman, karena model analisis ini memberikan elemen yang

sejalan dengan penerapan jurnalisme konstruktif, diantaranya: Pertama, define

problem (mendefinisikan masalah). Elemen ini merupakan hal pertama yang dilihat

sebagai framing. Menekankan pada cara wartawan dalam memberi makna pada

sebuah peristiwa. Kedua, diagnoses causes (memperkirakan penyebab masalah).

Elemen ini merupakan cara untuk membingkai siapa (who) yang dianggap menjadi

penyebab suatu masalah. Namun, penyebab disini bisa juga merupakan apa (what).

Masalah yang dipahami secara berbeda, tentu saja penyebab masalah tersebut akan

dipahami secara berbeda. Ketiga, make moral judgement (membuat keputusan

moral).

Elemen ini merupakan cara yang dipakai untuk membenarkan atau memberi

argumen pendukung dari pendefinisian masalah. Setelah sebuah masalah

didefinisikan dan penyebab masalah sudah ditentukan, kemudian diberikan argument

kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Keempat, treatment recommendation

(menekankan penyelesaian). Elemen ini digunakan untuk menilai apa yang


47

dikehendaki oleh wartawan dalam menyelesaikan sebuah masalah. Penyelesaian

masalah ini sangat bergantung pada cara wartawan memaknai sebuah peristiwa,

siapa/apa yang menjadi penyebab sebuah peristiwa, dan argumen apa yang ingin

diajukan.

Umumnya, beberapa model framing yang dilakukan oleh Gamson dan

Kosicki lebih berfokus pada elemen retoris dan sintaksis pada sebuah berita,

sehingga framing berita dilihat dari makna kata-kata yang terdapat pada berita.

Berbeda dengan model framing Robert N Entman, tidak menjelaskan gambaran

singkat mengenai elemen retoris, melainkan hanya melihat bagaimana kalimat, kata

dan gambar merupakan sebuah bagian integral untuk memahami frame. Hal ini

sejalan dengan penerapan jurnalisme konstruktif yang akan dianalisis penulis dalam

penelitian ini terkhusus pada elemen treatment recommendation berfokus pada

solusi. Model framing ini dapat menggambarkan isu-isu yang berfokus pada solusi di

dalam berita, sehingga elemen jurnalisme konstruktif yang dapat dilihat melalui

model Robert N Entman berupa elemen solutions dan future orientation. Sehingga

model ini dapat dijadikan alat oleh penulis untuk mendeskripsikan framing yang

ditampilkan tribunnews.com pada isu kepanikan moral sekaligus praktik jurnalisme

konstruktif.

3.4 Teknik Keabsahan Data

Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik trianggulasi,

yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data

untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut, dan

teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah dengan pemeriksaan melalui

sumber yang lainnya. Menurut Moloeng (2007), triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.


48

Di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui

sumber lainnya. Denzin dalam Moloeng (2007) membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

metode, penyidik, dan teori. Triangulasi dilakukan melalui wawancara, observasi

langsung dan observasi tidak langsung, observasi tidak langsung ini dimaksudkan

dalam bentuk pengamatan atas beberapa kelakukan dan kejadian yang kemudian dari

hasil pengamatan tersebut diambil benang merah yang menghubungkan di antara

keduannya.

Teknik pengumpulan data yang digunakan akan melengkapi dalam

memperoleh data primer dan sekunder. Observasi dan interview digunakan untuk

menjaring data primer yang berkaitan belanja daerah, sementara studi dokumentasi

digunakan untuk menjaring data skunder yang dapat diangkat dari berbagai

dokumentasi tentang belanja daerah.

Beberapa macam triangulasi data sendiri menurut Denzin dalam Moleong

(2004) yaitu dengan memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori

ada beberapa macam yaitu:

1). Triangulasi Sumber (data)

Triangulasi ini membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda dalam

metode kualitatif.

2). Triangulasi Metode

Triangulasi ini menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek

data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.


49

3). Triangulasi penyidikan

Triangulasi ini dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya

untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data. Contohnya

membandingkan hasil pekerjaan seorang analisis dengan analisis lainnya.

4). Triangulasi Teori

Triangulasi ini berdasarkan anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat

diperiksa derajat kepercayaan dengan satu atau lebih teori tetapi hal itu

dapat dilakukan, dalam hal ini dinamakan penjelasan banding.

Dari empat macam teknik triangulasi diatas, peneliti menggunakan teknik

triangulasi sumber (data) dan triangulasi metode untuk menguji keabsahan data yang

berhubungan dengan masalah penelitian yang diteliti oleh peneliti


50

DAFTAR PUSTAKA

Eriyanto. 2012. Analisis Framing, Kontruksi, Ideologi, dan Politik Media.


Yogyakarta: LKiS Pelangi Angkasa
Elvinaro, Ardiano, M.Si Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung:
Simbiosa
Rekatama Media.
Cangara, Hafied H, (2006) Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada). Effendy, Onong Uchjana. (1992) Dinamika Komunikasi.
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya).
Effendy, Onong Uchjana. (2003) Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung:
PT. Citra Aditya Bakti).
Fakhruroji, Moch. (2017). Dakwah di Era Media Baru. (Bandung: Simbiosa
Rekatama Media).
Hermans, L. & Gyldensted, C., 2018. Elements of constructive journalism:
Characteristics, practical application and audience valuation. Journalism
2019, 20(4), p. 535–551.
Pasalong, Harbani. 2013.Metode Penelitian, Bandung: Alfabeta
Silalahi Uber. 2012. Metodelogi Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Adita
Moleong, Zlexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya

Soehartono, Irawan. 2011, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya
Mclntyre, K. (2015). Constructive Journalism: The Effects of Positive Emotions
and Solution Information in News Stories. Chapel Hill, NC: University of
North Carolina at Chapel Hill Graduate School.
Zarocostas, J. (2020). How to fight an infodemic, Lancet (London, England). DOI:
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(20)30461-X.
Wahl, Karin. (2020, Februari 14). Coronavirus: how media coverage of epidemics
often stokes fear and panic. The Conversation. Diakses dari
https://theconversation.com/coronavirus-how-media-coverage- of-
epidemics-often-stokes-fear-and-panic-131844
Manan, Abdul., AJI: Terapkan Tiga Prinsip dalam Peliputan dan Pemberitaan
Corona. Diakses dari https://aji.or.id/read/press-release/1024/aji-terapkan-
tiga-prinsip-dalam-peliputan-dan-pemberitaan- corona.html
51

APEC Secretariat, “Multilateralism in the Era of COVID-19: Perception Survey –


Post-2020 APEC,” Juni 2021, diakses pada 02 November 2021
https://www.apec.org/Publications/2021/06/Multilateralism-in-the-Era-of-
COVID-19
Alexa.com. (2019). Top Sites in Indonesia. Dilansir dari
https://www.alexa.com/topsites/countries/ID.
Antaranews.com. (2020). Media diharapkan sebar jurnalisme harapan di tengah
pandemic COVID-19. Diakses dari antaranews.com:
https://www.antaranews.com/berita/1398926/media-diharapkan-sebar
jurnalisme-harapan-di-tengah-pandemi-covid-19.
Indonesiaindicator. (2020). Virus Corona, Virus Yang Viral di Media. Diakses
pada 02 November 2021, dari http://www.indonesiaindicator.com/99-
publication/release/366-virus-corona,-virus-yang-viral-di- media.html.
Tribunnews.com. (2020, 2 Maret). 50 Orang Terindikasi Corona, Perawat hingga
Warga yang Berinteraksi dengan Korban. Diakses dari tribunnews.com:
https://www.tribunnews.com/metropolitan/2020/03/02/wali-kota-depok-50-
orang-terindikasi-corona- perawat-hingga-warga-yang-berinteraksi-dengan-
korban
WHO. (2020). Coronavirus desease 2019 (COVID-19) Situation Report – 8.
Diakses pada 02 November 2021, dari https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/situation-reports/20200415-sitrep- 86-covid-19.pdf?
sfvrsn=c615ea20_4.
Regional Kompas diakses pada 02 November 2021
https://regional.kompas.com/read/2020/12/29/07055951/ini-10-media-
online-cetak-dan-akun-medsos-teraktif-beritakan-covid-19?page=all
UNESCO. (2020). Journalism, press freedom and COVID-19: World Trends in
Freedom of Expression and Media Development.
https://en.unesco.org/sites/default/files/unesco_covid_brief_en.pdf.
Zaenudin, Ahmad. (2017). Mengonsumsi Informasi dari Hanya Membaca Judul.
Dilansir dari https://tirto.id/mengonsumsi-informasi-dari-hanya-membaca-
judul- cwx5.

Anda mungkin juga menyukai