Anda di halaman 1dari 79

Laporan Pendahuluan

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatakan kehadirat Alloh SWT, karena


atas limpahan rahmat, karunia dan hidahnya kita di beri kekuatan dan
kesehatan, sehingga mampu menyelesaikan Detail Engineer Design
(DED) Sarana Sanitasi Komunal di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa
Barat.
DED ini dirancang sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah design
bagi pembangunan Sarana Sanitasi Komunal yang mampu secara optimal
mengolah limbah manusia. Limbah manusia yang tidak dimanfaatkan akan
mencemari lingkungan. Terutama bahan organik yang apabila di buang
keperairan akan menurunkan oksigen perairan karena beban BOD dan
COD nya tinggi, hal ini akan menyebabkan bau yang tidak sedap.
Dengan dibangunnya Sarana Sanitasi Komunal ini nantinya
permasalahan pencemaran akan dapat diatasi. Air limbah manusia tidak
lagi menimbulkan bau yang tidak sedap tetapi dapat di filter dan
menghasilkan air bersih yang dapat manfaatkan untuk menyiram tanaman
dan air kolam ikan.
Demikian semoga disusunya DED dan dibangunnya Sarana Sanitasi
Komunal nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua dan lingkungan di
sekitar kita dapat terjaga fungsi dan kelestarianya

Bandung, 2021

Tim Konsultan

Penyusunan DED Sarana Sanitasi (MCK, IPAL, Septiktank) Paket


2
Laporan Pendahuluan

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Maksud dan Tujuan...............................................................................2
1.3 Manfaat................................................................................................. 2
1.4 Lokasi Kegiatan.....................................................................................3
1.5 Ruang lingkup Kegiatan.........................................................................3
1.6 Sistematika Penulisan Laporan.............................................................5
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................7
2.1 Definisi Umum.......................................................................................7
2.1.1 Pengertian Air Limbah.................................................................7
2.1.2 Karakteristik dan Dampak Air Limbah.........................................7
2.2 Pengelolaan Air Limbah.......................................................................10
2.3 Sistem Penyaluran Air Limbah............................................................13
2.3.1 Sistem Pembuangan Setempat (on-site system)......................15
2.3.2 Sistem Pembuangan Terpusat..................................................16
2.4 Teknologi pengelolaan Air Limbah Dengan Sistem Setempat (On-Site
System)........................................................................................................ 20
2.4.1 Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Individual............21
2.4.2 Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Komunal.............43
2.5 Kondisi Umum Daerah Perencanaan...................................................52
BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI....................................................58
3.1 Pendekatan Dan Latar Belakang..........................................................58
3.2 Metodologi Pelaksanaan......................................................................59
3.3 Kriteria Perencanaan Sistem Penyaluran.............................................60
BAB IV GAMBARAN UMUN WILAYAH............................................................62
4.1 Gambaran Umum Lokasi......................................................................62
4.1.1 Letak Geografis.........................................................................62
4.1.2 Administratif..............................................................................63
4.1.3 Kondisi Fisik..............................................................................64
4.1.4 Penduduk..................................................................................68
4.2 Kondisi Sanitasi Kabupaten Bandung...................................................70
BAB V RENCANA KERJA................................................................................74

Penyusunan DED Sarana Sanitasi (MCK, IPAL, Septiktank) Paket


2
Laporan Pendahuluan

5.1 Rencana Kerja......................................................................................74

Penyusunan DED Sarana Sanitasi (MCK, IPAL, Septiktank) Paket


2
Laporan Pendahuluan

DAFTAR TABEL

Tabel 1. 1 Daftar lokasi kegiatan perencanaan................................................3Y


Tabel 2. 1 Dimensi Tangki Septik Terpisah.......................................................29
Tabel 2. 2 Struktur Tanah dan Kelayakan sebagai Resapan..............................3
Tabel 4. 1 Wilayah Administratif Kabupaten Bandung Tahun 2016..................63
Tabel 4. 2 Kondisi Curah Hujan Di Kabupaten Bandung tahun 2014-2016......64
Tabel 4. 3 Klasifikasi Yopografi Wilayah Kabupaten Bandung..........................66
Tabel 4. 4 Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung.......................................69
Tabel 4. 5 Klasifikasi AHH Per Kecamatan Tahun 2012 72
Y
Tabel 5. 1 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan.........................................................74

Penyusunan DED Sarana Sanitasi (MCK, IPAL, Septiktank) Paket


2
Laporan Pendahuluan

DAFTAR GAMBAR

YGambar 2. 1 Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat...................................


Gambar 2. 2 Zona-Zona Dalam Tangki Septik..................................................26
Gambar 2. 3 Tangki Septik Dengan Bidang Resapan.......................................30
Gambar 2. 4 Pendimensian Tangki Septik........................................................30
Gambar 2. 5 Saluran Peresapan......................................................................33
Gambar 2. 6 Filter Anaerobik............................................................................39
Gambar 2. 7 Gambaran Sistem Small Bore Sewer...........................................42
Gambar 2. 8 Gambaran Tangki Interseptor dan Sambungan ada Jaringan
Pengumpul Air Limbah Perkotaan....................................................................42
Gambar 2. 9 Gambaran Pengolahan Air Limbah Domestik Sistem Komunal...44
Gambar 2. 10 Gambaran Pengolahan Air Limbah Domestik Sistem Komunal
MCK++.............................................................................................................. 45
Gambar 2. 11 Aplikasi Tangki Septik Bersama.................................................48
Gambar 2. 12 Aplikasi Tangki Septik Bersusun (Baffled Reactor)....................48
Gambar 2. 13 Aplikasi Tangki Bio-Digester......................................................49
Gambar 2. 14 Aplikasi Tangki Septik Bersusun Dengan Filter..........................50
Gambar 2. 15 Aplikasi Tangki Septik Bersusun Dengan Filter Dan Tanaman. .50
Gambar 2. 16 Aplikasi Tangki Septik Bersusun Dengan Kolam Aerasi
51
Y
Gambar 4. 1 Perkembangan Nilai AHH Dan AKB Kabupaten Bandung..........71
Gambar 4. 2 AHH Kabupaten Bandung Per Kecamatan Tahun 2012..............72

Penyusunan DED Sarana Sanitasi (MCK, IPAL, Septiktank) Paket


2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, Pemerintah mencanangkan
pencapaian target 100-0-100 dalam pembangunan sektor keciptakaryaan,
yaitu pencapaian target universal akses 100% air minum aman, 0%
kawasan kumuh, dan 100% sanitasi layak. Untuk mencapai target
tersebut, diperlukan terobosan berupa program kerjasama antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, yang dilaksanakan sesuai
dengan tugas dan kewenangannya.
Berdasarkan data BPS, sampai dengan tahun 2014 kondisi akses air
minum yang telah dilayani di seluruh Indonesia mencapai 72,55%.
Sedangkan kondisi akses sanitasi layak yang telah dilayani di seluruh
Indonesia mencapai 62,14%. Berdasarkan hal tersebut diperlukan upaya
terobosan dalam rangka pencapaian target universal akses 100% air
minum aman, 0% kawasan kumuh, dan 100% sanitasi layak di tahun 2019.
Untuk Kabupaten Bandung sendiri, berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Bandung pada Tahun 2020 jumlah rumah tangga
dengan akses sanitasi baru mencapai 82,4%.
Dalam rangka upaya terobosan untuk pencapaian target tersebut di atas,
Pemerintah Kabupaten Bandung melaksanakan Program Hibah Air
Limbah Setempat. Berdasarkan hal tersebut, untuk melaksanakan
Program Hibah Air Limbah Setempat Pemerintah Kabupaten Bandung

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


menyelenggarakan Perencanaan teknis rinci sarana pengolahan air limbah
setempat, hal ini diperlukan agar prasarana yang dibangun memiliki dasar
kajian teknis dan memenuhi persyaratan teknis pembangunan prasarana,
sehingga seluruh kegiatan berlangsung dengan arah yang benar.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari pekerjaan Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi
Komunal adalah tersusunnya dokumen perencanaan teknis rinci (DED /
Detail Engineering Design) sarana air limbah komunal untuk
desa/kelurahan yang ada di Kabupaten Bandung, sehingga dokumen
dapat dijadikan pedoman pembangunan fisik sarana air limbah komunal.
Adapun tujuan pekerjaan Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi
Komunal ini merupakan salah satu bentuk bantuan teknis dalam upaya
melayani penyediaan sarana sanitasi komunal bagi masyarakat miskin
agar masyarakat dapat hidup lebih sehat dan nyaman, sehingga terjadi
peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) khususnya yang terkait
dengan Indeks Kesehatan.

1.3 Manfaat
Manfaat dilakukannya pekerjaan ini adalah tersedianya perencanaan
dan DED pembangunan IPAL dan manajemen pengelolaan IPAL sehingga
dapat menghindari kegagalan dengan dapat mengantispasi permasalahan-
permasalahan yang bakal timbul akibat pembangunan IPAL.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


1.4 Lokasi Kegiatan
Lokasi kegiatan Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal di 10
titik lokasi tersebar di Kabupaten Bandung, yang disajikan pada tabel
dibawah ini.

Tabel 1. Daftar lokasi kegiatan perencanaan

NO DESA/KELURAHAN KECAMATAN
1 Warjabakti Cimaung
2 Rahayu Margaasih
3 Citeureup Dayeuhkolot
4 Rancamulya Pameungpeuk
5 Jelegong Rancaekek
6 Cikawao Pacet
7 Pakutandang Ciparay
8 Gunungleutik Ciparay
9 Banyusari Katapang
10 Sangkanhurip Katapang
11 Bandasari Cangkuang

1.5 Ruang lingkup Kegiatan


Ruang lingkup pekerjaan Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi
Komunal meliputi :
1. Melakukan survey lapangan, meliputi kunjungan ke instansi terkait
untuk pengumpulan data sekunder, kunjungan lapangan (site visit)
untuk menentukan titik lokasi pembangunan sarana air limbah
komunal, kondisi air tanah dan survey sosial ekonomi untuk
mengetahui respon, kendala dan dukungan masyarakat daerah
pelayanan.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2. Memberikan masukan terkait teknis berupa opsi teknologi searah
hasil analitis perencanaan sebagai bahan penyusunan Profil
Sanitasi yang disusun oleh Tenaga Fasilitator Lapangan.
3. Melakukan analisis terhadap seluruh data yang diperlukan yang
meliputi data penduduk, konsumsi air bersih, kondisi sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat daerah layanan.
4. Perencanaan teknis yang dibuat harus mencakup perencanaan
teknis rinci sarana air limbah komunal yang memenuhi
kaidah/prinsip sustainability berdasarkan tinjaunan aspek teknis,
sosial ekonomi serta budaya masyarakat pengguna (user), dimensi
bangunan dan kebutuhan bangunan pelengkap serta design
landscaping di sekitar bangunan sanitasi.
5. Dalam pelaksanaan pekerjaan konsultan ini, setiap tahap progress
pekerjaan harus dilakukan asistensi/koordinasi/presentasi sebelum
disusun menjadi produk laporan. Koordinasi ini tidak saja dilakukan
dengan instansi formal, namun juga dengan tokoh masyarakat,
perwakilan warga setempat sebagai pengguna dan penerima
manfaat sarana air limbah komunal didampingi oleh Tenaga
Fasilitator Lapangan. Asistensi/koordinasi/presentasi perencanaan
awal bisa dilakukan di kantor desa/kecamatan terkait dan produk
komprehensif dilaksanakan di kantor Disperkimtan di Soreang
Kabupaten Bandung ataupun di tempat lain yang representatif dan
disepakati bersama.
6. Dalam hal pelaporan, konsultan harus menyerahkan laporan yang
meliputi :
 Laporan Pendahuluan
 Laporan Draft Final

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


 Laporan Final
 Gambar Design
 Buku Catatan Perhitungan Teknis (Design Note)
 Rencana Anggaran dan Biaya (RAB)
 Bill Of Quantity (BOQ)
 Spesifikasi Teknis

1.6 Sistematika Penulisan Laporan


Sistematika penulisan laporan pendahuluan Penyusunan Rencana
Aksi Daerah Peningkatan Pengelolaan Sampah Berbasis Lingkungan,
meliputi :

BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, manfaat,
lokasi kegiatan, ruang lingkup, serta sistematika penulisan
laporan.
BAB II KERANGKA TEORITIS
Berisi tentang Pengertian sistem penyaluran air limbah, Prinsip-
prinsip sistem penyaluran air limbah, Situasi pengelolaan air
limbah domestik, Standar untuk pengelolaan air limbah, kondisi
umum daerah perencanaan.
BAB III PENDEKATAN DAN METODOLOGI
Berisi tentang pendekatan dan latar belakang, metodologi
pelaksanaan.
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Bandung, Letak
Geografis, Administratif, kependudukan, dan Kondisi Sanitasi
Kabupaten bandung.

BAB V RENCANA KERJA


Berisi tentang rencana pelaksanaan pekerjaan dan pekerjaan
yang akan dilaksanakan.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Umum


2.1.1 Pengertian Air Limbah
Air limbah adalah air sisa dari suatu hasil usaha dan/ atau
kegiatan.
Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari aktivitas
hidup sehari-hari manusia yang berhubungan dengan pemakaian air
(Kepmen LH P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016).

2.1.2 Karakteristik dan Dampak Air Limbah


Dalam Materi Bidang Air Limbah 1 oleh PLP PU, 2013 dijelaskan
bahwa air limbah memiliki karakteristik fisik (bau, warna, padatan, suhu,
kekeruhan), karakteristik kimia (organik, anorganik dan gas) dan
karakteristik biologis (mikroorganisme). Karakteristik air limbah beserta
dampak masing-masing terhadap lingkungan dan kesehatan manusia
seperti dijelaskan berikut ini.
 Kekeruhan dan warna
Kekeruhan dan warna dapat disebabkan oleh hadirnya
bahan-bahan organik dan anorganik, misalnya, lumpur. Dari
segi estetika, kekeruhan dirasakan sangat mengganggu.
Selain itu kekeruhan juga merupakan indikator adanya
kemungkinan pencemaran.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


 Bau dan Rasa
Penyebab bau dan rasa dapat berupa mikroorganisme seperti
algae, oleh adanya gas seperti H2S dan sebagainya. Dari
segi estetika, air yang memiliki rasa dan bau dipandang
mengganggu.
 Suhu dan residu
Suhu berpengaruh pada pemakaiannya, misalnya, air yang
mempunyai suhu 0oC tidak mungkin dapat diterima, begitu
pula untuk suhu air yang terlalu tinggi. Kadar residu yang
tinggi dapat menyebabkan rasa tidak enak dan mengganggu
pencernaan manusia.
 Derajat pH
Derajat pH dibatasi dikarenakan dapat menimbulkan
korosivitas, dan efisiensi khlorinasi.
 Kesadahan Ca dan Mg
Kesadahan berpengaruh pada pemakaian sabun, ketel
pemanas air, ketel uap, pipa air panas dalam sistem plambing
dan sebagainya. Mg dapat bersifat toksik, memberikan efek
demam metal, iritasi pada kulit akan susah sembuh, dan
lainnya.
 Besi dan Mangan
Kehadiran Fe dan Mn dalam air dapat menimbulkan berbagai
gangguan, misalnya, rasa dan bau logam, merangsang
pertumbuhan bakteri besi, noda-noda pada pakaian, efek
racun pada tubuh manusia seperti susunan syaraf pusat;

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


koordinasi gerak otot; kerusakan sel hati; fibriosis; iritasi usus;
kerusakan sel usus.
 Nitrogen
Nitrogen dalam air hadir dalam berbagai bentuk sesaui
dengan tingkat oksidasinya diantaranya nitrogen netral,
amoniak, nitrit dan nitrat. Efek terhadap kesehatan antara
lain: iritasi kulit, oedema paru-paru, kejang, pernapasan,
mengancam keseimbangan asam basa dalam darah,
stimulasi susunan syaraf pusat, kerusakan saluran
pencernaan, dsb. Terhadap lingkungan kelebihan nitrogen
dapat menyebabkan eutrofikasi.
 Bahan organik dan anorganik lain
Beberapa bahan organik yang memungkinkan ada dalam air
dipaparkan adalah benzene, karbonil, hidrokarbon alifatik,
dan lainnya.Bahan anorganik dalam air dapat berupa Ag, AL.
As, Ba, Br, Cd, Cl, Cr, Cu, F, Hg, H2S, PO4, Pb, Se, Zn, dan
lain-lain. Bahan organic dan anorganik ini dapat menimbulkan
dampak kesehatan antara lain, iritasi, demam, keracunan,
hingga kematian.
 Parameter Biologis
Jenis mikroorganisme yang dapat ditemukan dalam air
diantaranya alga, bakteria, virus, jamur, protozoa, dan lain-
lain. Selain memiliki sifat pathogen parameter biologis juga
dapat menyebabkan efek rasa, warna dan bau pada air.
 Radioaktif
Efek yang dapat ditimbulkan oleh radioaktif diantaranya:
kanker, leukemia, mengurangi umur, dan dapat menyebabkan

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


kematian. Selain itu radioaktif merupakan unsur kimia yang
memiliki paruh umur yang relatif panjang.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.2 Pengelolaan Air Limbah

Terdapat dua macam sistem dalam pengelolaan air limbah


domestik/permukiman yaitu (Materi Bidang Air Limbah 1 PLP PU,
2013):
1. Pengelolaan air limbah sistem setempat atau dikenal dengan
sistem on-site yaitu satu kesatuan sistem fisik dan non fisik dari
prasarana dan sarana air limbah permukiman berupa pembuangan
air limbah skala individual dan atau komunal yang melalui
pengolahan awal dan dilengkapi dengan sarana pengangkut dan
instalasi pengolahan lumpur tinja
2. Pengelolaan air limbah permukiman sistem terpusat atau dikenal
dengan istilah sistem off-site atau sistem sewerage, adalah satu
kesatuan sistem fisik dan non fisik dari prasarana dan sarana air
limbah permukiman berupa unit pelayanan dari sambungan rumah,
unit pengumpulan air limbah melalui jaringan perpipaan serta unit
pengolahan dan pembuangan akhir yang melayani skala kawasan,
modular, dan kota.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan sistem dan
teknologi pengolahan air limbah adalah :
1. Kepadatan Penduduk
Tingkat kepadatan penduduk yang biasa digunakan dalam
perencanaan sistem pembuangan air limbah adalah :
a. Kepadatan sangat tinggi >500 jiwa/ha
b. Kepadatan tinggi 300-500 jiwa /ha
c. Kepadatan sedang 150-300 jiwa /ha
d. Kepadatan rendah < 150 jiwa /ha

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Tingkat kepadatan ini berkaitan erat dengan tingkat
pencemaran yang dapat ditimbulkan pada air permukaan.
a. Kepadatan rendah < 150 jiwa/ha : BOD, 0 – 30 mg/l
b. Kepadatan sedang 150–300 jiwa/ha : BOD, 30 – 80 mg/l
c. Kepadatan tinggi> 300 jiwa/ha : BOD, 80 – 200
mg/l
Kepadatan penduduk ini juga berkaitan dengan
ketersediaan lahan yang ada untuk diterapkannya sistem
setempat. Berdasarkan kriteria rumah sederhana sehat
(Permenpera No.403/2002) disebutkan suatu rumah sehat memiliki
luas bangunan minimal 28,8 m2 untuk 4 orang penghuni dengan
luas lahan minimal 60 m2.
2. Penyediaan Air Bersih
Tingkat penyediaan air bersih berdasarkan atas besarnya
tingkat pelayanan dari PDAM terhadap masyarakat, berdasarkan
hal tesebut maka tingkat pelayanan di klasifikasikan sebagai
berikut :
a. Tingkat pelayanan tinggi ( >60%)
b. Tingkat pelayanan sedang ( 30-60%)
c. Tingkat pelayanan rendah ( <30%)
Kebutuhan air bersih setiap orang di kota berkisar 120
l/hari. Nilai 30% setara dengan 36 l/or/hari setara dengan
kebutuhan minimal untuk makan, minum, dan kakus sedangkan
60% setara dengan 72 l/or/hr setara dengan kebutuhan minimal
untuk makan, minum, mandi dan kakus.
3. Kemiringan Tanah

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Penggunaan sistem sewerage convensional akan sangat
mahal jika kemiringan tanah kurang dari 2%, hal ini akan
memerlukan banyak pompa dalam pengalirannya, sedangkan
untuk penggunaan sistem shallow sewer sangat baik digunakan
pada daerah yang mempunyai kemiringan dari 2%, karena sistem
ini mempunyai beban yang relatif kecil sehingga air dapat berjalan
dengan lancar.
4. Kedalaman Air Tanah
Untuk penggunaan sistem on-site, pada daerah yang muka
air tanahnya tinggi kemungkinan akan terjadi pencemaran
terhadap air tanah. Jika kedalaman air tanah lebih dari 1,5 meter
dari permukaan pada musim hujan, desain sistem cubluk cukup
memadai tanpa mengakibatkan pencemaran air tanah. Air tanah
tidak akan tercemari jika jarak sumur penampung air hujan dengan
sumur gali cukup memadai yaitu lebih dari 10 meter.
5. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas tanah sangat mempengaruhi penentuan
sistem penanganan air buangan domestik khususnya untuk
penerapan sistem setempat (cubluk maupun septik tank dengan
bidang resapan). Akan tetapi dari segi teknis, pada daerah yang
memiliki permeabilitas yang sangat kecil, bidang resapan dapat di
buat dengan cara meninggikan lahan bidang resapan tersebut.
Untuk mengetahui besar kecilnya permeabilitas tanah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan jenis tanah dan angka
infiltrasi atau melakukan test perkolasi. Kisaran permeabilitas yang
efektif adalah 2,7.10-4 – 4,2.10-3 l/m2/det.
6. Kemampuan Membangun

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Faktor ini tergantung pada kemampuan setiap daerah untuk
membangun teknologi yang dipilih.Ada kemungkinan teknologi
yang telah dipilih tidak dapat diterapkan karena ketidak mampuan
tenaga kerja setempat untuk membangun.
7. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Faktor ini tidak dapat diabaikan dan cukup penting dalam
suatu pemilihan sistem adalah faktor sosial masyarakat untuk
menerimanya, karena biaya yang di perlukan untuk setiap
teknologi yang terpilih relatif mahal dengan alternatif lain.

2.3 Sistem Penyaluran Air Limbah

Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air


yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu
kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri.
Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran tertutup
dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air limbah
tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran utama
atau saluran drainase. Sistem penyaluran air limbah ini pada prinsipnya
terdiri dari dua macam yaitu: sistem penyaluran terpisah dan sistem
penyaluran campuran, dimana sistem penyaluran terpisah adalah
sistem yang memisahkan aliran air buangan dengan limpasan air hujan,
sedangkan sistem penyaluran tercampur menggabungk analiran
buangan dan limpasan air hujan.
Sanitasi adalah suatu usaha untuk menciptakan keadaan yang
dapat menghindarkan timbulnya gangguan dan penyakit. Definisi
Sanitasi menurut Organisasi Kesehatan Dunia (Word Organization
Healt) adalah suatu usaha pengendalian terhadap seluruh faktor-faktor

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


fisik, kimia, dan biologi dalam lingkungan hidup manusia, yang
menimbulkan suatu kerusakan atau terganggunya perkembangan dan
kesehatan baik fisik, mental maupun sosial serta kelangsungan
kehidupan manusia. Salah satu cara sanitasi adalah dengan
mengusahakan kebersihan dari segala unsur yang dapat
memungkinkan timbulnya gangguan dan penyakit.
Sanitasi tepat guna dalam bidang pembuangan air limbah
domestik terdiri 2 (dua) sistem, yaitu;
1. Sistem pembuangan setempat (on-site system)
2. Sistem pembuangan terpusat (off-site system)
Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas sanitasi yang
berada di dalam daerah persil (batas tanah yang dimiliki). Sarana
sistem pembuangan setempat dapat dibagi 2 (dua) yaitu:
1. Sistem individual : Tangki Septic, Cubluk
2. Sistem komunal : MCK
Sedangkan sistem pembuangan terpusat adalah fasilitas sanitasi
yang berada di luar persil. Contoh sistem sanitasi ini adalah sistem
penyaluran air limbah yang kemudian dibuang ke suatu tempat
pembuangan (disposal site) yang aman dan sehat, dengan atau tanpa
pengolahan sesuai dengan kriteria baku mutu dan besarnya limpahan.
Adapun tempat pembuangan dapat berupa lahan terbuka sebagai
tempat peresapan (misal di padang pasir) atau badan-badan aliran air
sebagai Badan Air Penerima (BAP). Di Indonesia umumnya sungai
sebagai badan-badan aliran air Badan Air Mengalir (BAM) yang sebagai
BAP, kecuali di daerah perkotaan pantai. Badan Air Laut (BAL) adalah
sebagai BAP.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.3.1 Sistem Pembuangan Setempat (on-site system)
Keuntungan ;
1. Biaya pembuatan murah
2. Biasanya dibuat oleh sector swasta/pribadi
3. Teknologi dan pembangunannya sederhana
4. Sistem yang terpisah bagi tiap-tiap rumah dapat menjaga
privacy yang aman dan bebas
5. Operasi dan pemeliharaannya mudah dan umumnya
merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing, kecuali
yang tidak terpisah atau dalam kelompok/blok, dan
6. Manfaatnya dapat dirasakan segera, yaitu :
 Jamban bersih
 Saluran air hujan tidak lagi dibuangi limbah air cucian,
tidak lagi selalu tergenang. Aliran limbah air cucian kecil
pada musim kemarau setiap harinya, yang biasanya
anak balita suka main dalam aliran air tersebut, yang
bisa mengakibatkan penyakit.
 Terhidar dari bau.
 Estetika pekarangan, pekarangan menjadi terbebas dari
saluran dengan aliran air berwarna hitam dan becek-
becek tiap hari.
 Populasi nyamuk berkurang.
Kerugian ;
1. Tidak cocok bagi daerah dengan kepadatan penduduk sangat
tinggi sehingga lahan yang tersedia sangat sempit, dan muka
air tanah tinggi, kecuali jika daya resap tanah yang rendah.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2. Sukar mengontrol operasi dan pemeliharaannya (terutama
untuk sistem tangki septik).
3. Kesalahan pengertian bahwa limbah air cucian (air cucian
dapur, kamar mandi, kamar cuci, wastafel) tidak boleh masuk
ke cubluk atau tangki septik, langsung dibuang ke saluran
drainase, sehingga terus mengakibat kan adanya air becek
tiap hari, mencemari pemandangan, terutama badan-badan
air, dan bau busuk juga mungkin terjadi.
4. Mencemari air tanah (sumur dangkal) bila pemeliharaannya
tidak dilakukan dengan baik.

2.3.2 Sistem Pembuangan Terpusat


Keuntungan ;
1. Memberikan pelayanan yang lebih nyaman.
2. Menampung semua air limbah domestik, sehingga
pencemaran air (hujan) di saluran drainase (pematusan untuk
air hujan), badan-badan air permukaan dan air tanah dapat
dihindarkan.
3. Cocok untuk daerah perkotaan dengan kepadatan tinggi
sampai menengah, dan
4. Masa terpakainya lama
Kerugiannya ;
1. Biaya pembangunan tinggi.
2. Memerlukan tenaga-tenagaa terampil dan atau terdidik untuk
menangani operasi dan pemeliharaan.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


3. Keuntungan hanya bisa dicapai sepenuhnya setelah selesai
seluruhnya dan digunakan oleh seluruh penduduk di daerah
tersebut, dan
4. Sistem yang besar memerlukan perencanaan dan
pelaksanaan jangka panjang.
Small Bore dan Shallow Sewer Pembuangan air kotor dan air
bekas secara setempat (on-site) di negara berkembang biasanya lebih
murah daripada sistem terpusat (off-site). Namun ada hal-hal/keadaan
tertentu, dimana kondisi tanah tidak memungkinkan untuk
diterapkannya sistem setempat, sehingga dalam keadaan seperti ini
maka penanganan air limbah dengan sistem terpusat mutlak diperlukan
dengan pilihan teknologi yang lebih murah dibandingkan konvensional
sewerage yaitu small bore sewer dan shallow sewer.
Small bore sewer dibangun dalam keadaan : Bila tanah tidak
mampu menerima air rembesan dari sarana pengolahan air limbah
domestik dalam sistem setempat, maka air rembesan tersebut dibuang
ke system perpipaan small bore sewer.
Shallow sewer merupakan suatu sistem pembuangan air limbah
dengan sistem perpipaan yang cocok untuk diterapkan pada daerah-
daerah yang padat serta masyarakat berpenghasilan rendah.
Shallow sewer dirancang untuk menerima air limbah domestik
yang dialirkan ke tempat pengolahan atau pembuangan. Sistem ini
terdiri atas pipa-pipa berdiameter kecil (100 s/d 200 mm) yang
diletakkan pada lokasi/daerah yang datar dan bebas dari kesibukan-
kesibukan lalu lintas yang padat, seperti gang-gang di belakang rumah
Shallow sewer merupakan sewerage kecil yang terpisah dan
dipasang secara dangkal dengan kemiringan yang lebih landai

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


dibandingkan sewerage konvensional dan bergantung pada pembilasan
air limbah untuk mengangkut benda padat. Prinsip shallow sewer
adalah sebagai berikut. :
Mengalirkan air saja/campuran antara air dan padatan (tinja)
Menggunakan jaringan pipa berdiameter kecil ( 100-200 mm)
Jaringan saluran terdiri dari :
 Pipa persil
 Pipa servis
 Pipa lateral
 IPAL
Ditanam di tanah, dangkal dari permukaan tanah.
Bahan Pipa dapat dari bahan tanah liat, PVC dll
Cocok digunakan untuk daerah kecil, misalnya tingkat RW,
kelurahan, dll. Dengan kepadatan menengah sampai tinggi, 300 -
500 orang/Ha.
Digunakan untuk penduduk yang sudah sebagian besar
mempunyai sambungan air limbahdan jamban/kakus pribadi
dengan sistem pembuangan yang memadai.
Pemilihan Lokasi :
 Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 4 %
 Daerah tersebut belum mendapat program, misalnya Program
Perbaikan Kampung
Sedangkan ketentuan teknis untuk shallow sewer adalah sebagai
berikut.
Aliran maksimum (hanya lokal) = 3 x Aliran rata-rata;
Diameter pipa minimum 100 mm;
Kecepatan minimum 0,50 m/detik;

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Faktor gesekan pipa (FRP) = 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay
Pipe = 0,06).
Kemiringan > 2 %
Small bore sewer (SBS) merupakan suatu sistem penyaluran air
limbah dengan diameter kecil, karena zat padat sudah ditampung pada
suatu tangki interceptor . Secara umum sistem SBS ini adalah sebagai
berikut:
Merupakan system saluran air limbah berskala kecil (Ǿ100-200
mm)
Untuk menerima limbah cair, limbah dari tangki septic yang bebas
dari benda padat
Melayani air limbah yang berasal dari : Pipa persil, Pipa servis
menuju ke lokasi pembuangan akhir (IPAL).
Sistem ini dilengkapi dengan IPAL
Pemilihan lokasi :
 Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 1 %;
 Cocok untuk daerah dengan kepadatan menengah sampai
tinggi, 300-500 orang/Ha;
 Daerah tersebut sebagian besar sudah memiliki tangki septik,
tapi fasilitas ini tidak efektif bila permiabilitas tanahnya buruk,
tidak ada lahan untuk bidang resapan dan air tanahnya tinggi.
Sedangkan ketentuan teknis pada sistem Small Bore Sewer
adalah sebagai berikut.
Aliran maksimum = 1 x Aliran rata-rata;
Ǿ(skala) Pipa minimum;
Sambungan rumah Ǿ 50 mm;
Sewer Ǿ 100 mm.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Kecepatan minimum tidak ada batas;
Faktor gesekan pipa, ks : Pipa PVC 0,03, Pipa Beton = 0,15; Fiber
Reinforced Pipe (FRP) = 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay Pipe) =
0,06;
Kemiringan > 2%.

2.4 Teknologi pengelolaan Air Limbah Dengan Sistem Setempat (On-Site

System)

Pengelolaan air limbah setempat, baik yang sudah memiliki akses


maupun belum memiliki akses, belum atau sudah memadai secara
keseluruan dapat dilihat seperti pada gambar berikut ini tidak/sudah
memadai) secara keseluruhan disajikan seperti pada Gambar 2.1
berikut :

Gambar 2. Pengelolaan Air Limbah Sistem Setempat

Pada prinsipnya teknologi yang diterapkan sesuai dengan


skalanya dapat dibagi menjadi 2 (dua) jenis berdasarkan pengguna

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


fasilitas tersebut yaitu pengolahan air limbah domestik individual dan
pengolahan air limbah domestik komunal. Teknologi yang digunakan
dalam sistem pengolahan setempat akan diuraikan berikut ini.

2.4.1 Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Individual


Teknologi pengolahan air limbah domestic individual yang biasa
digunakan adalah tangki septik (septic tank). Tangki septik adalah suatu
ruangan kedap air yang terdiri dari kompartemen ruang yang berfungsi
menampung/mengolah air limbah rumah tangga dengan kecepatan alir
yang sangat lambat sehingga member kesempatan untuk terjadinya
pengendapan terhadap suspense benda- benda padat dan kesempatan
dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroba anaerobik. Proses ini
berjalan secara alamiah yang sehingga memisahkan antara padatan
berupa lumpur yang lebih stabil serta cairan (supernatant). Proses
anaerobik yang terjadi juga menghasilkan biogas yang dapat
dimanfaatkan.
Cairan yang terolah akan keluar dari tangki septik sebagai efluen
dan gas yang terbentuk akan dilepas melalui pipa ventilasi. Sementara
lumpur yang telah matang (stabil) akan mengendap didasar tangki dan
harus dikuras secara berkala setiap 2-5 tahun bergantung pada kondisi.
Efluen dari tangki septik masih memerlukan pengolahan lebih lanjut
karena masih tingginya kadar organik didalamnya. Pengolahan lanjutan
yang dapat digunakan berupa sumur resapan (bidang resapan) dan
small bore sewerage. Berdasarkan jenis pengolahan lanjutannya, maka
tangki septik dapat dibedakan menjadi tangki septik dengan sumur
resapan, penguapan/evaporasi yang dikenal dengan filter dan tangki

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


septik dengan small bore sewerage. Perencanaan untuk tangki septik
akan diuraikan pada bagian.
Dalam pemanfaatannya tangki septik memerlukan air
penggelontor, jenis tanah yang permeable (tidak kedap air) dan air
tanah yang cukup dalam agar sistem peresapan berlangsung dengan
baik. Oleh karena itu, tangki septik cocok digunakan pada daerah yang
memiliki pengadaan air bersih baik dengan sistem perpipaan maupun
sumur dangkal setempat, kondisi tanah yang dapat meloloskan air,
letak permukaan air tanah yang cukup dalam, dan tingkat kepadatan
penduduk masih rendah tidak melebihi 200 jiwa/ha (Bintek, 2011).

2.4.1.1 Perencanaan Tangki Septik


Bentuk tangki septik tidak berpengaruh banyak terhadap efisiensi
degradasi material organik yang berlangsung didalamnya. Oleh karena
itu, dapat digunakan tangki septik yang berbentuk silinder
ataupun persegi panjang. Bentuk silinder biasanya digunakan
untuk pengolahan lumpur tinja dengan kapasitas kecil dengan minimum
diameter 1,20 m dan tinggi 1,00 m yang diperuntukkan untuk 1 (satu)
keluarga atau rumah tangga.
Tangki septik terbagi menjadi 2 (dua) berdasarkan jenis air limbah
yang masuk kedalamnya yaitu tangki septik dengan sistem tercampur
dan sistem terpisah. Tangki septik dengan sistemtercampur adalah
tangki septik yang menerima air limbah tidak hanya lumpur tinja dari
kakus saja tetapi juga air limbah dari sisa mandi, mencuci ataupun
kegiatan rumah tangga lainnya. Sementaraitu, tangki septik dengan
sistem terpisah adalah tangki septik yang hanya menerima lumpur tinja
dari kakus saja. Jenis air limbah yang masuk akan menentukan dimensi

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


tangki septik yang akan digunakan terkait dengan waktu detensi dan
dimensi ruang-ruang (zona) yang berada di dalam tangki septik.
Secara umum, tangki septik dengan bentuk persegi panjang
mengikuti kriteria disain yang mengacu pada SNI 03-2398-2002 yaitu
sebagai berikut:
 Perbandingan antara panjang dan lebar adalah (2-3): 1
 Lebar minimum tangki adalah 0,75m
 Panjang minimum tangki adalah 1,5m
 Kedalaman air efektif di dalam tangki antara (1-2,1)m
 Tinggi tangki septik adalah ketinggian air dalam tangki ditambah
dengan tinggi ruang bebas (free board) yang berkisar antara (0,2-
0,4)m
 Penutup tangki septik yang terbenam ke dalam tanah maksimum
sedalam 0,4m
Bila panjang tangki lebih besar dari 2,4 m atau volume tangki lebih
besar dari 5,6 m3, maka interior tangki dibagi menjadi 2 (dua)
kompartemen yaitu kompartemen inlet dan kompartemen outlet.
Proporsi besaran kompartemen inlet berkisar 75% dari besaran total
tangki septik. Penentuan dimensi tangki septik dapat dilakukan dengan
2 (dua) cara yaitu dengan melakukan perhitungan ataupun dengan
menggunakan tabel yang terdapat di dalam SNI 03-2398-2002.
Kedua jenis cara tersebut akan diuraikan pada bagian selanjutnya.

Penentuan Dimensi Tangki Septik Dengan Perhitungan

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Untuk menentukan dimensi tangki septik, yang pertama harus
diketahui adalah kapasitas atau debit air limbah domestik yang akan
diolah. Debit air limbah rata-rata yang akan diolah ini dapat diperkirakan
dari banyaknya konsumsi air bersih yang digunakan oleh rumah tangga,
jumlah orang yang dilayani dan jenis air limbah yang akan diolah. Debit
air limbah rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:

Q rata-rata =(qxp)/1.000…………………………………..(1)

Dimana:

Q rata-rata : debit/kapasitas rata-rata air limbah yang akan diolah


tangki septik (m3/hari)
q : laju timbulan air limbah (l/orang/hari)
p : jumlah pemakai (orang)

Besarnya laju timbulan air limbah bergantung pada jenis air limbah
yang akan diolah. Oleh karena itu, besarnya laju timbulan air limbah (q)
adalah sebagai berikut (Bintek, 2011):
 Bila tangki septik hanya menerima dari kakus saja (sistem
terpisah) maka q merupakan gabungan dari limbah tinja dan air
penggelontoran yang besarnya antara (5-40) L/orang/hari
 Bila tangki septik menerima air limbah tercampur (sistem
tercampur), maka q merupakan gabungan limbah tinja dan air
limbah lainnya dari kegiatan rumah tangga seperti mandi, cuci,

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


masak dan lainnya yang besarnya adalah 80% dari konsumsi
air bersih pemakai yang besarnya antara (45-150) L/orang/hari
Waktu detensi (Td) dibutuhkan agara padatan yang terkandung di
dalam air limbah dapat terpisah dan mengendap pada dasar tangki
septik. Minimum waktu detensi yang dibutuhkan untuk proses tersebut
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Waktu detensi untuk tangki septik dengan sistem terpisah:

Td = 2,5 – 0,3 log (p-q)≥ 5 hari ……………………………… (2)


Waktu detensi untuk tangki septik dengan sistem tercampur:

Td = 1,5 – 0,3 log (p-q) ≥ 2 hari …………………………..(3)


Dimana:
Td : waktu detensi minimum (hari)
q : laju timbulan air limbah (L/orang/hari)
p : jumlah pemakai (orang)
Bila rencana lokasi pembangunan tangki septik berada relatif
dekat dengan sumur atau sumber air dan tidak memungkinkan untuk
menempatkan tangki septik lebih jauh lagi, maka waktu detensi yang
digunakan sebaiknya 3 (tiga) hari. Waktu detensi ini digunakan dengan
asumsi bahwa mikroba patogen akan mati bila berada di luar usus
manusia selama 3 (tiga) hari.
Di dalam tangki septik akan terbagi beberapa zona mengikuti
proses degradasi yang terjadi. Zona tersebut adalah zona buih dan gas,
zona pengendapan, zona stabilisasi, dan zona lumpur. Fungsi dan
besarnya zona tersebut adalah sebagai berikut (Bintek, 2011):

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


 Zona buih (scum) dan gas untuk membantu mempertahankan
kondisi anaerobik di bawah permukaan air limbah yang akan
diolah. Zona ini disediakan setinggi (25-30) cm atau 20% dari
kedalaman tangki
 Zona pengendapan sebagai tempat proses pengendapan
padatan mudah mengendap(settleable). Volume zona
pengendapan (Vpengendapan) ditentukan dengan persamaan:

V pengendapan = Q rata-rata x Td ≥37,5 cm3 ……………..(4)


Dimana:
Q rata-rata : Debit air limbah rata-rata yang akan diolah (m3/hari)
Td : waktu detensi (hari)

Gambar 2. Zona-Zona Dalam Tangki Septik

 Zona stabilisasi adalah zona yang disediakan untuk proses


stabilisasi lumpur yang baru mengendap melalui proses
pencernaan secara anaerobik (anaerobic digestion). Volume zona
ini ditentukan berdasarkan kecepatan stabilisasi lumpur dan jumlah

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


pemakai tangki septik. Volume zona stabilisasi dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (5) yaitu:

Vstabilisasi : Rs x p …………………………………… (5)

Dimana:

Rs : kecepatan stabilisasi = 0,0425 m3/orang

p : jumlah pemakai (orang)

 Zona lumpur matang merupakan zona tempat terakumulasinya


lumpur yang lebih stabil dan harus dikuras secara berkala. Volume
zona lumpur bergantung pada kecepatan akumulasi lumpur,
periode pengurasan dan jumlah pemakai tangki septik. Volume
zona (Vlumpur)ini dapat diketahui dengan persamaa sebagai
berikut:

Vlumpur = Rlumpur x N x P ……….………..………………..(6)

Dimana:

Rlumpur : kecepatan akumulasi lumpur matang = (0,03-0,04)

m3/orang/tahun

N : frekuensi pengurasan (2-3) tahun

p : jumlah pemakai (orang)

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Penentuan Dimensi Tangki Septik Dengan Menggunakan SNI 03-
2398-2002

Dimensi tangki septik dapat dilihat pada tabel-tabel yang telah


ditentukan pada SNI 03-2398-2002 berdasarkan jumlah pemakai. Oleh
karena itu, penentuan dimensi tangki tidak memerlukan perhitungan lagi
tetapi hanya mencocokkan jumlah pemakai dengan tabel-tabel yang
tersedia. Namun, perlu diperhatikan jenis air limbah yang akan diolah
apakah air limbah dari kakus saja atau air limbah campuran.
Selanjutnya, penentuan dimensi tangki septik ini berdasarkan pada
frekuensi pengurasan 3 tahun. Tabel dimensi tangki septik dapat dilihat
pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut di bawah ini. Bentuk dan dimensi
tangki septik dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini. Namun saat ini,
telah banyak tersedia tangki septik yang siap digunakan dengan
dimensi atau kapasitas tangkinya menyesuaikan jumlah penggunanya.
Tabel 2.1. Dimensi Tangki Septik Tercampur

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Endapan lumpur pada tangki septik harus dikuras dan selanjutnya
dibawa ke Instalasi Pengolahan Limbah Tinja (IPLT) untuk diolah lebih
lanjut sebelum dibuang ataupun dimanfaatkan kembali sebagai pupuk.

Tabel 2. Dimensi Tangki Septik Terpisah

Jumlah Zona Zona Zona Panjang Lebar Tinggi Volume


No. Pemakai Basah Lumpur Ambang Tangki Tangki Tangki Total
(KK) (m3) (m3) Bebas (m) (m) (m) (m3)
1 2 0,4 0,9 0,3
(m3) 1,0 0,8 1,3 1,6
2 3 0,6 1,35 0,5 1,8 1,0 1,4 2,45
3 4 0,8 1,8 0,6 2,1 1,0 1,5 3,2
4 5 1,0 2,6 0,9 2,4 1,2 1,6 4,5
5 10 2,0 5,25 1,5 3,2 1,6 1,7 8,7

2.4.1.2 Perencanaan Pengolahan Lanjutan Tangki Septik Dengan Bidang


Resapan
Bidang resapan merupakan unit yang disediakan untuk
meresapkan air limbah yang telah terolah dari tangki septik ke dalam
tanah. Air yang diresapkan ini merupakan air limbah yang telah
dipisahkan padatannya (effluent dari tangki septik) namun masih
mengandung bahan organik dan mikroba patogen. Dengan adanya
bidang resapan ini, diharapkan air olahan dapat meresap ke dalam
tanah sebagai proses filtrasi dengan media tanah ataupun jenis media
lainnya. Terdapat 2 (dua) jenis bidang resapan yang dapat diaplikasikan
bersama dengan tangki septik yaitu saluran peresapan ataupun sumur
resapan.
Saluran Peresapan

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Saluran peresapan dapat disebut sebagai dispersion trench,
soakage trench, leaching trench, drain field, atau absorption/disposal
field. Effluent dari tangki septik dialirkan secara gravitasi kesaluran
peresapan. Saluran peresapan cocok digunakan pada lahan yang
memiliki karakteristik sebagai berikut (Bintek, 2011):

Gambar 2. Tangki Septik Dengan Bidang Resapan

Gambar 2. Pendimensian Tangki Septik

Kriteria perencanaan untuk saluran peresapan adalah sebagai


berikut (Bintek, 2011):

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


a. Lebar dasar galian bergantung pada angka perkolasi tanah yaitu:
 Lebar 45 cm bila angka perkolasi (0,5-1) menit/cm
 Lebar 60 cm bila angka perkolasi (1,5-3,5) menit/cm
 Lebar 90 cm bila angka perkolasi (4-24) menit/cm
b. Kedalaman dasar galian (45-90) cm
c. Pipa distribusi yang akan menyebarkan effluent dengan aliran
yang dibuat relatif sama ke seluruh bidang peresapan melalui
bukaan (perforasi) pada seluruh badan pipa. Spesifikasi
pemasangan pipa distribusi adalah:
 Kedalaman invert pipa (30-50) cm
 Diameter pipa minimum 100 mm dengan jenis pipa PVC atau
100 mm dengan jenis pipa (saluran) beton
 Jarak bukaan (perforasi) (3-6) mm
 Bagian ujung pipa ditutup dengan kertas semen dengan
overlap 10 cm
d. Batu pecah sebagai media pengisi galian harus bersih dan
berkualitas baik. Kedalaman minimum lapisan batu pecah (30-60)
cm di bawah muka tanah dan (15-40) cm di bawah pipa. Ukuran
gradasi batu (15-60) mm.
e. Lapisan ijuk dipasang setebal 5 cm di atas lapisan batu pecah
agar tanah urug tidak turun dan masuk ke dalam lapisan batu
pecah. Tanah yang masuk dapat mengakibatkanpenyumbatan
pada sela-sela batu. Kertas semen sebaiknya tidak digunakan
untuk menggantikan ijuk karena dapat menghambat proses
evaporasi.
f. Tanah urug diisikan pada bagian atas lapisan ijuk sebagai
penutup akhir dengan ketebalan (15-30) cm dan ditambah lagi

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


setebal (10-15) cm sebagai antisipasi bila terjadinya penurunan
(settlement) tanah urugan. Bahan tanah urug sebaiknya jenis
tanah kepasiran atau sejenisnya untuk memudahkan proses
evaporasi pada rumput diatasnya sehingga dapat meningkatkan
kinerja saluran peresapan.
g. Bidang kontak efektif pada saluran peresap hanya diperhitungkan
pada bagian dindingnya sedangkan pada bagian dasar tidak
dapat meresapkan air limbah dengan baik karena cenderung
dalam keadaan tertutup dan tersumbat. Perhitungan bidang
kontak efektif dapat menggunakan persamaan (7) di bawah ini.

Ae = Q/I ………………………………………...…...……(7)
Dimana:
Ae : luas bidang kontak efektif (m2)
Q : debit rata-rata efluen dari tangki septik (L/hari)
I : kapasitas absorpsi/infiltrasi tanah (L/hari/m2)
Panjang saluran peresapan (L) = (Ae / 2)/ h... ……............…(8)
Kedalaman sumur peresapan (h) =[ {qAV /( n I )} - πD²/4 ] / ( πD ) ..(9)
Dimana:
h : kedalaman efektif bahan pengisi/pecahan batu (m)0.60 m
untuk saluran peresap, (2-4) m untuk sumur peresap
2 : faktor pembagi jalur bidang peresapan pada 2 (dua) sisi
dinding tegak
D : diameter galian sebuah sumur peresap berbentuk bundar;
(1-2,5) m

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


L : panjang sebuah sumur peresap berbentuk 4 persegi
panjang
W : lebar sebuah saluran peresap; (0.45-0.90) m
qAV : debit efluen TS rata-rata, L/hari
n : jumlah sumur peresap, unit
I : kapasitas absorpsi (infiltrasi) tanah, L/(hari.m²)

Gambar 2. Saluran Peresapan

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Tabel 2. Struktur Tanah dan Kelayakan sebagai Resapan

Sumur Peresapan
Sumur peresapan dipakai untuk menerima efluen dari tangki
septik. Sumur resapan memiliki fungsi yang sama dengan saluran
peresap dan terkadang dipasang secara seri pada ujung saluran
peresap. Konstruksi sumur peresapan cocok diterapkan untuk daerah
dengan karaketristik sebagai berikut
 Kondisi tanah yang pada bagian permukaannya kedap air
sedangkan pada bagian tengahnya tidak kedap air (porous)
 Kapasitas perkolasi tanah sebesar (3-12) menit/cm. Sumur
peresapan juga tepat untuk lokasi dengan lahan yang
terbatas
 Jarak muka air tanah minimum 0,6 m namun disarankan 1,2
m di bawah dasar konstruksi sumur peresapan

Sumur peresapan harus diisi penuh dengan pecahan batu


berdiameter > 5 cm dan biasanya diterapkan pada kondisi tanah yang

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


cukup stabil, tidak mudah runtuh atau jenis tanah lempung bila
konstruksi sumur peresap tanpa menggunakan pasangan bata.
Namun bila konstruksi menggunakan pasangan bata dengan
spesi, maka sumur peresan tidak perlu diisi denga pecahan batu,
dinding dibuat dengan pasangan bata setebal ½ bata atu lebih
bergantung pada kedalaman dan pada bagian dasar diberi kerikil
berukuran (12,5-25) mm setebal minimum 30 cm. Selanjutnya antara
dinding bata bagian luar dan dinding galian sumur perlu dilapisi dengan
kerikil setebal 15 cm agar tidak mudah tersumbat. Konstruksi detail
sumur peresapan dapat dilihat pada SNI 03-2398-2002.

2.4.1.3 Perencanaan Pengolahan Lanjutan Tangki Septik Dengan


Evapotranspirasi
Evapotranspirasi merupakan salah satu pilihan untuk pengolahan
lanjutan effluent air limbah yang keluar dari tangki septik. Pengolahan
dilakukan dengan cara mengalirkan effluent air limbah dari tangki septik
pada tanaman yang akan menyerap sebagian aliran air limbah melalui
akar-akarnya. Selanjutnya, hasil penyerapan tersebut akan dilepas
melalui proses penguapan alami tanaman tersebut dari daun-daunnya
(evapotranspirasi). Sebagian aliran air limbah akan menguap langsung
akibat panas dari matahari (evaporasi). Efektivitas evaporasi akan
semakin meningkat bila temperatur udara semakin tinggi, adanya
turbulensi angin di udara sekitar dan kelembaban udara berkurang.
Pilihan ini cocok dilakukan bila :
 Tanah sangat kedap air (impermeable) dengan angka
perkolasi lebih dari 24 menit/cm
 Daerah yang memiliki temperatur panas (tinggi)

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


 Semakin efektif bila kelembaban udara rendah
Efluent air limbah dari tangki septik dialirkan melalui pipa distribusi
dengan sambungan terbuka yang diberi lapisan kerikil. Pada bagian
atas kerikil diberi lapisan pasir dengan ukuran yang mampu
mengalirkan cairan ke atas secara kapiler agar dapat diserap oleh akar
tanaman. Selanjutnya, pada bagian paling atas, ditutup dengan tanah
(top soil) sebagai tempat tumbuh tanaman perdu.
Kriteria disain yang dapat digunakan untuk sistem evapotranspirasi
ini adalah sebagai berikut (Bintek, 2011):
a. Pipa distribusi dengan diameter 100 mm dan jarak antar
cabang distribusi (1-3) m
b. Kerikil yang digunakan haruslah dalam keadaan cukup bersih
dan dipasang pada bagian dasar (sebagai bed) dengan
ketebalan (5-10) cm termasuk pada bagian di sekeliling pipa
distribusi
c. Pasir dipilih yang mampu mengalirkan air secara kapiler ke
atas permukaan pasir dengan ukuran 0,1 mm dipasang
dengan kedalaman (0,30-0,75) m. Daya kapiler tidak lebih dari
0,9 m sehingga ketebalan pasir sebaiknya tidak melebihi 0,9
m tersebut.
d. Perhitungan volume pasir berdasarkan waktu detensi effluent
tangki septik antara (10-20) hari.
e. Jenis tanah yang diaplikasikan sebaiknya jenis tanah yang
baik dan subur sehingga membantu pertumbuhan tanaman
perdu yang tumbuh diatasnya. Ketebalan tanah dibuat antara
(10-15) cm.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.4.1.4 Perencanaan Pengolahan Lanjutan Tangki Septik Dengan Filter

Pengolahan lanjutan untuk efluen dari tangki septik dapat juga


dilakukan dengan cara filtrasi (penyaringan). Proses pengolahan
dengan filtrasi ini dapat dibedakan berdasarkan jenis filter yang
digunakan dan akan diuraikan lebih lanjut.
Filter Bawah Permukaan Tanah
Proses pengolahan lanjutan untuk effluent tangki septik pada
umumnya mampu menurunkan konsentrasi BOD5 dan padatan terlarut
(SS) namun konsentrasi mikroba tidak mampu diturunkan. Oleh karena
itu, penambahan ketebalan pasir sebagai media filter dapat membantu
menurunkan konsentrasi mikroba tersebut. Saringan (filter) pasir yang
ditempatkan di bawah permukaan tanah ini cocok bila diaplikasikan
pada kondisi sebagai berikut:
 Tanah yang tersedia kedap air (impermeable) dengan angka
perkolasi tanah sebesar (12-24)menit/cm yang tidak
memungkinkan untuk dibangun dengan sistem resapan
 Di sekitar lokasi terdapat badan air penerima dengan debit
pengenceran yang cukup atau saluran drainase tertutup
yang akan dipakai sebagai tempat pembuangan akhir
 Head (tekanan) yang tersedia cukup memadai untuk
mengalirkan efluen yang telah disaring keluar dari underdrain
collector ke badan aie secara gravitasi
Kriteria disain yang dapat digunakan untuk filter di bawah
permukaan tanah adalah sebagai berikut:

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


a. Kerikil sebagai perata genangan agar seluruh lapisan effluent
tersaring dapat dengan mudah dikumpulkan dan disalurkan ke
badan air atau saluran drainase terdekat melalui pipa kolektor
b. Ijuk berfungsi untuk menahan pasir diatasnya agar tidak turun
ke dalam media pasir di bagian bawahnya
c. Pasir sebagai filter agar kotoran-kotoran yang ada pada
effluent tangki septik masih dapat direduksi
d. Tanah urugan sebagai penutup terakhir

Filter Anaerobik
Filter anaerobik merupakan metoda pengolahan sekunder
(lanjutan) terhadap effluent tangki septik di daerah yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk cukup tinggi. Pengolahan dengan menggunakan
filter anaerobik ini cocok bila digunakan pada kondisi:
 Kapasitas absorpsi tanah sangat rendah
 Muka air tanah tinggi sehingga sulit meletakkan saluran
peresap
 Keterbatasan lahan
Unit filter anaerobik bentuknya hampir sama dengan unit tangki
septik namun pada filter anaerobik bagian dalam tangki diisi dengan
batu pecah sebagai media filter. Pada bagian pelat penutup bagian
atas, disediakan tempat masuk air limbah yang akan diolah. Pipa
influent ke dalam filter diletakkan di bagian bawah tangki sehingga
aliran yang terjadi berupa aliran ke atas (upflow filter).
Kriteria perencanaan filter anaerobik adalah sebagai berikut
(Bintek, 2011):

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


a. Media yang digunakan berukuran (2-6) cm dan bersifat porous
dengan gravitasi spesifik (specific gravity) mendekati 1 (satu)
b. Kedalaman filter (100-120) cm
c. Waktu detensi ≥ 1 (satu) hari
d. Angka pori berkisar antara (40-60)%

Gambar 2. Filter Anaerobik

2.4.1.5 Sistem Perpipaan Komunal


Sistem Perpipaan Komunal sesuai dengan permukiman yang
masyarakatnya memiliki WC dimasing-masing rumah, tetapi belum
memiliki tangki septik. Merupakan sistem yang mengalirkan air
limbah dari rumah-rumah melalui jaringan perpipaan ke bangunan
bawah (IPAL Komunal). Pipa yang dipergunakan adalah pipa berbahan
PVC kelas AW dengan diameter 4 – 8 inchi dan dilengkapi dengan
manhole (80 cm x 80 cm) di setiap ujung gang dan belokan. Setiap
Sambungan Rumah (SR) dilengkapi dengan perangkap lemak dan bak
control.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.4.1.6 Small Bore Sewerage
Small bore sewerage (SBR) adalah salah satu alternatif
pengolahan lanjutan untuk effluent dari tangki septik yang didisain untuk
menerima hanya limbah rumah tangga dalam wujud cair (liquid) yang
selanjutnya dialirkan melalui jaringan pengumpur air limbah dengan
sistem terpusat (Otis & Mara, 1985). Effluent dari tangki septik tersebut
selanjutnya akan diolah di instalasi pengolahan limbah terpusat (IPAL)
sebelumnya akhirnya dibuang bila telah memenuhi baku mutu. Air
limbah yang akan dialirkan masuk ke tangki penerima (interceptor)
haruslah dihilangkan terlebih dahulu dari grit, lemak dan bentuk-bentuk
padatan lainnya yang dapat mengganggu atau berpotensi menyumbat
saluran/jaringan perpipaan. Padatan yang telah terakumulasi pada
tangki interseptor harus dibersihkan secara berkala.
Kriteria yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
 Pipa hanya menerima effluent dari tangki septik (tidak
termasuk lumpurnya) dan air bekas mandi dan cuci
 Disarankan untuk tipe perumahan teratur dan permanen
 Ketersediaan air bersih bukan faktor yang menentukan
 Permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat
 Dapat diterapkan pada berbagai kemiringan tanah
 Keberadaan tangki septik harus dipertahankan
 Diameter pipa minimum 100 mm
 Kedalaman renang minimum 0,8 dari diameter dan
maksimum 0,8 dari diameter
 Hydrolic gradient minimum 0,005
Sistem ini diterapkan pada kawasan yang sudah jelas atau
establish dengan tangki septik, dan dipilih untuk menghidari

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


pembongkaran lantai rumah untuk memindahkan pipa kakus - septic
tank menjadi pipa kakus - sewer. Sedangkan pipa air bekas bisa
langsung disadap ke sewer pada ujung tumpahnya (out fall) ke saluran
drainase.
Kelebihan yang didapat dengan menggunakan SBR adalah (Otis &
Mara, 1985):
 Mengurangi penggunaan air
 Mengurangi biaya pengurasan tangki
 Mengurangi biaya pembelian material yang dibutuhkan’
 Mengurangi pemakaian unit proses/operasi pada IPAL
 Biaya untuk peningkatkan kemampuan fasilitas sanitasi yang
ada lebih murah
 Dapat diaplikasikan pada wilayah dengan kondisi sanitasi
yang belum berjalan dengan baik
Sementara itu kelemahan yang dirasakan dengan sistem ini
diantaranya adalah:
 Memerlukan pengurasan lumpur pada tangki interseptor
secara periodik
 Memerlukan pemeliharaan yang baik
 Memerlukan perencanaan yang baik terkait dengan
penyambungan jaringan koneksi pipa dan tangki interseptor

Bentuk SBR dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Gambar 2. Gambaran Sistem Small Bore Sewer

Gambar 2. Gambaran Tangki Interseptor dan Sambungan ada Jaringan


Pengumpul Air Limbah Perkotaan

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.4.2 Teknologi Pengolahan Air Limbah Domestik Komunal
Pengolahan air limbah domestik komunal digunakan berdasarkan
beberapa pertimbangan diantaranya adalah hasil dari pemetaan
masyarakat yang dapat menggambarkan bagaimana kondisi sumber
air dan akses terhadap sarana sanitasi yang tersedia. Pemetaan
masyarakat ini juga dapat memberikan gambaran bagaimana klasifikasi
kesejahteraan masyarakat terkait dengan calon pengguna sarana
sanitasi yang akan direncanakan. Pertimbangan lainnya dalam
pemilihan teknologi sanitasi yang akan digunakan seperti
kondisi/karakter permukiman, kebiasaan/perilaku, kelayakan teknis di
lapangan, prediksi perkembangan lingkungan permukiman dan prediksi
peningkatan sosial ekonomi masyarakat untuk 5 (lima) tahun ke
depan serta jumlah calon penerima manfaat (Borda, 2011).
Teknologi pengolahan air limbah domestik komunal merupakan
sistem pengolahan air limbah yang digunakan tidak hanya untuk 1
(satu) rumah tangga tetapi digunakan secara bersama.
Gambaran sistem komunal dapat dilihat pada Gambar 2.9 di
bawah ini.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Gambar 2. Gambaran Pengolahan Air Limbah Domestik Sistem Komunal

Pada sistem komunal (seperti pada Gambar 4 di atas), air limbah


yang diolah adalah air limbah domestik yang tercampur antara air
limbah dari kegiatan dapur, cuci dan masak dengan lumpur tinja dari
kakus. Sementara itu, sistem komunal untuk pengolahan air limbah
terpisah hanya dari
lumpur tinja dapat menggunakan sistem pengolahan yang dikenal
dengan MCK++. Gambaran sistem MCK++ ini dapat dilihat pada
Gambar 2.10 berikut ini.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Gambar 2. Gambaran Pengolahan Air Limbah Domestik Sistem Komunal
MCK++

Salah satu program pengolahan air limbah domestik secara


komunal adalah SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat). Program
Sanimas merupakan suatu program yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan dengan peningkatan akses terhadap
sarana sanitasi berbasis masyarakat. Kegiatan utama dari program
Sanimas ini adalah pembangunan sarana dan prasarana air limbah
permukiman secara komunal (berkelompok). Oleh karena
penggunaannya berkelompok, maka perlu suatu kelembagaan yang
baik untuk pengelolaannya sehingga sarana santasi ini dapat berjalan
tepat guna dan berkelanjutan.
Sasaran dari program ini adalah kesehatan lingkungan yang dapat
memberikan dampak langsung kepada masyarakat. Menurut penelitian

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


yang telah dilakukan oleh beberapa LSM, penduduk yang mengalami
sakit akibat pencemaran air limbah lebih banyak jumlahnya daripada
penduduk yang tidak sakit. Dengan adanya sarana sanitasi yang
terkelola dengan baik, maka hal-hal positif yang terjadi antara lain
adalah:
a) Penurunan angka kematian bayi
b) Umur harapan hidup meningkat dari 45,7% sampai 67,97%
c) Angka diare dari urutan ke-5 penyebab kematian menjadi urutan ke-
9
d) Untuk skala nasional peningkatan kapasitas SDM untuk
pelayanan kesehatan (dokter, perawat, puskemas) dan
peningkatan jumlah sarana kesehatan
Perencanaan SANIMAS memiliki beberapa tahapan yang meliputi
peyusunan rencana kegiatan dalam rangka pengendalian dan
pembinaan di tingkat pusat dan daerah, serta penyusunan rencana
lokasi dan alokasi dana yang akan diterbitkan melalui Dokumen
Anggaran. Tahapan awal yaitu penetapan lokasi sasaran berdasarkan
pertimbangan jumlah permukiman padat yang memenuhi kriteria
dengan cara melakukan survei langsung (pengamatan langsung) di
lapangan ke tempat- tempat yang sekiranya rnembutuhkan bantuan
dalam penyediaan sarana dan prasarana sanitasi. Sarana dan
prasarana sanitasi yang dapat digunakan di dalam Sanimas pada
dasarnya adalah sama dengan teknologi yang digunakan pada
sistem komunal yang telah diuraikan sebelumnya. Sanimas adalah
salah satu program yang dikembangkan oleh Direktorat PLP Sub
Bidang Air Limbah dan pelaksanaan Sanimas dapat mengacu pada
“Buku Pedoman Sanimas” yang telah diterbitkan pada tahun 2008.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Kegiatan lain dalam rangka mengatasi permasalahan air limbah di
kawasan Rumah Sederhana Sehat (RSH), adalah kegiatan
Pembangunan IPAL Skala kawasan RSH sebagai suatu pilot atau
perintisan penanganan air limbah skala kawasan RSH.
Dalam kegiatan ini yang akan dilaksanakan adalah melakukan
perencanaan, pembangunan, dan pengelolaan Sarana Pengolahan Air
Limbah (SPAL) di kawasan permukiman, terutama di permukiman
sederhana sehat RSH, dengan konsep hunian yang layak, sehat dan
aman.
Pilihan teknologi yang dapat digunakan untuk sistem komunal
diantaranya adalah tangki septik bersama, bio-digester, baffle
reactor/tangki septik bersusun, tangki septik bersusun dengan filter,
kolam dengan filter dan tanaman, kolam aerobik. Teknologi pengolahan
air limbah tersebut akan diuraikan lebih lanjut pada bagian berikut ini.

2.4.2.1 Tangki Septik Bersama


Pada sistem ini, WC/kakus dibangun pada masing-masing rumah
dan selanjutnya air limbah dialirkan melalui pipa ke tangki septik
yang dibangun di bawah tanah. Tangki septik ini digunakan
bersama untuk beberapa rumah. Proses pengolahan yang terjadi dan
disain selanjutnya
sama seperti proses dan disain pada tangki septik seperti yang
telah diuraikan sebelumnya. Gambaran penggunaan tangki septik
bersama dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini. Perencanaan tangki
septik yang lebih detil dapat mengacu pada bagian 2.1.1 dan SNI 03-
2398-2002 Tata Cara Perencanaan Tangki Septik Dengan Sistem
Resapan.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Gambar 2. Aplikasi Tangki Septik Bersama

2.4.2.2 Tangki Septik Bersekat (Baffled Reactor)


Tangki septik bersekat (Baffled reactor) adalah pengolahan air
limbah dengan menggunakan beberapa bak/kompartemen yang
fungsinya berbeda-beda. Air limbah yang masuk pada tangki akan
diolah secara bertahan. Bak pertama akan menguraikan materi organik
yang mudah terurai dan demikian seterusnya bak berikutnya akan
menguraikan material yang lebih sulit terurai. Gambaran tangki septik
bersekat ini dapat dilihat pada Gambar 2.12. Lahan yang dibutuhkan
untuk 50 kepala keluarga (KK) adalah seluas 60 m2.

Gambar 2. Aplikasi Tangki Septik Bersusun (Baffled Reactor)

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.4.2.3 Bio-digester
Bio-digester adalah pengolahan air limbah dengan melalui proses
biologis secara anaerobik atau tanpa kehadiran oksigen. Proses
penguraian materi organik dari air limbah yang diolah akan
menghasilkan biogas yang dapat digunakan sebagai energi alternatif.
Air limbah yang diolah akan terpisah menjadi padatan (lumpur) dan
cairan (supernatan) yang masih harus diolah lebih lanjut karena masih
mengeluarkan bau walaupun konsentrasi material organik sudah jauh
berkurang. Bio-digester cocok digunakan untuk limbah dengan
konsentrasi material organik yang tinggi seperti limbah dari wc/kakus,
limbah industri tahu dan tempe, limbah dari rumah potong hewan dan
peternakan. Gambaran Tangki bio-digester dapat dilihat pada Gambar
2.13 di bawah ini.

Gambar 2. Aplikasi Tangki Bio-Digester

2.4.2.4 Tangki Septik Bersusun Dengan Filter


Tangki septik bersusun dengan filter merupakan modifikasi dari
tangki septik yang menambahkan filter di dalam tangkinya. Air limbah
yang telah melalui proses anaerobik akan masuk pada tahap filtrasi.
Gambaran tangki septik bersusun dengan filter dapat dilihat pada

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Gambar 2.14 di bawah ini. Kebutuhan lahan untuk 50 KK berkisar 60
m2.

Gambar 2. Aplikasi Tangki Septik Bersusun Dengan Filter

2.4.2.5 Tangki Septik Bersekat Dengan Filter Dan Tanaman


Tangki septik bersekat dengan filter dan tanaman merupakan
kombinasi tangki septik dengan bak yang diberi tanaman. Tanaman
akan menyerap air limbah melalui akar tanaman yang ditanam pada
bak yang telah disiapkan. Media penanaman terdiri dari tanah dan
kerikil sebagai filter yang diberi kemiringan antara (0-0,5)%. Air limbah
berasal dari tangki septik yang berada di bagian ujung bak dialirkan
pada media filter. Permukaan air berada 5 (lima) cm di bawah
permukaan filter. Kebutuhan lahan untuk 50 KK dengan menggunakan
sistem ini adalah seluas 120 m2.

Gambar 2. Aplikasi Tangki Septik Bersusun Dengan Filter Dan Tanaman

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.4.2.6 Kolam Aerobik
Kolam aerobik ini pada prinsipnya sama dengan kolam aerobik
pada Instalasi Pengolahan Air Lumpur Tinja (IPLT) namun dalam skala
yang lebih kecil mengacu pada jumlah pengguna dari kolam ini.
Biasanya diperlukan 2 (dua) atau 3 (tiga) kolam untuk menurunkan
konsentrasi BOD. Proses pengolahan menggunakan proses aerobik
sehingga membutuhkan tambahan oksigen ke dalam kolam.
Penambahan oksigen ke dalam kolam dapat dilakukan dengan cara
membuat undakan pada kolam atau meninggikan pipa inlet dari muka
air dalam kolam. Pada saat air jatuh ke kolam berikutnya yang lebih
rendah, maka terjunan dan golakan air yang terjadi dapat
membantu menambah oksigen pada air di dalam kolam. Kebutuhan
lahan untuk 50 KK dengan kolam aerobik diperkirakan seluas 15 m2.

Gambar 2. Aplikasi Tangki Septik Bersusun Dengan Kolam Aerasi

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


2.5 Kondisi Umum Daerah Perencanaan

Wilayah perencanan umunya merupakan daerah padat penduduk


dengan berbagi macam kegiatan perkabupatenan seperti pemukiman,
komersia /perdagangan dan perkantoran. Tetapi untuk perencanaan
kali ini wilayah perencanaan merupakan lingkungan sekolah yang
pengelolaan sanitasinya belum terorganisir.
 Air Tanah dan Air Permukaan
Air Tanah di pinggiran Sungai umumnya dari segi visual
terlihat baik dan air tanah ini masih menjadi sumber utama
penduduk. Berdasrkan kondisi geologi maka air tanah di daerah ini
pada umumnya bersifat asam dengan nilai pH sekitar 5, kondisi air
tanah seperti ini sebetulnya tidak memenuhi standard sebagi air
minum masyarakat. Kedalaman air tanah di daerah pinggiran
sungai merupakan air tanah tinggi dengan kedalaman rata-rata
dibawah 5 m
 Kondisi Sarana-Prasarana Pemukiman
Kondisi sarana dan prasarana pemukiman ini menyangkut ;
Sarana Air Minum
Sarana Air Limbah
Sarana Persampahan
Data Kondisi sarana dan prasrana pemukiman merupakan
pendapat masyarakat setempat yang didapat dengan cara wawancara
langsung. Untuk pengelolaan persampahan di pinggiran sungai yang
masuk wilayah Kabupaten pada umumnya masyarakat mengatakan,
bahwa sampah dikelola oleh Pemerintah dalam hal ini Dinas
Kebersihan dan kondisi pelayanan cukup memuaskan, dan umumnya

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


masyarakat juga berpendapat perlunya dilakukan peningkatan
pengelolaan melalui pemilahan dan pemanfaatan sampah.
 Pemahaman Sanitasi dan Partisipasi Masyarakat
Pada pemahaman sanitasi, konsultan menanyakan kepada
masyarakat hubungan antara kondisi sanitasi dan penyakit Diare
hasil wawancara menunjukkan 60 % berpendapat tidak ada
hubungan kondisi sanitasi dengan penyakit diare dan 35%
menyatakan ada hubungan antara kondisi sanitasi dan penyakit
diare, akan tetapi responden yang berpendapat tidak tahu hanya 5
%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pemahaman sanitasi
masyarakat masih perlu ditingkatkan.
Sedangkan dari aspek partisipasi masyarakat pada umumnya
berpendapat ingin berpartisipasi akan tetapi belum bisa menetukan
bentuk partisipasinya,walaupun diadalam pertanyaan yang
diajukan/diberikan alternatif bentuk partisipasi yaitu berupa
material dan tenaga kerja.
 Pemetaan Kondisi Sanitasi
Merupakan kegiatan penilaian kondisi sanitasi di suatu daerah
dengan cara mengkuantisasikan indikator-indikator sanitasi melalui
survey langsung dan pengolahan data sekunder serta
ketersediaan lahan. Hasil pemetaan ini digambarkan dalam bentuk
informasi spasial.Manfaat dari kegiatan adalah untuk menentukan
prioritas perbaikan dan jenis intervensi perbaikan yang diperlukan
di suatu wilayah.Kondisi sanitasi di suatu daerah ditentukan oleh
kebaradaan infrastruktur/ sarana-prasarana pemukiman, kondisi ini
bersifat dapat mempengaruhi secara langsung, disamping itu ada
kondisi yang mempengaruhi kondisi sanitasi secara tidak

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


langsung. Indikator sanitasi yang berpengaruh langsung terhadap
kondisi sanitasi antara lain sebagai berikut ;
Keberadaan Sumber air minum; Keberadaan sumber air
minum ini menyangkut sumber air yang digunakan, kualitas
sumber air, kontinuitas dan kuantitas.
Cara pembuangan air limbah; hal ini menyangkut cara
membuang air besar dan buangan kegitan rumah tangga.
Cara pembuangan sampah; tempat pembuangan sampah,
cara pembuangan sampah dan kondisi pelayanan sampah.
Keterjangkitan penyakit Daire.

Indikator sanitasi yang bersifat tidak langsung yaitu; suatu


kondisi yang mengakibatkan lingkungan mempunyai kondisi
sanitasi yang kurang baik disamping sifat yang terbawa oleh
masyarakat, antara lain ;
Kepadatan Penduduk.
Tingkat Pendidikan masyarakat.
Tingkat perekonomian masyarakat.
Pemahaman masyarakat tentang Sanitasi.
Hal tersebut di atas mengakibatkan akumulasi bahan
pencemar yang mengakibatkan pencemaran tanah dan air
tanah.Lebih lanjut, kondisi sanitasi lingkungan yang buruk ini
merupakan penyebab utama meningkatnya penyakit yang
disebabkan oleh air (water borne diseases), khususnya bagi
masyarakat yang tinggal di kawasan perumahan padat, kumuh dan
tanpa sarana sanitasi yang memadai (slums areas).

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Dalam rangka menjaga dan mempertahankan kualitas air
tanah dan meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan
pemukiman, maka perlu dilakukan pengeolaan limbah cair yang
dihasilkan oleh rumah tangga, kegiatan usaha (industri,
perhotelan, restoran, dll).
Permasalahan pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten
Bandung , di antaranya adalah :
 Masih terdapat masyarakat yang membuang hajat sembarangan
(misalnya di tepian sungai atau di kebun).
 Kondisi fasilitas yang ada banyak yang tidak memenuhi
persyaratan teknis dan kesehatan lingkungan, misalnya :
Tidak ada pemisahan antara pembuangan air abu-abu (grey
water, bekas cuci, mandi dan sebagainya) dari air hitam
(black water, air kotor atau tinja) dari kakus.
Tidak ada bidang resapan. Air dari tangki di alirkan ke saluran
air hujan, atau diresapkan melalui dinding tangki ke dalam
tanah.
Tidak tersedia air bersih yang memadai, terutama di daerah
pemukiman padat .
 Belum ada perencanaan khusus fasilitas pengelolaan air bekas
rumah tangga. Kondisi dan permasalahan tersebut di atas
mengakibatkan :
Potensi pencemaran badan air tinggi semakin tinggi dan terus
meluas, baik terhadap badan sungai maupun air tanah.
Penyakit yang ditimbulkan oleh air tercemar masih sering
terjadi, seperti diare, muntaber, gatal-gatal, dan demam
berdarah (DBD).

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


 Kurangnya pemahaman mengenai kontstruksi dan perletakan
(jarak aman) septik tank dengan sumur (gali/pompa),
menyebabkan air sumur terkontaminasi oleh air limbah rumah
tangga (bakteri coli), sehingga penanganan air limbah rumah
tangga secara baik dan benar mutlak diperlukan.
 Untuk sebagian wilayah tertentu yang memiliki kepadatan rumah
yang tinggi sering menjadi dilema antara perletakan sumur dengan
septik tanknya, sehingga diperlukan teknologi tepat guna untuk
menanggulangi permasalahan tersebut.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut beberapa hal
yang perlu dilakukan, baik oleh Pemerintah maupun masyarakat
setempat, adalah :
a. Membangun sarana toilet/mck komunal bagi penduduk yang
tidak mampu, terutama yang berada di pemukiman padat.
b. Menyediakan fasilitas air bersih bagi penduduk yang tidak
mampu.
c. Membangun jaringan pengumpul air bekas rumah tangga di
daerah perKabupatenan yang padat.
d. Mempromosikan sistem komunal, untuk meminimumkan
pencemaran, hemat biaya investasi, & operasi dan
pemeliharaan.
e. Memperbaiki sistem drainase lingkungan.
f. Membuat percontohan/pilot project bagi opsi (pilihan) yang
mungkin diterapkan.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


BAB III

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

3.1 Pendekatan Dan Latar Belakang

Pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman di


Indonesia saat ini belum mencapai kondisi yang diinginkan terutama
bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan permukiman
padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi di perkotaan.
Akses penduduk kepada prasarana dan sarana air limbah
permukiman pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan,
lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta kemiskinan. Hasil
berbagai pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa
semakin besar akses penduduk kepada fasilitas prasarana dan sarana
air limbah permukiman (serta pemahaman tentang hygiene) semakin
kecil kemungkinan terjadinya kasus penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui media air (waterborne diseases).
Dalam penanganan air limbah permukiman ini, pemerintah telah
sejak dahulu memperkenalkan “septictank” dan “pitlatrine” atau cubluk,
bahkan sejak era Belanda telah dibangun prasarana dan sarana air
limbah terpusat di beberapa kota (Yogya, Bandung, Medan dan
Cirebon). Pemerintah juga sudah mengembangkan program perbaikan
kampung sejak tahun 1980 secara besar-besaran dengan nama KIP
dimana dari 7 komponen kegiatannya adalah pembangunan prasarana
dan sarana sanitasi lingkungan (MCK, Drainase dan Persampahan).

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Meskipun secara fisik terlihat berhasil baik, tetapi sebenarnya program
tersebut masih memiliki kekurangan terutama aspek keberlanjutan
dimana peran masyarakat sangat minimal.
Salah satu solusi dalam penyediaan prasarana dan sarana air
limbah permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah di
lingkungan padat penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, telah
dikenalkan kegiatan Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat (SLBM),
yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan penyediaan prasarana dan
sarana air limbah permukiman yang berbasis masyarakat dengan
pendekatan tanggap kebutuhan. Fokus kegiatan SLBM adalah
penanganan air limbah rumah tangga berupa air buangan yang berasal
dari WC, kamar mandi dan dapur/tempat cuci pakaian. Melalui
pelaksanaan SLBM ini, masyarakat memilih sendiri prasarana dan
sarana air limbah permukiman yang sesuai, ikut aktif menyusun
rencana aksi, membentuk kelompok dan melakukan pembangunan fisik
termasuk mengelola kegiatan operasi dan pemeliharaannya, bahkan
bila perlu mengembangkannya.

3.2 Metodologi Pelaksanaan


Langkah-langkah kegiatan Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi
Komunal, antara lain :
1. Konsultan diwajibkan untuk melakukan seluruh persiapan dan
mobilisasi sumberdaya yang diperlukan untuk menyelesaikan
tugas seperti tercantum pada ruang lingkup;
2. Dalam pelaksanaan pekerjaannya konsultan agar selalu
berkonsultasi dengan Tim Teknis;
3. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


4. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait di Kabupaten
Bandung termasuk dengan beberapa instansi teknis ditingkat
kecamatan, desa/kelurahan dan RW untuk menjaring saran dan
masukan dalam perencanaan tersebut;
5. Menyiapkan perangkat survey dan observasi yang dibutuhkan
untuk kelengkapan data yang dibutuhkan;
6. Melakukan kajian dan evaluasi terhadap data hasil survey;
7. Merencanakan detail engineering design sarana sanitasi komunal
berikut kelengkapan lain yang dibutuhkan;
8. Melakukan kajian mengenai kelembagaan dan teknis
pengelolaan sarana sanitasi terbangun.
9. Menyelenggarakan pertemuan dan diskusi dengan Tim Teknis.

3.3 Kriteria Perencanaan Sistem Penyaluran


Dasar perencanaan suatu sistem penyaluran air limbah
berpedoman pada kriteria-kriteria yang paling memungkinkan untuk
dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi setempat.
Dalam perencanaan jaringan penyaluran air buangan perlu
memperhatikan :
 Jaringan induk mampu melayani seluruh daerah pelayanan.
 Pengaliran air buangan harus kontinyu dalam waktu relatif singkat.
 Keamanan saluran harus terjamin dan tidak mencemari
lingkungan.
 Besar saluran sesuai dengan kuantitas air buangan yang
dihasilkan.
 Pemilihan sistem yang ekonomis.
 Saluran harus tertutup untuk mencegah kontaminasi.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Dalam perencanaan air limbah ini diperlukan adanya beberapa
kriteria sebagai dasar perencanaan. Kriteria dasar perencanaan sistem
penyaluran air limbah harus memperhatikan Perencanaan Lokasi
ditetapkan berdasarkan hal berikut :
 Jumlah penduduk yang dilayani pada suatu jalur pipa dan
mengikuti pola penjumlahan komulatif dari hilir saluran.
 Jumlah aktifitas bangunan-bangunan domestik.
 Sarana jalan yang ada.
 Kepadatan penduduk.
 Kepadatan bangunan yang ada .
 Ketinggian muka air tanah .
 Arah pengaliran sungai serta tinggi maksimum dan minimum.
 Jenis tanah dan Tata guna lahan

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


BAB IV

GAMBARAN UMUN WILAYAH

4.1 Gambaran Umum Lokasi

4.1.1 Letak Geografis


Secara Geografis letak Kabupaten Bandung berada pada 60,41’
sampai dengan 70,19’ Lintang Selatan dan di antara 1070,22’ sampai
dengan 1080,5’ Bujur Timur. Kabupaten Bandung memiliki luas wilayah
keseluruhan sebesar 1.762,39 Km2 dengan batas-batas wilayah
administratif sebagai berikut :
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat,
Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang,
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan
Kabupaten Garut
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan
Kabupaten Cianjur
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan
Bandung Barat
 Bagian Tengah berbatasan dengan Kota Bandung dan Kota
Cimahi
Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan wilayah
pegunungan, dengan iklim tropis dan curah hujan rata-rata antara 1.500
mm sampai dengan 4.000 mm per tahun. Suhu udara berkisar antara
120 sampai 240 C dengan kelembaban antara 78 % pada musim hujan
dan 70 % pada musim kemarau.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


4.1.2 Administratif
Pada tahun 2012 wilayah administrasi Kabupaten Bandung
Meliputi 31 Kecamatan, 270 Desa, dan 10 Kelurahan dengan total area
seluas 176.238,67 Ha. Wilayah administrative Kabupaten Bandung
secara detail ditunujukan oleh tabel 4.1.

Tabel 4. Wilayah Administratif Kabupaten Bandung Tahun 2016

Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka tahun 2017

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Berdasarkan tabel 4.1. diatas, terlihat bahwa Kecamatan
Pasiljambu merupakan kecamatan dengan wilayah terluas, sekitar 13,
59 % dari total luas wilayah Kabupaten Bandung. Sedangkan
Kecamatan yang memiliki luas wilayah terkecil yaitu Kecamatan
Margahayu, hanya meliputi 0,6 % dari total luas wilayah kabupaten.

4.1.3 Kondisi Fisik


Sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan
wilayah pegunungan, dengan iklim tropis dan curah hujan rata-rata
pada tahun 2016 adalah 6,55 mm/hari, dengan curah hujan tertinggi
rata-rata terjadi antara Bulan Desember hingga Bulan Maret. Secara
detail, kondisi curah hujan di Kabupaten Bandung dari tahun 2014
sampai dengan 2016 ditampilkan pada table 4.2.

Tabel 4. Kondisi Curah Hujan Di Kabupaten Bandung tahun 2014-2016

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka tahun 2017

Berdasarkan Topogafinya, sebagian besar wilayah Kabupaten


Bandung merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan
ketinggian yang bgervariasi antara 500 m hingga 1.812 m di atas
permukaan laut. Secara tidak langsung,kondisi topografi Kabupaten
Bandung inilah yang mempengaruhi iklim Kabupaten Bandung yang
cenderung sejuk dengan suhu berkisar 12° C hingga 24° C. Secara
umum topografi Kabupaten Bandung dapat dibedakan kedalam tiga
jenis topografi yaitu Daratan, lereng/ punggung bukit dan lembah/ DAS.
Topografi tersebut cenderung bervaiatif untuk setiap wilayah.
Informaasi detail mengenai topografi setiap kecamatan di Bapubataen
Bandung disajikan pada Tabel 4.3.

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Tabel 4. Klasifikasi Yopografi Wilayah Kabupaten Bandung

NO Wilayah Pengembangan Kecamatan Topografi Wilayah Ketinggian (mdpl)

1 WP Soreang 1 Kec. Soreang Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 700 - 825

2 Kec. Kutawaringin Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 500 - 1.110

3 Kec. Katapang Dataran 675 - 700

4 Kec. Rancabali Lereng/ Punggung Bukit 1.200 - 1550

5 Kec. Pasiriambu Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 1.000 - 1.200

6 Kec. Ciwidey Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 700 - 1.200

2 WP Baleendah 1 Kec. Baleendah Dataran 600 - 715

2 Kec. Dayehkolot Dataran 600

3 Kec. Bojongsoang Dataran 681 - 687

3 WP Banjaran 1 Kec. Banjaran Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 750 - 800

2 Kec.Pangalengan Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 984 - 1.571

3 Kec. Cangkuang Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 700 - 710

4 Kec. Cimaung Lereng/ Punggung Bukit 765 - 1.057

5 Kec. Arjasari Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 550 - 1.000

6 Kec. Pamengpeuk Dataran 650 - 675

4 WP Majalaya 1 Kec. Majalaya Dataran 681 - 796

2 Kec. Ciparay Dataran 678 - 805

3 Kec. Pacet Dataran, Lereng/ Punggung Bukit, 700 - 1.116


Lembah.DAS

4 Kec. Kertasari Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 1.250 - 1.812

5 Kec. Paseh Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 600 - 800

6 Kec. Ibun Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 700 - 1.200

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


7 Kec. Solokan Jeruk Dataran 671 - 700

5 WP Cicalengka 1 Kec. Cicalengka Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 667 - 850

2 Kec. Nagreg Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 715 - 948

3 Kec. Cikacung Dataran 600 - 1.200

6 WP Cileunyi 1 Kec. Cileunyi Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 600 - 700

2 Kec. Rancaekek Dataran, Lereng/ Punggung Bukit 608 - 686

7 WP Cimenyan- 1 Kec. Cimenyan Dataran 750 - 1.300


Cilengkrang

2 Kec. Cilengkrang Lereng/ Punggung Bukit 600 - 1.700

8 WP Margaasih-Margahayu 1 Kec. Margaasih Dataran 600

2 Kec. Margahayu Dataran 700

Sumber : Kabupaten Bandung Dalam Angka

Ditinjau berdasarkan geologi wilayah, Kabupaten Bandung


Merupakan wilayah yang berada dalam Kawasan Cekungan Bandung.
Sekeliling Kawasan Cekungan Bandung tersebut dikekelilingi oleh
deretan pegunungan. Dibagian Utara terdapat Gunung Tangkuban
Perahu, sedangkan dibagian Selatan terdapat Gunung Patuha –
Malabar. Dibagian Barat Cekungan, terdapat sederetan intrusi andesit
dan dasit yang membentuk punggung – punggung tidak teratur. Adapun
dibagian Timur Kawasan Cekungan Bandung di apit oleh Gunung
Krenceng dan Gunung Mandalawangi. Morfologi Kabupaten Bandung
yang merupakan bagian dari Cekungan Bandung menjadikan
Kabupaten Bandung tergolong potensial sebagai sebagai tempat
akumulasi air tanah. Tipe air tanah yang berada di Kabupaten Bandung
dapat digolongkan kedalam tiga klasifikasi yang meliputi Aquifer dengan

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


aliran melalui ruang Antar Butir, Aquifer dengan aliran melalui celah dan
ruang antar butir serta aquifer dengan aliran melalui rekahan, kekar
saluranm dan rongga. Ditinjau dari nilai persentase, jenis aquifer yang
ada di Kabupaten Bandung yaitu jenis aquifer dengan aliran melalui
celah dan ruang antar butir dengan nilai persentase sebesar 63,16 %
dari total jenis aquifer di Kabupaten Bandung. Untuk aquifer dengan
aliran melalui ruang antar butir dan aquifer dengan aliran melalui
rekahan, kekar, saluran dan rongga masing – masing persentasenya
sebesar 17,98 % dan 18,85 %.

4.1.4 Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2016
mencapai 3.596.623 jiwa dengan komposisi penduduk laki-laki
berjumlah 1.823.708 jiwa dan perempuan 1.772.915 jiwa. Kecamatan
Baleendah memiliki jumlah penduduk terbanyak mencapai 261.360 jiwa
dengan komposisi penduduk laki-laki 132.924 jiwa dan perempuan
128.436 jiwa, sedangkan Kecamatan Rancabali memiliki jumlah
penduduk terendah dengan jumlah 51.407 jiwa dengan komposisi
penduduk laki-laki 25.746 jiwa dan penduduk perempuan 25.661 jiwa.
Dengan luas wilayah sebesar 1762, 40 Km2 maka rata-rata
kepadatan penduduk Kabupaten Bandung sebanyak 2.041 jiwa per
Km2, dimana Kecamatan Margahayu memiliki kepadatan yang paling
tinggi yaitu sebesar 12.405 jiwa/Km2, disusul oleh Kecamatan
Dayeuhkolot sebesar 11.021 jiwa/Km2 sedangkan Kecamatan
Rancabali merupakan kepadatan yang terendah yaitu sebesar 346
jiwa/Km2.

Tabel 4. Jumlah Penduduk di Kabupaten Bandung

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Sumber : Kabupaten Bandung dalam angka, 2017

4.2 Kondisi Sanitasi Kabupaten Bandung

Kondisi pelayanan sanitasi di kabupaten Bandung belum


berlangsung secara optimal. Dalam sektor persampahan, hingga tahun
2012 wilayah pelayanan kebersihan di Kabupaten Bandung baru

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


melayani 13,21 % wilayah perkotaan. Sedangkan dalam sektor air
limbah domestik pada tahun 2012, persentase cakupan pelayanan air
limbah domestik perkotaan di Kabupaten Bandung baru mencapai
angka 37,27 %, sedangkan kesepakatan Millenium Development Goals
(MDGs) untuk sektor sanitasi menargetkan proporsi rumah tangga
denga akses berkelanjutan terhadap sanitasi layak perkotaan sebesar
76,82 % pada tahun 2015.
Dari segi kesehatan, nilai Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten
Bandung pada tahun 2012 bernilai 70,28 sedangkan nilai AKB
Kabupaten Bandung bernilai 34,05. Meninjau perkembangan nilai AHH
dan nilai AKB Kabupaten Bandung tujuh tahun terakhir, dapat diamati
bahwa terjadi peningkatan derajat kesehatan penduduk Kabupaten
Bandung. Dalam tujuh tahun terakhir, nilai AHH Kabupaten Bandung
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sebaliknya dalam nilai AKB,
dalam tujuh tahun terakhir terjadi penurunan angka kematian bayi.
Perkembangan nilai AHH dan AKB Kabupaten Bandung ditunjukkan
oleh Gambar 4.5.

80

40

0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Gambar 4. Perkembangan Nilai AHH Dan AKB Kabupaten Bandung

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Meskipun perkembangan AHH Kabupaten Bandung secara
keseluruhan cenderung meningkat setiap tahunnya, namun jika ditinjau
perkecamatan, masih terdapat kecamatan- kecamatan yang memiliki
nilai AHH dibawah rata- rata AHH Kabupaten Bandung. Dengan
mengklasifikasikan nilai AHH kedalam kategori rendah, sedang dan
tinggi, diperoleh hasil bahwa Kecamatan Cikancung, Kecamatan
Solokanjeruk, Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kertasari termasuk
kedalam kategori kecamatan dengan nilai AHH rendah. Berdasarkan
hal tersebut, maka kecamatan- kecamatan yang memiliki kategori AHH
rendah tersebut perlu upaya penanganan sanitasi secara lebih.

Gambar 4. AHH Kabupaten Bandung Per Kecamatan Tahun 2012

Klasifikasi AHH Rentang AHH Kecamatan

Rendah < 65.37 Cikancung, Solokan Jeruk, Pacet, Kertasari.

Sedang 65.37 – 67.7 Cicalengka, Paseh, Cimenyan, Bojongsoang,


Rancabali, Katapang, Arjasari, Ciwidey, Kutawaringin,

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


Margahayu.

Tinggi >67.7 Dayeuhkolot, Cimaung, Ciparay, Nagreg,


Pameungpeuk, Margaasih, Baleendah, Cangkuang,
Soreang, Pangalengan, Pasirjambu, Cilengkrang,
Banjaran, Ibun, Majalaya, Rancaekek, Cileunyi.

Tabel 4. Klasifikasi AHH Per Kecamatan Tahun 2012

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


BAB V

RENCANA KERJA

5.1 Rencana Kerja

Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja, tahapan kegiatan telah


disederhanakan menjadi 6 (Enam) kegiatan utama dalam kegiatan
Perencanaan Teknis Rinci (DED) Sarana Sanitasi Komunal. Adapun
kegiatan yang akan diusulkan berdasarkan rencana kerja dengan
pengelompokan kegiatan.
Untuk menjamin ketepatan waktu penyelesaian dan kelancaran
tugas maka tim konsultan akan selalu melakukan kerjasama antar staf
secara berkesinambungan, melakukan diskusi/konsultasi dengan
Pengguna Jasa dan instansi terkait lainnya. Dan berdasar identifikasi
pekerjaan utama tersebut di atas, konsultan dapat menyusun jadwal
waktu pelaksanaan tersebut.
Dalam hal ini urutan kegiatan berdasarkan konsultan merupakan
salah satu inovasi agar lebih terarah dalam pelaksanaannya. Jumlah
hari kerja untuk masing-masing kegiatan didapat berdasarkan analisis
kebutuhan manmonth yang telah dusyaratkan dalam KAK,Tahapan
kegiatan tersebut adalah sebagai berikut

Perencanaan Teknis Sarana Sanitasi Komunal Paket 1


LAPORAN PENDAHULUAN

Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan

PERENCANAAN TEKNIS SARANA SANITASI


KOMUNAL PAKET 1

Anda mungkin juga menyukai