Kekuatan yang kami musuhi itu, adalah suatu paham, suatu nafsu, suatu streven, suatu stelsel, suatu politik
menaklukkan atau mempengaruhi orang lain atau mempengaruhi budaya bangsa lain. Kekuatan Itu bukanlah
pemerintah, bukanlah bangsa asing, bukanlah kaum ambtenaar, bukanlah badan atau materi apa pun juga.
Kekuatan peraturan politik adalah nafsu dari stelsel belaka. Kita sudah lebih dari 3 tahun menderita kan keputusan
itu, lebih dari 3 tahun dipengaruhi, diduduki, diexploiteer oleh kekuatan – kekuatan itu. Baik kekuatan yang
mendahului tua maupun modern dua-duanya bagi kita adalah terciptanya dan melesetnya serta kocar-kacirnya
susunan pergaulan hidup, dua-duanya adalah pengadukan rezeki, exploitative, drainage yang sangat. Oleh karena
itu, kehidupan berkebudayaan kami adalah pergaulan hidup, kami masyarakat lokal Jakarta menjadilah rakyat
yang celaka, dengan seharusnya kami dibebaskan dalam menjalani tradisi dan kebiasaan kami namun dilarang
oleh segenap orang yang mengaku dari institusi pendidikan. Maka kecelakaan rakyat ini, kesengsaraan rakyat ini,
air mata rakyat ini, dan bukan kami orang, bukan hasutan “opruiers”, bukan hasutan manusia juga, melahirkan
suatu pergerakan, yang berakhiran di dalam pergerakan kami.