Anda di halaman 1dari 17

“Kesiapan, Peluang dan Tantangan Museum dan Heritage Sebagai Salah Satu

Komponen Utama Penyajian Sejarah Publik Dalam Program Kampus


Merdeka”
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Ganjil Mata
Kuliah Sejarah Publik
Disusun oleh :

Muhammad Ibnu Fadillah


(2288190031)

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
2021
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negeri terindah di alam semesta. Tanah tempat kita dilahirkan,
negara tempat kita dibesarkan. Begitu banyak warna yang hidup bersama dalam
damai, dengan sejuta harta yang tak lekang oleh waktu, dengan kekayaan alam yang
melimpah, Indonesia bukan hanya indah, Indonesia adalah Negeri Ajaib.
Sejarah publik adalah lingkup luas aktivitas yang dilakukan oleh orang dengan
keahlian dalam disiplin ilmu sejarah dan secara umum bekerja di luar lingkungan
akademis khusus. Praktik sejarah publik sangat berkaitan dengan bidang pelestarian
kesejarahan, ilmu kearsipan, sejarah lisan, kurator museum, dan bidang terkait
lainnya. Bidang ini menjadi semakin terspesialisasi di Amerika Serikat dan Kanada
sejak akhir 1970-an. Sebagian besar lingkungan umum untuk praktik sejarah publik
adalah museum, rumah bersejarah dan tempat bersejarah, taman, lokasi pertempuran,
arsip, perusahaan film dan televisi, dan semua tingkat pemerintahan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat telah membawa banyak
perubahan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Hal ini juga menuntut kita
untuk mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Banyak lapangan pekerjaan
yang hilang dan digantikan dengan jenis pekerjaan baru.
Banyaknya lapangan pekerjaan yang hilang dan digantikan dengan jenis pekerjaan
baru. Kita harus menyadari bahwa dalam sejarah manusia ilmu pengetahuan dan
teknologi selalu dan terus berkembang. Contohnya Revolusi Industri yang terjadi
pada abad 18 di Inggris yang merupakan salah satu momentum besar dalam sejarah
dunia. Di era itu penggunaan tenaga kerja hewan dan manusia kemudian harus diganti
dengan penggunaan mesin berbasis manufaktur.
Berangkat dari fakta di atas, negara perlu mengatur berbagai rencana strategis
untuk mencetak sumber daya manusia yang kompeten dan kompetitif sesuai dengan
kebutuhan zaman. Hal tersebut bisa dilakukan salah satunya melalui sektor
pendidikan. Mungkin kalian bertanya-tanya, apa sih yang dimaksud dengan merdeka
belajar? Maksud dari merdeka belajar di sini bukan berarti bebas ingin belajar atau
tidak, bebas akan mengerjakan tugas atau tidak, bebas berangkat sekolah atau tidak.
Tetapi, esensi kemerdekaan dalam belajar di sini berarti kebebasan siswa dan guru
untuk melaksanakan suasana belajar yang tenang dan bahagia tanpa merasa terbebani
dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.
Mengingat perubahan ekonomi, sosial, dan budaya terus melaju cepat, perguruan
tinggi harus cepat tanggap dalam merespons hal tersebut dan melakukan berbagai
transformasi pembelajaran untuk membekali dan mempersiapkan lulusan yang
unggul, kompeten, berbudaya, dan berkarakter serta mampu menghadapi tantangan
zaman.
Dalam rangka merespons tantangan tersebut, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Nadiem Anwar Makarim meluncurkan kebijakan untuk perguruan tinggi yang dikenal
dengan “Merdeka Belajar – Kampus Merdeka” pada Januari 2020 lalu. Merujuk pada
Per Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran dan lulusan perguruan tinggi, konsep
yang ditawarkan founder Gojek ini bertujuan mengajak seluruh perguruan tinggi di
Indonesia untuk membangun rencana strategis dalam mempersiapkan kompetensi
mahasiswa secara matang untuk lebih gayut dan siap dengan kebutuhan zaman.
Adapun empat program utama yaitu, kemudahan pembukaan program studi baru,
perubahan sistem akreditasi perguruan tinggi, kemudahan perguruan tinggi negeri
menjadi PTN berbadan hukum, dan hak belajar bagi mahasiswa untuk mengambil
tiga semester di luar program studinya. Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan
dan lulusan, kebijakan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan ini dapat dijadikan
rujukan oleh seluruh perguruan tinggi karena pembelajaran yang berfokus pada
mahasiswa (student centered learning) ini memberikan kesempatan kepada mereka
untuk mengembangkan kreativitas, inovasi, kepribadian, dan kebutuhan masing-
masing. Adapun beberapa bentuk kegiatan pembelajaran yang berlandaskan pada Per
Mendikbud No. 3 tahun 2020 Pasal 15 Ayat 1, antara lain magang/praktik kerja,
asistensi mengajar di satuan pendidikan, proyek kemanusiaan, kegiatan wirausaha,
riset, pertukaran pelajar, membangun desa/kuliah kerja nyata tematik, dan studi
proyek independen.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengeluarkan empat
kebijakan Merdeka Belajar di lingkup pendidikan tinggi bernama “Kampus
Merdeka”. Kebijakan Kampus Merdeka merupakan langkah awal dari rangkaian
kebijakan untuk perguruan tinggi.
Secara garis besar, kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi
lulusan (baik soft skills maupun hard skills) agar lebih siap dan relevan dengan
kebutuhan zaman karena melalui berbagai program berbasis experimental learning ini
mahasiswa difasilitasi untuk dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan minat
dan bakatnya masing-masing
Misalnya, mahasiswa Sastra Inggris. Keahlian utamanya adalah kemampuan
berbahasa Inggris, menulis, dan analisis. Sementara, lulusannya banyak yang bekerja
sebagai penulis, jurnalis, pembaca berita, PR di start-up company maupun perusahaan
dalam dan luar negeri, asisten peneliti, pegawai di kedutaan asing, dan lain-lain.
Untuk memantapkan keahlian sebelum memasuki dunia kerja, mereka dapat
mengambil mata kuliah pendukung di luar program studi misalnya mata kuliah
Jurnalistik, Public Relations atau Manajemen Komunikasi yang ditawarkan oleh
Program Studi Ilmu Komunikasi.
Selain itu, mereka bisa mengambil mata kuliah lintas fakultas, misalnya,
Marketing di Fakultas Ekonomi karena mata kuliah tersebut memiliki relevansi yang
erat dengan keahlian berbahasa, dan mengambil mata kuliah Ilmu Hukum Dasar di
Fakultas Hukum untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang berbagai
peraturan, kesadaran hukum, dan menghindari penipuan hukum, seperti kontrak kerja
perusahaan yang perlu pemahaman hukum yang baik.
Mereka juga dapat mengasah literasi komputer dan digital mereka melalui mata
kuliah yang ditawarkan oleh Jurusan Ilmu Komputer, atau mereka juga dapat magang
atau melakukan Praktik Kerja Lapangan di perusahaan media dan televisi untuk
mendapatkan pengalaman riil tentang dunia kerja yang akan mereka jalani nanti
setelah lulus. Oleh karena itu, apabila program Merdeka Belajar ini dirancang secara
matang dan diimplementasikan dengan baik, soft dan hard skills akan terbentuk
secara lebih kuat dan lebih siap dalam menghadapi kebutuhan zaman.
Oleh karena itu, mereka juga dituntut untuk mengembangkan kemandirian dengan
terjun langsung ke lapangan untuk mencari dan menemukan pengetahuan serta
pengalaman melalui kenyataan lapangan seperti kualifikasi kemampuan,
permasalahan nyata, kolaborasi-interaksi sosial, pengelolaan/manajemen diri, target
dan pencapaian. Dengan memberikan hak dan kesempatan kepada mahasiswa untuk
mengambil tiga semester di luar program studinya, kompetensi mahasiswa akan lebih
beragam dan lebih siap untuk menghadapi persaingan dalam skala nasional maupun
global.
Oleh karena itu, apabila program Merdeka Belajar ini dirancang secara matang
dan diimplementasikan dengan baik, soft dan hard skills akan terbentuk secara lebih
kuat dan lebih siap dalam menghadapi kebutuhan zaman. Bagaimana peluang,
tantangan dan apa saja yang perlu disiapkan untuk penerapannya? Merdeka Belajar,
Adakah yang baru?
MBKM bertujuan mendorong mahasiswa menguasai berbagai keilmuan memasuki
dunia kerja. Apakah tafsirnya hanya penguasaan keterampilan teknis, dan relevan
dengan tujuan pendidikan tinggi kita ?
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kesiapan komponen sejarah publik untuk menunjang program
merdeka belajar kampus merdeka ?
2. Bagaimana tantangan komponen sejarah publik untuk menunjang program
merdeka belajar kampus merdeka ?
3. Bagaimana peluang komponen sejarah publik untuk menunjang program
merdeka belajar kampus merdeka ?
PEMBAHASAN
Kesiapan Sejarah Publik di Program Kampus Merdeka
Kebijakan KKNI secara tidak langsung menuntut semua pengelola program studi
dapat menyempurnakan dokumen kurikulum yang menjadi acuan dosen mahasiswa
dalam perkuliahan. Mulai dari pemutakhiran visi lembaga, penyesuaian profil utama
dan tambahan, keterkaitan capaian pembelajaran (learning outcome), bahan kajian,
hingga penetapan struktur kurikulum dengan kelayakan sistem kredit semester (sks).

Prinsip utama dalam KKNI tentu saja bukan berapa banyak jumlah mata kuliah
yang ditawarkan, tetapi seberapa besar kompetensi itu muncul dalam mata kuliah.
Pada saat yang lain, KKNI juga menuntut para dosen mampu mengidentifikasi semua
kompetensi yang menjadi tagihan program studi. Untuk mendukung keberadaan
capaian pembelajaran program studi, kompetensi yang ada perlu diturunkan menjadi
capaian pembelajaran untuk setiap mata kuliah atau disebut CPMK. Selanjutnya para
dosen dapat menurunkannya ke dalam Rencana Pembelajaran Semester (RPS).

Indonesia adalah negara yang besar, baik diri sisi wilayah, jumlah penduduk,
maupun kekayaan alamnya, dan tidak kalah penting adalah kekuatan sumber daya
manusia (SDM). Para akademisi sejarah harus menjadi penyelenggara dan harus
memberikan contoh kepada masyarakat dengan mencerminkan sebagaimana
dirumuskan dalam Pancasila agar tidak muncul pandangan-pandangan yang tidak
puas sehingga berusaha mencari alternatif, serta memberikan pemahaman kepada
publik dalam mempelajari sejarah.
Jika ditanya apakah budaya, arsip, galeri, museum, akademisi dan komponen-
komponen utama sejarah publik ini sudah siap, tentu jawabannya adalah siap. Dalam
hal ini kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia tentu pula sudah
melakukan cek kesiapan semua komponen tersebut untuk menunjang kegiatan
program kampus merdeka ini. Namun stereotip masyarakat harus diubah.
Yang jelas politik yang harus dijalankan oleh kementerian pendidikan dan
kebudayaan Republik Indonesia adalah politik ruang dikarenakan sejarah publik
adalah sebuah kontestasi ruang, ruang yang sebenarnya masyarakat kecil miliki itu
tidak dimiliki oleh mereka lagi. Ketika mereka melihat ruang tersebut habis dan hidup
mereka semakin menderita, tentu jelas yang mereka bisa lakukan hanya menjalankan
ritual-ritual kebudayaan asal mereka, menggedor akhirnya mereka menggedor
sebagai upaya menjaga identitas diri.
Dalam hal ini gedoran itu menurut kami para akademisi harus dibaca oleh
banyak orang di luar akademisi sebagai suatu berita sandi, bahwa ada cara berpikir
kita yang salah selama ini ketika melihat sejarah.
Lalu dalam periode yang panjang, pemikiran kolonial itu tetap dan terus hidup,
kampung itu beban, atau kampung itu biang masalah dan sejarah publik contohnya
adalah pelabuhan Karangantu misalnya yang terbesar di Asia Tenggara pada waktu
dahulu yang memiliki perjalanan sejarah yang panjang, harus mewakili sebuah
kebesaran yang terbesar di Asia Tenggara itu. Kampung tidak patut dan tidak cocok
untuk mewakili itu, di titik itu saja menurut akademisi sudah tidak adil.
Selama di daerah pesisir saya selalu mendengar “memang seperti itu disini” atau
“Ya seperti inilah anak pesisir, pelabuhan terasa seperti sebuah identitas, alih-alih
sekedar wilayah. Meski memiliki cerita dan peran masing-masing, orang-orang yang
kita ajak bicara seakan tergabung dalam sebuah keluarga. Namun, Karangantu tidak
bisa dilepaskan dari kawasan-kawasan lain di daerah Banten, dari ujung kulon sampai
Tangerang. Disana hidup mungkin kelewat berat dan nasib tak memihak orang
kebanyakan, tapi mereka tangguh kan ? Mereka selalu tangguh.
Perubahan peradaban tidak membuat warisan leluhur bangsa kami ditinggalkan, ia
tetap terang meski berganti warna, bahkan sebagai budaya ia mencoba menawarkan
banyak pilihan agar terus dilanjutkan oleh generasi muda dan menjaga eksistensinya
tetap hidup. Kendaraan beroda melaju berdampingan dengan delman sebagai alat
transportasi, restoran dan bar bersebelahan dengan warung-warung tradisional.
Sesekali terdengar kata melintas “Mampir Mas, Mba/ Bang, Mpok” dan orang terus
berdatangan.
Saya adalah mahasiswa semester lima di Serang, Banten. Tanah jawara yang
sangat kental dengan diri saya saat ini. Sebagai seseorang yang asing, tentu saya
selalu merindukan tanah kelahiran saya, tanah kelahiran saya khususnya berada 90
Km jauh ke arah timur dari Serang. Jadi saya selalu berusaha mencari tempat yang
seperti di tanah kelahiran saya, di sana saya dapat menjaga identitas kebangsaan saya,
melestarikan kebudayaan keluarga saya, dapat diterima dengan orang yang sekarang
dekat dengan saya di serang ini.
Itulah yang menjadikan sejarah publik saat ini kadang sudah tinggal namanya
menjadi sejarah publik tetapi orang-orang dan masyarakat-masyarakat lokalnya itu
pula sudah bukan lagi menjadi masyarakat lokal sejarah publik. Masyarakat lokalnya
adalah mereka yang terluka, terdampar di ruang yang kecil dan bahkan tinggal hanya
menunggu waktunya habis tanpa diketahui oleh orang lain.
Saya Muhammad Ibnu Fadillah sebagai seorang akademisi sekaligus budayawan
yang masih menjalankan tradisi masyarakat lokal saya, warisan budaya tak benda dan
memiliki andil dalam sejarah publik di Jakarta Selatan khususnya Sepanjang jalan
Pulo Kali bata, Buncit sampai Ke Mampang Prapatan dan Warung Cina turut
merasakan apa yang telah dikhawatirkan punah oleh budayawan Betawi yang lain.
Bagi saya silat sebagai suatu Heritage sangatlah menarik karena bisa diakses semua
orang, bagi mereka silat adalah upaya merawat identitas sekaligus menyempurnakan
diri. Sebagai salah satu komponen sejarah publik tentu sangat disayangkan apabila
kita merasa besar dan berpengaruh dalam budaya ini ternyata hanya menyumbangkan
potongan yang sangat kecil dari bagian pikiran dan kerja keras saya untuk budaya asli
leluhur bangsa ini.
Sehingga jika ditanyakan apakah kesiapan sejarah publik sudah terpenuhi untuk
menyongsong dan turut serta mendampingi program Kampus Merdeka ini saya
sebagai budayawan dan akademisi akan mengucapkan “iya, kami telah siap, dan telah
mempersiapkan jauh sebelum diminta”.
Tantangan Sejarah Publik di Program Kampus Merdeka
Kemajuan teknologi informasi dalam era digital membuka peluang sekaligus
tantangan dalam upaya pelestarian warisan budaya, termasuk seni tradisi. Revolusi
digital dalam media baru memberikan dukungan dan juga memungkinkan akselerasi
kreativitas mengeksplorasi seni tradisi dalam melahirkan karya baru.
Era globalisasi saat ini, mengelola bangsa yang besar seperti Indonesia tentu
bukan merupakan hal yang mudah. Globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang
bersifat eksternal, bahkan ancaman yang datang dari berbagai budaya dan suku yang
bersifat internal.
Perkembangan teknologi informasi menjadi salah satu penyebab terjadi dengan
cepatnya perubahan masyarakat sebuah bangsa. teknologi informasi menjadi terbuka
dan bahkan terkesan telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat saat ini
sehingga masyarakat yang belum memiliki kemampuan teknologi informasi dinilai
belum mengikuti globalisasi.
Tentu saja globalisasi melalui teknologi informasi juga memberikan hal-hal yang
positif tapi ada beberapa hal negatif. Masyarakat dan bahkan bangsa Indonesia harus
dapat melakukan filter terhadap pertumbuhan teknologi informasi sehingga tidak
memberikan dampak negatif bagi masyarakat. Misalnya, gambar yang masuk dalam
kategori pornografi yang mudah diakses untuk menjadi ancaman serius dari generasi
muda.
“Hanya manusia yang memiliki kebudayaan,” begitu kira-kira teori Erns Cassirer,
seorang ahli lingustik asal Swiss, dalam bukunya An Essay on Man (1945 via
Ahimsa-Putra, 2002; 2004; 2005). Disebutkan olehnya bahwa kebudayaan atau
budaya merupakan ciri penting (khas) dari manusia, yang membedakan manusia
dengan binatang. Mengapa hanya manusia yang memiliki kebudayaan, sedangkan
binatang atau makhluk lainnya tidak? Pendapat ini berangkat dari pemahaman bahwa
manusia merupakan animal symbolicum atau binatang yang mengkreasi simbol.
Sebab itu, hanya manusia yang dapat melakukan simbolisasi terhadap sesuatu.
Manusia merupakan makhluk yang mampu menggunakan, mengembangkan, dan
menciptakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk berkomunikasi dengan
sesamanya (Ahimsa-Putra, 2004: 29). Sementara itu, apa yang dimaksud dengan
simbol? Definisi konsep simbol atau lambang ialah segala sesuatu yang dimaknai di
mana makna dari suatu simbol itu mengacu pada sesuatu (konsep) yang lain. Wujud
lambang-lambang ini bisa berupa teks (tulisan), suara, bunyi, gerak, gambar, dan lain
sebagainya
Tentu sebuah kemajuan tidak akan ada dengan sendirinya dan runtuh dengan
sendirinya, runtuhnya peradaban kita tidak bisa dihindari. Sejarah menunjukkan
kemungkinannya, tetapi kita punya keuntungan karena kita bisa belajar dari puing-
puing masyarakat masa lalu. Peradaban besar tidak dibunuh. Mereka mencabut
nyawanya sendiri. Dalam beberapa hal, benar: peradaban kerap kali bersalah dalam
kemundurannya sendiri. Namun, penghancuran peradaban biasanya didorong faktor
lain.
Kekaisaran Romawi, misalnya, adalah korban dari aneka penyakit peradaban,
seperti ekspansi berlebihan, perubahan iklim, degradasi lingkungan dan
kepemimpinan yang buruk. Tapi Kekaisaran Romawi baru jatuh ketika Roma
diserang oleh Visigoth pada 410 dan Vandal pada 455. Keruntuhan terjadi dengan
cepat, dan kebesaran tidak mendatangkan kekebalan. Wilayah Kekaisaran Romawi
mencakup 4,4 juta km persegi pada tahun 390. Lima tahun kemudian merosot
menjadi 2 juta km persegi. Pada 476, daerah kekuasaan kekaisaran adalah: nol. Apa
yang bisa dikatakan tentang kita jika dilihat dari naik turunnya peradaban bersejarah?
Kekuatan apa yang memicu atau menunda keruntuhan? Dan apakah kita melihat pola
yang sama saat ini?
Menurut KBBI tantangan adalah hal atau objek yang menggugah tekad untuk
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah; rangsangan (untuk bekerja lebih giat
dsb):
kesulitan itu merupakan tantangan untuk lebih giat bekerja dengan kata lain hal atau
objek yang perlu ditanggulangi.
Terlepas dari berbagai peluang positif yang dijanjikan oleh kebijakan ini, Program
Kampus Merdeka juga memiliki tantangan tersendiri karena untuk mencapai hasil
maksimal, perguruan tinggi harus mempersiapkan diri baik secara sumber daya
manusia maupun fasilitas, serta merancang kurikulum yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan zaman. Setidaknya tantangan yang akan dihadapi di antaranya akan
adanya kemungkinan kesulitan dalam penanganan administrasi mahasiswa yang
pindah dari satu prodi ke prodi lainnya, atau bahkan dari satu kampus ke kampus
lainnya, terkait hal lainnya, akan ada pula perbedaan standar penilaian antara satu
perguruan tinggi dengan perguruan tinggi lainnya.

Tantangan berikutnya, mahasiswa kemungkinan tidak bisa bebas memilih mata


kuliah, karena harus ada pemahaman terhadap pengantar mata kuliah dalam suatu
prodi tertentu. Tantangan lainnya, kompetensi lulusan menjadi lebih generalis dan
kurang spesifik dalam keilmuannya. Konsep kampus merdeka juga menghadapi
tantangan dan boleh jadi akan berjalan kurang maksimal mengingat ketimpangan
kualitas perguruan tinggi di Indonesia masih sangat tinggi.

Sementara itu, kualifikasi pembukaan program studi baru juga dinilai


memberatkan perguruan tinggi yang belum mapan karena salah satu syaratnya harus
ada kerja sama dengan perusahaan atau organisasi nirlaba, institusi multilateral, atau
universitas bereputasi yang masuk dalam peringkat 100 besar dunia. Tidak hanya itu,
sistem akreditasi juga dinilai terlalu sulit karena penilaiannya diukur dari jumlah
mahasiswa yang tidak boleh turun secara kuantitas dan tidak boleh ada laporan
negatif dari pengguna terkait dengan kinerja program studi dan institusi perguruan
tinggi. Namun, terlepas dari peluang dan tantangan dari kebijakan ini, yang terpenting
adalah bagaimana perguruan tinggi mencetak lulusan yang unggul, kompetitif,
berkepribadian, dan berkarakter yang tidak tercerabut dari budayanya karena kualitas-
kualitas tersebutlah yang akan berkontribusi positif terhadap kesejahteraan kehidupan
bangsa.
Survei karakter lebih menekankan siswa kepada penerapan asas-asas Pancasila,
pembelajar, gotong royong, kebhinnekaan, dan perundungan. AKM & SK ini
dilaksanakan di tengah jenjang sekolah (misalnya kelas 4, 8, 11) agar sekolah
mempunyai waktu untuk perbaikan atau peningkatan kepada siswa yang
membutuhkan dilihat dari hasilnya serta tidak digunakan untuk alat seleksi siswa ke
jenjang selanjutnya.
Kemudian, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disederhanakan dari banyak
komponen menjadi tiga komponen inti dengan cukup satu halaman. Tiga komponen
inti tersebut yaitu tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan asesmen
pembelajaran. Guru secara bebas dapat memilih, membuat, menggunakan, dan
mengembangkan format RPP. Penulisan RPP dilakukan dengan efisien dan efektif
sehingga guru mempunyai lebih banyak waktu untuk mempersiapkan dan
mengevaluasi kegiatan belajar serta peningkatan kompetensi. Guru bisa memberikan
pembelajaran yang tenang, bahagia, aktif, kreatif, dan inovatif kepada siswa tanpa
membuat siswa stres.
Dengan diperpanjangnya waktu pendaftaran Pertukaran Mahasiswa Merdeka
hingga 5 Juli 2021 lalu diharapkan melalui Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka,
para mahasiswa bisa merasakan belajar di universitas lain, bertujuan untuk membuka
ruang pertemuan bagi mahasiswa untuk berjumpa, bercerita, dan berbagi. Program
Kampus Mengajar sangat relevan dengan mahasiswa di dengan prodi Pendidikan,
tetapi tidak menutup juga bagi mahasiswa dari prodi lain untuk mengikuti program
ini. SDM unggul hanya dapat tercapai apabila para pemuda peduli dengan
lingkungannya dan proaktif berbagi ilmu kepada generasi selanjutnya.
Semua kesempatan kegiatan yang dibuat Kemendikbudristek mendapat jaminan
20 SKS sesuai dengan Kepmen No. 75P tahun 2021, biaya hidup dan beasiswa dari
LPDP. Program ini terbuka untuk semua mahasiswa dari PTN dan PTS dari seluruh
Indonesia. Menghadirkan mahasiswa sebagai bagian dari penguatan pembelajaran
literasi dan numeris di SD dan SMP seluruh Indonesia menjadi mitra guru dan
sekolah dalam melakukan kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran. Mahasiswa
akan ditempatkan di SD dan SMP sedekat mungkin dengan wilayah domisili
mahasiswa dan mobilitas perpindahan dilakukan dengan protokol kesehatan yang
ketat. Batas pendaftaran Kampus Mengajar Angkatan 2 ini pada tanggal 5 Juli 2021.
Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka mendapat respons bukan hanya di
dalam negeri tetapi juga di luar negeri yang tertarik dengan konsep yang dicanangkan
oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
Teknologi. Kampus tidak hanya dibatasi oleh dinding-dinding kampus, tidak hanya di
kampus-kampus, tapi kampus sesungguhnya adalah kampus kehidupan. Kampus
kehidupan adalah kampus yang ada di masyarakat, kampus yang nyata, kampus yang
betul-betul berdimensi dan berkehidupan bermasyarakat.
Hakikat pendidikan adalah untuk memartabatkan kehidupan dan memanusiakan
manusia atau itulah hakikat dari Kampus Merdeka, dan Kampus Merdeka sebagai
kampus kehidupan sebagai kampus kehidupan mengantarkan mahasiswa menjadi
sosok-sosok yang bisa mempertahankan kehidupannya. Para dosen pembimbing dan
ketua jurusan mengajak para mahasiswa sekarang untuk mengikuti Program Kampus
Mengajar dan Pertukaran Mahasiswa Merdeka, inilah saatnya Indonesia melompat ke
depan dalam berbagai aspek, salah satunya aspek pendidikan. Dengan dikeluarkannya
kebijakan merdeka belajar ini, diharapkan bisa memperbaiki kurikulum sebelumnya
seperti KTSP dan kurikulum 2013 demi tercapainya tujuan pendidikan Indonesia.
Peluang Sejarah Publik di Program Kampus Merdeka
Kemunculan sejarah publik memberi angin segar menampilkan sejarah dalam
bentuk yang disesuaikan dengan “selera pasar”. Selera pasar penuh varian dan
mengikuti arah ketertarikan masyarakat dalam membangun kembali sejarahnya.
Untuk itu, keberadaan dan keikutsertaan sejarawan mengembalikan sejarah ke publik
tentu saja mempunyai arti penting, dan varian sejarah yang dihadirkan semakin
mengintegrasikan mereka pada sejarah yang dekat dengan kehidupannya.
Sejarah adalah milik masyarakat, maka sudah saatnya masyarakat ikut mengambil
peran dalam menyebarkan pesan-pesan sejarah yang dipetik dari setiap kejadian
dalam kehidupan mereka. “Masyarakat sejarah” itu disebut juga dengan kelompok,
komunitas, dan Publik. Istilah-istilah ini memperlihatkan bahwa ada banyak variasi
dari struktur masyarakat yang berbeda berdasarkan umur, jenis kelamin, strata sosial,
etnisitas, tempat tinggal, pendidikan, peminatan/hobi, pengalaman hidup, dan
sebagainya. Kelompok-kelompok ini merupakan target audiensi/kelompok sasaran
dari sejarah publik, sekaligus sebagai pembeda sejarah publik dengan sejarah
akademik, yang lebih dikhususkan untuk kalangan akademi.
Di Indonesia, beberapa kelompok, komunitas yang giat berperan aktif dalam
sejarah publik misalnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sadar sejarah,
dan Masyarakat Pencinta Sejarah (Historical Society). Pada umumnya kelompok ini
bergerak di luar institusi resmi (pemerintah). Beberapa lembaga itu sudah punya
nama, sebut saja Komunitas Bambu, Majalah Historia (Online), dan Institut Sejarah
Sosial Indonesia (ISSI).
Peran kelompok komunitas tersebut telah membantu dalam memberi tafsiran dan
analisis terhadap berbagai kejadian masa lalu masyarakat, sehingga pemahaman
sejarah pun berkembang tidak lagi kumpulan fakta dan hafalan masyarakat. Mereka
juga menyajikan berbagai cerita sejarah penuh kesan, memikat hati, menyenangkan,
sehingga pesan-pesan yang termuat dari setiap kejadian dengan mudah dipahami dan
dimengerti oleh masyarakat.
Daya pikat sejarah publik tidak saja berasal dari gaya bercerita atau narasi yang
disampaikan, namun juga dari tampilan sejarah publik itu yang berkembang seiring
dengan kemajuan teknologi. Hal ini memperkaya produk sejarah dan lahirnya karya
sejarah sedemikian rupa, seperti bentuk relief, diorama, dokumenter, website, dan
blog sejarah. Dalam konteks tertentu, keadaan ini membuka peluang bagi
pengembangan sejarawan, baik murni atau pun terapan. Sejarah adalah studi ilmu
yang sangat terbuka untuk semua kalangan Keterbukaan sejarah yang bisa digarap
oleh berbagai komunitas dan individu.
Di luar sisi akademis (memberi indikasi bahwa banyak porsi sejarah dikerjakan
oleh kelompok di luar bidang sejarah), misalnya skenario film, Historical Monument,
Historical site (membuat sejarah dari sumber kesejarahan dan menggambarkan
kejadian-kejadian, bentuk-bentuk rumah, gaya, dan seterusnya). Belum lagi sejarah
yang dihidupkan di media, seperti cerita-cerita petualangan, wisata kuliner, film
dokumenter, tentang mesjid, dan museum. Semua ini menjadi pertanda, sejarah
benar-benar lahir dalam bentuk baru. Sehubungan dengan itu, mau tak mau sejarawan
mesti pandai membaca pasar dan mengembangkan kariernya dengan menambah
keahlian di luar bidang sejarah itu sendiri, dalam arti lain “sejarawan plus”.
Berbagai kegiatan dari kelompok, komunitas, dan publik di atas mempunyai
tujuan melibatkan masyarakat. Sejarah publik memang bertujuan mengajak
masyarakat ikut berpartisipasi, bertujuan untuk pendidikan, pemeliharaan memori
masyarakat, dan bertujuan untuk konstruksi identitas, yang bisa saja semua itu
merupakan sebuah kebenaran. Metode yang digunakan dalam sejarah publik bersifat
unconventional, yang ukuran keilmiahannya belum disepakati bersama, seperti
peristiwa dan format presentasinya, rekonstruksi kesusastraannya, keindahannya dan
empati atau penekannya. Keadaan ini dapat dipahami mengingat produk-produk dan
praktik-praktik dari sejarah publik itu selama ini.
Program Kampus Merdeka juga membuka kesempatan untuk dilakukannya kerja
sama antara jurusan Pendidikan Sejarah atau Ilmu Sejarah dengan museum, program
kerja sama yang dicanangkan oleh mahasiswa dan pihak museum tentu akan
membawa dampak yang sangat baik kepada sejarah publik, membuat masyarakat
senyaman mungkin ketika mengunjungi museum dan tidak hanya sebuah bahan
rekreasi tetapi juga refleksi dan edukasi bagi masyarakat luas.
Tentu museum bukanlah bahan pokok yang pastinya semua orang menginginkan
dan membelinya setiap hari, namun pelan tapi pasti museum turut andil dalam
kemajuan edukasi yang lebih besar kepada masyarakat umum dan sejarah publik.
Bukan tanpa alasan, hal ini didorong oleh program kampus merdeka yang
dicanangkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia yaitu
Nadiem Makarim.
Museum telah lama menjadi tempat belajar masyarakat. Program Merdeka Belajar
saat ini kembali menekankan peran museum sebagai sarana belajar dan memenuhi
rasa ingin tahu siswa. Dengan belajar di perguruan tinggi yang lebih unggul pada
kompetensi tertentu, mahasiswa memiliki kesempatan berinovasi dengan kreatif agar
secepatnya mampu menyejajarkan diri dengan mahasiswa di perguruan tinggi
lainnya, khususnya di kawasan ASEAN. “Perguruan tinggi diharapkan dapat
memberi peluang lebih besar kepada mahasiswa untuk menggali dan
mengembangkan potensinya secara luas dan terbuka melalui kegiatan dan
pembelajaran inovatif menggunakan teknologi informasi dan kemajuan teknologi
lainnya.

SIMPULAN
Sejarah publik adalah lingkup luas aktivitas yang dilakukan oleh orang dengan
keahlian dalam disiplin ilmu sejarah dan secara umum bekerja di luar lingkungan
akademis khusus. Praktik sejarah publik sangat berkaitan dengan bidang pelestarian
kesejarahan, ilmu kearsipan, sejarah lisan, kurator museum, dan bidang terkait
lainnya.
Bidang ini menjadi semakin terspesialisasi di Amerika Serikat dan Kanada sejak
akhir 1970-an. Sebagian besar lingkungan umum untuk praktik sejarah publik adalah
museum, rumah bersejarah dan tempat bersejarah, taman, lokasi pertempuran, arsip,
perusahaan film dan televisi, dan semua tingkat pemerintahan.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim mengeluarkan empat
kebijakan Merdeka Belajar di lingkup pendidikan tinggi bernama “Kampus
Merdeka”. Kebijakan Kampus Merdeka merupakan langkah awal dari rangkaian
kebijakan untuk perguruan tinggi. Politik yang harus dijalankan oleh kementerian
pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia adalah politik ruang dikarenakan
sejarah publik adalah sebuah kontestasi ruang, ruang yang sebenarnya masyarakat
kecil miliki itu tidak dimiliki oleh mereka lagi.
Ketika mereka melihat ruang tersebut habis dan hidup mereka semakin menderita,
tentu jelas yang mereka bisa lakukan hanya menjalankan ritual-ritual kebudayaan asal
mereka, menggedor akhirnya mereka menggedor sebagai upaya menjaga identitas
diri. Dalam hal ini gedoran itu menurut kami para akademisi harus dibaca oleh
banyak orang di luar akademisi sebagai suatu berita sandi, bahwa ada cara berpikir
kita yang salah selama ini ketika melihat sejarah.
Lalu dalam periode yang panjang, pemikiran kolonial itu tetap dan terus hidup,
kampung itu beban, atau kampung itu biang masalah dan sejarah publik contohnya
adalah pelabuhan Karangantu misalnya yang terbesar di Asia Tenggara pada waktu
dahulu yang memiliki perjalanan sejarah yang panjang, harus mewakili sebuah
kebesaran yang terbesar di Asia Tenggara itu. Kampung tidak patut dan tidak cocok
untuk mewakili itu, di titik itu saja menurut akademisi sudah tidak adil.
Era globalisasi saat ini, mengelola bangsa yang besar seperti Indonesia tentu
bukan merupakan hal yang mudah. Globalisasi menjadi bagian dari tantangan yang
bersifat eksternal, bahkan ancaman yang datang dari berbagai budaya dan suku yang
bersifat internal. Perguruan tinggi harus mempersiapkan diri baik secara sumber daya
manusia maupun fasilitas, serta merancang kurikulum yang tepat dan sesuai dengan
kebutuhan zaman.
Tantangan yang akan dihadapi di antaranya akan adanya kemungkinan kesulitan
dalam penanganan administrasi mahasiswa yang pindah dari satu prodi ke prodi
lainnya, atau bahkan dari satu kampus ke kampus lainnya, terkait hal lainnya, akan
ada pula perbedaan standar penilaian antara satu perguruan tinggi dengan perguruan
tinggi lainnya.
Tantangan berikutnya, mahasiswa kemungkinan tidak bisa bebas memilih mata
kuliah, karena harus ada pemahaman terhadap pengantar mata kuliah dalam suatu
prodi tertentu. Tantangan lainnya, kompetensi lulusan menjadi lebih generalis dan
kurang spesifik dalam keilmuannya.
Konsep kampus merdeka juga menghadapi tantangan dan boleh jadi akan berjalan
kurang maksimal mengingat ketimpangan kualitas perguruan tinggi di Indonesia
masih sangat tinggi. Daya pikat sejarah publik tidak saja berasal dari gaya bercerita
atau narasi yang disampaikan, namun juga dari tampilan sejarah publik itu yang
berkembang seiring dengan kemajuan teknologi. Hal ini memperkaya produk sejarah
dan lahirnya karya sejarah sedemikian rupa, seperti bentuk relief, diorama,
dokumenter, website, dan blog sejarah.
Program Kampus Merdeka juga membuka kesempatan untuk dilakukannya kerja
sama antara jurusan Pendidikan Sejarah atau Ilmu Sejarah dengan museum, program
kerja sama yang dicanangkan oleh mahasiswa dan pihak museum tentu akan
membawa dampak yang sangat baik kepada sejarah publik, membuat masyarakat
senyaman mungkin ketika mengunjungi museum dan tidak hanya sebuah bahan
rekreasi tetapi juga refleksi dan edukasi bagi masyarakat luas.
Tentu museum bukanlah bahan pokok yang pastinya semua orang menginginkan
dan membelinya setiap hari, namun pelan tapi pasti museum turut andil dalam
kemajuan edukasi yang lebih besar kepada masyarakat umum dan sejarah publik.
Bukan tanpa alasan, hal ini didorong oleh program kampus merdeka yang
dicanangkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia yaitu
Nadiem Makarim.
Museum telah lama menjadi tempat belajar masyarakat. Program Merdeka Belajar
saat ini kembali menekankan peran museum sebagai sarana belajar dan memenuhi
rasa ingin tahu siswa. Dengan belajar di perguruan tinggi yang lebih unggul pada
kompetensi tertentu, mahasiswa memiliki kesempatan berinovasi dengan kreatif agar
secepatnya mampu menyejajarkan diri dengan mahasiswa di perguruan tinggi
lainnya, khususnya di kawasan ASEAN.

DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku:
J Toynbee, Arnold. 2021. “A Study Of History Buku Babon Studi Sejarah”. Bantul,
Yogyakarta: Indoliterasi.
Sayer, Faye. “Sejarah Publik, Sebuah Panduan Praktis”. Sleman, Yogyakarta:
Ombak.

Referensi Internet:
Setyowati, Agnes. 2020. “Merdeka Belajar – Kampus Merdeka: Antara Peluang dan
Tantangan”. [Online]
https://www.kompas.com/edu/read/2020/09/15/094940671/merdeka-belajarkampus-
merdeka-antara-peluang-dan-tantangan?
page=all&jxconn=1*1cflwuy*other_jxampid*Q21yZU84dkVmRWZuN1JjMlZNWV
ljMGQwajVzREpkU3Bnc2dLQjFWWlcwa0luY0lQWVg0MVdWOENld3JoZXdXU
w..#page2 diakses pada 15 Oktober 2021.
Komalasari, Siti. 2021. “Terobosan Baru Pendidikan Indonesia: Merdeka Belajar”.
[Online] https://m.kumparan.com/sitik4700/terobosan-baru-pendidikan-indonesia-
merdeka-belajar-1w8CBw0BpuZ diakses pada 15 Oktober 2021.
Sulaeman, Achdijat. 2016. “TANTANGAN BUDAYA NASIONAL INDONESIA
DI ERA GLOBALISASI”. Bandung: Universitas Al-Ghifari. [Online]
http://repository.unfari.ac.id/xmlui/handle/123456789/24 diakses pada 27 Oktober
2021.
Al Mudra, Mahyudin. 2008. “WARISAN BUDAYA DAN MAKNA
PELESTARIANNYA”. [Online] http://www.pda.or.id/pustaka/books-detail.php?
id=20080176 diakses pada 27 Oktober 2021.
Kemendikbud. 2021. “Pertukaran Mahasiswa Merdeka Tanamkan Cinta Tanah Air
dan Kuatkan Kompetensi Mahasiswa”. [Online]
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2021/04/pertukaran-mahasiswa-merdeka-
tanamkan-cinta-tanah-air-dan-kuatkan-kompetensi-mahasiswa diakses pada 27
Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai