Anda di halaman 1dari 15

Soekarno Dalam Kancah Politik Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia

Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia

Dosen Pengampu : Arif Permana Putra, M. Pd.

Disusun Oleh :

Muhammad Ibnu Fadillah

(2288190031)

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Jurusan Pendidikan Sejarah
2021
Kata Pengantar
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai Soekarno Dalam Kancah
Politik Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arif Permana Putra, M. Pd., selaku
Dosen Pengampu dan Pembimbing Mata Kuliah Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat dimasa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Jakarta, 18 November 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pergerakan Nasional atau Pergerakan Kebangsaan adalah salinan dari bahasa Belanda
Nationalistiche Beweging atau bahasa Inggris National Movement. Di sini terdapat dua
patah kata yaitu Pergerakan dan Nasional. Istilah pergerakan dalam hal ini mempunyai arti
khusus, yaitu suatu gerak yang menuju kemerdekaan. Selanjutnya, istilah nasional dalam hal
ini (nation artinya: bangsa, nasional; artinya kebangsaan) mengandung arti, bahwa
walaupun yang bergerak tidak seluruh bangsa itu, asal yang bergerak itu adalah golongan
yang nantinya menentukan nasib bangsa itu sebagai keseluruhan, maka ini dinamakan
kebangsaan (nasional).
Jadi yang dimaksud dengan Pergerakan Nasional, ialah geraknya bangsa itu, walaupun
yang bergerak itu sebagian, asal menentukan nasib bangsa itu sebagai keseluruhan, menuju
tujuan yang tertentu, yaitu kemerdekaan. Dalam gerak ini, maka kesetiaan diletakkan pada
kepentingan bangsa itu sendiri.
Pergerakan Nasional yang terjadi di dalam sejarah Indonesia berlangsung dalam masa
penjajahan. Tujuannya ialah untuk menumbangkan penjajahan itu sendiri, demi
kemerdekaan yang diidam-idamkannya.
Dalam alam kemerdekaan, dapat pula tumbuh gerakan-gerakan, seperti gerakan hidup
baru atau gerakan pembangunan. Tujuannya tidak lagi pada masalah pencapaian
kemerdekaan, tetapi masalah mengisi kemerdekaan itu.

Pergerakan Nasional Indonesia Dalam Sejarah Indonesia


Pergerakan Nasional, seperti disebutkan di atas bertujuan untuk mencapai kemerdekaan,
untuk seluruh bangsa Indonesia. Jadi bukan hanya untuk wilayah kerajaan, daerah, atau
pulau yang tertentu, tetapi wilayah Indonesia yang didiami oleh bangsa Indonesia sebagai
suatu keseluruhan. Masa ini berlangsung dari tahun 1908 sampai runtuhnya Belanda di
Indonesia pada tahun 1942.
Mula-mula pendukung gerakan itu jumlahnya sedikit. Jumlah ini merupakan minoritas
yang militan. Pengaruhnya kemudian berkembang, yang makin lama makin banyak diikuti
orang. Ide-idenya diterima orang dan makin lama pengikutnya bertambah banyak.
Peristiwa seperti itu tidak kita jumpai dalam masa sejarah sebelumnya. Abad XIX dan
masa-masa sebelumnya mempunyai corak yang berbeda dengan masa Pergerakan Nasional
tersebut. Ciri khusus pergerakan nasional, ialah adanya organisasi-organisasi modern seperti
partai-partai politik dan gerakan-gerakan sosial lainnya dengan program aksinya masing-
masing.
Pergerakan Nasional dan Perjuangan Nasional
Kata Perjuangan lebih luas maknanya dari kata Pergerakan. Saat ini, setelah Indonesia
merdeka, Perjuangan Nasional itu masih berlangsung. Tujuannya untuk mengisi
kemerdekaan itu sendiri. Kemerdekaan bangsa itu harus diisi dengan kemakmuran dan
kesejahteraan.
Masa Pergerakan Nasional, merupakan Perjuangan Nasional, sebab tujuannya ialah
memperjuangkan nasib bangsa untuk mencapai kemerdekaan. Dengan demikian, dalam
makna ini, Pergerakan Nasional termasuk dalam Perjuangan Nasional. Malahan sebelum itu
pun terdapat pula Perjuangan Nasional, walaupun dalam bentuk yang sangat samar-samar
sekali. Sebab, predikat nasional harus mencakup persoalan bangsa sebagai suatu
keseluruhan. Kalau persoalannya hanya terbatas pada suatu kerajaan, suatu pulau, suatu
daerah, atau sebagian wilayah Indonesia yang tertentu saja, maka hal itu belum dapat
dimasukkan dalam kategori nasional.
Walaupun tuntutan pengertian nasional seperti itu, bila saja persoalannya sudah
menyangkut dan mempengaruhi sebagian besar dari bangsa itu sendiri, maka persoalan itu
sudah merupakan persoalan nasional. Bangsa dapat diumpamakan sebagai badan manusia.
Sebagian saja dari badan itu sakit, mengakibatkan seluruh badan itu merasakannya. Sesuai
dengan arti ini, maka kejadian-kejadian pada masa lampau, seperti adanya perlawanan
terhadap VOC, walaupun yang berjuang itu suatu kerajaan, daerah, atau pulau yang
tertentu, maka sudah dapat dimasukkan dalam pengertian Perjuangan Nasional. Dengan
demikian maka pengertian tersebut dapat menjangkau makna yang luas.

Pengertian Bangsa
Bangsa Indonesia
Indonesia sebagai satu bangsa, tetap ada, walaupun dalam waktu yang lama peranannya
sebagai satu bangsa yang merdeka sudah tidak ada lagi. Negara Indonesia atau negara-
negara di Indonesia yang berdaulat atas diri sendiri, telah dimatikan oleh penjajah. Bangsa
Indonesia itu sendiri, tetap ada, sebagai suatu kesatuan dan keseluruhan. Muh. Yamin
mempergunakan istilah bangsa budaya ketika Indonesia dijajah, dan setelah merdeka
dinamakan bangsa negara, karena telah mempunyai negara sebagai perumahannya.
Di atas telah disinggung tentang istilah Bangsa Indonesia. Mengenai masalah bangsa ada
beberapa teori, antara lain sebagai berikut:
1. Cultuur-natie theorie (teori bangsa berdasarkan kebudayaan). Menurut teori ini, bangsa
ialah sekelompok manusia yang mempunyai persamaan kebudayaan.
2. Staats-natie theorie (teori bangsa berdasarkan negara). Menurut teori ini, bangsa ialah
sekelompok manusia yang hidup di dalam lindungan satu negara.
3. Gevoels-en wils-theorie (teori bangsa berdasarkan perasaan dan kemauan). Menurut
teori ini bangsa ialah sekelompok manusia yang mempunyai persamaan dan kemauan untuk
hidup bersama. Teori ini disokong oleh Ernest Renan, seorang Guru Besar di Universitas
Paris.
Di antara ketiga teori di atas, teori yang ketigalah yang mendekati pengertian mengenai
apa yang disebut bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia, adalah sekelompok manusia yang
mempunyai keinginan untuk hidup bersama karena nasib yang sama, berdiam di suatu
wilayah (Sabang-Merauke). Dengan demikian, batasan mengenai bangsa atas dasar
pendapat yang lain selalu terbuka untuk dikaji secara lebih mendalam.

Bangsa dan Ras


Erat hubungannya dengan masalah bangsa, ialah masalah ras. Secara umum masalah ini
dijawab oleh Lothrop Stoddard, sebagai berikut, "Bangsa ialah pengertian politik dan ras
ialah pengertian antropologis" (nationality is what people politically think they are, race is
what people anthropologically really are).
Dalam pengertian antropologi, yang dimaksud dengan ras ialah sekelompok manusia yang
mempunyai ciri-ciri jasmaniah yang sama meliputi warna kulit, bentuk hidung, mata dan
kepala. Dengan demikian dikenallah adanya ras kulit putih, merah, kuning, sawo matang dan
hitam. Berpegang pada pengertian ini, maka bangsa Indonesia di dalam pengertian politik,
terdiri dari lebih dari satu ras.
Kesadaran Nasional
Berkenaan dengan masalah waktu, dapat dipertanyakan tentang kapankah sebetulnya
timbul kesadaran nasional di dalam sejarah Indonesia. Dapatkah disebutkan bahwa
kesadaran itu baru tumbuh sejak didirikannya Boedi Oetomo atau sejak Perhimpunan
Indonesia melancarkan istilah Indonesia, ataukah sejak Sumpah Pemuda. Menentukan
kepastian tentang masalah ini tidaklah mudah, karena hal tersebut merupakan gejala
kemasyarakatan. Kapan persisnya timbul sukar ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan
proses pertumbuhan. Sejarah, bukanlah ilmu yang eksak, yang dapat menentukan tanggal,
atau harinya suatu gejala itu tumbuh di dalam geraknya masyarakat. Sejak imperialisme
datang ke Indonesia, gejala-gejala itu sudah ada, hanya saja bentuknya yang samar-samar.
Ia mengalami proses perkembangan untuk mendapatkan bentuknya yang lebih nyata
kemudian.
Sejak kekuasaan asing menancapkan kuku kekuasaannya di wilayah Indonesia, maka sejak
itu pula timbul perlawanan bangsa kita. Kalau yang diduduki itu suatu kerajaan, atau daerah,
atau pulau, maka rakyat yang tinggal di kerajaan itu, atau daerah atau pulau tersebut,
mengadakan perlawanan. Pemimpin perlawanan itu dapat datang dari golongan raja,
bangsawan, ulama atau petani.
Corak perlawanan pada masa-masa sebelum abad XX adalah sporadis. Kelompok yang satu
terpisah dengan yang lainnya. Terpisahnya yang satu dengan yang lainnya itu, merupakan
kesempatan yang baik bagi penjajah untuk mematahkan perlawanan itu satu persatu, atau
mengadu domba yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikenal dengan istilah divide et
impera atau divide and rule. Fakta ini harus dipahami sebagai suatu pelajaran yang berguna
untuk dihindarkan dalam masa-masa yang akan datang.
Hakikat dari penjajahan atau imperialisme adalah penindasan dan pemerasan. Bangsa
Indonesia merasakan kekejaman ini. Penderitaan itu memang tidak merata dirasakan oleh
seluruh bangsa kita. Ada daerah yang secara intensif diperasnya, ada pula daerah yang
kurang intensitasnya. Bagaimanapun juga, bangsa sebagai keseluruhan merasakan beban
yang dipikulkan oleh penjajah itu.
Pada akhir abad XIX, pemerasan penjajahan dilakukan secara lebih intensif. Keuntungan
akan hasil tambang dan perkebunan, memerlukan suatu administrasi yang rapi. Keuntungan
dan kerapian administrasi ini terjalin dengan eratnya. Pada permulaan abad XX, reaksi atas
penindasan dan pemerasan itu lebih nyata mendapatkan bentuknya, sehingga kebangkitan
bangsa ini tidak dapat dibendung lagi oleh siapa pun juga.
Dengan bermacam cara, kebangkitan itu mencari bentuknya. Mungkin berbentuk partai
politik, gerakan pemuda, gerakan wanita, gerakan kepanduan, gerakan agama, atau gerakan
pendidikan, namun pada hakikatnya gerakan itu mengalir pada suatu tujuan, yaitu
kebebasan atau kemerdekaan. Istilah kemerdekaan mungkin diganti dengan istilah lain
seperti Indonesia Moelia atau Indonesia Jaya, namun hakikat kebebasan itu tetap melekat
padanya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan politik pada masa Pergerakan Nasional Indonesia ?
2. Bagaimana proses perjuangan politik Soekarno sebagai pemimpin nasional
dalam pergerakan politik Indonesia tahun 1927-1931 ?
3. Bagaimana dampak perjuangan politik Soekarno dalam kancah Pergerakan
Nasional Indonesia tahun 1927-1931 ?

C. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mendeskripsikan dan menganalisis keadaan politik pada masa Pergerakan
Nasional Indonesia.
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses perjuangan Soekarno
sebagai pemimpin nasional dalam pergerakan politik Indonesia tahun 1927-
1931.
3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis dampak perjuangan Politik
Soekarno dalam kancah pergerakan nasional Indonesia tahun 1927-1931.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. ini diharapkan dapat menambah kepustakaan khususnya karya ilmiah dan
dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa lain dalam melakukan
penulisan historis dan sebagai bahan dasar bagi penulisan lanjutan mengenai
Soekarno Dalam Kancah Politik Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia.
2. Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan Ilmu pengetahuan
mengenai Soekarno Dalam Kancah Politik Pada Masa Pergerakan Nasional
Indonesia. Selain itu penulisan ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi
tambahan bagi penulisan historis.

3. Penulisan ini diharapkan dapat menambah referensi lanjutan mengenai


Soekarno Dalam Kancah Politik Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia
dan diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang bagaimana
Soekarno Dalam Kancah Politik Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia
pada masa lampau, yang kini sekiranya dapat dicontoh. Bagaimana semangat
perjuangan untuk mengisi kemerdekaan seluruh Indonesia.
4. Penulisan ini akan menambah pengetahuan dan pengalaman baru bagi
penyusun. Selain itu dapat menambah keterampilan penyusun dalam menulis
karya ilmiah. Melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai
sumber, serta memperluas cakrawala ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keadaan Politik Pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia

Bangsa kita telah tertindas cukup lama akibat kolonialisme yang dilakukan oleh bangsa
Barat. Akibatnya, muncullah perlawanan-perlawanan dari berbagai daerah di Nusantara
seperti Sultan Hasanuddin di Makassar, Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien di Aceh, Sultan
Ageng Tirtayasa di Banten, Pattimura di Maluku, dan masih banyak lagi perlawanan –
perlawanan yang dilakukan oleh pemimpin daerah terhadap kolonialisme dan imperialisme
Kerajaan Belanda.
Namun, perlawanan dari daerah-daerah tersebut terbilang masih belum bisa mengusir
penjajah dari Tanah Air kita. Pasalnya, kekuatan kita saat itu masih terpecah-belah akibat
hanya berjuang untuk daerahnya masing-masing. Politik adu domba yang dilakukan oleh
pemerintahan Hindia-Belanda juga menambah parah keadaan persatuan kala itu.
Penindasan yang dilakukan oleh para kompeni berangsur-angsur mulai berkurang. Berkat
Kebijakan Politik Etis atau Politik Balas Budi yang dilakukan oleh pemerintah Hindia-Belanda
dibidang Edukasi, Irigasi dan Imigrasi. Dikarenakan kebijakan politik etis dibidang edukasi
banyak lahir anak-anak Bumiputera yang memiliki wawasan dan pemikiran untuk
mempersatukan bangsa ini.
Hingga pada tahun 1908, lahirnya sebuah organisasi yang menjadi pemrakarsa pergerakan
nasional untuk meraih kemerdekaan. Organisasi tersebut adalah Boedi Oetomo, sebuah
wadah bagi anak-anak STOVIA untuk saling bertukar pikiran dan ide.
Boedi Oetomo merupakan sebuah organisasi pelajar yang didirikan oleh dr. Sutomo dan
para mahasiswa STOVIA. Organisasi ini didirikan di Jakarta pada 20 Mei 1908. Namun
organisasi Boedi Oetomo bukan bersifat politik, melainkan hanya bersifat sosial, ekonomi,
kebudayaan, dan pendidikan.
Meskipun tidak terjun ke bidang politik, Boedi Oetomo cukup menjadi pemantik semangat
perjuangan kemerdekaan bagi anak-anak bangsa lainnya. Hal tersebut terbukti dengan
lahirnya organisasi-organisasi lain yang terjun di bidang politik sepeti Sarekat Islam, Indische
Partij, Muhammadiyah, Partai Komunis Indonesia, Partai Nasional Indonesia, Pendidikan
Nasional Indonesia, gerakan – gerakan wanita, dan masih banyak lagi organisasi – organisasi
yang bermunculan setelahnya.
Selain menjadi pemantik api perjuangan, lahirnya Boedi Oetomo juga menandai
berakhirnya masa perjuangan yang bersifat kedaerahan dan mulai menuju era perjuangan
yang bersifat nasional. Perlawanan dengan fisik pun berangsur-angsur beralih ke
perlawanan secara diplomatis.
Ada dua jenis faktor yang membuat pergerakan nasional ini dimulai, yaitu faktor dari
dalam negeri dan faktor dari luar negeri.
1. Faktor dari dalam negeri
Faktor ini berasal dari hati dan sanubari rakyat Indonesia itu sendiri dalam usaha
membebaskan diri dari belenggu kolonialisme yang dilakukan oleh para penjajah. Beberapa
contohnya seperti Adanya tekanan dan penderitaan yang terus-menerus akibat penjajahan,
adanya rasa kesadaran nasional dan harga diri bangsa, serta rasa senasib-sepenanggungan
yang dirasakan bersama sehingga timbul semangat bersatu membentuk negara.
2. Faktor dari luar negeri
Faktor dari luar negeri pengaruhnya tidak sekuat faktor dalam negeri. Namun, meski
begitu tetap saja terdapat hal-hal yang mendukung munculnya pergerakan nasional.
Beberapa di antaranya seperti kebijakan Politik Etis yang membuat anak-anak bumiputera
mengenyam pendidikan, munculnya paham liberalisme dan hak asasi manusia pasca
kemerdekaan Amerika dan Revolusi Prancis, kemenangan Jepang atas Rusia di tahun 1905
yang membangkitkan rasa percaya diri bangsa Asia-Afrika untuk lepas dari penjajahan
bangsa Barat, dan masih banyak lagi.
Setelah lahirnya era pergerakan nasional, semangat juang putra dan putri bangsa semakin
meningkat tajam. Perlawanan – perlawanan secara diplomatis terus dilakukan demi satu
tujuan, yakni Indonesia merdeka.

Peranan Kota Dalam Pergerakan Nasional Indonesia


Sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani. Desa adalah basis masyarakat. Sejalan
dengan peranan kekuasaan asing di Indonesia, khususnya kegiatan dalam lapangan
perekonomian, tumbuhlah kota – kota. Kota sebagai tempat tinggal, pusat kegiatan
transaksi perdagangan dan sebagai pusat pendidikan, membawa pengaruh yang besar sekali
pada pertumbuhan Pergerakan Nasional kita.
Kota – kota besar di Jawa, peranannya sangat besar bagi kebangkitan nasional itu. Di kota-
kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Semarang dan Surabaya inilah
terdapat lembaga-lembaga pendidikan. Bermacam-macam suku bangsa Indonesia,
mengikuti pelajaran di tempat-tempat tersebut. Mereka merupakan lapisan kaum
intelektual. Akibatnya, perasaan terikat sebagai satu bangsa pada lapisan kaum intelektual
itu cepat berkembang. Kaum intelektual inilah pendukung yang paling besar dalam
Pergerakan Nasional Indonesia.
Kaum Intelektual dan Pergerakan Nasional Indonesia
Pendukung nasionalisme itu mula – mula ialah kaum intelektual tersebut. Mereka
pendukung yang aktif dan merupakan lapisan yang mula-mula paling menyadari arti
kedudukannya dalam stelsel kolonial. Mereka merasakan ketidakadilan yang menimpa
dirinya dan mengetahui apa artinya imperialisme itu. Mereka menyadari bahwa melawan
imperialisme harus melalui himpunan tenaga dari seluruh kekuatan bangsa.
Demikianlah Pergerakan Nasional itu inherent dengan peranan kaum intelektual yang
sedang bangkit. Kaum intelektual di kota-kota besar memegang peranan besar dalam
menentukan arus Pergerakan Nasional kemudian.

B. Proses Perjuangan Politik Soekarno


Soekarno yang semasa mudanya telah merasakan perlakuan diskriminasi dalam dunia
pendidikan oleh orang-orang kolonial Belanda telah melahirkan jiwa nasionalismenya.
Pengaruh H.O.S. Tjokroaminoto sebagai tokoh Sarekat Islam telah mendorong tekad
Soekarno untuk turut serta terjun dalam kancah pergerakan politik nasional. Pendidikan
Barat yang didapatnya telah memperluas wawasan pengetahuan dan mematangkan
jiwanya. Darah pemimpin dan pejuang yang telah dimiliki semakin menguatkan dirinya
untuk membentuk sebuah partai sendiri. Partai politik yang akan memperjuangkan nasib
bangsa Indonesia untuk lepas dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

1. Soekarno mendirikan PNI


Pada bulan April 1927, Soekarno mengumpulkan teman-temannya untuk mendirikan
sebuah partai politik. Langkah pertama yang ia lakukan adalah membentuk komisi
persiapan. Adapun anggotanya antara lain: Iskaq Tjokrohadisuryo, Samsi Satrowidagdo,
Sartono, Anwari Boediarto, Soenardjo dan Tjipto Mangunkusomo. Akan tetapi, Tjipto
Mangunkusumo tidak menyetujui ide Soekarno untuk mendirikan sebuah partai. Alasannya
Karena sudah ada perkumpulan studi umum yang baru saja didirikan. Di samping itu, asas
perjuangan partai yang tidak mau bekerjasama dengan pihak kolonial juga menjadi
penyebab penolakannya. Soekarno tetap pada pendiriannya dan tidak memedulikan
ketidaksetujuan dari Tjipto Mangunkusumo.
Dengan dukungan enam sahabatnya, Soekarno dengan keputusan bulat mendirikan
sebuah partai. Pada tanggal 4 Juli 1927 bertempat di rumahnya Iskaq Tjokroadisuryo yang
terletak di Jalan Regentsweg didirikan Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). Soekarno
terpilih menjadi ketua dewan pengurus umum PNI yang pertama kali.
Kedudukan Soekarno sebagai ketua dewan pengurus umum PNI kemudian segera
menyusun program perjuangan partai. Adapun program dari PNI tertuang dalam pasal 2
anggaran dasarnya yang merumuskan tujuannya utamanya adalah kemerdekaan Indonesia
sepenuhnya. Sedangkan pasal 3 berisikan tentang kerja sama dengan semua organisasi di
Indonesia untuk mencapai tujuan yang sama yaitu Indonesia merdeka.
Garis perjuangan PNI adalah nonkooperasi dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Orang-orang yang mendengar dan mengetahui tujuan PNI untuk mencapai kemerdekaan
sepenuhnya merasa gemetar. Politik Soekarno ini tergolong sangat radikal dan terbuka.
Baru PNI yang secara terang-terangan mengungkapkan tujuannya tanpa ada yang
disembunyikan.
Berbeda dengan organisasi-organisasi pergerakan sebelumnya yang menyembunyikan
sebagian tujuannya. Hal ini dikarenakan supaya tidak dihambat oleh pemerintah kolonial
Belanda. Soekarno sangat tegas dan berani dalam berpolitik dan tetap pada pendiriannya,
yaitu Indonesia merdeka.
Indonesia merdeka menjadi tujuan dari perjuangan politik PNI. Orang-orang dekat
Soekarno merasa khawatir dengan sikap politik ini. Mereka berusaha untuk menasihatinya
agar melunak dalam perjuangannya dengan alasan rakyat belum siap, dan tidak mungkin
lakukan segera. Cita-cita politiknya dinilai keras dan terburu-buru dan akan dihancurkan
dengan cepat sebelum PNI berkembang.
Pertama harus membangun persatuan nasional secara perlahan-lahan. Saat itu rakyat
belum bersatu karena rakyat banyak memiliki ideologi. Soekarno kemudian mengatakan:
“Memang benar rakyat belum bersatu, akan tetapi jangan secara pelan bangsa ini
mengusahakan persatuan nasional. Bukankah 350 tahun sudah cukup perlahan! Bangsa ini
harus bergerak cepat, kalau secara perlahan akan memakan waktu beberapa generasi”.
Soekarno kembali menegaskan bahwa Indonesia harus merdeka secepat mungkin baru
memikirkan yang lainnya. Berdirinya PNI telah membawa nuansa baru dalam pergerakan
politik di Indonesia. Secara perlahan-lahan tetapi pasti gerakan nasionalis di Indonesia yang
dulunya dipegang oleh H.O.S. Tjokroaminoto dengan Sarekat Islamnya beralih kepada
mantan anak didiknya. Perjuangan PNI sangat tegas dalam. Membela nasib kaum Marhaen
yang tertindas oleh kesewenang-wenangan pihak penguasa kolonial. Dalam hal ini,
kemudian PNI semakin berkembang dan banyak mendapat dukungan dari rakyat.

2. Soekarno mengembangkan PNI


Soekarno yang menjabat sebagai ketua umum PNI berusaha mencurahkan seluruh
waktunya untuk membesarkan partainya. Langkah pertama yang dilakukannya adalah
mendirikan cabang-cabang PNI di berbagai daerah. Untuk memperkuat kesolidan
anggotanya juga dilakukan kursus kader. Selain itu, ia juga giat melakukan rapat-rapat
umum ke berbagai daerah untuk menarik simpati rakyat.
Dalam setiap ceramahnya, Soekarno selalu membangkitkan semangat heroisme dan
patriotisme terhadap rakyat. Rasa kebangsaan Indonesia harus diperkuat karena hanya
dengan jalan tersebut kemerdekaan dapat diwujudkan. Sepak terjangnya yang selalu
mengedepankan nasionalisme telah mendapatkan predikat bapak kaum Marhaenis di
kalangan rakyat.
Dalam waktu yang singkat pengaruh PNI pimpinan Soekarno telah mempengaruhi
pergerakan politik nasional. Soekarno semakin dikenal banyak orang berkat kegigihan dalam
membela nasib rakyat Indonesia yang tertindas. Kegigihannya dalam kegiatan politik, telah
berdampak pada keanggotaan PNI di wilayah Jawa Barat berjumlah 6000 orang. PNI
mengalami perkembangan yang cukup pesat di pulau Jawa dengan bukti tiap-tiap daerah
ada kantor cabangnya.
Kemajuan ini tidak lepas dari orasi pidato yang dilakukan oleh Soekarno. Kemampuannya
dalam memahami bahasa rakyat jelata dan menyampaikan gagasan-gagasan politiknya
dengan mudah mereka pahami. Soekarno menjadi salah satu faktor determinan dari
berkembangnya PNI sebagai partai dengan massa yang sangat banyak dalam waktu yang
cepat.
Keberhasilan Soekarno dalam mengembangkan PNI telah mendorongnya untuk
membentuk sebuah front persatuan nasional untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang
merdeka. Sikapnya ini ditunjukkan dengan menghadiri kongres Sarekat Islam di kota
Pekalongan bulan September 1927.
Pada kongres ini, Soekarno juga didaulat sebagai pembicara. Ia menyampaikan pesan
kepada orang-orang Sarekat Islam tentang gagasan suatu front persatuan. Soekarno
memberikan penjelasan tentang perkembangan masyarakat yang terdiri dari berbagai
macam kelompok yang berbeda kepentingannya. Kerja sama antar semua pihak sangatlah
penting dalam menggalang kekuatan untuk melakukan tuntutan kepada pihak pemerintah
kolonial Belanda.
Ternyata pandangan politik Soekarno ini mendapatkan dukungan dari Sarekat Islam. Haji
Agus Salim sendiri memuji prakarsa tersebut dengan mengatakan bahwa Sarekat Islam siap
bekerja sama. Kerja sama itu tak lain adalah membentuk federasi persatuan nasional.
Soekarno mendapatkan kepercayaan resmi untuk menyusun gagasannya tersebut secara
terperinci. Kemudian, Soekarno bergerak dengan cepat dan berhasil mengumpulkan
kelompok-kelompok organisasi pergerakan nasional yang beraneka ragam. Organisasi
tersebut antara lain: PNI, Partai Sarekat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sumatera-nenbond,
kaum Betawi dan Indonesische Studie Club.
Pada tanggal 17 Desember 1927, berhasil dicapai kesepakatan tentang pembentukan
suatu wadah kerja sama antar mereka yang dinamai PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-
perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia). Soekarno terpilih sebagai ketuanya dan
memberikan pidatonya tentang federasi yang baru saja dibentuk. Kata permufakatan
menurutnya mempunyai arti yaitu konsensus kemudian, ia mengatakan:
“Janganlah kita menyentuh persoalan-persoalan yang bisa membahayakan mufakat kita ini.
Janganlah kita berdiskusi tentang pertanyaan kooperasi dan nonkooperasi, atau pertanyaan
apakah kita harus bekerja sama dengan pemerintah atau tidak. Marilah kita memusatkan
pikiran pada hal-hal yang mempersatukan kita”.
Satu-satu unsur yang mengikat PPPKI ini hanyalah satu yaitu keinginan bersama untuk
mencapai merdeka. Soekarno memandang federasi PPPKI ini merupakan lambang kekuatan
pergerakan nasional. Ia mengingatkan kepada kelompok-kelompok yang tergabung dalam
PPPKI untuk tidak terlibat lagi dalam pengajuan dan permohonan kepada pemerintah
kolonial Belanda.
Pada tanggal 27 sampai 30 Mei 1928, PNI mengadakan kongres yang pertama di kota
Surabaya. Dalam kongres ini, Soekarno benar-benar menjadi medan magnet bagi massa
yang hadir. Seribu orang simpatisan terbuai oleh orasi Soekarno. Sang ketua PNI ini
menyerukan bahwa jiwa nasional akan melahirkan tekad nasional yang akan mendorong
lahirnya usaha nasional. Seruan yang diucapkan oleh Soekarno ini jelas merupakan suatu
ancaman terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kongres yang berlangsung selama
tiga hari ini, berjalan dengan lancar dan tertib.
Kongres di Surabaya menghasilkan keputusan tentang perubahan nama dari Perserikatan
Nasional Indonesia menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Soekarno selaku ketua umum
mempertegas tujuan partai. Berusaha mencapai kemerdekaan politik dengan jalan
menghabisi riwayat penjajahan Belanda supaya dapat dimulai pekerjaan membangun
negara kebangsaan.
Tujuan politik yang tegas ini akan dilaksanakan dengan menggerakkan segenap kekuatan
yang dimiliki rakyat. Tanpa usaha kita sendiri sangatlah mustahil pihak kolonial Belanda akan
melepaskan bangsa Indonesia dari kekuasaannya. Ketegasan tujuan politik PNI dituangkan
dalam program perjuangannya yang meliputi:
Pertama: mengenai politik, ialah dengan jalan meneguhkan kesadaran kebangsaan,
memperkukuh persatuan dan menghindarkan segala bendungan-bendungan yang
menghambat kemajuan politik dan kemerdekaan diri.
Kedua: melakukan pembangunan ekonomi, di dalam arti kata yang seluas-luasnya.
Ketiga: membentuk susunan pengajaran kebangsaan.
Kemudian PNI juga mengeluarkan keputusan menerbitkan majalah sendiri dengan nama
“Suluh Indonesia Muda”. Soekarno juga menjadi salah satu redakturnya dalam majalah
tersebut. Ia juga menulis artikel dalam majalah tersebut dengan judul “Indonesianisme dan
pan-Asianisme”. Pikirannya yang cemerlang mampu membaca keadaan tentang peristiwa
yang akan terjadi di Asia. Soekarno meramalkan akan terjadinya Perang Pasifik dengan
bahasa tulisannya.
Soekarno juga menjalin kerja sama dengan Kwee Kek Beng. Ia adalah kepala redaktur surat
kabar harian Cina yang bernama Sin Po. Pengetahuan dunia luar tentang kemenangan
militer Jepang atas militer Rusia didapat Soekarno dari Sin Po. Kwee Kek Beng juga menulis
tentang PNI yang dimuat juga dalam Sin Po. Kemudian mereka bekerja sama yang saling
menguntungkan.
Pengaruh Soekarno sebagai ketua umum PNI terhadap rakyat sangat besar. Pendek kata
pena dan lidahnya selalu mendapatkan perhatian dan dukungan rakyat. Dimana pun, ia
berorasi dan menulis tidak pernah lolos dari intaian pihak pemerintah kolonial Belanda.
Soekarno benar-benar seorang politikus pergerakan nasional yang bertindak sebagai
penyambung lidah rakyat dan bertindak selaku juru bicara rakyat Indonesia. Perjuangan
untuk mencapai kemerdekaan merupakan masalah besar yang harus segera diwujudkan.
Pada bulan Oktober 1928, Soekarno mengatakan:
“Kita harus ingat, bahwa pertama-tama kita harus mengikuti “grote lijn” itu, pertama-tama
kita harus senantiasa insaf akan maksud pertama-tama daripada kita punya pergerakan,
yakni Indonesia Merdeka! Ya tidak kurang dan tidak lebih Indonesia Merdeka, dengan jalan
yang cepat. Dan bukan mengejar Indonesia Merdeka sambil memperbaiki susunan
pergaulan hidup kita yang morad marid itu, tetapi pertama-tama mengejar Indonesia
Merdeka untuk memperbaiki kembali kita punya pergaulan hidup itu! Kemerdekaan ialah
yang pertama-tama; “kemerdekaan inilah yang primair”.
Dengan demikian, perjuangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia merupakan hal
yang sangat penting bagi PNI. Soekarno yakin pada kemampuan dan kekuatan yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sendiri. Secara berangsur-angsur, ia semakin terkenal dan PNI mulai
mengakar dan terus berkembang di masyarakat. Kelihaian dalam berpidato dan
membangun kesadaran rakyat sehingga menjadi tertarik pada perjuangannya sehingga
rakyat menjulukinya sebagai “Singa Podium”.
Kota Bandung sebagai basis massa PNI, kemudian Soekarno membagi kota tersebut
menjadi: Bandung Utara, Bandung Selatan, Bandung Tengah, Bandung Timur dan Bandung
Barat. Setiap minggu sekali diadakan rapat, dalam setiap orasi politiknya Soekarno
menyadari bahwa dirinya selalu diawasi oleh polisi kolonial Belanda. Untuk mengelabuinya,
maka ia menggunakan ungkapan dalam bahasa daerah sehingga sulit untuk dipahami oleh
mereka. Akan tetapi rakyat sudah paham ungkapan Soekarno dan rakyat bersorak.
Soekarno merupakah elite politik pelopor revolusi yang telah bersumpah untuk
menggulingkan pemerintahan kolonial Belanda. Kemana pun pergi selalu diawasi gerak-
geriknya oleh detektif Belanda. Soekarno juga tidak kehilangan akal supaya bebas dari
pengawasan Belanda. Bahkan, ia melakukan sebuah kamuflase untuk menyelenggarakan
rapat politik di sebuah tempat pelacuran. Hanya di tempat seperti inilah yang paling aman
dan bebas dari kecurigaan.
Soekarno harus mengambil kebijakan seperti ini semata-mata demi kepentingan partai
dan perjuangannya. Hal ini ternyata berhasil dan membuat bingung polisi Belanda. Pada
tanggal 28 Oktober 1928, Soekarno juga menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh
PPPI (Perhimpunan pelajar-pelajar Indonesia) di gedung nasional Jakarta. PPPI
menyelenggarakan kongres untuk meyakinkan organisasi-organisasi pemuda supaya
membaur menjadi sebuah organisasi yang kuat.
Usaha ini tidak berhasil, akan tetapi diakhiri sidang para pemuda yang hadir mengucapkan
sumpah “Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa”. Satu nusa mereka namakan Indonesia, satu
bangsa maksudnya bangsa Indonesia dan satu bahasa yaitu bahasa Indonesia. Mereka juga
menaikkan bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya secara bersama-sama.
Soekarno yang hadir dalam kongres pemuda ini langsung mengerti dan memahami bahwa
sumpah dan lagu tersebut mempunyai dampak yang besar bagi partainya. PNI sebagai
promotor utama Indonesia merdeka juga menggunakan lambang kesatuan bangsa. Bendera
Merah Putih dengan kepala Banteng dan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa
persatuan semakin menguatkan perjuangan politiknya.
Setelah kongres pemuda, maka setiap ada pertemuan PNI tidak lupa acara diakhiri dengan
menyanyikan lagu Indonesia Raya. Penggunaan lagu tersebut menjadi pendorong semangat
perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka. Pada bulan Mei 1929, PNI mengadakan
kongres kedua di kota Batavia. Soekarno membuka kongres dengan berpidato:
“PNI lahir dua tahun yang lalu, sama seperti Bambang Tutuka dilahirkan pada waktu
Suralaya atau dunia para dewa, terancam bahaya besar. Bukankah dari bayi yang lemah ini
tumbuh Gatot Kaca yang perkasa? Demikian pula PNI sekarang sudah menginjak dewasa. Di
bawah warna Merah Putih dan kepala Banteng, warna merah sebagai lambang semangat
dan warna putih sebagai lambang kesucian hati, kepala Banteng sebagai lambang kekuatan
kita tanpa kenal takut tetap maju menuju Indonesia Raya, menuju kemerdekaan!”.
Pidato pembukaan kongres kedua PNI yang dilakukan oleh Soekarno mendapatkan
sambutan yang meriah dari peserta. Dalam kongres ini juga dihadiri oleh Ali Sastroamijoyo
tokoh Perhimpunan Indonesia (PI) yang baru pulang dari negeri Belanda. Ia menjadi tamu
kehormatan dan didaulat untuk memberikan orasi politik.
Ali Sastroamijoyo menyampaikan pidato dengan tema “Propaganda Kita di Luar Negeri”. Ia
menjelaskan bahwa propaganda ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mencari bantuan
dari siapa pun. Akan tetapi semata-mata untuk memperkenalkan pergerakan Indonesia di
luar negeri. Pidato ini tidak lepas dari anggaran dasar PNI yang percaya pada kekuatan dan
kemampuan diri sendiri.
Pada akhir kongres PNI kedua ini, Ali Sastroamijoyo dengan tegas menyatakan menolak
bantuan dari pihak luar negeri. Bantuan dari pihak asing belum tentu akan menolong
perjuangan bangsa kita untuk lepas dari penjajahan. Sebisa mungkin kita harus dapat
mandiri dan Soekarno menyatakan bahwa mereka semua yang di masa mendatang
merintangi pergerakan hendaknya waspada. Bahwa mereka akan mendapatkan kesulitan
begitu perang Pasifik meletus. Soekarno sangat mempercayai bahwa perang ini pasti akan
terjadi dan melanda bangsa Indonesia. Perang Pasifik tidak akan mendatangkan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Soekarno meyakini bahwa perang tersebut akan
mempercepat datangnya kemerdekaan.

C. Dampak Perjuangan Politik Soekarno Dalam Lancah Pergerakan Nasional


Indonesia

Anda mungkin juga menyukai