Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam hal sumber daya karena struktur
geografisnya. Potensi inilah yang membuat Indonesia dijajah ratusan tahun oleh bangsa
asing. Kekejaman dan kebiadaban yang dilakukan oleh bangsa asing membuat rakyat
Indonesia sengsara. Kesengsaraan selama bertahun-tahun ini membuat bangsa Indonesia
sadar dan mulai bangkit, hal ini ditandai dengan adanya perjuangan dalam memperebutkan
kemerdekaan.
Sejarah lahir dan tumbuh kembang Negara Kesatuan Republik Indonesia,
selanjutnya disingkat NKRI, tidak pernah lepas dari satu nama yaitu pemuda. Sejak dari
Boedi Oetomo (1908) sebagai Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda (1928) sebagai
kelahiran bangsa Indonesia, Proklamasi Kemerdekaan (1945) sebagai kelahiran negara
Indonesia hingga Gerakan Reformasi (1998) sebagai perjuangan mengembalikan kehormatan
bangsa dari otoritarianisme adalah bentuk partisipasi pemuda yang umum dikenal dalam
mengawal bangsa ini.
Ketangguhan dan semangat juang dari pemuda inilah yang mampu mempertahankan
NKRI hingga saat ini meskipun sudah mulai pudar. Akan tetapi pada era 1960-an kata
pemuda ini mulai menghilang sedikit demi sedikit dalam dunia politik dan digantikan dengan
oleh kata mahasiswa. Kenyataan ini semakin jelas pada konflik-konflik 1965-1967, pemuda
dari kalangan berada yang belajar di universitas-universitas, khususnya yang di Bandung,
tampil jelas dalam pendapat umum dan penguasa sebagai kelompok fungsional yang relatif
kuat. Realitas yang dicakup kata mahasiswa mungkin tampak terbatas karena sebagian kecil
dari pemuda yang mendapatkan kesempatan untuk masuk universitas. Oleh karena itu
mahasiswa mengemban tugas seluruh pemuda Indonesia dan memegang peranan penting
dalam mempertahankan NKRI yang akan dibahas pada bab selanjutnya.

1.2Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Apa pengertian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mahasiswa?
1

1.2.2

Bagaimana perjuangan mahasiswa dari awal kemerdekaan hingga era

Reformasi?
1.2.3 Bagaimana keadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

dan

pergerakan mahasiswa pada saat ini?

1.3Tujuan
1.3.1

Untuk mengetahui pengertian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

dan mahasiswa.
1.3.2
Untuk perjuangan mahasiswa dari awal kemerdekaan hingga awal era
Reformasi.
1.3.3
Untuk mengetahui keadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan
pergerakan mahasiswa pada saat ini.

1.4Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode studi pustaka
dengan membaca buku dan internet sebagai referensinya.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian NKRI dan Mahasiswa
NKRI merupakan akronim dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang artinya
Negara dimana kedaulatan ke luar dan ke dalam serta kekuasaan untuk mengatur dan
memimpin seluruh daerah Negara berada pada pemerintah pusat yang memiliki kekuasaan
tertinggi dan sah sehungga dapat ditaati oleh rakyat Indonesia.
Selain pengertian, NKRI juga memiliki fungsi serta tujuannya yaitu :
Fungsi NKRI
1. Melaksanakan ketertiban (Law and Order)
Untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokanbentrokan dalam
masyarakat Indonesia, maka NKRI harus melaksanakan penertiban. Dalam hal ini, NKRI
bertindak sebagai stabilisator.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia
3. Pertahanan
NKRI diperlukan untuk menjaga kedaulatannya dari serangan luar. Untuk
kepentingan ini, NKRI mendatangkan perlengkapan pertahanan yang kuat dan canggih.
4. Menegakkan keadilan
Menegakkan keadilan bagi rakyat Indonesia dan menjamin kehidupan yang adil.
Tujuan NKRI
1.
2.
3.
4.

Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.


Memajukan kesejahteraan umum.
Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
Keempat tujuan Negara Indonesia tersebut dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu :
1. Tujuan yang bersifat nasional
a. Paham Negara persatuan atau kebahagiaan dalam Negara
b. Memajukan kesejahteraan umum
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa
2. Tujuan yang bersifat internasional
a. Kemerdekaan
b. Perdamaian
c. Keadilan sosial
Pengertian Mahasiswa adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di

perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra
3

diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas
mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan,
dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan
negara.(disampaikan dalam Orientasi Kemahasiswaam di IAI Nurul Jadid th. 1999)
Kata Mahasiswa dibentuk dari dua kata dasar yaitu maha dan siswa. Maha berarti
besar atau agung, sedangkan siswa berarti orang yang sedang belajar. Kombinasi dua kata ini
menunjuk pada suatu kelebihan tertentu bagi penyandangnya. Di dalam PP No. 30 Tentang
Pendidikan Tinggi disebutkan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan
belajar pada perguruan tinggi tertentu (Bab I pasal 1 ayat 6), yaitu lembaga pendidikan yang
bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan
dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian. (Bab II pasal 1 ayat
1). Dengan demikian, mahasiswa adalah anggota dari suatu masyarakat tertentu yang
merupakan elit intelektual dengan tanggung-jawab terhadap ilmu dan masyarakat yang
melekat pada dirinya, sesuai dengan tridarma lembaga tempat ia bernaung.
Mahasiswa adalah anggota masyarakat yang berada pada tataran elit karena kelebihan
yang dimilikinya, yang dengan demikian mempunyai kekhasan fungsi, peran dan
tanggungjawab. Dari identitas dirinya tersebut, mahasiswa sekaligus mempunyai tanggung
jawab intelektual, tanggung jawab sosial, dan tanggungjawab moral

2.2 Perjuangan Mahasiswa dari Awal Kemerdekaan hingga Awal Era


Reformasi
Perjuangan atau gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memberikan nafas baru
yang kemudian melahirkan aktivis-aktivis mahasiswa yang cerdas dan berani. Pada
umumnya, gerakan yang dibangun oleh para aktivis mahasiswa ini berangkat dari sebuah
kesadaran tentang posisi masyarakat yang berhadapan dengan negara (konsep patron-client).
Kesadaran tersebut kemudian membawa aktivitas gerakan pada sebuah tujuan yang hendak
dicapai. Dengan melibatkan berbagai wacana yang mampu mendukung terwujudnya tujuan
gerakan, para aktivis akan mengembangkan sebuah metode, strategi, atau taktik gerakan
sebagai hasil dan tindak lanjut dari tingkat kesadaran yang mereka miliki tentang ketegangan
4

antara negara dengan masyarakat. Dalam perjalanan sejarah Bangsa Indonesia sendiri,
aktivitas gerakan mahasiswa selalu mengalami pasang surut, tercapai atau tidaknya tujuan
gerakan sangat tergantung pada metode dan strategi gerakan yang digunakan. Beda zaman
beda tantangan, begitulah gambaran dinamika gerakan mahasiswa dalam torehan sejarah.
Mahasiswa pernah menjadi salah satu bagian dari gerakan pemuda yang tidak dapat
dipisahkan dengan proses perjuangan bangsa, sejak terjadinya kebangkitan pemuda 1908.
Pada masa kebangkitan nasional ini, kaum intelektual muda adalah bagian pendobrak cara
pandang yang kolot dengan mengadopsi cara pikir yang cerdas. Dalam kurun waktu sejarah
gerakan mahasiswa yang strategi dan menonjol dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pertama, terjadi pada kurun waktu 1910-an sampai dengan 1930, kedua pada era 1960-an.
Peran ideologi mahasiswa tahun 1910-an sampai dengan 1930-an terfokus pada peran
penggagas, yaitu menysun, menafsirkan serta memulasikan pemikiran tentang segenap aspek
kehidupan bermasyarakat yang berasal dari masyarakat asing dan masyarakat sendiri menjadi
ideologi yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakatnya sendiri. Mahasiswa dari
generasi Soetomo 1910-an dan generasi Soekarno-Hatta 1920-an, adalah pemikir-pemikir
yang meletakkan dasar ideologi nasiolnalisme bagi bangsa Indonesia di kemudian hari.
Nasionalisme merupakan fokus dari keseluruhan ideologi yang digagaskan oleh mahasiswa
1910-1930-an.
Pada tahun 1940-an gerakan mahasiswa mengalami pergeseran peran, peran
penggagas tidak lagi menonjol. Gerakannya lebih terfokus pada sebagai pendukung dan
penerap dari ideologi yang sudah ada. Dekade 1950-an dunia mahasiswa kembali disegani,
sekalipun kemandirian dan peran sebagai penggagas semakin menipis. Hal ini di latar
belakangi oleh dominannya peran politik profesional didalam kehidupan politik. Politisi sipil
yang dominan saat itu berasal dari tokoh politik yang mengalami sosialisasi politik tahun
1910, 1930-an di kampus dalam dan luar negeri (Eropa). Pada era ini kampus sebagai
lembaga lembaga pendidikan tinggi terbelenggu pengaruh politisi dari partai politik sebagai
kekuatan dominan. Akibatnya, kampus dan mahasiswa mengikuti pola persaingan antar partai
dan terpecah berdasarkan politik aliran.
Perjalanan Indonesia era 1910-an sampai 1950-an, menempatkan kekuatan sipil yang
berasal dari kaum intelektual (mahasiswa) sebagai sumber kepemimpinan bangsa yang
dominan. Akan tetapi sejak yahun 1960-an kekuatan militer muncul sebagai suatu sumber
5

kepemimpinan bangsa yang dominan. Fungsi parpol bersama ormas pengikutnya sebagai
sumber kepemimpinan merosot bersama penurunan peran politiknya. Namun yang perlu
dicatat dalam sejarah gerakan mahasiswa, pada era 1960-an peran ideologi mahasiswa
meningkat tajam. Gerakan idiologi masa ini, melahirkan angkatan 1966. Dekade 1960-an
dengan angkatan 1966-nya telah membentuk identitas sosial mahasiswa sebagai sebuah
kekuatan sosial politik. Persepsi dan konsepsi tentang peran sosial ini, terbentuk dan menguat
sejalan dengan tegaknya hegemoni pemerintahan orde baru.
Di satu sisi lahirlah Orde Baru seiring dengan kehendak gerakan mahasiswa, sehingga
gerakannya mendapat dukungan kekuatan-kekuatan establishment (ABRI). Disisi lain arus
perubahan menuju terbentuknya keuatan orde baru sebenarnya berangkat dari keinginan
militer dan teknorat untuk lebih memerankan diri dalam konstalasi kehidupan bangsa dan
negara setelah melihat kebobrokan dan kegagalan kekuatan sipil pada pemerintahan
demokrasi terpimpin. Keinginan militer ini diwujudkan dalam doktrin dwi fungsi ABRI,
dimana ABRI disamping sebagai kekuatan HANKAM juga memiliki peran sosial politik.
Lakon yang dimainkan mahasiswa angkatan 66 berada dalam panggung sejarah yang
romantis, di dalamnya terjadi aliansi segitiga yang harmonis antara militer, teknokrat, dan
mahasiswa. Ketiganya merupakan bagian lapisan elit intelegensia yang bakal mengobarkan
gagasan modernisasi. Dengan kata lain disamping militer teknokrat, mahasiswa juga
dipercaya sebagai agen modernisasi atau pembangunan.
Dekade 1970-an aliansi ini pecah akibat berubahnya orientasi dan strategi
pemerintahan orde baru. Cita-cita awal gerakan orde baru sudah tidak sesuai dengan
idealisme dan ideologi mahasiswa. Akibatnya, hampir sepanjang era 1970-an terjadi protes,
kritik, petisi, selebaran dan lobi yang diarahkan kepada pemerintahan orde baru. Gerakan ini
bermuara pada persoalan demokrasi, peran militer, dan pembangunan ekonomi. Akibatnya
gerakan mahasiswa semakin berhadapan dengan kekuatan represif, yang mengutamakan
stabilitas nasional dalam upaya menjaga kelangsungan pembangunan nasional. Pada
gilirannya gerakan mahasiswa mengalami kemerosotan yang sangat tajam, yang belum
pernah terjadi dalam gerakan mahasiswa di Indonesia. depolitisasi dan deparpolisasi, melalui
penerapan NKK (Normalisasi Kehidupan Kampus) dan BKK (Badan Koordinasi Kampus)
menjadi senjata pamungkas hegemoni Orde baru terhadap kehidupan mahasiswa. Lalu
kepada mahasiswa yang melanggar NKK/BKK diberikan sanksi akademik yang berat, mulai
dari skorsing sementara atau terbatasnya sampai kepada pemecatan bahkan dipenjarakan.
6

Dekade 1980-an adalah masa-masa mandul peran mahasiswa dalam kancah sosialpolitik karena perannya dipersempit dalam peran profesional saja. Dalam masa-masa ini
terjadi proses-proses penggugatan dan penyadaran terhadap peran sosial-politik mahasiswa.
Upaya ini tampak berbuah ketika pada era 1990-an angin perubahan di dalam diri mahasiswa
mulai berhembus, yang berujung pada munculnya generasi reformasi pada tahun 1990-an
akhir ini.
Potret peran Mahasiswa dalam pentas sejarah Indonesia
Peran dan posisi mahasiswa dalam perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara,
merupakan diskursus yang menarik sepanjang dinamika kehidupan mahasiswa. Hampir
menjadi kenyataan yang lazim bahwa gerakan mahasiswa terutama di dunia ketiga
memainkan peran yang sangat aktif pada posisi sentral di dalam perubahan sosial-politik, dan
hampir tak satupun penguasa di negara-negara berkembang yang mengabaikan posisi sosial
dan pentingnya representasi politik serta dampak aspirasi dari golongan muda berpendidikan
tinggi ini. Sehingga para pemerhati sosial tidak mengabaikan fungsi mereka dalam sistem
sosial politik baik di negeri maju maupun berkembang, termasuk di Indonesia.
Dalam arti yang luas, ideologi berisi tatanan nilai yang dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai pedoman untuk menjalankan kehidupan bersama dalam rangka meraih harapanharapan mereka. Tatanan nilai tersebut berasal dari tradisi atau adat-istiadat dan dapat pula
bersumber dari ajaran agama.
Untuk memahami perkembangan kehidupan ideologi mahasiswa, yang harus diperhatikan
adalah arus perubahan dan pergeseran fokus peranan mahasiswa dari tahapan proses yang satu kepada
proses lainnya. Perubahan intensitas aktifitas ideologi mahasiswa dipergunakan sebagai petunjuk
untuk memahami pergeseran fokus peranan tersebut. Banyak predikat yang disandang mahasiswa
kaitannya dengan ideologi yang diperjuangkan, horizon mahasiswa yang menempatkan pada posisi
strategis inilah yang mungkin menjadikan fungsinya sebagai penyampai kebenaran (agent of

social control), sebagai agen perubahan (agent of change), sebagai generasi penerus masa
depan (iron stock), menjadi jargon yang dimitoskan.

2.3 Keadaan NKRI dan Pergerakan Mahasiswa Saat Ini

Keadaan NKRI pada saat ini harus diwaspadai, karena semakin berkembangnya
zaman, keutuhan NKRI semakin terancam. Hal ini tentu ada penyebab dan akibatnya, antara
lain:
Semangat kebangsaan dan wawasan kebangsaan yang merupakan motivasi untuk
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin memudar tidak lagi
terpancar dalam perilaku kehidupan bangsa sehingga keengganan membela dan
mempertahankan bangsa dari berbagai kemungkinan ancaman tidak lagi menjadi
tanggugjawab bersama seluruh komponen bangsa. Ditambah lagi paham komunis yang
dulunya merupakan bahaya latent yang harus tetap kita waspadai, kini masyarakat sudah
kurang peka bahkan cenderung tidak memperdulikan lagi, sehingga mereka bebas
mengekspresikan keberadaanya serta terbuka untuk masuk keberbagai lini melalui partaipartai yang ada saat ini dan sungguh sangat memprihatinkan.
Selain dari pada itu kondisi politik yang sangat lemah akibat lengsernya
Kepemimpinan Nasional mengakibatkan rentannya kondisi politik bangsa Indonesia saat
itu, demikian juga kondisi ekonomi yang melanda bangsa Indonesia yang telah membuat
semakin menambah beban kehidupan masyarakat. Sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan
menjadi pengangguran masyarakat meningkat. Kesenjangan ekonomi yang cukup dalam
tersebut telah mendorong sentimen etnis sehingga berpotensi muncul terjadinya pertikaian
dan tindak kriminalitas baik secara kualitas maupun kuantitas.
Dibidang sosial budaya mengalami kemerosotan yang tajam, disebabkan oleh
derasnya kemajuaan ilmu pengetahuan dan teknologi elektronik yang menembus sampai ke
pelosok desa tanpa ada penangkal atau batas. Hal tersebut dapat merusak akhlak dan moral
masyarakat khususnya moral generasi muda. Nilai-nilai budaya yang mengakar dalam
kehidupan sehari-hari tercermin dalam Pancasila semakin ditinggalkan, kecenderungan
mengadopsi budaya asing mewarnai seluruh sendi kehidupan berbangsa. Kondisi tersebut
lambat laun menjadikan masyarakat kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang memiliki
budaya Adi Luhung yaitu budaya yang mempunyai nilai-nilai tinggi untuk mempersatukan
bangsa ini.
Disisi lain dapat kita cermati bahwa masih ada kekuatan yang masih utuh dan dapat
diharapkan untuk menjaga keutuhan NKRI ini adalah Kemanunggalan TNI. Namun karena
beban yang dipikul semakin berat dan ada pula pihak-pihak tertentu yang dengan cara
sistematis ingin menghancurkan TNI maka hal tersebut secara psikologis akan mempengaruhi
kinerja TNI, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun dengan didukung
komitmen yang jelas, tegas dan terukur, masalah wawasan kebangsaan yang berujung pada

tetap tegak dan utuhnya NKRI, TNI bersama rakyat siap mengorbankan jiwa dan raganya.
Menjaga kedaulatan dan keutuhan NKRI.
Ada kesan penyederhanaan peran pemuda untuk negara kesatuan Republik Indonesia
belakangan ini. Asumsi ini mengerucut pada tiga point mendasar:
1. perjuangan yang hanya pada wilayah politik
2. matinya peran pengetahuan
3. alergi pada lembaga-lembaga militer dan pihak asing.
Peran yang terjebak struktur kekuasaan
Banyaknya organisasi-organisasi kepemudaan (OKP) yang memiliki hubungan mesra
dengan kekuasaan menjadi penjelas poin pertama di atas.Harus diakui kehadiran beberapa
OKP cenderung berjibaku dengan urusan struktural kekuasaan ketimbang kultural.Bahkan
tidak jarang mereka mengakui diri sebagai organisasi onderbouw kelompok kepentingan
tertentu. Parahnya lagi, beberapa oknum yang terbilang tua, menyebut diri pemuda dalam
aksi politiknya.
Ini fakta menyedihkan dalam membaca peran pemuda atas republik belakangan ini.
Makna peran yang hanya didefinisikan sebagai partisipasi politik praktis bukan saja sebentuk
pengerdilan lingkup peran pemuda. Ia juga menurunkan derajat pemuda dengan menjatuhkan
citranya pada haus kekuasaan.
Peran besar pemuda dalam Proklamasi adalah drama heroik nasional yang tidak haus
kekuasaan, jarang direnungkan. Dalam episode hari Proklamasi Kemerdekaan misalnya.
Ketimbang melantik diri menjadi proklamator kemerdekaan, sosok-sosok pemuda seperti
Soekarni dan kawan-kawan lebih memilih menjadikan diri sebagai penculik sang
Proklamator (Soekarno-Hatta). Semangat peran pemuda ketika itu tidak dipenuhi oleh
syahwat politik, tetapi kesadaran melihat fungsi peran diri untuk NKRI. Tercatat sejarah
menjadi penculik pun tidak masalah, jika memang itu yang terbaik untuk bangsa ini.
Kurang lebih demikian yang mereka pikirkan.
Matinya peran pengetahuan
Konsekuensi lain dari penyempitan peran pada ranah politik kekuasaan adalah
matinya peran ilmu pengetahuan. Gambaran peran-peran historis di atas sekali lagi tentu
tidak menitik beratkan pada wilayah hasrat kekuasaan. Berdirinya Boedi Oetomo pada tahun
1908 sebagai titik Kebangkitan Nasional dan Sumpah Pemuda 1928 sebagai titik
9

kelahiran Bangsa Indonesia adalah gerakan yang sukses justru diuntungkan oleh posisi para
pemuda sebagai sosok-sosok terpelajar.
Energi keterpelajaran ini yang mestinya kembali mewarnai peran pemuda dalam
menjaga NKRI. Tidak melulu pada ranah kekuasaan, penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) seharusnya dilirik. Salah satu yang strategis adalah penguasaan IPTEK
untuk menjawab kondisi geografis Indonesia, yakni di bidang kemaritiman. Pemuda
Indonesia diharapkan mengambil peran kepeloporan untuk mengembangkan sains dan
teknologi serta industri kemaritiman yang hingga saat ini masih jauh dari ideal.
Pengembangan ke arah tersebut kerapkali terkendala oleh perpspektif keliru dalam
memandang karakteristik yang muncul dari kemaritiman Indonesia. Contohnya, laut dan
sungai kerapkali dilihat sebagai penghalang yang harus diatasi, padahal laut dan sungai
merupakan penghubung dan pemersatu antar pulau. Perspektif keliru inilah yang pertama
harus dipecahkan oleh pemuda Indonesia karena telah banyak dianut oleh para pengambil
kebijakan di republik ini.
Alergi lembaga militer
Ada hal aneh di tengah pola pikir pemuda. Anti militer dan anti asing adalah dua isu
yang santer terdengar di kalangan aktivis pemuda, padahal pada dasarnya keduanya adalah
hal paradoks. Satu sisi, pemuda anti asing dan yang dimaksud tentu saja adalah anti
intervensi pihak asing, baik imperialisme (perluasan imperium) maupun kolonialisme
(perluasan ekonomi). Sebab, jika yang dimaksud adalah benar-benar anti asing maka
sungguh menggelikan. Tidak mungkin sebuah bangsa hidup tanpa interaksi kerjasama dengan
negara-negara asing lainnya.
Sisi lain, para pemuda terbawa fobia berlebihan pada militerisme, sehingga
melahirkan sikap anti pada segala atribut yang berbau militer. Antimiliterisme pemerintahan
adalah sebuah kewajiban, tapi tidak berarti sama dengan anti pada segala atribut militer.
Sebab jika militer tidak ada, lalu lembaga khusus apa yang akan menjaga NKRI dari
intervensi asing?
Paradoks ini melahirkan kecenderungan pemuda yang acuh tak acuh pada peran
ketahanan NKRI.Mereka sendiri yang selalu tegas meneriakkan anti asing, tanpa

10

menawarkan opsi fungsi peran sendiri.Bukan tidak mungkin, sikap seperti ini menghilangkan
rasa percaya diri lembaga ketahanan NKRI karena merasa dimusuhi dari dalam, padahal
mereka bertaruh nyawa untuk melindungi NKRI dari luar.Tidak adanya hubungan baik
pemuda-militer ini, juga bisa menjadi alasan mengapa negara tetangga berani menginjakinjak kehormatan wilayah kedaulatan Indonesia.
Potret kerjasama ABRI dan CM (Corps Mahasiswa) di atas menjadi pola relasi yang
seharusnya. Hubungan romantis mahasiswa-militer yang justeru lahir di tengah perang
pemberontakan PKI Madiun seharusnya juga mengisi kisah peran pemuda ke depan. Dengan
perbaikan hubungan kedua pihak ini, tidak mustahil sekali lagi militer bahkan akan
memasang badan untuk pemuda, seperti dikisahkan dalam epik pembubaran HMI pada
penggalan teriakan Panca Tunggal Lampung, Kalau menindak HMI, akan saya kerahkan
satu batalyon.
Gerakan perjuangan Mahasiswa Indonesia tidak boleh berhenti sampai kapanpun,
gerakan perjuangan mahasiswa saat ini tidak hanya dengan bergerak bersama-sama untuk
berdemonstrasi dan berorasi dijalan-jalan saja, akan tetapi berusaha untuk bertindak bijak
dengan intelektualisme, idealisme, dan keberanian sebagai mahasiswa untuk bisa senantiasa
menanamkan ruh perubahan yang ada dalam diri masing-masing untuk bisa memberi
kebaikan dan berperan besar serta bertanggung jawab untuk memberikan kemajuan bangsa
dan Negara Indonesia.

11

BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Mahasiswa bukan hanya bertugas sebagai kaum intelektual yang mementingkan
urusan akademik demi kemakmuran dirinya sendiri, tetapi mahaasiswa juga mempunyai
fungsi lebih sebagai berikut :
1. penyampai kebenaran (agent of social control)
2. agen perubahan (agent of change)
3. generasi penerus masa depan (iron stock)
Mahasiswa mengemban tugas dari seluruh pemuda yang belum beruntung
memperoleh kesempatan untuk belajar hingga jenjang perguruan tinggi. Memegang peranan
penting dalam mempertahankan keutuhan NKRI merupakan tugas yang berat, karena
banyak rintangan dari penguasa dan dunia politik. Peranan ini harus terpatri dalam sanubari
masing-masing mahasiswa, agar dapat menjaga keutuhan NKRI.

3.2Saran
Penulis berharap agar makalah ini dapat dibaca dan dipahami oleh masyarakat luas
serta diaplikasikan dalam menjalankan kehidupan bernegara. Semoga mahasiswa diseluruh
Indonesia dapat memanfaatkan ilmunya sebagai kaum intelektual dan menjaga keutuhan
NKRI.

12

DAFTAR KEPUSTAKAAN
Lombard, Denys. 2005. Nusa Jawa: Batas-batas pembaratan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

13

Anda mungkin juga menyukai