Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Nilai wajar (Fair Value)

2.1.1. Pengertian Nilai Wajar

Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan

bahwa fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan asaet atau

pembayaran untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara

partisipan di pasar dan tanggal pengukuran (Perdana, 2010). FASB, dalam

statement yang terbaru 157, pengukuran fair value sebagai exit value, dengan

tanda setuju dari IASB dengan beberapa reservasi minor: “fair value adalah harga

yang akan diterima dengan menjual satu aset atau yang akan dibayar umtuk

memindahkan suatu kewajiban dalam transaksi antara peserta-peserta pasar di

tanggal pengukuran” (Penman, 2007;33).

Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati

untuk suatu objek dalam suatu transaksi antara pihak-pihak yang berkehendak

bebas tanpa tekanan atau keterpaksaan. Dengan demikian, fair value bukanlah

nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang

dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan, likuidasi yang dipaksakan,

atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai wajar adalah nilai yang wajar

mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen.


Yang dimaksud nilai wajar (fair value) adalah (1) jumlah aset yang dapat

dipertukarkan, atau kewajiban diselesaikan, antara pihak yang memahami dan

berkeinginan untuk transaksi lengan panjang; (2) estimasi nilai seluruh aset dan

kewajiban dari perusahaan yang diakuisisi yang digunakan untuk

mengkonsolidasikan laporan keuangan kedua perusahaan; (3) dalam pasar

berjangka, nilai wajar adalah harga ekuilibrium untuk kontrak berjangka. Ini

adalah harga spot setelah memperhitungkan bunga majemuk (dan dividen hilang

karena investor memiliki kontrak berjangka daripada saham fisik) selama periode

waktu tertentu (termwiki, 2011).

Menurut PSAK No 16 tahun 2011, nilai wajar adalah jumlah yang dipakai untuk

mempertukarkan suatu aset antara pihak-pihak yang berkeinginan dan memiliki

pengetahuan memadai dalam suatu transaksi dengan wajar.

Berdasarkan ED PSAK No. 68 tahun 2013, Nilai wajar adalah pengukuran

berbasis pasar, bukan pengukuran spesifik atas suatu entitas. Untuk beberapa aset

dan liabilitas, transaksi pasar atau informasi pasar yang dapat diobservasi dapat

tersedia. Untuk aset dan liabilitas lain, hal tersebut mungkin tidak tersedia. Akan

tetapi, tujuan pengukuran nilai wajar dalam kedua kasus tersebut adalah sama –

untuk mengestimasi harga dimana suatu transaksi teratur (orderly transaction)

untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas akan terjadi antara pelaku pasar

(market participants) pada tanggal pengukuran dalam kondisi pasar saat ini (yaitu

harga keluaran (exit price) pada tanggal pengukuran dari perspektif pelaku pasar
yang memiliki aset atau liabilitas).

2.1.2. Metode Pengukuran Nilai Wajar (Fair Value)

Berdasarkan ED PSAK No. 68 tahun 2013 tentang Pengukuran Nilai Wajar,

teknik penilaian nilai wajar yaitu:

1. Pendekatan Pasar (market approach)

Pendekatan pasar (market approach) menggunakan harga dan informasi relevan

lain yang dihasilkan oleh transaksi pasar yang melibatkan aset, liabilitas, atau

kelompok aset dan liabilitas yang identik atau sebanding (yaitu serupa), seperti

bisnis

2. Pendekatan Biaya (cost approach)

Pendekatan biaya (cost approach) mencerminkan jumlah yang dibutuhkan saat ini

untuk menggantikan kapasitas manfaat (service capacity) aset (sering disebut

sebagai biaya pengganti saat ini).

3. Pendekatan Penghasilan (income approach)

Pendekatan penghasilan (income approach) mengkonversi jumlah masa depan

(contohnya arus kas atau penghasilan dan beban) ke suatu jumlah tunggal saat ini

(yang didiskontokan). Ketika pendekatan penghasilan digunakan, pengukuran

nilai wajar mencerminkan harapan pasar saat ini mengenai jumlah masa depan

tersebut.

2.2. Biaya Historis (Historical Cost)

2.2.1. Pengertian Biaya Historis

Menurut Suwardjono (2008;475) biaya historis merupakan rupiah kesepakatan

atau harga pertukaran yang telah tercatat dalam sistem pembukuan. Prinsip
historical cost menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat

aktiva/aset, utang/laibilitas, modal/ekuitas, dan biaya. Yang dimaksud dengan

harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak

yang tersangkut dalam transaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh

transaksi di antara kedua belah pihak yang bebas.Harga pertukaran ini dapat

terjadi pada seluruh transaksi pada pihak ekstern, baik yang menyangkut

aktiva/aset, utang/laibilitas, modal/ekuitas, dan transaksi lainnya.

Menurut Amalia (2012), historical cost principle adalah prinsip yang

menghendaki digunakannya harga perolehann untuk mencatat aktiva, utang,

modal, dan biaya.

2.3. Aset Tetap

2.3.1. Pengertian Aset Tetap

Menurut Baridwan (2008;271) yang dimaksud aktiva/aset tetap berwujud adalah

aktiva-aktiva yang berwujud yang sifatnya relatif permanen yang digunakan

dalam kegiatan perusahaan yang normal.

Menurut PSAK No. 16 tahun 2011, aset tetap adalah aset berwujud yang: (1)

dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa untuk

direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (2) diharapkan

untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

2.3.2. Penggolongan Aset Tetap

Aset Tetap dikeompokkan karena memiliki sifat yang berbeda dengan aset lainnya.

Kriteria aset tetap terdiri dari berbagai jenis barang maka dilakukan

pengelompokkan lebih lanjut atas aset-aset tersebut. Pengelompokkan itu


tergantung pada kebijaksanaan akuntansi perusahaan masing-masing karena

umumnya semakin banyak aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan maka semakin

banyak pula kelompoknya.

Aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan terdiri dari berbagai jenis dan bentuk,

tergantung pada sifat dan bidang usaha yang diterjuni oleh perusahaan tersebut.

Aset tetap sering merupakan susatu bagian utama dari aset perusahaan, karenanya

signifikan dalam penyajian posisi keuangan. Nilai yang relatif besar serta jenis

dan bentuk yang beragam dari aset tetap menyebabkan perusahaan harus hati-hati

dalam menggolongkannya.

Dari macam-macam aset tetap, untuk tujuan akuntansi dilakukan penggolongan

sebagai berikut:

1. Aset tetap yang umumnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan,

pertanian, dan peternakan.

2. Aset tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa

penggunaannya dapat diganti dengan aset yang sejenis, misalnya bagunan,

mesin, alat-alat, mebel, dan lain-lain.

10

3. Aset tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa

penggunaannya tidak dapat diganti dengan aset sejenis, misalnya sumber

sumber alam seperti hasil tambang dan lain-lain.

Menurut Harahap (2004;22) aset tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut

antara lain:

1. Sudut substansi, aset tetap dapat dibagi:

a) Tangible assets atau aset berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan
peralatan.

b) Intangible assets atau aset tidak berwujud seperti goodwill, patent,

copyright, hak cipta, franchise, dan lain-lain.

2. Sudut disusutkan atau tidak:

a) Depreciated plant assets yaitu aset tetap yang disusutkan seperti gedung,

peralatan, mesin, inventaris, dan lain-lain.

b) Undepreciated plant assets yaitu aset yang tidak dapat disusutkan, seperti

tanah.

3. Berdasarkan jenis

a) Lahan-lahan adalah bidang jenis tanah terhampar baik yang merupakan

tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila

ada lahan yang dididrikan bangunan di atasnya harus dipisahkan

pencatatan dari lahan itu sendiri.

b) Bangunan gedung-gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini

baik di atas lahan atau air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang

menjadi lokasi gedung.

11

c) Mesin-mesin termasuk peralatan-peralaatan yang menjadi bagian dari

mesin yang bersangkutan.

d) Kendaraan yaitu semua jenis kendaraan seperti alat pengangkut, truk,

grader, traktor, forklift, mobil, kendaraan bermotor, dan lain-lain.

e) Perabot yaitu dalam jenis ini termasuk perabotan kantor, perabot

laboratorium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan.

f) Inventari yaitu peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang


digunakan dalam perusahaan seperti inventaris laboratorium, inventaris

gudang, dan lain-lain.

g) Prasarana yaitu prasarana merupakan kebiasaan bahwa perusahaan

membuat klasifikasi khusus prasarana seperti jalan, jembatan, roil, pagar,

dan lain-lain.

2.3.3. Penyusutan Aset Tetap

Menurut PSAK No. 17, penyusutan (depresiasi) adalah alokasi sejumlah aset yang

dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi yang akan dibebankan

ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Aset tetap yang dapat

disusutkan adalah aset yang:

1) diharapkan untu digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi,

2) memiliki masa manfaat yang terbatas,

3) dimiliki oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau

memasok barang atau jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi.

12

Menurut Baridwan (2008;306), sebab-sebab penyusutan yaitu:

1. Faktor-faktor fisik

Faktor-faktor fisik yang mengurangi fungsi aset tetap adalah aus karena dipakai

(wear and tear), aus karena umur (deteriotation and decay) dan kerusakan

kerusakan.

2. Faktor-faktor fungsional

Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aset tetap antara lain


ketidakmampuan aset untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu diganti

dan karean adanya perubahan permintaan terhadap barang dan jasa yang

dihasilkan, atau karena adanya perkembangan teknologi sehingga aset tersebut

tidak ekonomis lagi jika dipakai.

Faktor-faktor yang Menentukan Biaya Penyusutan

Menurut Baridwan (2008;307), ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam

memnetukan beban penyusutan tiap periode.

1. Harga perolehan (cost)

Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain yang

terjadi dalam memperoleh suatu aset dan menempatkannya agar dapat digunakan.

2. Nilai sisa (residu)

Nilai sisa suatu aset yang didepresiasi/disusutkan adalah jumlah yang diterima bila

aset itu dijual, ditukarkan atau cara-cara kaub jetuja aset tersebut sudah tidak

13

dapat digunakan lagi, dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat

menjual/menukarnya.

3. Taksiran umur kegunaan (masa manfaat)

Taksiran umur kegunaan (masa manfaat) suatu aset dipengaruhi oleh cara-cara

pemeliharaan dan kebijakan-kebijakan suatu yang dianut dalam reparasi. Taksiran

umur ini bisa dinyatakan dalam satuan periode waktu, satuan hasil produksi atau

satuan jam kerjanmya. Dalam menaksir umur (masa manfaat) aset harus

dipertimbangkan sebab-sebab keausan fisik dan fungsional.

Metode Perhitungan Penyusutan

Menurut Baridwan (2008;308), untuk menghitung jumlah penyusutan bisa


dilakukan dengan berbagai metode, yaitu:

1. Metode Garis Lurus

Metode ini adalah metode depresiasi yang paling sederhana dan banyak digunakan.

Dalam cara ini beban penyusutan/depresiasi tiap periode jumlahnya sama

(terkecuali kalau ada penyesuaian-penyesuaian).

Cara perhitungan metode penyusutan garis lurus adalah sebagai berikut.

Harga Perolehan – Nilai Residu

Umur Ekonomis

Perhitungan depresiasi dengan garis luris ini didasarkan pada anggapan-anggapan

sebagai berikut:

14

a) Kegunaan ekonomis dari suatu aset akan menurun secara proporsional

setiap periode.

b) Biaya reparasi dan pemeliharaan tiap-tiap periode jumlahnya relatif tetap.

c) Kegunaan ekonomis berkurang karena lewatnya waktu.

d) Penggunaan (kapasitas) aset tiap-tiap periode relatif tetap.

2. Metode Jam Jasa (Service Hours Method)

Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aset (terutama mesin-mesin) akan

lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time) dibandingkan dengan

penggunan tidak sepenuhnya (part time). Dalam cara ini beban depresiasi dihitung

dengan dasar satuan jam jasa. Beban penyusutam/depresiasi periodik besarnya

akan sangat bergantung pada jam jasa yang terpakai.

Cara perhitungan metode penyusutan jam jasa adalah sebagai berikut.

Harga Perolehan – Nilai Residu


Taksiran Jam Jasa

3. Metode Hasil Produksi (Productive Output Method)

Dalam metode ini umur kegunaan aset ditaksir dalam satuan unit hasil produksi.

Beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga

depresiasi tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi hasil produksi.

Dasar teori yang dipakai adalah bahwa suatu aset itu dimiliki untuk menghasilkan

produk, sehingga depresiasi juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat

dihasilkan.

15

Cara perhitungan metode penyusutan hasil produksi adalah sebagai berikut.

Harga Perolehan – Nilai Residu

Taksiran Jam Jasa

4. Metode Beban Berkurang (Reducing Charge Method)

a) Metode jumlah angka tahun (sum of year’s digits method)

Di dalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian

pengurang (reducing fractions) yang setiap tahunnya selalu menurun dengan

harga perolehan dikurangi nilai residu. Bagian pengurang dihitung sebagai

berikut:

Pembilang = bobot (weight) untuk tahun bersangkutan

Penyebut = jumlah angka tahun selama umur ekonomis aset atau jumlah angka

bobot (weight)

Jika aset itu umur ekonomisnya panjang, makan penyebut (jumlah angka

tahun) dapat dihitung dengan rumur sebagai berikutL


Jumlah angka tahun = n(n+1)

b) Metode saldo menurun (declining balance method)

Dalam cara ini beban depresiasi periodik dihitung dengan cara mengalikan

tarif yang tetap dengan nilai buku aset. Karena nilai aset ini setiap tahun selalu

menurun makan beban depresiasu tiap tahunnya juga selalu menurun. Tarif ini

dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

16

Keterangan:

T = tarif atau persen penyusutan dari nilai buku

n = perkiraan umur ekonomis aset tetap

S = nilai residu (sisa) aset tetap

A = nilai/harga perolehan aset tetap

c) Metode saldo menurun berganda (doubledeclining balance method)

Dalam metode ini, beban penyusutan tiap tahunnya menurun. Untuk dapat

menghitung beban penyusutan yang selalu menurun, dasar yang digunakan

adalah persentase penyusustan garis lurus. Persentase ini dikalikan dua dan

setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aset tetap. Karena nilai buku selalu

menurun maka beban penyusutanm juga selalu menurun.

d) Metode tarif menurun (declining rate of cost method)

Di samping metode-metode yang telah diuraikan, terkadang dijumpai juga

cara menghitung depresiasi dengan menggunakan tarif (%) yang selalu

menurun. Tarif (%) ini setiap periode dikalikan dengan harga perolehan.
Penurunan tarif (%) setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar yang

pasti, tetapi ditentukan berdasarkan kebijakan perusahaan. Karena tarif (%)

setiap periode selalu menurun makan beban depresiasinya juga selalu menurun.

17

2.4. Revaluasi Aset Tetap

Revaluasi adalah penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan

adanya kenaian nilai aset tetap perusahaan tersebut di pasaran atau karena

rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan

oleh devaluasi atau sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan

tidak lagi mencerminkan nilai yang wajar.

Tujuan penilaian kembali aset tetap perusahaan dimaksudkan agar perusahaan

dapat melakukan perhitungan penghasilan dan biaya lebih wajar sehingga

mencerminkan kemampuan dan nilai perusahaan yang sebenarnya.

2.5. Perlakuan Akuntansi

Berikut adalah perbandingan perlakuan akuntansi terhadap aset tetap antara PSAK

No. 16/2007 dengan PSAK No16/2011.

Tabel 2.1 Perbedaan PSAK 16/2011 dan PSAK 16/2007 Perihal PSAK 16 (Revisi 2011) PSAK 16 (revisi
2007)

Pengecualian terhadap ruang lingkup :

Menambahkan pengecualian ruang lingkup untuk:

a. aset tetap diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58 (revisi 2009): Aset Tidak
Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan

Hanya mengatur pengecualian ruang lingkup untuk untuk hak penambangan dan reservasi tambang,
seperti minyak, gas alam, dan sumber daya alam sejenis yang tidak dapat diperbarui

18
b. pengakuan dan pengukuran aset eksplorasi dan evaluasi (Lihat PSAK 64: Aktivitas Eksplorasi dan
Evaluasi Pada Pertambangan Sumber Daya Mineral)

Ruang lingkup Tidak mengatur lagi mengenai properti investasi yang sedang dibangun atau
dikembangkan.

Ruang lingkup mencakup properti yang dibangun atau dikembangkan untuk digunakan di masa depan
sebagai properti investasi.

Hibah Pemerintah Tidak mengatur syarat pengakuan aset tetap yang berasal dari hibah. Hanya
mengatur nilai tercatat aset tetap yang dapat dikurangi dari hibah pemerintah

Pengakuan aset tetap yang berasal dari hibah pemerintah mempunyai syarat bahwa:a. entitas telah
memenuhi kondisi atau prasyarat hibah tersebut; b. hibah akan diperoleh

Aset Tetap yang Tersedia untuk Dijual

Pengaturan aset tetap yang tersedia untuk dijual dihapus karena sudah diatur dalam PSAK 58 (Revisi
2009): Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi yang Dihentikan.

Mengatur perlakuan akuntansi terhadap suatu aset tetap yang tersedia untuk dijual.

Depresiasi atas Tanah Menjelaskan bahwa pada umumnya tanah memiliki umur ekonomis yang tidak
terbatas sehingga tidak disusutkan, kecuali entitas meyakini umur ekonomis tanah terbatas. Perlakuan
akuntansi tanah yang diperoleh dengan Hak Guna Usaha, Hak

Perlakuan akuntansi untuk tanah yang diperoleh dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan
lainnya mengacu pada PSAK 47: Tanah

19

Guna Bangunan dan lainnya mengacu pada ISAK 25: Hak atas Tanah

Sumber: Prayudi, 2012

1. Pengakuan

Menurut Prayudi (2012) biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika

dan hanya jika:

a) kemungkinan besar entitas akan memperoleh mangaat ekonomik masa

depan dari aset tersebut; dan


b) biaya perolehan aset dapat diukur secara andal.

Entitas harus mengevaluasi berdasarkan prinsip pengakuan ini terhadap biaya

perolehan aset tetap pada saat terjadinya. Biaya-biaya tersebut termasuk biaya

awal untuk memperoleh atau mengkonstruksi aset tetap dan biaya-biaya

selanjutnya yang timbul untuk menambah, mengganti, atau memperolehnya.

2. Pengakuan awal

Menurut Prayudi (2012), suatu aset tetap yang memenuhi kualifikai untuk diakui

sebagai aset pada awalnya harus diukur sebesar biaya perolehan.

Biaya perolehan aset tetap meliputi:

a) harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak

boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan

potongan lain;

20

b) biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset

ke lokasi dan kondisi yang diinginkan manajemen;

c) estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan

restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut timbul ketika aset

tersebut diperoleh atau karena entitas menggunakan aset tersebut selama

periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan.

3. Pengukuran biaya perolehan

Biaya perolehan aset tetap adalah setara dengan nilai tunai yang diakui pada saat

terjadinya. Jika pembayaran suatu aset ditangguhkan hingga melampaui jangka

waktu kredit normal, perbedaan antara nilai tunai dengan pembayaran total diakui

sebagai beban bunga selama periode kredit kecuali dikapitalisasi sesuai dengan
PSAK 26 (revisi 2008): Biaya Pinjaman.

Biaya perolehan dari suatu aset tetap diukur pada nilai wajar, kecuali:

a) transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau

b) nilai wajar dari aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur

secara andal.

4. Pengukuran setelah pengakuan awal

a) Model biaya

Setelah diakui sebagai aset, aset tetap dicatat sebesar biaya perolehan

dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai aset.

21

b) Model revaluasian

Setelah diakui sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur secara

andal harus dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal

revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai

yang terjadi setelah tanggal revaluasi. Revaluasi harus dilakukan dengan

keteraturan yang cukup reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak

berbeda secara material dari jumlah yang ditentukan dengan menggunakan

nilai wajar pada akhir periode pelaporan.

Frekuensi revaluasi tergantung perubahan nilai wajar dari suatu aset tetap yang

direvaluasi. Jika nilai wajar dari aset yang direvaluasi berbeda secara material dari

jumlah tercatatnya, maka revaluasi lanjutan perlu dilakukan. Beberapa aset tetap

mengalami perubahan nilai wajar secara signifikan dan fluktuatif, sehingga perlu
direcaluasi secara tahunan. Revaluasi tahunan seperti itu tidak perlu dilakukan

apabila perubahan nilai wajar tidak signifikan. Namun demikian, aset tersebut

mungkin perlu direvaluasi setiap tiga atau lima tahun sekali. Jika suatu aset tetap

direvaluasi, maka akumulasi penyusutan pada tanggal revaluasi perlu

diperlakukan dengan salah satu cara berikut ini:

1) disajikan kembali secara proporsional dengan perubahan dalam jumlah

tercatat bruto aset sehingga jumlah tercatat aset setelah revaluasi sama

dengan jumlah revaluasiannya. Metode ini sering digunakan apabia aset

direvaluasi dengan cara memberi inideks untuk menentukan biaya

pengganti yang telah disusutkan; atau

22

2) dieliminasi terhadap jumlah tercatat bruto aset dan jumlah tercatat neto

setelah eliminasi disajikan kembali sebesar jumlah revaluasian dari aset

tersebut. Metode ini sering digunakan untuk bangunan.

5. Penghentian pengakuan

Jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat:

a) dilepas; atau

b) ketika tidak terdapat lagi manfaat ekonomi di masa depan yang diharapkan

dari penggunaan atau pelepasannya.

Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dijual,

disewakan berdasarkan sewa pembiayaan, atau disumbangkan. Dalam

menentukan tanggal pelepasan aset, entitas menerapkan kriteria dalam PSAK 23

(revisi 2009): Pendapatan untuk Mengakui Pendapatan dari Penjualan Barang,

PSAK 30 (revisi 2011): Sewa diterapkan untuk Pelepasan melalui Jual dan Sewa
Balik.

Keuntungan atau kerugian yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset

tetap ditentukan sebesar pendapatan antara jumlah hasil pelepasan neto, jika ada,

dan jumlah tercatat dari aset tersebut.

Piutang atas pelepasan aset tetap diakui pada saat awal sebesar nilai wajarnya.

Jika pembayaran untuk hal tersebut ditangguhkan, perhitungan yang akan diterima

diakui pada saat awal sebesar nilai tunainya. Perbedaan antara jumlah nominal

piutang dan nilai tunainya diakui sebgai pendapatan bunga sesuai dengan PSAK

23 (revisi 2009): Pendapatan yang Mencerminkan Imbalan Efektif atas Piutang.

23

2.6. Analisis Rasio Keuangan

1. Rasio Solvabilitas

Menurut Kasmir (151, 2009) rasio solvabilitas atau leverage ratio merupakan

rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktivitas perusahaan dibiayai

dengan utang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan

dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio

solvabilitas digunakan untuk mengukur seluruh kewajibannya, baik jangka

pendek maupun jangka panjang apabila perusahaaan dibubarkan (dilikuidasi).

Oleh karena itu, manajer keuangan dituntut untuk mengelola rasio solvabilitas

dengan baik sehingga mampu menyeimbangkan pengembalian yang tinggi dengan

tingkat risiko yang dihadapi. Perlu dicermati pula bahwa besar kecilnya rasio ini

sangat tergantung dari pinjaman yang dimiliki perusahaan, di samping aktiva yang

dimilikinya (ekuitas).

Menurut Kasmir (155, 2009) dalam praktiknya, terdapat beberapa jenis rasio
solvabilitas yang sering digunakan perusahaan. Adapun jenis-jenis rasio yang ada

dalam rasio solvabilitas antara lain: debt to asset ratio (debt ratio), debt to equity

ratio, long term debt to equity ratio, tangible assets debt coverage, current

liabilities to net worth, times interest earned, dan fixed charge coverage.

Untuk mengukur tingkat solvabilitas yang dimiliki oleh PT Indospring Tbk.

peneliti menggunakan debt ratio dan debt to equity ratio.

24

a. Rasio Utang atas Modal (debt to equity ratio)

Menurut Kasmir (157, 2009), debt to equity ratio merupakan rasio yang

digunakan untuk meilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara

membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh

ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan

peminjam (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini

berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk

jaminan utang.

Rumus untuk mencari debt to equity ratio dapat digunakan perbandingan

antara total utang dengan total ekuitas sebagai berikut.

Debt to equity ratio = Total utang (Debt)

Ekuitas (Equity)

b. Rasio Utang atas Aset (Debt to Asset Ratio / Debt Ratio)

Menurut Kasmir (156, 2009) Debt Ratio merupakan rasio utang yang

digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total


aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang

atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan

aktiva.

Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan denman

utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk

memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak

mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian

25

pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai oleh utang.

Standar pengukuran untuk menilai baik tidaknya rasio perusahaan, digunakan

rasio rata-rata industri sejenis.

Rumusan untuk mencari debt ratio dapat digunakan sebagai berikut.

Debt to asset ratio = Total debt

Total asssets

2. Rasio Aktivitas

Menurut Kasmir (172, 2009) rasio aktivitas (activity ratio) merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva

yang dimilikinya. Atau dapat pula dikatakan rasio ini digunakan untuk mengukur

tingkat efisiensi (efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan. Efisiensi

yang dilakukan misalnya di bidang penjualan, sediaan, penagihan piutang dan

efisiensi di bidang lainnya. Rasio aktivitas juga digunakan untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. dari hasil

pengukuran dengan rasio aktivitas akan terlihat apakah perusahaan lebih efisien
dan efektif dakan mengelola aset yang dimilikinya atau mungkin justru sebaliknya.

Rasio aktivitas yang dapat digunakan manajemen untuk mengambil keputusan

terdiri dari beberapa jenis, Penggunaan rasio yang diinginkan sangat tergantung

dari keinginan manajemen perusahaan. Artinya lengkap tidaknya rasio aktivitas

yang digunakan tergantung dari kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai pihak

manajemen. Berikut ini ada beberapa jenis rasio aktivitas yang dirangkum dari

26

beberapa ahli keuangan, yaitu: perputaran piutang (receivable turn over), hari

rata-rata penagihan (days of receivable), perputaran sediaan (inventory turn over),

hari rata-rata penagihan sediaan (days of inventory), perputaran modal kerja

(working capital turn over), perputaran aktiva tetap (fixed assets turn over), dan

perputaran aktiva (assets turn over). (Kasmir, 175, 2009).

a. Perputaran aset (total assets turn over)

Menurut Kasmir (185, 2009), total assets turn over merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan

dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva.

Rumus untuk mencari total assets turn over adalah sebagai berikut.

Total assets turn over = Penjualan (sales)

Total Aktiva (total assets)

b. Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turn Over)

Menurut Kasmir (184, 2009), fixed assets turn over merupakan rasio yang

digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang ditanankan dalam aktiva

tetap berputar dalam satu periode. Atau dengan kata lain, untuk mengukur

apakah perusahaan sudah menggunakan kapasitas aset tetap sepenuhnya atau


belum. Untuk mencari rasio ini, caranya adalah membandingkan antara

penjualan bersih denga aktiva tetap dalam suatu periode.

27

Rumus untuk mencari fixed assets turn over dapat digunakan sebagai berikut.

fixed assets turn over = Penjualan (Sales)

Total Aktiva Tetap (Total fixed assets)

3. Rasio Profitabilitas

Menurut Kasmir (196, 2009), rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai

kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan

ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan oleh

laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, terdapat beberapa jenis rasio

profitabilitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas

digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu

periode tertentu atau untuk beberapa periode.

Dalam praktiknya, jenis-jenis rasio profitabilitas yang digunakan adalah: profit

margin (profit margin on sales), return on investment (ROI), return on equity

(ROE), dan laba per lembar saham.

a. Profit Margin (profit margin on sales)

Menurut Kasmir (199, 2009), profit margin on sales atau ratio profit margin

atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan

untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah
dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih.

Terdapat dua rumus untuk mencari profit margin, yaitu sebagai berikut.

28

• Untuk margin laba kotor dengan rumus:

Profit margin = Penjualan bersih – HPP

Sales

• Untuk margin laba bersih dengan rumus:

Net Profit Margin = Earning after Interest and Tax (EAIT)

Sales

b. Return on Investment

Menurut Kasmir (202, 2009), return on investment (ROI) atau return on total

assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva

yang digunakan dalam perusahaan. ROI juga merupakan suatu ukuran tentang

efektifitas manajemen dalam mengelola investasinya.

Di samping itu, hasil pengembalian investasi menunjukkan produktivitas dari

seluruh dana perusahaan, baik modal pinjaman maupun modal sendiri.

Semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula

sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari

keseluruhan operasi perusahaan.

Rumus untuk mencari return on investment (ROI) dapat digunakan sebagai

berikut.

Return on Investment = Earning After Interest and Tax

Total Assets

29
c. Return on Equity

Menurut Kasmir (204, 2009), hasil pengembalian ekuitas atau return on equity

atau rentabilitas modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih

sesudah pajak dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik.

Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

Rumus untuk mencari return on equity (ROE) dapat digunakan sebagai berikut.

Return on Equity (ROE) = Earning After Interst and Tax

Equity

BAB I
PENDAHULUAN

Entitas bisnis saat ini dituntut utuk dapat menyajikan laporan keuangan yang dapat
dibandingkan dengan laporan entitas bisnis lain, agar para pihak yang memiliki kepentingan
dalam entitas dapat menilai para entitas bisnis secara adil dan terbuka. Dalam melaksanakan hal
tersebut, setiap entitas bisnis diwajibkan untuk menggunakan sistem pencatatan laporan
keuangan yang seragam dan telah diterima oleh semua pihak, yakni PSAK. Pada era globalisasi
saat ini.
International Financial Reforting  Standar (IFRS) merupakan pedoman penyusunan
laporan keuangan yang diterima secara global dan mendunai, sedangkan Pernyataan Standar
Keuangan (PSAK) merupakan pedoman standar akuntan di Indonesia untuk membuat laporan
keuangan Indonesia sebagai sebuah negara berkembang menjadi bagian dari pertumbuhan
ekonomi dunia telah merespon perubahan – perubahan sistem pelaporan keuangan terkini dengan
melakukan konvergensi IFRS. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah merencanakan PSAK ke
IFRS secara penuh pada tahun 2012 (full adoption). 
Salah satu PSAK yang telah mengadopsi IFRS adalah PSAK 68 : Fair Value/ Nilai
Wajar, penerapan IFRS berarti merubah dan menyesuaikan sebagian besar prinsip dari standar
akuntansi yang sebelumnya telah berlaku berpuluh-puluh tahun. Salah satu perubahan mendasar
dari adanya adopsi IFRS tersebut adalah penggunaan Fair Value Accounting.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1  Defenisi Nilai Wajar


PSAK 68 memberikan defenisi seragam pada nilai wajar untuk transaksi yang mengharuskan
atau diperkenankan menggunakan pengukuran nilai wajar di PSAK lain.
Berikut ini adalah perbandingan defenisi nilai wajar anatara PSAK 68 dan PSAK lainnya :
PSAK Sebelumnya PSAK 68 : Nilai Wajar
Jumlah suatu asset dipertukarkan atau Harga yang akan diterima untuk menjual
liabilitas atau diselesaikan antara pihak suatu asset atau harga yang akan dibayar
yang berkeinginan dan memiliki untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
pengetahuan dalam suatu transaksi yang transaksi teratur antara pelaku pada tanggal
wajar. pengukuran.

            Nilai wajar dinilai sebagai konsep yang paling sesuai dan relevan untuk penyusunan
laporan keuangan sebuah perusahaan atau entitas bisnis sebab bisa mengambarkan nilai pasar
yang sebenarnya terjadi. Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur: satu satu, sekelompok asset,
satu liabilitas, sekelompok liabilitas, konsiderasi bersih dari satu atau lebih asset dikurangi satu
atau lebih liabilitas terkait, satu segmen atau devisi dari sebuah entitas, satu lokasi atau wilayah
dari suatu entitas, satu keseluruhan entitas.
1.2  Aset dan Liabilitas
Pengukuran nilai wajar adalah untuk asset atau liabilities. Ketika mengukur nilai wajar,
entitas memperhitungkan karakteristik aset atau liabilitas jika pelaku pasar akan
memperhitungkan karakteristik tersebut ketika menentukan harga aset atau liabilitas pada
tanggal  pengukuran. Karakteristik tersebut misalnya : kondisi dan lokasi aset; dan pembatasan,
jika ada, atas penjualan atau penggunaan aset.
Dampak pengukuran yang timbul dari karakteristik tertentu akan berbeda tergantung pada
bagaimana karakteristik tersebut akan diperhitungkan pelaku pasar.
Aset atau liablitas yang diukur pada nilai wajar yang berdasarkan PSAK 68 dapat terdiri
salah satu sebagai berikut :
a)      Aset atau liabilitas yang terdiri sendiri ( contohnya instrumen keuangan atau aset non keuangan)
b)      Sekelompok aset, sekelompok liabilitas atau sekelompok aset dan liabilitas ( contoh suatu unit
penghasil kas atau bisnis)
Entitas mengukur nilai wajar suatu asset atau liabilities menggunakan asumsi yang akan
digunakan pelaku pasar ketika menentukan harga asset atau liabilities tersebut, dengan  asumsi
bahwa pelaku pasar bertindak dalam kepentingan ekonomi terbaiknya.
Entitas mengidentifikasi pelaku pasar secara umum, mempertimbangkan faktor yang spesifik
untuk.
         Asset dan liabilitas
         Pasar utama
         Pelaku pasar yang akan melakukan transaksi

1.3  Transaksi
Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa aset atau liablitas dipertukarkan dalam suatu
transaksi tertaur antara pelaku pasar untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas pada tanggal
pengukuran berdasarkan kondisi pasar saat ini. Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa
transaksi untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas terjadi :
a)      Di pasar utama ( principal market) untuk aset atau liabilitas tersebut,
b)      Jika tidak terdapat pasar utama yang paling menguntungkan ( most advantegous market ) untuk
asset atau liabilitas tersebut.
Entitas tidak perlu melaksanakan pencarian menyeluruh atas semua pasar yang ada untuk
mengidentifikasi pasar utama, atau jika tidak terdapat pasar utama, pasar yang paling
menguntungkan, namun entitas memperhitungkan seluruh informasi yang sewajarnya tersedia.
Jika tidak terdapat bukti yang bertentangan, maka pasar dimana entitas umumnya melakukan
transaksi untuk menjual aset atau mengalihkan liabilitas tersebut dianggapi sebagai pasar utama,
atau jika terdapat pasar utama, pasar yang paling menguntungkan.  Jika terdapat pasar utama
untuk aset dan liabilitas, maka pengukuran nilai wajar mempresentasikan harga di pasar tersebut,
bahkan jika harga di pasar yang berbeda berpotensi lebih menguntungkan pada tanggal
pengukuran.

1.4 Pelaku Pasar


Dalam PSAK 68  mengukur fair value/ nilai wajar, entitas menggunakan asumsi bahwa
pelaku pasar yang menentukan harga aset atau liabilitas berdasarkan kepentingan ekonomi
terbaiknya memenuhi karakteristik seperti  independent (not related parties), knowledgable, able
to enter into transaction, and willing to enter.
Hal yang dipertimbangkan dalam mengidentifikasi pelaku pasar secara umum adalah:
1)      Aset atau liabilitas (baik berdiri sendiri ataupun aset/liabilitas kelompok)
2)      Pasar (baik pasar utama atapun pasar yang paling menguntungkan ketika pasar utama tidak ada)
3)      Pelaku pasar yang melakukan transaksi

1.4  Harga
Nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu asset atau harga yang akan
dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi teratur di pasar utama ( pasar yang
paling menguntungkan) pada tanggal pengukuran berdasarkan kondisi pasar saat ini ( yaitu harga
keluaran) terlepas apakah harga tersebut dapat diobservasi secara langsung atau diestimasi
menggunakan teknik penilaian.
Harga di pasar utama ( pasar yang paling menguntungkan) yang digunakan untuk
mengukur nilai wajar asset atau liabilitas tidak disesuaikan dengan biaya transaksi (transaction
cost). Biaya transaksi dicatat sesuai dengan pernyataan lain. Biaya transaksi bukan merupakan
karakteristik suatu asset dan liabilitas.
1.5  Penerapan pada Aset Nonkeuangan
Nilai wajar dihitung berdasarkan kemampuan pelaku pasar untuk menghasilkan manfaat
ekonomik dari penjualan aset kepada pelaku pasar yang akan menggunakan aset tersebut dengan
penggunaan terbaik dan tertinggi. Hal ini memperhitungkan:
  penggunaan yang secara fisik dimungkinkan (physically possible);
  secara hukum diizinkan (legally permissible); dan
  layak secara keuangan (financially feasible).
Penggunaan tertinggi dan terbaik juga menetapkan premis penilaian (valuation premise) yang
digunakan untuk mengukur nilai wajar. Penggunaan tertinggi dan terbaik ini didasarkan pada
kondisi:
  penggunaan kombinasi dengan aset atau liabilitas, yaitu ketika aset digunakan bersama dengan
aset atau liabilitas lain
  penggunaan aset secara terpisah

1.5.1.      Penerapan pada Liabilitas dan Instrumen Ekuitas Milik Entitas Sendiri


Pengukuran nilai wajar mengasumsikan bahwa liabilitas keuangan atau, liabilitas non
keuangan atau instrumen ekuitas milik entitas sendiri (contohnya kepemilikan saham yang
diterbitkan sebagai pembayaran dalam suatu kombinasi bisnis) dialihkan kepada pelaku pasar
pada tanggal pengukuran.
Penerapan pada liabilitas dan instrumen ekuitas milik entitas sendiri dalam pengukuran
nilai wajar mengasumsikan bahwa:
  Liabilitas akan tetap terutang, dan tidak akan diselesaikan atau diakhiri pada tanggal pengukuran.
  Instrumen ekuitas milik entitas sendiri akan tetap beredar dan tidak akan dibatalkan atau diakhiri
pada tanggal pengukuran.

1.6   Metode Pengukuran Nilai Wajar ( Fair Value)


            Berdasarkan PSAK No. 68 tahun 2013 tentang pengukuran Nilai wajar, teknik penilaian
nilai wajar yaitu :
1.      Pendekatan Pasar ( market approach)
Pendekatan pasar ( market approach) menggunakan harga dan informasi relevan lain yang
dihasilkan oleh transaksi pasar yang melibatkan asset, liabilitas, atau kelompok asset dan
liabilitas yang identik atau sebanding seperti bisnis.
2.      Pendekatan Biaya ( Cost appoarch )
Pendekatan biaya ( coast approach) mencerminkan jumlah yang diburuhkan saat ini untuk
menggantikan kapasitas manfaat ( service capacity) asset ( sering disebut sebagai biaya
pengganti saat ini)
3.      Pendekatan penghasilan ( income approach)
Pendekatan penghasilan ( income approach) mengkonversi jumlah masa depan ( contohnya arus
kas atau penghasilan dan beban) ke suatu jumlah tunggal saat ini (yang didiskontokan). Ketka
pendekatan penghasilan digunakan, pengukuran nilai wajar mencerminkan harapan pasar saat ini
mengenai jumlah masa depan tersebut.

1.7  Nilai Wajar pada Saat Pengakuan Awal


Ketika aset diperoleh atau liabilitas diambil alih dalam transaksi pertukaran untuk aset atau
liabilitas tersebut, harga transaksi adalah harga yang dibayar untuk memperoleh aset atau
diterima untuk mengambil alih liabilitas (harga masukan (entry price)). Sebaliknya, nilai wajar
aset atau liabilitas adalah harga yang akan diterima untuk menjual aset atau dibayar untuk
mengalihkan liabilitas (harga keluaran). Entitas tidak perlu menjual aset pada harga yang dibayar
untuk memperoleh aset tersebut. Serupa dengan hal tersebut, entitas tidak perlu mengalihkan
liabilitas pada harga yang diterima untuk mengambil alih liabilitas  tersebut.
Ketika menentukan apakah nilai wajar pada saat pengakuan awal adalah sama dengan harga
transaksi, entitas memperhitungkan faktor yang spesifik atas transaksi dan aset atau liabilitas
tersebut. Paragraf PP04 menjelaskan situasi dimana harga transaksi mungkin tidak
merepresentasikan nilai wajar aset atau liabilitas pada saat pengakuan awal.
Jika Pernyataan lain mensyaratkan atau mengizinkan entitas untuk mengukur aset atau
liabilitas awalnya pada nilai wajar dan harga transaksi berbeda dari nilai wajar, maka entitas
mengakui keuntungan atau kerugian yang dihasilkan dalam laba rugi, kecuali dinyatakan lain
dalam Pernyataan tersebut.

1. 8  Hirarki Nilai Wajar


Untuk meningkatkan konsistensi dan keterbandingan dalam pengukuran nilai wajar dan
pengungkapan yang terkait, Pernyataan ini menetapkan hirarki nilai wajar yang mengkategorikan
dalam tiga level (lihat paragraf 76–90) input untuk teknik penilaian yang digunakan dalam
pengukuran nilai wajar. Hirarki nilai wajar memberikan prioritas tertinggi kepada harga
kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas yang identik (input Level
1) dan prioritas terendah untuk input  yang tidak dapat diobservasi (input Level 3).
Jika input  yang dapat diobservasi membutuhkan penyesuaian menggunakan inputyang
tidak dapat diobservasi dan penyesuaian tersebut menghasilkan pengukuran nilai wajar yang
secara signifikan lebih tinggi atau lebih rendah, pengukuran yang dihasilkan akan dikategorikan
dalam Level 3 hirarki nilai wajar. Sebagai contoh, jika pelaku pasar akan memperhitungkan
dampak suatu pembatasan pada penjualan aset ketika mengestimasi harga untuk aset tersebut,
entitas akan menyesuaikan harga kuotasian untuk mencerminkan dampak dari pembatasan
tersebut. Jika harga kuotasian tersebut adalah input Level 2 dan penyesuaiannya
adalah input yang tidak dapat diobservasi yang signifikan terhadap keseluruhan pengukuran,
maka pengukuran tersebut akan dikategorikan dalam Level 3 hirarki nilai wajar.
PSAK 68 menetapkan hirarki nilai wajar yang mengelompokkan input untuk tehnik
penilaian yang digunakan dalam pengukuran nilai wajar menjadi tiga level input yaitu:
•      Input Level 1 adalah harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas
yang identik yang dapat diakses entitas pada tanggal pengukuran.
•      Input Level 2 adalah input selain harga kuotasian yang termasuk dalam Level 1 yang dapat
diobservasi untuk aset atau liabilitas, baik secara langsung atau tidak langsung.
•      Input Level 3 adalah input  yang tidak dapat diobservasi untuk aset atau liabilitas.

BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
PSAK 68 mendefinisikan nilai wajar (fair value) sebagai “harga yang akan diterima
untuk menjual suatu aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam
transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran”. 
Dalam pengukuran nilai wajar, karakteristik aset atau liabilitas (seperti kondisi dan
lokasi, dan pembatasan) diperhitungkan jika karakteristik tersebut dipertimbangkan oleh pelaku
pasar (market participants) pada tanggal pengukuran. Pengukuran nilai wajar mengasumsikan
bahwa transaksi pertukaran terjadi dalam suatu transaksi teratur (orderly transaction) di pasar
utama (principal market), atau jika tidak ada, di pasar yang paling menguntungkan (most
advantageous market).
Teknik penilaian yang digunakan dalam mengukur nilai wajar memaksimalkan
penggunaan input yang dapat diobservasi yang relevan dan meminimalkan
penggunaaninput yang tidak dapat diobservasi. Input tersebut dikategorikan dalam tiga level
hirarki nilai wajar, yaitu:
a.       Input Level 1, yaitu harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas
yang identik yang dapat diakses entitas pada tanggal pengukuran.
b.      Input Level 2, yaitu input selain harga kuotasian yang termasuk dalam Level 1 yang dapat
diobservasi untuk aset atau liabilitas, baik secara langsung atau tidak langsung.
c.       Input Level 3, yaitu input yang tidak dapat diobservasi untuk aset atau liabilitas.
pengertian fair value
Pengertian Fair Value

a. Nilai wajar (fair value) adalah suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran dari
aktiva atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang paham (knowledgeable) dan berkeinginan untuk
melakukan transaksi wajar (arm's length transaction). (PSAK no 10).
b.       Fair value sebagai tingkat harga dimana aset dapat ditukar pada transaksi sekarang antara pihak-pihak yang
mengetahui dan bersedia. Untuk hutang, fair value diartikan sebagai jumlah yang akan dibayarkan untuk
mentransfer kewajiban kepada debitor baru dari FASB

bahwa model akuntansi berdasarkan metode historical costtidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat
ekonomis, dan cenderung membiarkan perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya
perubahan tersebut. Ini mendorong adanya bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk
kompromi model historical cost dapat mendorong kebijakan manajemen investasi yang tidak baik, menjual
saham yang menguntungkan dan menahan saham yang merugikan.

B. Cara Menghitung Fair Value


Dalam standar akuntansi keuangan sesuai dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 55, konsep
fair value memiliki tiga hierarki, yaitu

Level 1: harga Dikutip (disesuaikan) di pasar aktif untuk aktiva yang identik atau kewajiban, yaitu mereka
yang tersedia di pasar dan biasanya diperoleh dari berbagai sumber.
 Biasanya instrumen yang telah listing langsung di bursa diklasifikasikan sebagai Level 1. seberapa
aktif pasar dan bagaimana instrumen yang diperdagangkan harus  dipertimbangkan Pasar aktif adalah satu di
mana transaksi dilakukan secara rutin dan secara wajar's.  Misalnya, jika aktivitas perdagangan untuk
keamanan adalah harga rendah dan tidak diperbarui secara teratur, keamanan kemungkinan harus
diklasifikasikan sebagai Level 2 atau Level 3
 Level 2: Masukan selain harga pasar termasuk dalam Level 1 yang diamati untuk aktiva atau
kewajiban, baik secara langsung (yaitu sebagai harga) atau tidak langsung (yaitu berasal dari harga).
 Level 3: Masukan untuk aktiva atau kewajiban yang tidak berdasarkan pasar yang dapat diobservasi
(input tidak teramati).

 jika pasar tidak aktif, menurut Jusuf, penentuan nilai bisa menggunakan transaksi-transaksi wajar terkini
antara pihak-pihak yang mengerti dan berkeinginan.
Jika pasar tidak aktif, maka penentuan nilai wajar menggunakan teknik penilaian. Teknik penilaian utamanya
berdasarkan pada asumsi internal perusahaan terhadap future cash flow appropriately risk-adjusted
discount rates.
Indikasi pasar tidak aktif adalah sebagai berikut :
1.       peningkatan yang signifikan selisih antara ask price dengan bid price
2.       pihak yang melakukan suatu tindakan billing jumlahnya terlalu kecil.
3.       adanya volatilitas harga pasar yang sginifikan.
4.       jumlah efek yang ditransaksikan relatif kecil dibandingkan dengan jumlah efek yang beredar.
5.       penurunan signifikan terhadap volume dan level aktivitas perdagangan.
6.       Dalam penilain suatu asset terkadang memerlukan jasa dari profesi untuk menilai suatu asset.
C.                  Peranan Profesi Penilai (Appraisers) dalam penerapan Fair Value
Penilai, sebagai satu profesi, merupakan orang yang dianggap kompeten memberikan oponi nilai yang
kebetulan di disitu dibutuhkan untuk kepentingan keuangan/akuntansi. Maka, penilai menyesuaikan apa
yang diinginkan oleh suatu laporan keuangan itu. Sebenarnya, penilaian pada awalnya dilakukan untuk
agunan. Karena, pada awalnya penilaian memang lebih banyak digunakan untuk menilai agunan. Itu bisa
berbeda kalau tujuannya untuk laporan keuangan.
Untuk kepentingan laporan keuangan, sebenarnya, di sana ada asset berupa tanah dan bangunan yang
tujuannya bukan untuk dijual, tapi untuk diteruskan penggunaannya secara operasional sebagai bagian
usahanya. Misalnya, kantor sebagai aset operasional, maka dicatatkan sebagai aset tetap di dalam neraca.
Aset tetap itulah yang diatur dalam PSAK 16.

Dalam penilaian properti, secara konvensional ada tiga metode atau hierarki disesuaikan dengan standar
akuntansi :
1. menggunakan pendekatan pasar.
Yang gunakan adalah harga pasar. Pendekatan yang mengambil langsung pembandingnya dari property
sejenis yang nilai di pasar.
2. mempertimbangkan nilai pendapatan
Misalnya perkantoran, karena dia menghasilkan pendapatan, maka metodenya menggunakan pendekatan
pendapatan.
3. pendekatan biaya

D.     Kebaikan Menggunakan Fair Value

a. Relevance. Banyak orang percaya bahwa standard akuntansi historical cost telah banyak kehilangan
relevansinya karena kegagalannya mengukur realitas ekonomi. Hampir semua orang setuju bahwa peristiwa
ekonomi---yaitu, kejadian yang mengubah waktu kapan arus kas diterima dan jumlahnya yang akan datang –
harus tercermin (terungkap) dalam laporan keuangan lembaga. Akan tetapi, seringkali model historical cost
hanya mengukur transaksi sudah selesai dan gagal mengakui adanya perubahan nilai riil lain yang dapat
terjadi.

b. Reliability. Masalah yang selalu ada yang tidak dapat dihindari adalah bahwa model akuntansi berdasarkan
historical cost tidak mengakui adanya perubahan nilai bersifat ekonomis, dan cenderung membiarkan
perusahaan memilih sendiri apakah dan kapan mengakui adanya perubahan tersebut. Ini mendorong adanya
bias dalam pemilihan apa yang dilaporkan, dan memperburuk kompromi kenetralan dan dipercayainya
informasi keuangan.

E.      Keburukan Menggunakan Fair Value

a. Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan menilai aset pada tingkat harga yang
dihasilkan jika segera dilikuidasi-sehingga sangat sensitif terhadap pasar.
b. Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi mark-to-market (MTM), yaitu aset dicantumkan pada harga
pasar mereka jika diperdagangkan secara terbuka. Menggunakan akuntansi mark-to-market akan berakibat
perubahan yang terus-menerus pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan
penurunan serta laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan apakah laba
dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat manajemen atau oleh perubahan yang terjadi di
pasar.

c. Volatility. Lembaga keuangan mengatakan bahwa mereka takut akuntansi berdasarkan pasar akan
menyebabkan volatility kinerja lembaga (karena semakin mudahnya nilai item-item aktiva dan pasiva
berfluktuasi). Walaupun sebenarnya lembaga keuangan yang senantiasa mengelola bahaya yang mengancam
asset dan liability hanya sedikit takut dengan market value accounting  Laporan keuangan lembaga keuangan
yang kurang efektif dalam mengelola risiko akan tercermin pada volatility yang selalu ada dalam setiap
usahanya. Para investor dan kreditur akan memiliki informasi yang lebih berguna dan relevan dalam
membedakan risiko antar perusahaan, ketika mengambil keputusan investasi dan keputusan pemberian
kredit (jika menggunakan MVA).

Anda mungkin juga menyukai