Anda di halaman 1dari 51

EVIDENCE BASED NURSING PRACTICE

“MASALAH KESEHATAN PADA IBU DAN SISTEM PELAYANAN PADA


KESEHATAN REPRODUKSI IBU”
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Keperawatan
Maternitas DOSEN: Dr. Dhiana Setyorini, M.Kep, Sp.Mat

Oleh: KELOMPOK 2
1. ALMAS SANIAH P27820821003
2. ANDRY NUR IMANSYAH P27820821005
3. ARINA FITRI P27820821006
4. MARSZHA SOFVA A P27820821035
5. NUR HASANAH P27820821041
6. NURIYAH P27820821043

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN NEGERI KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum .Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
semua ridho serta hidayah-Nya sehingga kami dapat membuat Makalah Keperawatan Maternitas
yang berjudul “Masalah Kesehatan pada Ibu dan Sistem Pelayanan Kesehatan Reproduksi pada
Ibu” dengan baik tanpa kesulitan.
Kami menyusun makalah ini berdasarkan beberapa sumber buku yang telah kami
peroleh. Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan bahasa yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh pembaca. Selain itu, kami memperoleh sumber dari beberapa buku pilihan,
kami pun memperoleh informasi tambahan dari internet.
Terima kasih juga kami aturkan kepada pihak – pihak yang terlibat khususnya untuk
dosen pembimbing kami yang telah memberikan bimbingan sehingga kami dapat membuat
makalah tersebut.
Kami yakin makalah yang kami buat ini tidak luput dari kesalahan, oleh karena itu kami
mohon kepada para pembaca untuk memakluminya. Tak hanya itu makalah kami takkan
sempurna tanpa data – data atau info yang nyata, karena kesempurnaan hanya milik Allah Yang
Maha Kuasa.
Semoga makalah yang telah kami buat berguna bagi pembaca Aamiin.

Wassalamu’alaikum .Wr.Wb

Surabaya, 25 Oktober 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii


DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
1.4 Manfaat ......................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI DAN JURNAL
2.1 Masalah Kesehatan Pada Ibu .......................................................................
2.2 Sistem Pelayanan Kesehatan Reproduksi Ibu ..............................................
2.3 Penelurusan Jurnal ........................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................
3.2 Saran .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
LAMPIRAN JURNAL...............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan reproduksi menurut World Health Organization (WHO) merupakan suatu

keadaan fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan

dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.

Tingginya derajat kesehatan reproduksi ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu

(AKI). Angka kematian ibu menurut WHO didefinisikan sebagai kematian selama

kehamilan atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, akibat semua sebab

yang terkait dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya, tetapi bukan

disebabkan oleh kecelakaan/cedera.

Indonesia merupakan negara di kawasan Asia yang mengalami kegagalan dalam

pencapaian target penurunan angka kematian ibu. Di Indonesia angka kematian ibu

mengalami peningkatan dari 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 359

per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2012. Angka kematian ibu yang masih tinggi di

Indonesia berkaitan dengan masalah kehamilan, persalinan dan nifas. Secara global dari

210 juta kehamilan yang terjadi setiap tahun, 38% juta) merupakan kehamilan tidak

diinginkan dan 22% berakhir dengan aborsi. Kehamilan yang berakhir dengan aborsi

sebesar 40% dari mereka dilakukan pada wanita berusia kurang dari 25 tahun dan sekitar

68.000 wanita meninggal setiap tahun dari komplikasi aborsi yang tidak aman. Pada tahun

2012 terdapat 85 juta kehamilan yang terjadi secara global dan sebesar 40% merupakan

kehamilan yang tidak diinginkan. Dampak yang ditimbulkan dari kehamilan tidak

diinginkan ini sebesar 50% berakhir dengan aborsi, 12% berakhir dengan keguguran dan

38% merupakan kelahiran tidak direncanakan. Diperkirakan 50 juta aborsi yang dilakukan
4
setiap tahun sebagai akibat dari kehamilan tidak diinginkan, 95% diantaranya merupakan

dari negara berkembang. Pada umumnya di negara berkembang itu, sekitar 20-60%

merupakan wanita yang telah menikah atau sekitar 120 juta wanita mengalami kehamilan

yang tidak diinginkan.

Berdasarkan Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)

menunjukkan bahwa angka kejadian kehamilan tidak


(6) diinginkan pada tahun 1997 sebesar

17% dan pada tahun 2002-2003 tidak menunjukkan perubahan yaitu sebesar 17%, tahun

2007 sebesar 19% dan pada tahun 2012 didapatkan 14% kehamilan tidak diinginkan

yang terdiri dari 7% kehamilan tidak tepat waktu dan 7% kehamilan tidak

dikehendaki. Angka ini lebih besar jika dibandingkan dengan data Riskesdas 2010

yang hanya sebesar 5,8%.

Kehamilan tidak diinginkan merupakan masalah kesehatan yang penting baik pada

negara yang perpenghasilan tinggi, negara berpenghasilan menengah maupun di negara

berpenghasilan rendah karena memiliki dampak merugikan dari segi ekonomi, sosial serta

kesehatan ibu dan anak. Beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya kehamilan yang

tidak diinginkan antara lain: perencanaan kehamilan, minimnya pengetahuan tentang

perilaku seksual, tidak menggunakan alat kontrasepsi, kegagalan kontrasepsi, kehamilan

karena pemerkosaan, kondisi kesehatan ibu, persoalan ekonomi, alas an karier serta

kondisi janin yang cacat. Kejadian kehamilan tidak diinginkan dapat meningkatkan risiko

kesakitan pada wanita dan berhubungan dengan efek yang merugikan. Misalnya, wanita

yang tidak menginginkan kehamilan akan menunda untuk pergi ke pelayanan antenatal

yang nantinya akan mempengaruhi terhadap kesehatan bayinya. Selain itu, kehamilan

tidak diinginkan akan mengakibatkan aborsi spontan, yang terjadi pada 4 juta jiwa setiap

tahun, serta aborsi yang direncanakan yang terjadi pada 42 juta jiwa setiap tahun serta

5
kehamilan yang tidak diinginkan terjadi 34 juta jiwa setiap tahun di seluruh dunia. untuk

meningkatkan kewaspadaan terhadap peningkatan angka kematian ibu akibat kehamilan

tidak diinginkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana masalah kesehatan pada Ibu ?
2. Bagaimana sistem pelayanan pada kesehatan reproduksi Ibu ?
3. Bagaimana hasil analisis penelurusan jurnal terkait dengan masalah kesehatan Ibu
dan sistem pelayanan pada kesehatan reproduksi Ibu ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui dan memahami masalah kesehatan yang terjadi pada Ibu.
2. Mengetahui dan memahami sistem pelayanan pada kesehatan reproduksi Ibu.
3. Mengetahui dan memahami hasil analisis penelurusan jurnal terkait dengan
masalah kesehatan yang terjadi pada Ibu dan sistem pelayanan pada kesehatan
reproduksi Ibu.

1.4 Manfaat
1. Melatih berfikir secara kritis untuk menganalisis suatu hasil penelitian.
2. Sebagai sumber informasi ilmiah guna menambah referensi pengembangan ilmu
pengetahuan lebih lanjut terkait masalah kesehatan pada Ibu dan sistem pelayanan
pada kesehatan reproduksi

6
BAB II

TINJAUAN TEORI DAN PENELUSURAN JURNAL

2.1 Konsep Dasar Masalah Kesehatan pada Ibu


2.1.1 Definisi
Pelayanan kesehatan ibu merupakan pelayanan untuk menjaga kesehatan ibu
agar mampu melahirkan generasi sehat dan berkualitas serta menggurangi angka
kematian ibu. Ibu adalah sosok perempuan yang paling berjasa dalam kehidupan
seorang anak termasuk kita. Ibu adalah anggota keluarga yang berperan penting
dalam mengatur semua urusan rumah tangga, pendidikan anak, dan kesehatan
seluruh keluarga. Dalam penyelenggaraan kesehatan ibu dan anak merupakan
anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas. Oleh karena itu upaya
peningkatan kesehatan ibu dan anak mendapatkan perhatian khusus.
Penilaianterhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu penting untuk
dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan angka kematian ibu (AKI)
merupakan salah satu indikator yang peka dalam menggambarkan kesejahteraan
masyarakat di suatu negara.
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan
atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan akibat semua sebabyang
terkait dengan atau di perberat oleh kehamilan penangganannya, tetapi bukan
disebabkan karena kecelakan atau cedera.( Kemenkes RI, 2018)
Berdasarkan survai demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun2012
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Target global MDGs ( Millenium Development Goals)ke -5 adalah
menurukan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015.(Dinkes DIY, 2018) Pemerintah bersama masyarakat bertanggung
jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan
kesehatan ibu yang berkualitas mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi.
Peraawatn khusus dan rujukan jika tejadi komplikasi,serta akses terhadap keluarga
berencana. Disamping itu pentingnya melakukan intervensi kepada kelompok
remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI.
Melihat dari kondisi tersebut diatas maka tenaga kesehatan dan bidan yang
profesional memberikan pelayanan asuhan berkesinambungan atau Continuity Of
Care (COC) mulai dari kehamilan, persalinan nifas dan bayi baru lahir. COC
sangat penting bagi wanita, karena dengan begitu maka perkembangan kondisi
mereka setiap saat akan terpantau dengan baik, lenih percaya dan terbuka karena
merasa lebih mengenal tenaga kesehatan atau bidan dalam memberikan asuhan
keperawatan dan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan ibu dengan memberikan
pendidikan kesehatan.( Diana, 2017)
2.1.2 Upaya kesehatan ibu
a. Pelayanan kesehatan ibu adalah pelayanan untuk menjaga kesehatan ibu agar
melahirkan generasi sehat berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu
b. Upaya kesehatan ibu meliputi kegiatan peningkatan , pencegahan, pengobatan
dan pemulihan kesehatan ibu
c. Pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota manjamin
kesehatan menjamin ketersediaan tenaga fasilitas, alat, obat, dalam
penyelenggaraan pelyanan kesehatanibu secara aman, bermutu dan dan
terjangkau.
d. Standard pelayanan untuk menjaga kesehatan ibu berpedoma pada peraturan
perundang-undangan
e. Dinas menyusun petunjuk pelayanan pelaksanaan upaya tehnis pelayanan upaya
kesehatan ibu
2.2 Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi
2.2.1 Definisi Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan sosial secara
utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan
dengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO).
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup
fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses
reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari
penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman
dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Depkes RI, 2000).
Pengertian kesehatan reproduksi menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 71 dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Reproduksi, yaitu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,
fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Sedangkan pelayanan
kesehatan reproduksi adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang berkontribusi
terhadap kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu unsur mendasar dan terpenting dari
kesehatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya, setiap individu
dan/atau pasangan memiliki hak untuk mendapatkan keturunan maupun tidak
mendapatkan keturunan, hak untuk hamil maupun tidak hamil, hak untuk menentukan
kapan ingin mempunyai anak serta jumlah anak yang diinginkan, serta hak untuk
mencapai standar kesehatan seksual dan reproduksi tertinggi.

2.2.2 Tujuan Kesehatan Reproduksi


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang menjamin
setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan
dapat dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga menjamin kesehatan perempuan
dalam usia reproduksi sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang
nantinya berdampak pada penurunan Angka Kematian Ibu. Didalam memberikan
pelayanan Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu tujuan utama
dan tujuan khusus.
1. Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada
perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan
sehingga dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi
dan proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada
peningkatan kualitas kehidupannya
2. Tujuan Khusus
a) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b) Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan
kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c) Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari
perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan
pasangan dan anak-anaknya.

2.2.3 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan manusia
sejak lahir sampai mati (life cycle approach) agar di peroleh sasaran yang pasti dan
komponen pelayanan yang jelas serta dilaksanakan secara terpadu dan berkualitas dengan
memperhatikan hak reproduksi perorangan dan bertumpu pada program pelayanan yang
tersedia.

1. Konsepsi
Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan, Pelayanan ANC,
persalinan, nifas dan BBL yang aman.
2. Bayi dan Anak
PemberianASI eksklusif dan penyapihan yang layak, an pemberian makanan
dengan gizi seimbang, Imunisasi, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Pencegahan dan penanggulangan
kekerasan pada anak, Pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan yang sama pada anak laki-laki dan anak perempuan.
3. Remaja
Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan Reproduksi yang adequate,
Pencegahan kekerasan sosial, Mencegah ketergantungan NAPZA, Perkawinan
usia yang wajar, Pendidikan dan peningkatan keterampilan, Peningkatan
penghargaan diri,. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman.
4. Usia Subur
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman,
Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, Menggunakan
kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran dan jumlah kehamilan, Pencegahan
terhadap PMS atau HIV/AIDS, Pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas, Pencegahan penanggulangan masalah aborsi, Deteksi dini kanker
payudara dan leher rahim, Pencegahan dan manajemen infertilitas.
5. Usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian terhadap kemungkinan
penyakit utama degeneratif termasuk rabun, gangguan metabolisme tubuh,
gangguan morbilitas dan osteoporosis, Deteksi dini kanker rahim dan kanker
prostat. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi secara “lebih luas“, meliputi:
Masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu pada saat pertama anak perempuan
mengalami haid/menarche yang bisa beresiko timbulnya anemia, perilaku
seksual bila kurang pengetahuan dapat terjadi kehamilan diluar nikah, abortus
tidak aman, tertular penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS.
Remaja saat menginjak masa dewasa dan melakukan perkawinan, dan ternyata
belum mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memelihara kehamilannya
maka dapat mengakibatkan terjadinya risiko terhadap kehamilannya (persalinan
sebelum waktunya) yang akhirnya akan menimbulkan risiko terhadap kesehatan
ibu hamil dan janinnya. Dalam kesehatan reproduksi mengimplikasikan
seseorang berhak atas kehidupan seksual yang memuaskan dan aman.
Seseorang berhak terbebas dari kemungkinan tertular penyakit infeksi menular
seksual yang bisa berpengaruh pada fungsi organ reproduksi, dan terbebas dari
paksaan. Hubungan seksual dilakukan dengan saling memahami dan sesuai
etika serta budaya yang berlaku

2.2.4 Komponen Kesehatan Reproduksi


Strategi kesehatan reproduksi menurut komponen pelayanan kesehatan reproduksi
komprehensif dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak
Peristiwa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan kurun kehidupan
wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, makna
kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi hilangnya
kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga,
ibu dari anak-anak yang dilahirkan, istri dari suami, anak bagi seorang ibu yang
melahirkan, ataupun tulang punggung bagi sebuah keluarga, semua sulit untuk
digantikan. Tindakan untuk mengurangi terjadinya kematian ibu karena
kehamilan dan persalinan, harus dilakukan pemantauan sejak dini agar dapat
mengambil tindakan yang cepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan
kebidanan darurat. Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal,
pelayanan persalinan dan masa nifas. Upaya intervensi tersebut merupakan
dimensi pertama dari paradigma baru pendekatan secara Continuum of Care
yaitu sejak kehamilan, persalinan, nifas, hari-hari dan tahun-tahun kehidupan
perempuan. Dimensi kedua adalah tempat yaitu menghubungkan berbagai
tingkat pelayanan di rumah, masyarakat dan kesehatan.Informasi akurat perlu
diberikan atas ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan
mengakibatkan kehamilan, dan bahwa tanpa menggunakan kotrasepsi
kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi, bila jalan keluar yang ditempuh
dengan melakukan pengguguran maka hal ini akan mengancam jiwa ibu
tersebut.
2. Komponen Keluarga Berencana
Komponen ini penting karena Indonesia menempati urutan keempat dengan
jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Indonesia diprediksi akan mendapat
“bonus demografi“ yaitu bonus yang dinikmati oleh suatu Negara sebagai akibat
dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang 15–64 tahun) dalam evolusi
kependudukan yang akan dialami dan diperkirakan terjadi pada tahun 2020–
2030. Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya masalah tersebut
pemerintah mempersiapkan kondisi ini dengan Program Keluarga Berencana
yang ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu dan kesejahteraan
keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga atas dasar
cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa depan yang baik bagi
kehidupan suami istri dan anak-anak mereka dikemudian hari. Keluarga
berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi kependudukan dalam menekan
pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga
merupakan strategi bidang kesehatan dalam upaya meningkatan kesehatan ibu
melalui pengaturan kapan ingin mempunyai anak, mengatur jarak anak dan
merencanakan jumlah kelahiran nantinya. Sehingga seorang ibu mempunyai
kesempatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan
dirinya. Pelayanan yang berkualitas juga perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan pandangan klien terhadap pelayanan kesehatan yang ada.
3. Komponen Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR),
termasuk Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS.
Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan gangguan
yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang disebabkan penyakit
infeksi yang non PMS. Seperti Tuberculosis, Malaria, Filariasis, maupun infeksi
yang tergolong penyakit menular seksual, seperti gonorhoea, sifilis, herpes
genital, chlamydia, ataupun kondisi infeksi yang mengakibatkan infeksi rongga
panggul (pelvic inflammatory diseases/PID) seperti penggunaan alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) yang tidak steril. Semua contoh penyakit tersebut bila
tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat berakibat seumur hidup pada
wanita maupun pria, yaitu misalnya kemandulan, hal ini akan menurunkan
kualitas hidup wanita maupun pria.
4. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu
diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi
dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam
waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder
dan berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik
mampu melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat
mempertanggung jawabkan akibat dari proses reproduksi tersebut.Informasi dan
penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi remaja ini. Selain itu lingkungan keluarga dan
masyarakat harus ikut peduli dengan kondisi remaja ini sehingga dapat
membantu memberikan jalan keluar bila remaja mengalami masalah tidak
malah di salahkan, tetapi perlu diarahkan dan dicarikan jalan keluar yang baik
dengan mengenalkan tempat–tempat pelayanan kesehatan reproduksi remaja
untuk mendapatkan konseling ataupun pelayanan klinis sehingga remaja masih
dapat melanjutkan kehidupanya.
5. Komponen Usia Lanjut
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan
peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir
kurun usia reproduksi (menopouse/andropause). Upaya pencegahan dapat
dilakukan melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim
pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan
akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-lain. Hasil yang diharapkan dari
pelaksanaan kesehatan reproduksi tersebut adalah peningkatan akses: Informasi
secara menyeluruh mengenai seksualitas dan reproduksi, masalah kesehatan
reproduksi, manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan intervensi, dan
bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat diperlukan.

2.2.5 Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Hidup Perempuan


Konsep Kesehatan Reproduksi menggunakan pendekatan siklus kehidupan
perempuan (life-cycle-approach) atau pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan sejak dari
janin sampai liang kubur (from womb to tomb) atau biasa juga disebut dengan
“Continuum of care women cycle“. Kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan
sepanjang siklus kehidupan perempuan hal ini disebabkan status kesehatan perempuan
semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi kondisi kesehatan saat memasuki masa
reproduksi yaitu saat hamil, bersalin, dan masa nifas.
Masa Konsepsi Masa setelah bersatunya sel telur dengan sperma kemudian
janin akan tumbuh menjadi morulla, blastula, gastrula, neurulla
yang akhirnya menjadi janin dan dengan terbentuknya placenta
akan terjadi interaksi antara ibu dan janin
Masa Bayi dan Masa bayi dan anak adalah masa pertumbuhan dan
Anak perkembangan yang sangat cepat, Tumbuh kembang motorik
kasar dan motorik halus akan berjalan dengan baik bila
kesehatan bayi dan anak dalam keadaan prima.
Masa Remaja Masa remaja pada masa ini terjadi perubahan fisik dan
psikologis. Perubahan fisik yang terjadi diantaranya adalah
tumbuhnya rambut kemaluan (pubeshe), buah dada mulai
tumbuh (thelarche), pertumbuhan tinggi badan yang cepat
(maximal growth), mendapatkan haid yang pertama kali
(menarche)
Masa Reproduksi Masa dimana perempuan menjalankan tugas kehidupannya yaitu
mulai hamil, melahirkan, masa nifas dan menyusi dan masa
antara yaitu merencanakan jumlah atau jarak anak dengan
menggunakan alat kontrasepsi.
Masa Usia Lanjut Masa usia lanjut yaitu masa dimana hormone Estrogen sudah
mulai menurun atau habis dikarenakan produksi sel telur juga
sudah mulai menurun atau habis. Dengan menurunnya hormon
estrogen akan terjadi perubahan fisik dan psikologis pada
perempuan diantaranya perubahan pada organ reproduksi,
perubahan pada metabolism tubuh dan turunya massa tulang
(osteophorosis)

2.2.6 Masalah Kesehatan Reproduksi


Beberapa masalah dapat terjadi pada setiap tahapan siklus kehidupan perempuan,
dibawah ini diuraikan masalah yang mungkin terjadi mada setiap siklus kehidupan.
1. Masalah Reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang
berkaitan denga kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia
dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah
kemandulan dan ketidaksuburan; Peranan atau kendali sosial budaya terhadap
masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandangan masyarakat terhadap
kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap
perempuan hamil. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah
reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang yang berkaitan dengan
masalah genetik, dan lain sebagainya. Tersedianya pelayanan kesehatan
reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh
kelompok perempuan dan anakanak.Kesehatan bayi dan anak-anak terutama
bayi dibawah umur lima tahun. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi
dan perubahan lingkungan terhadap kesehatan reproduksi.
2. Masalah Gender dan Seksualitas
Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah
peraturan dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan
seksualitas. Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah seksualitas,
bagaimana norma-norma sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks,
poligami, dan perceraian. Seksualitas dikalangan remaja.Status dan peran
perempuan. Perlindungan terhadap perempuan pekerja.
3. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan,
perkosaan, serta dampaknya terhadap korban Norma sosial mengenai kekerasan
dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap
perempuan. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur.
Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.

4. Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual


Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea.
Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan
herpes. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired
immunodeficiency Syndrome); Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit
menular seksual. Kebijakan dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah
tersebut (termasuk penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/Penjaja Seks
Komersial). Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual
5. Masalah pelacuran
Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran.Faktor-faktor yang
mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.Dampaknya
terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi
konsumennya dan keluarganya.
6. Masalah Sekitar Teknologi
Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung).
Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening).Penapisan
genetik (genetic screening).Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan.Etika
dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.
2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi. Faktor-faktor
tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi, yaitu:
1. Faktor Demografis – Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi yaitu
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, usia pertama melakukan
hubungan seksual, usia pertama menikah, usia pertama hamil. Sedangkan faktor
demografi yang dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi adalah akses
terhadap pelayanan kesehatan, rasio remaja tidak sekolah , lokasi/tempat tinggal
yang terpencil.

2. Faktor Budaya dan Lingkungan


Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak
rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan
remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, pandangan agama,
status perempuan, ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat tinggal dan cara
bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak dan tanggung jawab
reproduksi individu, serta dukungan atau komitmen politik.
3. Faktor Psikologis
Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan teman sebaya
(“peer pressure“), tindak kekerasan dirumah/ lingkungan terdekat dan dampak
adanya keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan
hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasan
secara materi.
4. Faktor Biologis
Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaaan organ reproduksi atau cacat
sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual,
keadaan gizi buruk kronis, anemia, radang panggul atau adanya keganasan pada
alat reproduksi. Dari semua faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi
diatas dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh
karena itu perlu adanya penanganan yang baik, dengan harapan semua
perempuan mendapatkan hak-hak reproduksinya dan menjadikan kehidupan
reproduksi menjadi lebih berkualitas.

2.2.8 Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi


Pada tingkat pelayanan dasar maka kegiatan operasional KIE Kesehatan Reproduksi
terbagi 2 (dua), yaitu: Kegiatan di dalam gedung Puskesmas dan di luar gedung
Puskesmas.
1. Kegiatan KIE di dalam gedung Puskesmas
Bentuk kegiatan di dalam gedung Puskesmas dapat berupa:
a. Penyampaian pesan secara langsung (Tatap Muka).
Tatap muka langsung untuk perorangan dapat berlangsung saat
memeriksa pasien baik di klinik KIA/KB Puskesmas maupun saat
kunjungan pasien di ruangan Puskesmas Rawat Inap. Tatap muka langsung
untuk kelompok dapat dilakukan kepada pasien dan/atau keluarganya yang
sedang berada di ruang tunggu Puskesmas. Kegiatan tatap muka langsung
ini memiliki peluang besar sekali untuk berhasil jika dilakukan dengan
benar karena pesan dapat disampaikan dengan diikuti penjelasannya. Cara
tersebut juga dapat menyampaikan keterampilan (bukan hanya
pengetahuan) dalam bentuk peragaan atau demonstrasi cara melakukan
sesuatu (misalnya cara memasang kondom, cara sederhana untuk menilai
ada/tidaknya anemia dengan melihat kelopak mata dan lidah, dsbnya).
Dalam melaksanakan kegiatan ini perlu diupayakan adanya komunikasi dua
arah, yaitu dengan memberi kesempatan pada sasaran untuk bertanya, atau
menanyakan kembali kepada sasaran, untuk menilai apakah pesan telah
benar-benar dipahami dan sasaran benar-benar mengetahui isi pesan.
b. Penyampaian pesan secara tidak langsung.
Bentuk kegiatan ini biasanya berupa pemutaran kaset lagu-lagu atau
video hiburan yang diselingi pesanpesan singkat, atau pemasangan
poster/media cetak lain, dalam lingkungan fasilitas pelayanan Puskesmas.
Bentuk kegiatan ini dapat pula ditujukan kepada sasaran perorangan berupa
pembagian selebaran atau leaflet kepada setiap pengunjung. Kegiatan ini
juga memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah, yaitu dengan
menghadirkan petugas untuk memulai pembicaraan dengan kelompok
sasaran, misalnya dengan menanyakan atau membahas isi pesandalam
kaset/video yang diputar, poster yang dipasang atau leaflet yang dibagikan.
2. Kegiatan KIE di luar gedung Puskesmas
Bentuk kegiatan dapat berupa :
a. Penyampaian pesan untuk kelompok kecil
Proses kegiatan tatap muka untuk kelompok di luar gedung
Puskesmas tidak banyak berbeda dengan di dalam gedung Puskesmas,
hanya saja kelompok sasaran yang ditemui biasanya adalah kelompok yang
kecil dan khusus. Kelompok khusus ini seringkali merupakan kelompok
sasaran sekunder atau yang memiliki pengaruh terhadap sasaran utama,
misalnya kelompok ibu-ibu PKK, kelompok pengajian, persatuan orang tua
murid dan guru dan lain-lain. Kelompok khusus ini dapat juga merupakan
kelompok sasaran utama, misalnya pertemuan kelompok remaja,
paguyuban KB, kelompok ibu-ibu pengunjung Posyandu, keluarga yang
dikunjungi di rumah dan lain-lain. Dalam melaksanakan kegiatan ini perlu
komunikasi dua arah yaitu dengan memberi kesempatan pada sasaran untuk
bertanya.
b. Penyampaian pesan untuk kelompok besar
Proses ini mencakup penyampaian pesan kepada orang dalam jumlah
sangat banyak dan biasanya tidak memungkinkan terjadi komunikasi dua
arah. Karena tidak mungkin melakukan komunikasi dua arah untuk menilai
apakah sasaran benar-benar memahami isi pesan, maka kegiatan KIE
kesehatan reproduksi untuk kelompok besar ini memerlukan persiapan
khusus terutama dalam penciptaan pesannya, pesan yang disampaikan harus
singkat, menarik, mudah diingat dan mudah dilakukan.

2.2.9 KIE – Kesehatan Reproduksi


Tujuh aspek penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan setiap kegiatan
KIE Kesehatan Reproduksi, yaitu:
1. Keterpaduan
Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi dilaksanakan secara terpadu.
Keterpaduan dapat berupa keterpaduan dalam aspek sasaran, lokasi, petugas
penyelenggara, dana, maupun sarana.
2. Mutu
Materi KIE Kesehatan Reproduksi haruslah bermutu, artinya selalu
didasarkan pada informasi ilmiah terbaru, kebenarannya dapat dipertanggung
jawabkan, jujur serta seimbang (mencakup keuntungan & kerugian bagi
sasaran), sesuai dengan media dan jalur yang dipergunakan untuk
menyampaikannya, jelas dan terarah pada kelompok sasaran secara tajam
(lokasi, tingkat sosial-ekonomi, latar belakang budaya, umur), tepat guna dan
tepat sasaran.

3. Media dan Jalur


Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi dapat dilaksanakan melalui berbagai
media (tatap muka, penyuluhan massa/ kelompok, dan lain-lain) dan jalur
(formal, informal, institusional, dan lain-lain) sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada. Pemilihan media dan jalur ini dilakukan dengan memperhatikan
kekuatan dan kelemahan masing-masing media dan jalur sesuai dengan kondisi
kelompok sasaran dan pesan yang ingin disampaikan
4. Efektif
Berorientasi pada penambahan pengetahuan dan perubahan perilaku
kelompok sasaran. Kegiatan KIE yang efektif akan memberi dua hasil, yaitu
penambahan pengetahuan dan perubahan perilaku kelompok sasaran. Pesan-
pesan KIE Kesehatan Reproduksi harus berisi informasi yang jelas tentang
pengetahuan dan perilaku apa yang diharapkan akan mampu dilakukan oleh
kelompok sasaran.
5. Dilaksanakan Bertahap, Berulang dan Memperhatikan Kepuasan sasaran
Penyampaian materi dan pesan-pesan harus diberikan secara bertahap,
berulang-ulang dan bervariasi, sesuai dengan daya serap dan kemampuan
kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku yang diharapkan. Oleh karena
itu, materi perlu diolah sedemikian rupa agar akrab dengan kondisi dan
lingkungan kelompok sasaran melalui pemilihan bahasa, media, jalur dan
metode yang sesuai.
6. Menyenangkan
Perkembangan terakhir dunia komunikasi menunjukkan bahwa kegiatan KIE
paling berhasil jika dilaksanakan dengan cara penyampaian yang kreatif dan
inovatif sehingga membuat kelompok sasaran merasa senang atau terhibur.
Penyampaian yang kreatif dan inovatif ini dilakukan melalui pendekatan
"pendidikan yang menghibur" (edu-tainment), yang merupakan kombinasi dari
education (pendidikan) dan entertainment (hiburan). Metode ini bersifat
mengajak kelompok sasaran berfikir melalui rangsangan rasional sehingga
mendapat informasi yang bermanfaat (sebagai hasil kegiatan pendidikan)
sekaligus diberi rangsangan emosional berupa hiburan menarik yang membuat
mereka merasa senang (terhibur). Bentuk-"edu-tainment" yang dapat dilakukan
dalam pelaksanaan KIE Kesehatan Reproduksi ini antara lain berupa dongeng,
humor, lagu, drama, komik, lomba, kuis dan lain-lain.
7. Berkesinambungan
Semua kegiatan KIE tidak berhenti pada penyampaian pesan-pesan saja,
namun harus diikuti dengan tindak lanjut yang berkesinambungan. Artinya,
setelah kegiatan KIE dilaksanakan, perlu selalu diikuti penilaian atas proses
(apakah telah dilaksanakan sesuai rencana?) dan penilaian atas hasil (apakah
pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran telah berubah?) untuk menyiapkan
kegiatan berikutnya.

2.3 Penelusuran Jurnal

2.3.1 Jurnal 1
a) Judul
Pendidikan Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Kanker Serviks Pada Wanita
Usia Subur
b) Author
Vio Nita, Novi Indrayani
c) Tahun
2020
d) Publikasi
DINAMISIA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol. 4, No. 2 Juni 2020,
Hal. 306-310. P-ISSN 2614-7424; E-ISSN 2614-8927. Indeks: SINTA 4. DOI:
https://doi.org/10.31849/dinamisia.v4i2.4175
e) Ringkasan
Di Indonesia kanker serviks (kanker leher rahim) merupakan kanker kedua
paling banyak diderita wanita setelah kanker payudara. Beberapa faktor
mengakibatkan terjadinya kanker serviks adalah terlambatnya deteksi dini
yang dilakukan oleh wanita karena kurangnya pengetahuan tentang kanker
serviks, misalnya untuk menjaga kebersihan daerah kewanitaan (vagina)
sangatlah penting dilakukan khususnya untuk wanita. Pengetahuan dan
kesadaran masyarakat terutama wanita terhadap kesehatan reproduksinya
dinilai masih kurang. Selama ini penyuluhan kesehatan juga dinilai masih
kurang untuk masyarakat yang tinggal di pedesaan. Pendidikan kesehatan
merupakan metode yang baik untuk memberikan informasi kesehatan
reproduksinya kepada masyarakat khususnya wanita, tentang kanker serviks
dan cara mendeteksi dini kanker serviks sehingga dapat menurunkan angka
kematian.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan Pre dan Post
pendidikan kesehatan dalam upaya pencegahan kanker serviks pada wanita
usia subur Di Dusun Ringinsari Bokoharjo Prambanan Sleman Yogyakarta.

2. Metode Analisa PICO


PROBLEM Permasalahan kesehatan reproduksi yang ditemukan oleh penulis di
Dusun Ringinsari Bokoharjo Prambanan Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah faktor yang membuat telambatnya deteksi dini
yang dilakukan oleh wanita karena kurangnya pengetahuan tentang
kanker serviks, misalnya untuk menjaga kebersihan daerah
kewanitaan (vagina) sangatlah penting dilakukan khususnya untuk
wanita dan bagaimana cara mendeteksi dini agar wanita tidak
terkena kanker servik. Berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa wanita didapatkan hasil ada beberapa wanita yang
mengatakan tidak tahu informasi tentang kanker serviks yang
diantaranya bagaimana pemeriksaannya dan dimana harus
memeriksakannya. Disinilah pentingnya peran tenaga kesehatan
untuk melakukan pendidikan kesehatan terkait deteksi dini kanker
serviks kepada masyarakat.
INTERVENTION Metode yang digunakan quasi eksperiment dengan pendekatan “One
Groups Pretest-Posttest Design”. Populasi penelitian ini adalah
wanita usia subur di Dusun Ringinsari, Bokoharjo, Prambanan,
Sleman, Yogyakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik sampling accidental sampling yang berjumlah
55 orang, Pengambilan data menggunakan kuesioner yang diberikan
kepada wanita usia subur tersebut dan analisa data menggunakan uji
paired t-test.
COMPARISON Tidak ada pembanding
OUTCOME Pengetahuan reponden sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang
kanker serviks dalam kategori kurang (50,91%), sedangkan
pengetahuan reponden sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang
kanker serviks dalam kategori baik (60%). yang berarti ada
perbedaan antara pengetahuan tentang kanker serviks sebelum dan
sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang kanker serviks.
Pengetahuan yang baik harusnya sejalan dengan perilaku yang baik
yaitu melakukan pemeriksaan kanker serviks secara rutin.
Responden dalam hal ini juga akan menerapkan deteksi dini dalam
upaya pencegahan kanker serviks.

2.1.1 Jurnal 2
1. Ringkasan
a) Judul
Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang Wanita Usia Subur
b) Author
Yuli Suryanti
c) Tahun
2019

d) Publikasi
Jambura Journal Of Health Science and Research Vol. 1 No. 1, Januari 2019.
eISSN : 2655643X pISSN : 26230674 http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjhsr
Indeks: SINTA 4
e) Ringkasan
Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan metode
kontrasepsi yang sangat efektif untuk menurunkan angka kelahiran.
Metode kontrasepsi jangka panjang adalah kontrasepsi yang dapat dipakai
dalam jangka waktu lama, lebih dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk
tujuan menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri
kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis
metode yang termasuk kedalam MKJP adalah kontrasepsi mantap pria dan
wanita (tubektomi dan vasektomi), implant dan IUD. Diharapkan dengan
adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal
yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan
untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
2. Metode Analisa PICO

PROBLEM Banyak faktor yang mempengaruhi Penggunaan metode kontrasepsi


jangka panjang antara lain pengetahuan, umur dan partisipasi suami.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jambi didapatkan bahwa
Puskesmas Paal V dengan jumlah PUS 7.220 orang, dengan KB aktif
berjumlah 5.802 orang. Metode kontrasepsi jangka Panjang (MKJP)
yang digunakan adalah Implant 3,01%, AKDR 9,5%, MOW 3,1%,
dan MOP 0,3%. Sedangkang Non MKJP adalah suntik 60,1%, Pil
21,6% dan kondom 2,46%
INTERVENTION Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik, dengan
rancangan cross sectional antara variabel independen (faktor resiko)
dengan variabel dependen (efek) yaitu faktor yang mempengaruhi
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di
Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2018. Penelitian ini
dilaksanakan di Puskesmas Paal V Kota Jambi. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Mei– Agustus 2018. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh wanita usia subur yang menjadi akseptor KB yang
berada di Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2018 sebanyak 5.802
orang. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang
berada di Puskesmas Paal V Kota Jambi dengan jumlah 95 akseptor.
pengampilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik accidental sampling. Pengumpulan data primer dengan
kuesioner. Penelitian dilakukan dari bulan Mei s/d Agustus 2018
dengan analisis Univariat dan Bivariat dengan uji chi squre.
COMPARISON Tidak ada Pembanding

OUTCOME Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
pengetahuan kurang baik sebanyak 71 responden. Mayoritas umur
sebanyak 50 responden yakni umur 25-35 tahun . mayoritas partisipasi
suami yang mendukung sebanyak 52 responden. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa responden yang jarang melakukan konsultasi
pengetahuan terkait dengan penggunaan metode kontrasepsi di
layanan kesehatan masih kurang, hal ini menyebabkan ketidaktahuan
mereka terhadap penggunaan metode kontrasepsi dalam jangka
panjang.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, M. E., 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Komplikasi


Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.
Jurnal Kesehatan, 7(2), p. 204.
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Pedoman audit maternal perinatal (AMP). Jakarta: Kemenkes
RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Meisuri, N. P., Irianto, M. 2018. Faktor Determinan yang Mempengaruhi Kejadian Kematian
Perinatal Determinant Factors Affecting Perinatal Mortality Occurrence. Majority, 7,
121– 127.
Nor Amalia Muthoharo, Imam Purnomo, R. 2016. Faktor – faktor yang berhubungan dengan
kematian maternal dikabupaten batang. Jurnal Pena Medika, 1–18.
Respati, S. H., 2019. Analisis Faktor Determinan Kematian Ibu di Kabupaten Sukoharjo Jawa
Tengah Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 6(2), p. 52.
Saifuddin. 2008. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Seprina, Z. 2015. Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Memilih Penolong Persalinan Di
Puskesmas XIII Koto Kampar I. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(6), 283–288.
Tulak, G. T., 2020. Artikel Penelitian Determinan Antara Terhadap Kematian Ibu Bersalin. Jurnal
Kesehatan Andalas, 9(3), pp. 351-359.
World Health Organizations. 2006. Maternal mortality in 2006. Department of Reproductive
Health and Research WHO.
Wijayanti, W. 2015. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
PERSALINAN
LAMA DI RSPAD GATOT SOEBROTO. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 7(September), 154–164.
Yunida, H. 2016. Faktor-faktor determinan dalam pencegahan infeksi pada proses persalinan di
puskesmas pacet. Jurnal Kewidyaiswaraan, 5(1), 83–98

Kementrian kesehatan RI, 2014, ebook tentang pusat data dan informasi hari ibu Kementrian
Kesehatan RI , 22 desember 2014
Yulia dewi N, 2013, tentang pengaruh pengaruh kesehatan reproduksi terhadap kecenderungan
prilaku kesehatan remaja,
29
BAB II

TINJAUAN TEORI DAN PENELUSURAN JURNAL

2.4 Konsep Dasar Masalah Kesehatan pada Ibu


2.4.1 Definisi
Pelayanan kesehatan ibu merupakan pelayanan untuk menjaga kesehatan ibu
agar mampu melahirkan generasi sehat dan berkualitas serta menggurangi angka
kematian ibu. Ibu adalah sosok perempuan yang paling berjasa dalam kehidupan
seorang anak termasuk kita. Ibu adalah anggota keluarga yang berperan penting
dalam mengatur semua urusan rumah tangga, pendidikan anak, dan kesehatan
seluruh keluarga. Dalam penyelenggaraan kesehatan ibu dan anak merupakan
anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas. Oleh karena itu upaya
peningkatan kesehatan ibu dan anak mendapatkan perhatian khusus.
Penilaianterhadap status kesehatan dan kinerja upaya kesehatan ibu penting untuk
dilakukan pemantauan. Hal tersebut dikarenakan angka kematian ibu (AKI)
merupakan salah satu indikator yang peka dalam menggambarkan kesejahteraan
masyarakat di suatu negara.
Kematian ibu menurut definisi WHO adalah kematian selama kehamilan
atau dalam periode 42 hari setelah berakhirnya kehamilan akibat semua sebabyang
terkait dengan atau di perberat oleh kehamilan penangganannya, tetapi bukan
disebabkan karena kecelakan atau cedera.( Kemenkes RI, 2018)
Berdasarkan survai demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun2012
angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Target global MDGs ( Millenium Development Goals)ke -5 adalah
menurukan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2015.(Dinkes DIY, 2018) Pemerintah bersama masyarakat bertanggung
jawab untuk menjamin bahwa setiap ibu memiliki akses terhadap pelayanan
kesehatan ibu yang berkualitas mulai dari saat hamil, pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan terlatih, dan perawatan pasca persalinan bagi ibu dan bayi.
Peraawatn khusus dan rujukan jika tejadi komplikasi,serta akses terhadap keluarga
berencana. Disamping itu pentingnya melakukan intervensi kepada kelompok
remaja dan dewasa muda dalam upaya percepatan penurunan AKI.
Melihat dari kondisi tersebut diatas maka tenaga kesehatan dan bidan yang
profesional memberikan pelayanan asuhan berkesinambungan atau Continuity Of
Care (COC) mulai dari kehamilan, persalinan nifas dan bayi baru lahir. COC
sangat penting bagi wanita, karena dengan begitu maka perkembangan kondisi
mereka setiap saat akan terpantau dengan baik, lenih percaya dan terbuka karena
merasa lebih mengenal tenaga kesehatan atau bidan dalam memberikan asuhan
keperawatan dan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan ibu dengan memberikan
pendidikan kesehatan.( Diana, 2017)
2.4.2 Upaya kesehatan ibu
f. Pelayanan kesehatan ibu adalah pelayanan untuk menjaga kesehatan ibu agar
melahirkan generasi sehat berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu
g. Upaya kesehatan ibu meliputi kegiatan peningkatan , pencegahan, pengobatan
dan pemulihan kesehatan ibu
h. Pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten/kota manjamin
kesehatan menjamin ketersediaan tenaga fasilitas, alat, obat, dalam
penyelenggaraan pelyanan kesehatanibu secara aman, bermutu dan dan
terjangkau.
i. Standard pelayanan untuk menjaga kesehatan ibu berpedoma pada peraturan
perundang-undangan
j. Dinas menyusun petunjuk pelayanan pelaksanaan upaya tehnis pelayanan upaya
kesehatan ibu
2.5 Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi
2.2.10 Definisi Kesehatan Reproduksi
Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan sosial secara
utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan
dengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO).
Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara menyeluruh mencakup
fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat, fungsi serta proses
reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi yang bebas dari
penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan seksual yang aman
dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah (Depkes RI, 2000).
Pengertian kesehatan reproduksi menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan pasal 71 dan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Reproduksi, yaitu keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,
fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan. Sedangkan pelayanan
kesehatan reproduksi adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang berkontribusi
terhadap kesehatan reproduksi.
Kesehatan reproduksi merupakan salah satu unsur mendasar dan terpenting dari
kesehatan manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Pada dasarnya, setiap individu
dan/atau pasangan memiliki hak untuk mendapatkan keturunan maupun tidak
mendapatkan keturunan, hak untuk hamil maupun tidak hamil, hak untuk menentukan
kapan ingin mempunyai anak serta jumlah anak yang diinginkan, serta hak untuk
mencapai standar kesehatan seksual dan reproduksi tertinggi.

2.2.11 Tujuan Kesehatan Reproduksi


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang menjamin
setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang bermutu, aman dan
dapat dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga menjamin kesehatan perempuan
dalam usia reproduksi sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang
nantinya berdampak pada penurunan Angka Kematian Ibu. Didalam memberikan
pelayanan Kesehatan Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu tujuan utama
dan tujuan khusus.
3. Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada
perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan
sehingga dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi
dan proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada
peningkatan kualitas kehidupannya
4. Tujuan Khusus
d) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
e) Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan
kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
f) Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari
perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan
pasangan dan anak-anaknya.

2.2.12 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi


Ruang lingkup kesehatan reproduksi mencakup keseluruhan kehidupan manusia
sejak lahir sampai mati (life cycle approach) agar di peroleh sasaran yang pasti dan
komponen pelayanan yang jelas serta dilaksanakan secara terpadu dan berkualitas dengan
memperhatikan hak reproduksi perorangan dan bertumpu pada program pelayanan yang
tersedia.

6. Konsepsi
Perlakuan sama antara janin laki-laki dan perempuan, Pelayanan ANC,
persalinan, nifas dan BBL yang aman.
7. Bayi dan Anak
PemberianASI eksklusif dan penyapihan yang layak, an pemberian makanan
dengan gizi seimbang, Imunisasi, Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM), Pencegahan dan penanggulangan
kekerasan pada anak, Pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh
pendidikan yang sama pada anak laki-laki dan anak perempuan.
8. Remaja
Pemberian Gizi seimbang, Informasi Kesehatan Reproduksi yang adequate,
Pencegahan kekerasan sosial, Mencegah ketergantungan NAPZA, Perkawinan
usia yang wajar, Pendidikan dan peningkatan keterampilan, Peningkatan
penghargaan diri,. Peningkatan pertahanan terhadap godaan dan ancaman.
9. Usia Subur
Pemeliharaan Kehamilan dan pertolongan persalinan yang aman,
Pencegahan kecacatan dan kematian pada ibu dan bayi, Menggunakan
kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran dan jumlah kehamilan, Pencegahan
terhadap PMS atau HIV/AIDS, Pelayanan kesehatan reproduksi yang
berkualitas, Pencegahan penanggulangan masalah aborsi, Deteksi dini kanker
payudara dan leher rahim, Pencegahan dan manajemen infertilitas.
10. Usia Lanjut
Perhatian terhadap menopause/andropause, Perhatian terhadap kemungkinan
penyakit utama degeneratif termasuk rabun, gangguan metabolisme tubuh,
gangguan morbilitas dan osteoporosis, Deteksi dini kanker rahim dan kanker
prostat. Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi secara “lebih luas“, meliputi:
Masalah kesehatan reproduksi remaja yaitu pada saat pertama anak perempuan
mengalami haid/menarche yang bisa beresiko timbulnya anemia, perilaku
seksual bila kurang pengetahuan dapat terjadi kehamilan diluar nikah, abortus
tidak aman, tertular penyakit menular seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS.
Remaja saat menginjak masa dewasa dan melakukan perkawinan, dan ternyata
belum mempunyai pengetahuan yang cukup untuk memelihara kehamilannya
maka dapat mengakibatkan terjadinya risiko terhadap kehamilannya (persalinan
sebelum waktunya) yang akhirnya akan menimbulkan risiko terhadap kesehatan
ibu hamil dan janinnya. Dalam kesehatan reproduksi mengimplikasikan
seseorang berhak atas kehidupan seksual yang memuaskan dan aman.
Seseorang berhak terbebas dari kemungkinan tertular penyakit infeksi menular
seksual yang bisa berpengaruh pada fungsi organ reproduksi, dan terbebas dari
paksaan. Hubungan seksual dilakukan dengan saling memahami dan sesuai
etika serta budaya yang berlaku

2.2.13 Komponen Kesehatan Reproduksi


Strategi kesehatan reproduksi menurut komponen pelayanan kesehatan reproduksi
komprehensif dapat diuraikan sebagai berikut:
6. Komponen Kesejahteraan Ibu dan Anak
Peristiwa kehamilan, persalinan dan nifas merupakan kurun kehidupan
wanita yang paling tinggi resikonya karena dapat membawa kematian, makna
kematian seorang ibu bukan hanya satu anggota keluarga tetapi hilangnya
kehidupan sebuah keluarga. Peran ibu sebagai wakil pimpinan rumah tangga,
ibu dari anak-anak yang dilahirkan, istri dari suami, anak bagi seorang ibu yang
melahirkan, ataupun tulang punggung bagi sebuah keluarga, semua sulit untuk
digantikan. Tindakan untuk mengurangi terjadinya kematian ibu karena
kehamilan dan persalinan, harus dilakukan pemantauan sejak dini agar dapat
mengambil tindakan yang cepat dan tepat sebelum berlanjut pada keadaan
kebidanan darurat. Upaya intervensi dapat berupa pelayanan ante natal,
pelayanan persalinan dan masa nifas. Upaya intervensi tersebut merupakan
dimensi pertama dari paradigma baru pendekatan secara Continuum of Care
yaitu sejak kehamilan, persalinan, nifas, hari-hari dan tahun-tahun kehidupan
perempuan. Dimensi kedua adalah tempat yaitu menghubungkan berbagai
tingkat pelayanan di rumah, masyarakat dan kesehatan.Informasi akurat perlu
diberikan atas ketidaktahuan bahwa hubungan seks yang dilakukan, akan
mengakibatkan kehamilan, dan bahwa tanpa menggunakan kotrasepsi
kehamilan yang tidak diinginkan bisa terjadi, bila jalan keluar yang ditempuh
dengan melakukan pengguguran maka hal ini akan mengancam jiwa ibu
tersebut.
7. Komponen Keluarga Berencana
Komponen ini penting karena Indonesia menempati urutan keempat dengan
jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Indonesia diprediksi akan mendapat
“bonus demografi“ yaitu bonus yang dinikmati oleh suatu Negara sebagai akibat
dari besarnya proporsi penduduk produktif (rentang 15–64 tahun) dalam evolusi
kependudukan yang akan dialami dan diperkirakan terjadi pada tahun 2020–
2030. Untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya masalah tersebut
pemerintah mempersiapkan kondisi ini dengan Program Keluarga Berencana
yang ditujukan pada upaya peningkatan kesejahteraan ibu dan kesejahteraan
keluarga. Calon suami-istri agar merencanakan hidup berkeluarga atas dasar
cinta kasih, serta pertimbangan rasional tentang masa depan yang baik bagi
kehidupan suami istri dan anak-anak mereka dikemudian hari. Keluarga
berencana bukan hanya sebagai upaya/strategi kependudukan dalam menekan
pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya dukung lingkungan tetapi juga
merupakan strategi bidang kesehatan dalam upaya meningkatan kesehatan ibu
melalui pengaturan kapan ingin mempunyai anak, mengatur jarak anak dan
merencanakan jumlah kelahiran nantinya. Sehingga seorang ibu mempunyai
kesempatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta kesejahteraan
dirinya. Pelayanan yang berkualitas juga perlu ditingkatkan dengan lebih
memperhatikan pandangan klien terhadap pelayanan kesehatan yang ada.
8. Komponen Pencegahan dan Penanganan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR),
termasuk Penyakit Menular Seksual dan HIV/AIDS.
Pencegahan dan penanganan infeksi ditujukan pada penyakit dan gangguan
yang berdampak pada saluran reproduksi. Baik yang disebabkan penyakit
infeksi yang non PMS. Seperti Tuberculosis, Malaria, Filariasis, maupun infeksi
yang tergolong penyakit menular seksual, seperti gonorhoea, sifilis, herpes
genital, chlamydia, ataupun kondisi infeksi yang mengakibatkan infeksi rongga
panggul (pelvic inflammatory diseases/PID) seperti penggunaan alat kontrasepsi
dalam rahim (AKDR) yang tidak steril. Semua contoh penyakit tersebut bila
tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat berakibat seumur hidup pada
wanita maupun pria, yaitu misalnya kemandulan, hal ini akan menurunkan
kualitas hidup wanita maupun pria.
9. Komponen Kesehatan Reproduksi Remaja
Upaya promosi dan pencegahan masalah kesehatan reproduksi juga perlu
diarahkan pada masa remaja, dimana terjadi peralihan dari masa anak menjadi
dewasa, dan perubahan-perubahan dari bentuk dan fungsi tubuh terjadi dalam
waktu relatif cepat. Hal ini ditandai dengan berkembangnya tanda seks sekunder
dan berkembangnya jasmani secara pesat, menyebabkan remaja secara fisik
mampu melakukan fungsi proses reproduksi tetapi belum dapat
mempertanggung jawabkan akibat dari proses reproduksi tersebut.Informasi dan
penyuluhan, konseling dan pelayanan klinis perlu ditingkatkan untuk mengatasi
masalah kesehatan reproduksi remaja ini. Selain itu lingkungan keluarga dan
masyarakat harus ikut peduli dengan kondisi remaja ini sehingga dapat
membantu memberikan jalan keluar bila remaja mengalami masalah tidak
malah di salahkan, tetapi perlu diarahkan dan dicarikan jalan keluar yang baik
dengan mengenalkan tempat–tempat pelayanan kesehatan reproduksi remaja
untuk mendapatkan konseling ataupun pelayanan klinis sehingga remaja masih
dapat melanjutkan kehidupanya.
10. Komponen Usia Lanjut
Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan
peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir
kurun usia reproduksi (menopouse/andropause). Upaya pencegahan dapat
dilakukan melalui skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim
pada wanita, kanker prostat pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan
akibatnya seperti kerapuhan tulang dan lain-lain. Hasil yang diharapkan dari
pelaksanaan kesehatan reproduksi tersebut adalah peningkatan akses: Informasi
secara menyeluruh mengenai seksualitas dan reproduksi, masalah kesehatan
reproduksi, manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan intervensi, dan
bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat diperlukan.

2.2.14 Kesehatan Reproduksi Dalam Siklus Hidup Perempuan


Konsep Kesehatan Reproduksi menggunakan pendekatan siklus kehidupan
perempuan (life-cycle-approach) atau pelayanan kesehatan reproduksi dilakukan sejak dari
janin sampai liang kubur (from womb to tomb) atau biasa juga disebut dengan
“Continuum of care women cycle“. Kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan
sepanjang siklus kehidupan perempuan hal ini disebabkan status kesehatan perempuan
semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi kondisi kesehatan saat memasuki masa
reproduksi yaitu saat hamil, bersalin, dan masa nifas.
Masa Konsepsi Masa setelah bersatunya sel telur dengan sperma kemudian
janin akan tumbuh menjadi morulla, blastula, gastrula, neurulla
yang akhirnya menjadi janin dan dengan terbentuknya placenta
akan terjadi interaksi antara ibu dan janin
Masa Bayi dan Masa bayi dan anak adalah masa pertumbuhan dan
Anak perkembangan yang sangat cepat, Tumbuh kembang motorik
kasar dan motorik halus akan berjalan dengan baik bila
kesehatan bayi dan anak dalam keadaan prima.
Masa Remaja Masa remaja pada masa ini terjadi perubahan fisik dan
psikologis. Perubahan fisik yang terjadi diantaranya adalah
tumbuhnya rambut kemaluan (pubeshe), buah dada mulai
tumbuh (thelarche), pertumbuhan tinggi badan yang cepat
(maximal growth), mendapatkan haid yang pertama kali
(menarche)
Masa Reproduksi Masa dimana perempuan menjalankan tugas kehidupannya yaitu
mulai hamil, melahirkan, masa nifas dan menyusi dan masa
antara yaitu merencanakan jumlah atau jarak anak dengan
menggunakan alat kontrasepsi.
Masa Usia Lanjut Masa usia lanjut yaitu masa dimana hormone Estrogen sudah
mulai menurun atau habis dikarenakan produksi sel telur juga
sudah mulai menurun atau habis. Dengan menurunnya hormon
estrogen akan terjadi perubahan fisik dan psikologis pada
perempuan diantaranya perubahan pada organ reproduksi,
perubahan pada metabolism tubuh dan turunya massa tulang
(osteophorosis)

2.2.15 Masalah Kesehatan Reproduksi


Beberapa masalah dapat terjadi pada setiap tahapan siklus kehidupan perempuan,
dibawah ini diuraikan masalah yang mungkin terjadi mada setiap siklus kehidupan.
7. Masalah Reproduksi
Kesehatan, morbiditas (gangguan kesehatan) dan kematian perempuan yang
berkaitan denga kehamilan. Termasuk didalamnya juga maslah gizi dan anemia
dikalangan perempuan, penyebab serta komplikasi dari kehamilan, masalah
kemandulan dan ketidaksuburan; Peranan atau kendali sosial budaya terhadap
masalah reproduksi. Maksudnya bagaimana pandangan masyarakat terhadap
kesuburan dan kemandulan, nilai anak dan keluarga, sikap masyarakat terhadap
perempuan hamil. Intervensi pemerintah dan negara terhadap masalah
reproduksi. Misalnya program KB, undang-undang yang berkaitan dengan
masalah genetik, dan lain sebagainya. Tersedianya pelayanan kesehatan
reproduksi dan keluarga berencana, serta terjangkaunya secara ekonomi oleh
kelompok perempuan dan anakanak.Kesehatan bayi dan anak-anak terutama
bayi dibawah umur lima tahun. Dampak pembangunan ekonomi, industrialisasi
dan perubahan lingkungan terhadap kesehatan reproduksi.
8. Masalah Gender dan Seksualitas
Pengaturan negara terhadap masalah seksualitas. Maksudnya adalah
peraturan dan kebijakan negara mengenai pornografi, pelacuran dan pendidikan
seksualitas. Pengendalian sosio-budaya terhadap masalah seksualitas,
bagaimana norma-norma sosial yang berlaku tentang perilaku seks, homoseks,
poligami, dan perceraian. Seksualitas dikalangan remaja.Status dan peran
perempuan. Perlindungan terhadap perempuan pekerja.
9. Masalah kekerasan dan perkosaan terhadap perempuan
Kencenderungan penggunaan kekerasan secara sengaja kepada perempuan,
perkosaan, serta dampaknya terhadap korban Norma sosial mengenai kekerasan
dalam rumah tangga, serta mengenai berbagai tindak kekerasan terhadap
perempuan. Sikap masyarakat mengenai kekerasan perkosaan terhadap pelacur.
Berbagai langkah untuk mengatasi masalah- masalah tersebut.

10. Masalah Penyakit yang Ditularkan Melalui Hubungan Seksual


Masalah penyakit menular seksual yang lama, seperti sifilis, dan gonorrhea.
Masalah penyakit menular seksual yang relatif baru seperti chlamydia, dan
herpes. Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acguired
immunodeficiency Syndrome); Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit
menular seksual. Kebijakan dan progarm pemerintah dalam mengatasi maslah
tersebut (termasuk penyediaan pelayanan kesehatan bagi pelacur/Penjaja Seks
Komersial). Sikap masyarakat terhadap penyakit menular seksual
11. Masalah pelacuran
Demografi pekerja seksual komersial atau pelacuran.Faktor-faktor yang
mendorong pelacuran dan sikap masyarakat terhadap pelacuran.Dampaknya
terhadap kesehatan reproduksi, baik bagi pelacur itu sendiri maupun bagi
konsumennya dan keluarganya.
12. Masalah Sekitar Teknologi
Teknologi reproduksi dengan bantuan (inseminasi buatan dan bayi tabung).
Pemilihan bayi berdasarkan jenis kelamin (gender fetal screening).Penapisan
genetik (genetic screening).Keterjangkauan dan kesamaan kesempatan.Etika
dan hukum yang berkaitan dengan masalah teknologi reproduksi ini.
2.2.16 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi. Faktor-faktor
tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat golongan yang dapat
berdampak buruk bagi kesehatan reproduksi, yaitu:
5. Faktor Demografis – Ekonomi
Faktor ekonomi dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi yaitu
kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang
perkembangan seksual dan proses reproduksi, usia pertama melakukan
hubungan seksual, usia pertama menikah, usia pertama hamil. Sedangkan faktor
demografi yang dapat mempengaruhi Kesehatan Reproduksi adalah akses
terhadap pelayanan kesehatan, rasio remaja tidak sekolah , lokasi/tempat tinggal
yang terpencil.

6. Faktor Budaya dan Lingkungan


Faktor budaya dan lingkungan yang mempengaruhi praktek tradisional yang
berdampak buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak
rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan
remaja karena saling berlawanan satu dengan yang lain, pandangan agama,
status perempuan, ketidaksetaraan gender, lingkungan tempat tinggal dan cara
bersosialisasi, persepsi masyarakat tentang fungsi, hak dan tanggung jawab
reproduksi individu, serta dukungan atau komitmen politik.
7. Faktor Psikologis
Sebagai contoh rasa rendah diri (“low self esteem“), tekanan teman sebaya
(“peer pressure“), tindak kekerasan dirumah/ lingkungan terdekat dan dampak
adanya keretakan orang tua dan remaja, depresi karena ketidak seimbangan
hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasan
secara materi.
8. Faktor Biologis
Faktor biologis mencakup ketidak sempurnaaan organ reproduksi atau cacat
sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual,
keadaan gizi buruk kronis, anemia, radang panggul atau adanya keganasan pada
alat reproduksi. Dari semua faktor yang mempengaruhi kesehatan reproduksi
diatas dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan perempuan, oleh
karena itu perlu adanya penanganan yang baik, dengan harapan semua
perempuan mendapatkan hak-hak reproduksinya dan menjadikan kehidupan
reproduksi menjadi lebih berkualitas.

2.2.17 Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi


Pada tingkat pelayanan dasar maka kegiatan operasional KIE Kesehatan Reproduksi
terbagi 2 (dua), yaitu: Kegiatan di dalam gedung Puskesmas dan di luar gedung
Puskesmas.
3. Kegiatan KIE di dalam gedung Puskesmas
Bentuk kegiatan di dalam gedung Puskesmas dapat berupa:
c. Penyampaian pesan secara langsung (Tatap Muka).
Tatap muka langsung untuk perorangan dapat berlangsung saat
memeriksa pasien baik di klinik KIA/KB Puskesmas maupun saat
kunjungan pasien di ruangan Puskesmas Rawat Inap. Tatap muka langsung
untuk kelompok dapat dilakukan kepada pasien dan/atau keluarganya yang
sedang berada di ruang tunggu Puskesmas. Kegiatan tatap muka langsung
ini memiliki peluang besar sekali untuk berhasil jika dilakukan dengan
benar karena pesan dapat disampaikan dengan diikuti penjelasannya. Cara
tersebut juga dapat menyampaikan keterampilan (bukan hanya
pengetahuan) dalam bentuk peragaan atau demonstrasi cara melakukan
sesuatu (misalnya cara memasang kondom, cara sederhana untuk menilai
ada/tidaknya anemia dengan melihat kelopak mata dan lidah, dsbnya).
Dalam melaksanakan kegiatan ini perlu diupayakan adanya komunikasi dua
arah, yaitu dengan memberi kesempatan pada sasaran untuk bertanya, atau
menanyakan kembali kepada sasaran, untuk menilai apakah pesan telah
benar-benar dipahami dan sasaran benar-benar mengetahui isi pesan.
d. Penyampaian pesan secara tidak langsung.
Bentuk kegiatan ini biasanya berupa pemutaran kaset lagu-lagu atau
video hiburan yang diselingi pesanpesan singkat, atau pemasangan
poster/media cetak lain, dalam lingkungan fasilitas pelayanan Puskesmas.
Bentuk kegiatan ini dapat pula ditujukan kepada sasaran perorangan berupa
pembagian selebaran atau leaflet kepada setiap pengunjung. Kegiatan ini
juga memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah, yaitu dengan
menghadirkan petugas untuk memulai pembicaraan dengan kelompok
sasaran, misalnya dengan menanyakan atau membahas isi pesandalam
kaset/video yang diputar, poster yang dipasang atau leaflet yang dibagikan.
4. Kegiatan KIE di luar gedung Puskesmas
Bentuk kegiatan dapat berupa :
c. Penyampaian pesan untuk kelompok kecil
Proses kegiatan tatap muka untuk kelompok di luar gedung
Puskesmas tidak banyak berbeda dengan di dalam gedung Puskesmas,
hanya saja kelompok sasaran yang ditemui biasanya adalah kelompok yang
kecil dan khusus. Kelompok khusus ini seringkali merupakan kelompok
sasaran sekunder atau yang memiliki pengaruh terhadap sasaran utama,
misalnya kelompok ibu-ibu PKK, kelompok pengajian, persatuan orang tua
murid dan guru dan lain-lain. Kelompok khusus ini dapat juga merupakan
kelompok sasaran utama, misalnya pertemuan kelompok remaja,
paguyuban KB, kelompok ibu-ibu pengunjung Posyandu, keluarga yang
dikunjungi di rumah dan lain-lain. Dalam melaksanakan kegiatan ini perlu
komunikasi dua arah yaitu dengan memberi kesempatan pada sasaran untuk
bertanya.
d. Penyampaian pesan untuk kelompok besar
Proses ini mencakup penyampaian pesan kepada orang dalam jumlah
sangat banyak dan biasanya tidak memungkinkan terjadi komunikasi dua
arah. Karena tidak mungkin melakukan komunikasi dua arah untuk menilai
apakah sasaran benar-benar memahami isi pesan, maka kegiatan KIE
kesehatan reproduksi untuk kelompok besar ini memerlukan persiapan
khusus terutama dalam penciptaan pesannya, pesan yang disampaikan harus
singkat, menarik, mudah diingat dan mudah dilakukan.

2.2.18 KIE – Kesehatan Reproduksi


Tujuh aspek penting yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan setiap kegiatan
KIE Kesehatan Reproduksi, yaitu:
8. Keterpaduan
Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi dilaksanakan secara terpadu.
Keterpaduan dapat berupa keterpaduan dalam aspek sasaran, lokasi, petugas
penyelenggara, dana, maupun sarana.
9. Mutu
Materi KIE Kesehatan Reproduksi haruslah bermutu, artinya selalu
didasarkan pada informasi ilmiah terbaru, kebenarannya dapat dipertanggung
jawabkan, jujur serta seimbang (mencakup keuntungan & kerugian bagi
sasaran), sesuai dengan media dan jalur yang dipergunakan untuk
menyampaikannya, jelas dan terarah pada kelompok sasaran secara tajam
(lokasi, tingkat sosial-ekonomi, latar belakang budaya, umur), tepat guna dan
tepat sasaran.

10. Media dan Jalur


Kegiatan KIE Kesehatan Reproduksi dapat dilaksanakan melalui berbagai
media (tatap muka, penyuluhan massa/ kelompok, dan lain-lain) dan jalur
(formal, informal, institusional, dan lain-lain) sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada. Pemilihan media dan jalur ini dilakukan dengan memperhatikan
kekuatan dan kelemahan masing-masing media dan jalur sesuai dengan kondisi
kelompok sasaran dan pesan yang ingin disampaikan
11. Efektif
Berorientasi pada penambahan pengetahuan dan perubahan perilaku
kelompok sasaran. Kegiatan KIE yang efektif akan memberi dua hasil, yaitu
penambahan pengetahuan dan perubahan perilaku kelompok sasaran. Pesan-
pesan KIE Kesehatan Reproduksi harus berisi informasi yang jelas tentang
pengetahuan dan perilaku apa yang diharapkan akan mampu dilakukan oleh
kelompok sasaran.
12. Dilaksanakan Bertahap, Berulang dan Memperhatikan Kepuasan sasaran
Penyampaian materi dan pesan-pesan harus diberikan secara bertahap,
berulang-ulang dan bervariasi, sesuai dengan daya serap dan kemampuan
kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku yang diharapkan. Oleh karena
itu, materi perlu diolah sedemikian rupa agar akrab dengan kondisi dan
lingkungan kelompok sasaran melalui pemilihan bahasa, media, jalur dan
metode yang sesuai.
13. Menyenangkan
Perkembangan terakhir dunia komunikasi menunjukkan bahwa kegiatan KIE
paling berhasil jika dilaksanakan dengan cara penyampaian yang kreatif dan
inovatif sehingga membuat kelompok sasaran merasa senang atau terhibur.
Penyampaian yang kreatif dan inovatif ini dilakukan melalui pendekatan
"pendidikan yang menghibur" (edu-tainment), yang merupakan kombinasi dari
education (pendidikan) dan entertainment (hiburan). Metode ini bersifat
mengajak kelompok sasaran berfikir melalui rangsangan rasional sehingga
mendapat informasi yang bermanfaat (sebagai hasil kegiatan pendidikan)
sekaligus diberi rangsangan emosional berupa hiburan menarik yang membuat
mereka merasa senang (terhibur). Bentuk-"edu-tainment" yang dapat dilakukan
dalam pelaksanaan KIE Kesehatan Reproduksi ini antara lain berupa dongeng,
humor, lagu, drama, komik, lomba, kuis dan lain-lain.
14. Berkesinambungan
Semua kegiatan KIE tidak berhenti pada penyampaian pesan-pesan saja,
namun harus diikuti dengan tindak lanjut yang berkesinambungan. Artinya,
setelah kegiatan KIE dilaksanakan, perlu selalu diikuti penilaian atas proses
(apakah telah dilaksanakan sesuai rencana?) dan penilaian atas hasil (apakah
pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran telah berubah?) untuk menyiapkan
kegiatan berikutnya.

2.6 Penelusuran Jurnal

2.6.1 Jurnal 1
f) Judul
Pendidikan Kesehatan Dalam Upaya Pencegahan Kanker Serviks Pada Wanita
Usia Subur
g) Author
Vio Nita, Novi Indrayani
h) Tahun
2020
i) Publikasi
DINAMISIA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol. 4, No. 2 Juni 2020,
Hal. 306-310. P-ISSN 2614-7424; E-ISSN 2614-8927. Indeks: SINTA 4. DOI:
https://doi.org/10.31849/dinamisia.v4i2.4175
j) Ringkasan
Di Indonesia kanker serviks (kanker leher rahim) merupakan kanker kedua
paling banyak diderita wanita setelah kanker payudara. Beberapa faktor
mengakibatkan terjadinya kanker serviks adalah terlambatnya deteksi dini
yang dilakukan oleh wanita karena kurangnya pengetahuan tentang kanker
serviks, misalnya untuk menjaga kebersihan daerah kewanitaan (vagina)
sangatlah penting dilakukan khususnya untuk wanita. Pengetahuan dan
kesadaran masyarakat terutama wanita terhadap kesehatan reproduksinya
dinilai masih kurang. Selama ini penyuluhan kesehatan juga dinilai masih
kurang untuk masyarakat yang tinggal di pedesaan. Pendidikan kesehatan
merupakan metode yang baik untuk memberikan informasi kesehatan
reproduksinya kepada masyarakat khususnya wanita, tentang kanker serviks
dan cara mendeteksi dini kanker serviks sehingga dapat menurunkan angka
kematian.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan Pre dan Post
pendidikan kesehatan dalam upaya pencegahan kanker serviks pada wanita
usia subur Di Dusun Ringinsari Bokoharjo Prambanan Sleman Yogyakarta.

2. Metode Analisa PICO


PROBLEM Permasalahan kesehatan reproduksi yang ditemukan oleh penulis di
Dusun Ringinsari Bokoharjo Prambanan Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah faktor yang membuat telambatnya deteksi dini
yang dilakukan oleh wanita karena kurangnya pengetahuan tentang
kanker serviks, misalnya untuk menjaga kebersihan daerah
kewanitaan (vagina) sangatlah penting dilakukan khususnya untuk
wanita dan bagaimana cara mendeteksi dini agar wanita tidak
terkena kanker servik. Berdasarkan hasil wawancara dengan
beberapa wanita didapatkan hasil ada beberapa wanita yang
mengatakan tidak tahu informasi tentang kanker serviks yang
diantaranya bagaimana pemeriksaannya dan dimana harus
memeriksakannya. Disinilah pentingnya peran tenaga kesehatan
untuk melakukan pendidikan kesehatan terkait deteksi dini kanker
serviks kepada masyarakat.
INTERVENTION Metode yang digunakan quasi eksperiment dengan pendekatan “One
Groups Pretest-Posttest Design”. Populasi penelitian ini adalah
wanita usia subur di Dusun Ringinsari, Bokoharjo, Prambanan,
Sleman, Yogyakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini
menggunakan teknik sampling accidental sampling yang berjumlah
55 orang, Pengambilan data menggunakan kuesioner yang diberikan
kepada wanita usia subur tersebut dan analisa data menggunakan uji
paired t-test.
COMPARISON Tidak ada pembanding
OUTCOME Pengetahuan reponden sebelum diberi pendidikan kesehatan tentang
kanker serviks dalam kategori kurang (50,91%), sedangkan
pengetahuan reponden sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang
kanker serviks dalam kategori baik (60%). yang berarti ada
perbedaan antara pengetahuan tentang kanker serviks sebelum dan
sesudah diberi pendidikan kesehatan tentang kanker serviks.
Pengetahuan yang baik harusnya sejalan dengan perilaku yang baik
yaitu melakukan pemeriksaan kanker serviks secara rutin.
Responden dalam hal ini juga akan menerapkan deteksi dini dalam
upaya pencegahan kanker serviks.

2.1.2 Jurnal 2
1. Ringkasan
a) Judul
Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan Metode Kontrasepsi
Jangka Panjang Wanita Usia Subur
b) Author
Yuli Suryanti
c) Tahun
2019

d) Publikasi
Jambura Journal Of Health Science and Research Vol. 1 No. 1, Januari 2019.
eISSN : 2655643X pISSN : 26230674 http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jjhsr
Indeks: SINTA 4
e) Ringkasan
Metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) merupakan metode
kontrasepsi yang sangat efektif untuk menurunkan angka kelahiran.
Metode kontrasepsi jangka panjang adalah kontrasepsi yang dapat dipakai
dalam jangka waktu lama, lebih dari 2 tahun, efektif dan efisien untuk
tujuan menjarangkan kelahiran lebih dari 3 tahun atau mengakhiri
kehamilan pada pasangan yang sudah tidak ingin tambah anak lagi. Jenis
metode yang termasuk kedalam MKJP adalah kontrasepsi mantap pria dan
wanita (tubektomi dan vasektomi), implant dan IUD. Diharapkan dengan
adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal
yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan
untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.
2. Metode Analisa PICO

PROBLEM Banyak faktor yang mempengaruhi Penggunaan metode kontrasepsi


jangka panjang antara lain pengetahuan, umur dan partisipasi suami.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Jambi didapatkan bahwa
Puskesmas Paal V dengan jumlah PUS 7.220 orang, dengan KB aktif
berjumlah 5.802 orang. Metode kontrasepsi jangka Panjang (MKJP)
yang digunakan adalah Implant 3,01%, AKDR 9,5%, MOW 3,1%,
dan MOP 0,3%. Sedangkang Non MKJP adalah suntik 60,1%, Pil
21,6% dan kondom 2,46%
INTERVENTION Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat analitik, dengan
rancangan cross sectional antara variabel independen (faktor resiko)
dengan variabel dependen (efek) yaitu faktor yang mempengaruhi
penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di
Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2018. Penelitian ini
dilaksanakan di Puskesmas Paal V Kota Jambi. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan Mei– Agustus 2018. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh wanita usia subur yang menjadi akseptor KB yang
berada di Puskesmas Paal V Kota Jambi tahun 2018 sebanyak 5.802
orang. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita usia subur yang
berada di Puskesmas Paal V Kota Jambi dengan jumlah 95 akseptor.
pengampilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik accidental sampling. Pengumpulan data primer dengan
kuesioner. Penelitian dilakukan dari bulan Mei s/d Agustus 2018
dengan analisis Univariat dan Bivariat dengan uji chi squre.
COMPARISON Tidak ada Pembanding

OUTCOME Hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa responden yang memiliki
pengetahuan kurang baik sebanyak 71 responden. Mayoritas umur
sebanyak 50 responden yakni umur 25-35 tahun . mayoritas partisipasi
suami yang mendukung sebanyak 52 responden. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa responden yang jarang melakukan konsultasi
pengetahuan terkait dengan penggunaan metode kontrasepsi di
layanan kesehatan masih kurang, hal ini menyebabkan ketidaktahuan
mereka terhadap penggunaan metode kontrasepsi dalam jangka
panjang.
BAB III
PENUTUP

3.3 Kesimpulan

3.4 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Arisandi, M. E., 2016. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Komplikasi


Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan.
Jurnal Kesehatan, 7(2), p. 204.
Kementerian Kesehatan RI. 2008. Pedoman audit maternal perinatal (AMP). Jakarta: Kemenkes
RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset kesehatan dasar. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Meisuri, N. P., Irianto, M. 2018. Faktor Determinan yang Mempengaruhi Kejadian Kematian
Perinatal Determinant Factors Affecting Perinatal Mortality Occurrence. Majority, 7,
121– 127.
Nor Amalia Muthoharo, Imam Purnomo, R. 2016. Faktor – faktor yang berhubungan dengan
kematian maternal dikabupaten batang. Jurnal Pena Medika, 1–18.
Respati, S. H., 2019. Analisis Faktor Determinan Kematian Ibu di Kabupaten Sukoharjo Jawa
Tengah Indonesia. Jurnal Kesehatan Reproduksi, 6(2), p. 52.
Saifuddin. 2008. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Seprina, Z. 2015. Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Memilih Penolong Persalinan Di
Puskesmas XIII Koto Kampar I. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(6), 283–288.
Tulak, G. T., 2020. Artikel Penelitian Determinan Antara Terhadap Kematian Ibu Bersalin. Jurnal
Kesehatan Andalas, 9(3), pp. 351-359.
World Health Organizations. 2006. Maternal mortality in 2006. Department of Reproductive
Health and Research WHO.
Wijayanti, W. 2015. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA
PERSALINAN
LAMA DI RSPAD GATOT SOEBROTO. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 7(September), 154–164.
Yunida, H. 2016. Faktor-faktor determinan dalam pencegahan infeksi pada proses persalinan di
puskesmas pacet. Jurnal Kewidyaiswaraan, 5(1), 83–98
http://jurnal.fk.unand.ac.id 352

Jurnal Kesehatan Andalas. 2020; 9(3)

Anda mungkin juga menyukai