Anda di halaman 1dari 5

KONSERVASI ORANGUTAN SUMATRA DI HUTAN WEHEA

Aditya Cahya Ariadi;2113091029


Biologi Murni, Jurusan Biologi dan Perikanan Kelautan, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Pendidikan Ganesha

Aditya.cahya@undiksha.ac.id

ABSTRAK
Suku Dayak Wehea adalah masyakarat lokal yang tinggal didaerah provinsi Kalimantan timur.
Tepatnya daerah Muara Wahau Kabupaten Kutai Timur. Suku ini dikenal dengan suku yang menyatu
dengan alam hal ini dikarenakan suku Dayak Wehea sangat patuh dengan alam dan sangat kental dengan
budayanya dalam menjaga alam terutama menjaga hutang lindung Wehea yang merupakan tempat
tinggal dari 750 ekor Orangutan Sumatra yang sudah mengalami keadaan Krisis IUCN Redlist (2017).
Spesies yang orangutan yang terdapat di daerah tersebut adalah spesies orangutan Sumatra yang sudah
mengalami kondisi hampir punah. Masyakarat suku Dayak wehea melakukan berbagai upaya dalam
mengonservasi habitat dari primata asli indonesia ini salah satunya dengan memanfaatkan kearifan lokal
yaitu pembuatan kelompok penjaga hutan lindung yang disebut dengan Petkuq Mehuey yang bertugas
dalam menjaga hutan lindung dan memlaporkan kepada kepala suku apabila terdapat masyakarat yang
ketahuan melanggar hukum adat seperti memburu hewan primata yang dilindungi dikawasan hutan
lindung tersebut.Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan
kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa studi pustaka. Analisis data yang dilakukan
dengan pengumpulan data, penyajian data dan kesimpulan.

PENDAHULUAN

Orangutan merupakan salah satu satwa yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 5


Tahun 1990 tentang Konserasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Orangutan
merupakan satwa endemik dari Indonesia yang keberadaannya sudah mulai terancam punah
dan hanya dapat ditemukan di wilayah Sumatran dan Kalimantan. Indonesia memiliki 3 jenis
spesies orangutan, yakni orangutan sumatera (Pongo abeii), orangutan Kalimantan ( Pongo
pygmaeus) dan orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Ketiga spesies orang utan ini
terancam punah atau berstatus kritis. Hal ini didapat dari IUCN red list. Hal ini terjadi karena
terjadinya deforestasi yang menyebabkan banyak hutan yang menjadi habitat asli dari orang
hutan menghilang. Ancaman terhadap populasi orangutan Sumatera mencakup hilangnya
habitat hutan yang menjadi perkebunan sawit, pertambangan, pembukaan jalan, legal dan
illegal logging, kebakaran hutan dan perburuan.
Habitat orangutan di Sumatera menghilang dengan sangat cepat. Di Sumatera Utara,
diperkirakan tutupan hutan telah berkurang dari sekitar 3,1 juta hektar di tahun 1985 menjadi
1,6 juta hektar pada 2007. Sebaran orangutan di masa yang lalu diperkirakan hingga ke
Sumatera Barat (Yeager, 1999), tetapi saat ini sebaran orangutan di habitat aslinya hanya
terdapat di Aceh dan Sumatera Utara serta areal reintroduksi orangutan di perbatasan Jambi
dan Riau. Selain itu di Hutan lindung Wehea merupakan daerah tempat tinggal dari primata ini
yang dikelola oleh masyarakat adat suku wehea. Masyarakat adat suku wehea selalu menjaga
keamanana hutang lindung wehea dengan membuat tim penjaga hutan yang disebut Petkuq
Mehuey.

TUJUAN
Artikel ini dibuat dengan tujuan untuk memperkenalkan jenis-jenis orangutan yang terdapat
di Indonesia dan habitatnya beserta kegiatan konservasi Orangutan di Indonesia salah satunya
di Taman Nasional Tanjung Puting

METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Data diambil dengan cara yang mengilustrasikan suatu fenomena menggunakan
kata-kata, tulisan, cerita ataupun peristiwa yang memiliki kesan nyata dan alamiah. Di dalam
melakukan analisis dalam pembuatan artikel Ilmiah, penulis menggunakan metode studi
pustaka dengan berbagai sumber pustaka mengenai tema artikel terkait. Penelitian ini
memperkenalkan kegiatan konservasi orangutan di Taman Nasional Tanjung Putting
Kalimantan. Untuk prosesi pengumpulan data yang relevan, maka penulis menggunakan
sumber-sumber dari jurnal yang bisa dijadikan sebagai data sekunder. Data sekunder atau
penunjang adalah data yang didapat seseorang yang melakukan penelitian. Data sekunder ini
didapat melalui studi pustaka dari jurnal ataupun internet.
PEMBAHASAN

• Kajian Teori Orangutan Sumatra


Pongo abelii merupakan hewan endemik pulau Sumatera, Indonesia. Itu dibatasi di utara pulau,
dengan batas selatannya adalah Sungai Simpang Kanan dan anak-anak sungai di pantai barat
dan Asahan Sungai di pantai timur, dan batas utaranya bertepatan terutama dengan batas utara
Ekosistem Leuser di Provinsi Aceh Saat ini sebagian besar Orangutan Sumatera (82,5%)
ditemukan di Provinsi Aceh di ujung paling utara pulau. Ada populasi di Provinsi Sumatera
Utara tetapi yang terbesar, di selatan dan kawasan timur Ekosistem Leuser, berbatasan dengan
Aceh. Meskipun beberapa lebih kecil petak-petak hutan di selatan Ekosistem Leuser
tampaknya masih menampung populasi orangutan, hanya satu seluruhnya penduduk Sumatera
Utara dianggap layak dalam jangka Panjang.
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) mempunyai kantung pipi yang panjang pada
orangutan jantan. Panjang tubuh dari orangutan Sumatra ini berkitar 1,25 meter sampai dengan
1,5 meter dengan berat berat orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram, sedangkan yang
jantan sekitar 50-90 kilogram. Orangutan Sumatra ini memiliki Bulu-bulu berwarna coklat
kemerahan hampir sama dengan jenis orangutan lainnya yang ada di indonesia. Spesies
orangutan jantan dewasa umumnya penyendiri sementara para betina sering dijumpai bersama
anaknya di hutan. Rata-rata setiap kelompok orangutan terdiri dari 1-2 ekor dan kedua jenis
kelamin mempunyai daya jelajah sekitar 2-10 kilometer yang banyak bertumpang tindih
tergantung pada ketersediaan buah di hutan. Setelah disapih pada umur 3,5 tahun, anak
orangutan akan berangsur-angsur independen dari induknya setelah kelahiran anak yang lebih
kecil. Orangutan Sumatera betina mulai berproduksi pada usia 10-11 tahun, dengan rata-rata
usia reproduksi sekitar 15 tahun.

• Kearifan Lokal Masyarakat Suku Dayak Wehea


Masyarakat Suku Dayak Wehea merupakan masyarakat yang berdiam di daerah Kalimantan
timur. Suku dayak wehea ini sangat kental dalam menjaga kelestarian alamnya dengan
kearifan lokal dan aturan-aturan adat yang terdapat di daerahnya Salah satu kearifan lokal
yang dimiliki suku Dayak Wehea adalah budaya Intangible, budaya intangible ini merupakan
cara atau upaya yang dilakukan masyarakatu suku Wehea untuk mengurangi kesenjangan
social diantara generasi muda dan generasi tua dengan tujuan untuk memperkenalkan budaya
dan warisan adat istiadat kepada para generasi muda. Kesenjangan budaya Dayak oleh pelaku
budaya Dayak Wehea, menjadikan mereka melakukan pekhea (berembug). Salah satu
hasilnya adalah menjadikan hutan lindung milik adat Wehea (Keldung Laas Wehea Long
Skung Metgueen) sebagai media pengganti eweang di kampung. Oleh karena itu dibentuklah
aturan adat mengenai aturan tentang pengelolaan hutan lindung yang dilengkapi dengan
dibentuknya kelompok penjaga hutan lindung Wehea yang disebut dengan petkuq mehuey.
Dengan beranggotakan laki-laki dari berabagai kalangan yang berbeda, dari yang berusia
remaja/muda sampai dengan yang sudah tua.

• Upaya Konservasi
Upaya Konservasi yang dilakukan oleh masyakarat Dayak suku wehea adalah dengan
memanfaatkan kearifan lokal yaitu dengan membuat aturan adat mengenai larangan-larangan
memburu hewan langka sekelas primata seperti orangutan ini dan aturan tentang pengelolaan
hutan lindung dilengkapi dengan dibentuknya kelompok penjaga hutan yang disebut dengan
petkuq mehuey. Anggota petkuq mehuey terdiri dari laki-laki dari kelas umur yang berbeda,
mulai yang masih mudah sampai yang sudah tua. 10 sampai 15 Petkuq mehuey akan bertugas
masuk hutan selama satu bulan untuk menjaga dan memelihara hutan. Penjagaan hutan lindung
Wehea yang seluas 38.000 hektar ini walaupun sangat tertib dan disiplin, akan tetapi fleksibel.
Selain itu upaya konservasi yang dilakukan dengan bekerjasama membuat perjanjian
rencana pengelolaan Kawasan bernilai konservasi tinggi di bentang alam Wahea yang indah.
Berdasarkan Buku “ Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Orangutan Bentang
Alam Wehea-Kelay” (2016) Kerjasama tersebut mengawali dibentuknya tim konservasi yang
disebut dengan Forum Pengelolaan Esensial Koridor Orang Utan Bentang Alam Wehea-Kelay
dengan tujuan untuk membuat rencana pengelolaan ekosistem esensial di bentang alam Wehea-
Kelay di Kabupaten Kutai Timur dan kabupaten Berau-Provinsi Kalimantan Timur yang
merupakan salah satu terobosan untuk melindungi spesies orangutan yang disebut mengalami
keadaan Krisis oleh IUCN Redlist (2017).

KESIMPULAN
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) adalah jenis orangutan asli Indonesia yang paling
terancam di antara dua spesies orangutan yang ada di Indonesia. Orangutan Sumatera
mempunyai perbedaan dalam hal fisik maupun perilaku dibandingkan dengan saudaranya di
Taman Nasional Tanjung Puting. Spesies yang saat ini hanya bisa ditemukan di provinsi-
provinsi bagian utara dan tengah Sumatera ini kehilangan habitat alaminya dengan cepat karena
pembukaan hutan untuk perkebunan dan pemukiman serta pembalakan liar. Habitat alami dari
orangutan sekarang sudah sangat sedikit jumlahnya salah satunya hutan lindung wehea. Upaya
hutan lindung wehea dalam mengkonservasi hutan tidak hanya dengan kearifan lokal saja
melainkan dengan adanya kerja sama dengan instansi pemerintah demi menjaga kelestarian
hutan lindung wehea. Salah satunya adalah dengan mendirikan Forum Forum Pengelolaan
Esensial Koridor Orang Utan Bentang Alam Wehea-Kelay dengan tujuan membuat agenda
perencanaan konservasi hutan lindung wehea yang dijelaskan dalam buku “Pengelolaan
Kawasan Ekosistem Esensial Koridor Orangutan Bentang Alam Wehea-Kelay”. Kerjasama
dari masyarakat adat dengan instansi pemerintah pastinya akan membawa orangutan kedalam
kondisi yang lebih baik dalam beberapa dekade kedepan.

DAFTAR PUSTAKA

Rahma, S 2018, Upaya Borneo Orang Utan survival Foundation (BOSF) dalam melakukan
konservasi Orangutan Kalimantan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah,
UNPAR Institutional Respitory, Universitas Katolik Parahyangan, dilihat 27 November
2021 http://repository.unpar.ac.id/handle/123456789/6387
Kuswanda, W 2007, ‘Ancaman Terhadap Populasi Orangutan Sumatera’, Jurnal Penelitian
dan Konservasi Alam vol. 4, no 4, hh.
Soehartono, T, Susilo, H, Andayani, N, Atmoko, S, Sihite, J, Saleh, C & Sutrisno, A 2007,
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia 2007-2017, Departemen
Kehutanan Republik Indonesia, United States Agency for International Development
(USAID), United Statet.
Santosa, Y 2012, ‘Ketelitian Metode Sarang Untuk Pendugaan Populasi Orangutan dan
Penentuan Faktor Ekologi Penting Dalam Manajemen Hutan Konservasi’, Jurnal
Manajemen Hutan Tropika, vol. 18, no. 1, hh. 39-51

Anda mungkin juga menyukai