Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi Lansia


Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental,dan sosial secara
utuh tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam suatu yang berkaitan
dengan system reproduksi, fungsi dan prosesnya (WHO). Menurut ICPD 1994 kesehatan
reproduksi adalah keadaan sempurna fisik, mental dan kesejahteraan social dan tidak
semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan, dalam segala hal yang berkaitan dengan
system reproduksi dan fungsi serta proses.

Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan
sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta
proses reproduksi dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan
material yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, spiritual yang memiliki
hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan antara keluarga
dengan masyarakat dan lingkungan.

Lanjut usia atau lansia identik dengan proses menua, proses menua adalah proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan tubuh untuk mengganti sel yang rusak dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
rangsangan (misalnya penyakit) dan tidak mampu memperbaiki kerusakan yang diderita.
Teori-teori yang mengemukakan tentang proses penuaan pada manusia adalah sebagai
berikut:

a. Teori Telomere
Telomere adalah bagian paling ujung dari DNA. Dengan adanya telomere,
penggandaan DNA yang berlangsung sebelum pembelahan sel dapat dilakukan
secara tuntas. Dengan demikian dikatakan bahwa telomere berperan dalam
membatasi lama hidup.
b. Teori Siklus Sel Reproduksi
Teori ini menyatakan bahwa proses menua dipengaruhi hormon reproduksi melalui
sinyal sel yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan di masa awal
kehidupan dan akan mempertahankan fungsi reproduksi di masa setelahnya.
Gangguan sistem hormon akan diikuti oleh berkurangnya folikel hingga menjadi
menopause, dan rusaknya sel Leydig dan sertoli sehingga menjadi andropause.
Kondisi tersebut mengganggu sinyal siklus sel yang akan mengarah ke kematian dan
disfungsi sel, disfungsi jaringan (munculnya penyakit), hingga kematian.
c. Teori Kerusakan DNA
Kerusakan DNA menyebabkan sel berhenti membelah atau menginduksi apoptosis
atau kematian sel terprogram. Kerusakan DNA itulah yang akan memicu kanker atau
proses menua Kerusakan DNA dapat dipicu oleh infeksi virus, rokok, sinau UV, dan
faktor intrisik.

2.2 Pembagian Kelompok Usia Lanjut


2.2.1 Menurut Departemen Kesehatan RI
a. Masa Virilitas atau menjelang usia lanjut : 45-54 tahun
b. Masa Prasenium atau lansia dini : 55-64 tahun
c. Masa Senium atau usia lanjut : >65 tahun
d. Lansia berisiko tinggi : 70 tahun

2.2.2 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)


a. Usia Lanjut ini : 60-74 tahun
b. Usia Tua : 75-89 tahun
c. Usia Sangat Lanjut : >90 tahun

2.3 Komponen Usia Lanjut


Melengkapi siklus kehidupan keluarga, komponen ini akan mempromosikan
peningkatan kualitas penduduk usia lanjut pada saat menjelang dan setelah akhir kurun
usia reproduksi (menopouse/andropause). Upaya pencegahan dapat dilakukan melalui
skrining keganasan organ reproduksi misalnya kanker rahim pada wanita, kanker prostat
pada pria serta pencegahan defesiensi hormonal dan akibatnya seperti kerapuhan tulang
dan lain-lain.

Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan kesehatan reproduksi tersebut adalah


peningkatan akses: Informasi secara menyeluruh mengenai seksualitas dan reproduksi,
masalah kesehatan reproduksi, manfaat dan resiko obat, alat, perawatan, tindakan
intervensi, dan bagaimana kemampuan memilih dengan tepat sangat diperlukan. Paket
pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas yang menjawab kebutuhan wanita
maupun pria. Kontrasepsi (termasuk strerilisasi) yang aman dan efektif. Kehamilan dan
persalinan yang direncanakan dan aman. Penanganan tindakan pengguguran kandungan
tidak aman. Pencegahan dan penanganan sebabkemandulan (ISR/PMS).

Informasi secara menyeluruh termasuk dampak terhadap otot dan tulang, libido, dan
perlunya skrining keganasan (kanker) organ reproduksi. Pengukuran adanya perubahan
yang positif terhadap hasil akhir diatas akan menunjukkan kemajuan pencapaian tujuan
pelayanan kesehatan reproduksi yang menjawab kebutuhan kesehatan reproduksi
individu, suami-istri dan keluarga.

2.4 Permasalahan pada Lansia


Permasalahan yang seringkali dialami pada saat seseorang masuk pada masa lansia
yaitu sebagai berikut.
a. Panca indera
Sekresi saliva berkurang mengakibatkan pengeringan rongga mulut. Papil-papil pada
permukaan lidah mengalami atrofi sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap
rasa terutama rasa manis dan asin. Keadaan ini akan mempengaruhi nafsu makan, dan
dengan demikian asupan gizi juga akan terpengaruh. Indera penciuman, penglihatan
dan pendengaran juga mengalami penurunan fungsi.
b. Esophagus
Lapisan otot polos mulai melemah yang akan menyebabkan gangguan kontraksi dan
reflek spontan sehingga terjadi kesulitan menelan dan makan menjadi tidak nyaman.
c. Lambung
Pengosongan lambung lebih lambat, sehingga orang akan makan lebih sedikit karena
lambung terasa penuh, terjadilah anoreksia. Penyerapan zat gizi berkurang dan
produksi asam lambung menjadi lebih sedikit untuk mencerna makanan. Diatas umur
60 tahun, sekresi HCl dan pepsin berkurang, akibatnya absorpsi protein, vitamin dan
zat besi menjadi berkurang. Terjadi overgrowth bakteri sehingga terjadi penurunan
faktor intrinsik yang juga membatasi absorbsi vitamin B12. Fungsi asam empedu
menurun menghambat pencernaan lemak dan protein, terjadi juga malabsorbsi lemak
dan diare.
d. Tulang
Kepadatan tulang akan menurun, sehingga akan mudah rapuh (keropos) dan patah.
e. Otot
Penurunan berat badan sebagai akibat hilangnya jaringan otot dan jaringan lemak
tubuh. Presentasi lemak tubuh bertambah pada usia 40 tahun dan berkurang setelah
usia 70 tahun. Penurunan kekuatan otot mengakibatkan orang sering merasa letih dan
merasa lemah, daya tahan tubuh menurun karena terjadi atrofi. Berkurangnya protein
tubuh akan menambah lemak tubuh. Perubahan metabolisme lemak ditandai dengan
naiknya kadar kolesterol total dan trigliserida.
f. Ginjal
Fungsi ginjal menurun sekitar 55% antara usia 35–80 tahun.
g. Jantung dan pembuluh darah
jumlah jaringan ikat pada jantung (baik katup maupun ventrikel) meningkat sehingga
efisien fungsi pompa jantung berkurang. Pembuluh darah besar terutama aorta
menebal dan menjadi fibrosis. Pengerasan ini, selain mengurangi aliran darah dan
meningkatkan kerja ventrikel kiri,juga mengakibatkan ketidakefisienan baroreseptor
(tertanam pada dinding aorta, arteri pulmonalis, sinus karotikus). Kemampuan tubuh
untuk mengatur tekanan darah berkurang.
h. Paru
Elastisitas jaringan paru dan dinding dada berkurang, kekuatan kontraksi otot
pernapasan menurun sehingga konsumsi oksigen akan menurun.
i. Endokrin
Terjadi perubahan dalam kecepatan dan jumlah sekresi, respon terhadap stimulasi
serta struktur kelenjar endokrin testosterone, estrogen dan progesterone.
j. Kulit dan rambut
Kulit berubah menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi. Rambut rontok dan
berwarna putih, kering dan tidak mengkilat.
k. Sistem imun
Penurunan fungsi imun yang berakibat tingginya kemungkinan terjadinya infeksi dan
keganasan.

2.5 Kesehatan Reproduksi Pada Lanjut Usia


Salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada lanjut usia (Lansia) yaitu masalah
kesehatan reproduksi. Program kesehatan pada lanjut usia sering hanya menikberatkan
pada pelayanan penyakit akibat proses degeneraf seper hipertensi, stroke, diabetes
mellitus, dan radang sendi atau remak. Padahal lanjut usia juga mempunyai masalah
dalam kesehatan reproduksi, utamanya hal ini dirasakan oleh perempuan keka masa subur
berakhir (menopause). Laki-laki juga mengalami penurunan fungsi seksual dan kesuburan
(andropause), walaupun hal ini terjadi pada usia yang lebih lanjut lagi jika dibandingkan
usia menopause yang dialami oleh perempuan.

Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat bahwa Indonesia termasuk lima besar negara
dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada
2010 atau 7,6 persen dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk lansia usia 60 tahun lebih
diperkirakan akan meningkat dari 18.1 juta pada tahun 2010 menjadi 29,1 juta pada tahun
2020, dan 36 juta di tahun 2025.
a. Menopause
Menopause adalah berhennya kemampuan reproduksi perempuan. Biasanya terjadi
pada akhir usia 40-an atau awal 50-an yang menandakan akhir dari fase subur
kehidupan seorang perempuan. Peralihan dari masa reproduksi ke masa non
reproduksi biasanya terjadi selama beberapa tahun, dak ba ba. Selama masa
peralihan ini, sebagian perempuan akan mengalami gangguan, seper rasa lemah, hot
flashes, perubahan suasana ha yang secara signifikan dapat mengganggu kegiatan
sehari-hari. Hasil penelian yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia tahun 2007 menunjukkan bahwa rata-rata umur menopause perempuan
Indonesia adalah 48 ± 5,3 tahun.

Saat postmenopause, perempuan dapat mengalami osteoporosis karena kekurangan


estrogen yang merupakan hormon untuk membantu mengatur pengangkutan kalsium
ke dalam tulang pada perempuan. Biasanya gejala mbul pada perempuan usia 51-75
tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Penyakit-penyakit
lain yang dapat mbul akibat menurunnya kadar estrogen diantaranya penyakit
jantung koroner, kepikunan (Demensia pe Alzheimer) sehingga menyebabkan
kesulitan konsentrasi, kehilangan ingatan pada periswa jangka pendek.

b. Andropause
Istilah Andropause pada laki-laki masih merupakan sesuatu hal yang baru dan belum
terbiasa didengar, bahkan sebagian orang meragukan adanya keluhan yang mbul
berkaitan dengan penurunan fungsi hormon androgen pada laki-laki berusia di atas
55 tahun. Namun beberapa penelian menyatakan bahwa penurunan fungsi
testosteron pada laki-laki di usia lebih dari 50 tahun, terkait dengan beberapa gejala
seper penurunan keinginan seksual/libido, kekurangan tenaga, penurunan kekuatan
otot, sedih dan sering marah tanpa sebab yang jelas, berkurangnya kemampuan
ereksi, mudah mengantuk dan lain sebagainya.
Untuk menilai adanya andropause dapat digunakan 10 kriteria ADAM, yang terdiri
dari penurunan keinginan seksual (libido), kekurangan tenaga/lemah, penurunan
kekuatan/ketahanan otot, penurunan nggi badan, berkurangnya ”kenyamanan dan
kesenangan” hidup, sedih atau sering marah tanpa sebab yang jelas, berkurangnya
kemampuan ereksi, kemunduran kemampuan olahraga, terdur setelah makan malam,
dan kemampuan bekerja.

c. Gangguan Seksual
Seks sering dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibahas pada masa lanjut usia.
Namun hal ini perlu didiskusikan agar mendapatkan pemahaman yang benar.
Kemampuan hubungan seksual dapat bertahan sampai orang mencapai lansia dengan
ngkat penurunan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Keadaan ini
dipengaruhi oleh perubahan fungsi organ tubuh dari masing-masing individu, seper
penurunan hormon dan penyakit yang menyertai. Sebagai contoh gangguan seksual
yang terjadi pada laki-laki lansia adalah gangguan fungsi ereksi, ketidakmampuan
penetrasi, atau ketidakmampuan mempertahankan ereksi. Gangguan ini dapat
disebabkan oleh obat-obat antihipertensi, diabetes mellitus dengan kadar gula darah
yang terkendali, merokok, dan hipertensi lama.

Sedangkan pada perempuan lansia masalah-masalah tersebut diantaranya dapat


berupa penurunan hasrat berhubungan seksual, masalah lumbrikasi vagina
memerlukan waktu yang lama, sekresi vagina berkurang keasaman yang berakibat
meningkatnya kemungkinan terjadinya infeksi, dan bila terjadi hubungan seksual
dapat terjadi iritasi pada kandung kemih dan uretra bahkan menyebabkan terjadinya
anorgasme, dispareunia, dan berbagai keluhan lainnya.

2.6 Kondisi Kesehatan Reproduksi Lansia di Indonesia


Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur tua (Era of Aging Population).
Besarnya populasi lanjut usia serta pertumbuhan yang sangat cepat menimbulkan
berbagai permasalahan, sehingga lanjut usia perlu mendapatkan perhatian yang serius dari
semua sektor untuk upaya peningkatan kesejahteraan lanjut usia.

Kesehatan reproduksi merupakan salah satu masalah kesehatan lansia yang telah
mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya materi tersebut dalam
konferensi internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (International
Conference on Population and Development (ICPD) di Kairo Mesir tahun 1994.
Indonesia yang merupakan salah satu negara yang telah menindaklanjuti dengan
mengadakan program kesehatan reproduksi, termasuk kesehatan reproduksi pada usia
lanjut.

Sampai saat ini, lansia belum memperoleh akses pelayanan konseling kesehatan
reproduksi. Hanya 30% Puskesmas di seluruh Indonesia yang melakukan pelayanan
koseling kesehatan reproduksi lansia. Adapun untuk mengatasi masalah kesehatan lansia
tersebut, perlu upaya pembinaan kelompok lanjut usia melalui Puskesmas yang mencakup
kegiatan promotif, preventif, dan rehabilitatif.

DAPUS:

B. Susilowati, Niken, dkk. 2016. Hubungan Beberapa Faktor Ibu Lansia dengan Pemanfaatan
Pelayanan Kesehatan Reproduksi Lansia di Puskesmas Lebdosari Semarang Triwulan I
Tahun 2016. Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM Universitas Diponegoro, Vol. 5 No.1.
2017. Diakses pada 01 September 2021 pukul 20.00 WIB.

Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. 2014. Pedoman Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Terpadu di Tingkat Pelayanan Kesehatan Dasa. Jakarta:
Kementerian kesehatan. Diakses pada 01 September 2021 pukul 23.55 melalui
https://poltekkesbdg.info/lib/node/1282 .

Prijatni, Ida, Sri Rahayu. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Kebidanan Kesehatan Reproduksi
dan Keluarga Bencana. BPPSDMK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Diakses melalui http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/Kespro-dan-KB-Komprehensif.pdf pada 02 September 2021
pukul 10.20 WIB.

Prijatni, Ida, Sri Rahayu. 2016. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Pusdik
SDM Kesehatan, Kemenkes RI.

Rahayu, Atikah, dkk. 2017. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Remaja dan Lansia. Surabaya :
Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai