Anda di halaman 1dari 21

Pertemuan ke 1

Nah ini pembahasannya sambungan dari apa yang kita bicarakan sebelumnya bahwa di Mesir itu dia
tidak punya aturan khusus mengenai khitbah karena khitbah itu kan bukan merupakan akad tapi hanya
pendahuluan akad berbeda dengan apa yang terdapat di dalam Qanun Libanon dan Surya Aturan
Libanon dan Suriah, ah ini yang kita jelaskan di awal dulu sambungannya dan mmm kita lihat ke atas
dulu sebentar jika telah tetap tidak ada kesusahan wali dalam kondisi tidak sempurna akad kecuali
dengan izinnya eh maka dia dituntut disuruh wali itu hadir nah supaya eh dia bisa menghadiri jadi eh
kalau ini mengenai wali ini eh apa wali yang kuandi eh yang menjadi syarat untuk kesempurnaan akal.
Jadi nanti pengadilan itu akan mempelajari eh bentuk-bentuk ketidakmauan wali, perpalingan wali itu
apa dasar dia tidak mau menghadiri pernikahan itu. Nah, kalau diterima dasar alasan waldi itu maka eh
ditolak apa keinginan untuk menikah itu? Nah kemudian jika Hawali tidak hadir atau dia hadir tapi dia
tidak menjelaskan sebab dia ndak mau menikahkan atau dia tidak mau menikahkan eh dan pengadilan
juga tidak memihak di sana ada eh kewajibandia untuk menolak eh maka pengadilan memang minta izin
untuk dilakukan akad itu. Nah ketetapan ketetapan pengadilan itulah yang akan menjadi sebab menjadi
musabab nah dalam dua kondisi tadi.

Kemudian dalam keadaan dalam kondisi izin itu dia dia akan menjelaskan beritahukan bahwa akan
sempurna aturan-aturan pernikahan itu antara si Fulan bin Fulan dan Fulanah binti Fulan. Jadi dalam,
dalam keizinan wali itu, itulah nanti akan memberitahukan bahwa izinnya itulah yang nanti akan
menyempurnakan aturan perkawinan antara Fulan dengan si Fulanah. Dan dia juga mengkaitkan nanti
ah surat satu bentuk darinya dalam pada dewan mahkamah dan satu bentuk dalam tempat yang eh
disepakati yang berkumpulnya manusia artinya bisa saja nanti eh dikaitkan eh diadakan pada di di
dewan di dewan lembaga mahkamah atau eh juga di tempat eh manusia yang bisa berkumpul di sana.
Nah apabila saat makam pengadilan itu melihat ada sesuatu yang wajib untuk diumumkan eh dalam
salah satu suhu tulisan maka dia akan dalam bentuk tulisan maka pengadilan nanti akan mengumumkan
beritahukan itu juga. Nah jika dia mengumumkan memberikan apa pemberitahuan atau pengumuman
itu dalam satu bentuk mmm surat ah yang surat itu bisa menjaga tulisannya itu akan dilakukan oleh
mahkamah terus dibuatlah di sana tanggal jadi dia akan mencantumkan tanggal pernikahan dia juga
akan mencantumkan eh eh bentukorang yang akan menghadiri pernikahan itu. Satu bentuk tanggalnya,
eh jadwal kapan eh orang-orang akan had akan menghadiri pernikahan itu.

Dan dia juga menjelaskan ke dalam pengumuman itu juga Mahkamah akan menjelaskan orang-orang
yang eh artinya orang yang eh itu kan berpaling dari apa tidak mau eh apa menikahkan untuk
mengemukakan kalau dalam pengadilan itu kan ada masa. Masa eh kalau massa selama sepuluh hari
dari tanggal yang sudah ditetapkan. Kalau ada yang ingin banding ya, ingin banding. Atau eh dari tanggal
eh disebarkan selebaran itu pengumuman itu. Jadi ya kan nanti dijelaskan dalam pemberitahuan itu
kalau siapa yang ingin banding ah dia harus mengemukakan bandingnya itu selama mmm sepuluh hari
ya. Dan jika tidak menolak salah seorang pun nah barulah kemudian pengadilan mengis dengan dengan
eh mendengarkan sigak akad dan dia juga akan menjelaskan kalau ada pengganti yang akan yang akan
menghadiri majelis akad itu naib nah naib naib itu pengganti penggantinya yang akan menghadiri majelis
akad.

Dan tidak boleh juga di dalam panut surya itu artinya eh memperkuat akad ini bila tanpa adanya aturan-
aturan ini. Jadi kalau sudah terjadi pernikahan mmm tidak ada stempel ya, stempel apa namanya? Tidak
ada bukti sah legalisasi ini tanpa adanya eh tausik di yang yang apa harus disempurnakan melalui
beberapa syarat sebelumnya Nah maka dari segi, mungkin dari segi satu sisi dari segi agama, pernikahan
itu sah mmm sehingga hasil dari perkawinan itu nanti bisa dengan adanya legalisasi me buku nikah ah
itu bisa menjadikan eh salah satu yang bisa memberikan kemaslahatan untuk anak sehingga
diwajibkanlah eh adanya hukuman eh apa diwajibkan kadang-kadang dia harus ada legalisasi kita di sini
namanya buku nikah. Kalau sudah terjadi pernikahan itu namanya biasanya kan ditandatangani ya,
ditandatangani. Nah kalau setelah sempurna, telah terpenuhi seluruh aturan-aturan yang edition oleh
mahkamah dengan mmm berlakunya akad kemudian ada izin Nah telah berlalu pula enam bulan mmm
belum juga mereka menikah setelah adanya sudah ada tanda tangan sudah ada surat-menyurat sudah
selesai mmm maka baru dikirimlah surat itu kepada mmm daerah Ahwalu namanya lembagaJadi itu
mmm beberapa ketentuan aturan yang harus dilakukan diikuti ketika mmm si khatib dan maktuba ini
menikah. Jadi enggak panjang proses yang terjadi pada pada daerah Lebanon dan Suriah ini.

______>

Khitbah itu bukanlah akad bukanlah akad yang mesti di dalamnya itu eh kedua-dua pihak itu melakukan
beberapa hal yang mesti baginya sebagai penguat ke itu. Heeh. Akan tetapi paling kurang merupakan
khitbah itu sesuatu yang membawa kepada kuatnya akad jika sempurna, telah sempurna, telah
sempurna janji itu dengan dilakukannya akad Ini sebelum akad sudah janji dengan khitbah dulu. Akan
tetapi untuk sebuah janji dengan sebuah akad kuatnya kemestian untuk melakukan akad itu berbeda
dengan Imam Malik pada sebagian pendapatnya. Jadi akan tetapi apa jika telah sempurna janji itu untuk
melakukan akad tapi dia bukan merupakan sebuah janji untuk melakukan akad dan merupakan sebuah
kemestian menurut jumhur fukaha berbeda dengan Imam Malik pada sebagian pendapatnya nah jika
tidak, tidak ada di dalam khitbah itu kekuatan apa namanya kemestian, kemestian bagi seseorang eh
terhadap dua eh terhadap dua pihak tadi maka bagi masing-masing keduanya boleh saja dia
perkataannya itu, ingatkan belum punya akibat hukum. Jadi khitbah itu bukanlah eh merupakan sebuah
kemestian untuk melakukan akad bagi seseorang. Boleh saja bagi masing-masingnya itu menarik
kembali perkataannya. Nah jika dia melakukan maka berarti dia memperbuat sesuatu yang berdasarkan
keinginan hatinya yang kholis yang bersih yang membersihkan haknya dan tidak pula ada hak kewajiban
bagi seseorang untuk eh kewajiban tidak ada pula kewajiban bagi seseorang untuk memaksa hal itu.
Tidak ada cara bagi seseorang untuk keluar dari hal itu. Boleh sajauntuk eh membatalkan.
Dan kemah selatan itu diwajibkan bagi setiap orang yang melakukan akad. Nah di kemaslahatan itu
wajib bagi masing-masing orang yang itu bagi dia ada huri atau kebebasan yang sempurna sebelum dia
eh ada kebebasan yang sempurna sebelum dia me melepaskannya. Nah karena itu merupakan akad
kehidupan dan di antara kemaslahatan yang eh kemaslahatan yang eh mengharuskan kepadapersoalan
ini mmm ada padanya sehingga jika telah sempurna akad itu dengan keridaannya yang benar sempurna
maka tidak bisa masuk pula hal-hal yang lain yang meragukan.

Nah kalau seorang peminang mengharuskan pada perempuan yang dipinangnya dalam peminangan itu
harus dia melakukan akad sebelum sempurnanya bagi masing-masing itu setiap sebab mmm sebab-
sebab yang bisa dia mempelajari pihak yang lain kadang-kadang mmm untuk beberapa keadaan maka ini
apa yang sudah ditetapkan dalam beberapa kitab fikih melalui ijmak tidak ada per perbedaan pendapat.
Jadi kalau seorang khatib pembina mengharuskan kepada perempuan dipinang maka dalam hal ini
terkandunglah bagi dia itu mmm kewajiban untuk melakukan akad sudah dimastikan sebelum
sempurnanya sebab dia untuk bisa mempelajari pasangannya itu dalam beberapa ketentuannya. Dan
jika dalam beberapa perkataan yang diriwayatkan dari Imam Malik bahwa jika pada beberapa perkataan
yang dilakukan Imam Malik bahwa janji itu harus harus ditunaikan dengan ketentuan hukum pada
sebagian keadaan maka sesungguhnya tidak mesti menunaikan janji itu dalam khitbah karena penunaian
mmm janji ini bisa membawa, membawa kemestian untuk melakukan akad bagi seseorang tanpa
keridaannya. Dan tidak pula ada bagi ketentu bagi seorang tidak pula ada, ada kekuasaannya untuk
memaksa terhadap akad yang penting ini. Nah ituartinya khitbah itu belum punya poin yang kita dapat
dalam teks ini.

Pertemuan ke-2

Halmn 40.

Pelaksanaan akad nikah insya itu pembentukan atau pelaksanaan akad nikah. Akad nikah tidak sah akad
nikah tidak terlaksana akad nikah kecuali dengan ijab dan kabul. Dan syarat-syarat pelaksanaan akad
pelaksanaan akad nikah itu. Yaitu syarat-syarat yang wajib terwujudnya akad nikah ketika eh
terlaksananya akad tersebut setiap akad. Artinya di sini kado itu maksudnya terlaksananya akad nikah
tidak terlaksananya akad nikah kecuali dengan ijab dan kabul dan syarat-syarat pelaksanaan akad yaitu
syarat-syarat yang wajib yang wajib ada wajib dia terwujud ketika akad itu dilakukan di antaranya adalah
pertama syarat itu bahwa masing-masing orang melakukan akad itu salah satu dari orang melakukan
akad itu tidaklah orang yang hilang cakap-cakapan hukumnya fakir itu hilang kecakapan hukumnya jika
orang melakukan akad itu demikian ya hilang-hilang kecakapan maka ibaratnya pernikahan ibaratnya
akad itu eh apa namanya eh tidak sah itu eh yang tidak sesuailah dengan syariat tidak ada pengaruh
dalam ak bagi akal itu juga tidak tidak itibak tidak ada hubungan terjadinya dengan keberadaan akad
ketika eh pelaku akad itu tidak cakap hukum artinya tidak tidak sah maka itu dilakukan dan kurang cakap
hukum itu membolehkan terjadinya akad pernikahan dengan mengganti dengan yang lain. Dengan
diganti oleh yang lain. Kurang tidak cakap boleh akad nikah itu dengan mengganti dengan orang lain.
Dan akadnya itu adalah untuk dirinya. Artinya orang yang tidak cakap hukum orange tentunya orang
yang gila atau orang yang tidak cakap hukum boleh melakukan akad tapi diganti oleh orang lain tapi
akad itu untuk diri orang yang tidak cakap tadi yang kurang tadi akadnya itu diri sendiri untuk dirinya itu
yang tergantung izin dari orang yang yang memiliki hak untuk mengizinkan. Artinya kalaupun digantikan
oleh orang lain harus ada izin dari orang yang digantikan dan sempurnanya kecakapan hukum itu
menyebabkan akadnya itu sah eh untuk orang lain dan juga untuk dirinya sendiri. Kalau orang yang
sempurna cakap hukum, maka dia boleh melakukan akad baik untuk diri sendiri atau untuk orang lain.
Dan orang yang bodoh, orang yang safi itu dianggap seperti halnya orang yang sempurna cakap hukum
di sini. Nah, oleh karena itu sahdan terlaksana akad perkawinannya sebab dia tidak dia tidak berada di
bawah pengampuan dalam perkawinan dan dalam pengaruh-pengaruh perkawinan yang dia lakukan.

Nah ini sangat jelas maksudnya mengenai syarat pertama ini orang yang melakukan akad itu adalah
orang yang cakap hukum. Kalau orang yang nakis, yang kurang cakap, maka dia boleh digantikan oleh
orang lain untuk mengakadkan nikah untuk dirinya sendiri tapi tetap saja tergantung kepada izin dari
orang yang digantikan. Sementara orang sempurna eh eh cakap hukum cakap hukumnya sempurna itu
maka dia boleh melaksanakan untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain nah sementara di sini dalam
pernyataan di sini orang yang safi orang yang bodoh itu dianggap orang yang sempurna cakaphukumnya
maka akad yang dilakukannya sah kemudian eh dia tidak dianggap sebagai orang mahjur alay dan
perkawinannya juga dianggap sah.

Yang kedua bahwa icap dan kabul itu berada dalam satu majelis. Nah kalau terpisah majelis setelah ijab
dan kabul eh setelah ijab dan sebelum kabul maka batal ijab. Jadi kalau terpisah ya majelisnya itu
setelah ijab di sebelum kabul maka batal sebelum dia kabul sudah diijab maka batal ijab tadi. Itu syarat
yang kedua harus satu majelis atau kemudian yang ketiga mmm orang yang mengijab menarik hijabnya
sebelum kabul dari pihak lain. Tidak ditarik kembali hijabnya sebelum dikabul. Karena kalau dia ditarik
oleh si munjib hijab tadi dalam ijabnya sebelum kabul maka itu batal. Nah apabila kabul itu datang eh
dikabul setelah itu maka maka dia datang tidak dalam bentuk hijab, berarti dia belum menghijab. Nah,
dan boleh bagi orang yang berhijab untuk menarik kembali hijabnya selama belum dihubungkan dengan
kabau selama belum dikabul. Karena kemestiannya itu tidaklah sempurna sebelum terhubung antara
dua rukun akad ijab dan kabul. Dan kedua-duanya itu adalah ijab dan kabul. Nah, jika telah sempurna,
ijab dan kabul kemestian ijab kabul tadi maka tidak ada kemestian lagi bagi seseorang tidak sah lagi dia
untuk menariknya. Maka bagi orang yang mengijab bolehuntuk menarik kembali.
Jadi maksud dari yang ketiga ini adalah orang yang mengijab tidak boleh menari hijab sebelum kabul dari
pihak lain. Ndak boleh dia tarik hijabnya sebelum ada kabul di pihak lain. Nah kalau ditarik oleh orang
berijab sebelum dikabul maka itu batal. Tapi kalau itu datang setelah dikabul oleh orang yang kabul,
setelah ijab eh ijab tidak ada ijab nah boleh bagi orang berijab menari ijabnya selama belum dikabul
karena kemestian itu tidak sem karena kemestian nikah itu belum sempurna sebelum di adanya dua
rukun akad itu itu ijab dan kabul. Jadi kalau jika belum sempurna kepastian untuk melakukan akad nikah
itu maka tidak ada kemestian pula bagi salah seorang maka boleh bagi orang mujib si orang menginjak
tadi untuk menarik sebelum dikabulItu yang ketiga.

Kemudian yang keempat tidak muncul dari akad yang kedua itu setelah ijab sesuatu yang menunjukkan
keberpalingan. Heeh. Jadi tidak ada muncul dalam akad yang kedua setelah akad kedua masuknya
setelah dikabul itu adanya sesuatu nunjukkan kepada perpalingan. Perpalingan dari eh seperti dibatasi
dengan perkataan orang-orang lain. Eh karena membatasi dengan perkataan orang lain itu menunjukkan
perpalingan dari ijab dan itu ditolak atau batal dia enggak batal. Eh tapi jika jika dikabul setelah itu maka
kabul itu kabur berarti kalau dikabul sebelum itu maka itu dianggap kabul tanpa adanya ijab maka juga
tidak, tidak dianggap nah itu sudah terjadi Maka ini dan harus ini perhatikan bahwa ijab jika dilakukan
dengan eh mengirimkan utusan atau dengan tulisan yang ditulis maka kabul dikaitkan dengan majelis
penyampaian surat jadi ya majelis itu dianggap eh dikaitkan dengan eh majelis tempat eh
menyampaikan surat atau eh menyampaikan tulisan jika ada saksi yang hadir pada waktu sampainya
surat itu sampainya utusan, surat. Nah jika dibadari dengan dengan ada pembatas dari majelis sebelum
dikabul maka tidak dipandang kabulnya setelah itu.

Nah itu yang kita pahami ada empat mbak ya. Jadi yang empat ini yang moral empat itu tidak dibatasi
dengan mmm sesuatu yang menyebabkan perpalingan dari ijab dan kabul. Seperti berbicara dengan
orang lain sehingga ada itu berpaling dari ijab dan kabul. Yang perlu diperhatikan di sini bahwa ijab dan
kabul itu boleh juga dilakukan dengan utusan atau mengirimkan tulisan dengan tulisan. Tapi itu harus
dianggap dalam satu majelis. Artinya kabul yang diucapkan harus dikaitkan dengan majelis ketika
menyampaikan surat atau utusan itu? Heeh. Dianggap satu majelis tadi. Kemudian yang kelima, ada
kesesuaian antara kabul dengan ijab. Walaupun secara kandungannya seperti seseorang eh berkata
seperti engkau katakan. gitu aku nikahkan engkau, aku nikahkan engkau dengan mahar ukurannya
adalah seratus. Nah, kemudian saya terima mmm dengan mahar dua ratus, nah sebetulnya maka akad
ini sah. Kenapa sah? Padahal ukurannya berbeda seratus itu dikandung dalam minioratus. Jadi walau itu
artinya walaupun berbeda tapi seratus itu kan terkandung di dalam yang dua ratus. Dalam ijab saya
nikah, saya nikahi engkau mahar ukurannya seratus. Kemudian dikabul saya terima eh menikah engkau
dengan mahar dua ratus maka eh jadi ada kelaziman seratus yang kedua Itu jika dia sudah
mengkabulnya. Artinya termasuklah yang seratus itu di dalam yang dua ratus. Tapi jika seseorang
berkata aku nikahkan engkau atas dengan mahar seratus. Kemudian eh dikabul, saya terima dengan
mahar lima puluh. sah akad seakadnya eh tapi mahar di sini eh tidak sesuai dari segi maharnya karena
yang yang mahar yang sesungguhnya itu adalah seratus tapi yang disebutkan ada lima puluh harus
disempu jadi harus disempurnakan maharnya dan disebutkan mahar dalam akad itu yang menjadikan
akad itu tidak sah sebab tidak eh di sini kan tidak Sama dengan yang tadi, kalau yang tadi seratus itu
terkandung di dalam yang dua ratus yang disebutkan ataupun berlebih dalam kabulnya. Kalau di sini
kabelnya itu kurang dari mahar yang seratus itu. Jadi kalau, kalau tidak disebutkan ini puluh tadi maka
sah akad eh tanpa dia menjelaskan. Jadi kalau saja tapi tidak disebutkan maka itu sah akadnya. Tapi
kalau yang tadi karena disebutkan maka sa akadnya tapi dari segi maharnya yang tidak sesuai dengan eh
ya dengan yangdihijab sehingga menyebabkan akadnya tidak sah. Itu yang kelima.

________>

Eh lafaz-lafaz akad nikah. Lafaz-lafaz yang digunakan dalam akad nikah. Bahwa akad nikah tidak sah
kecuali dengan menggunakan lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna nikah. Baik apakah itu secara
akikahwi dalam atau dalam bentuk yang masyhur jadi kalau hakikat artinya penunjukan lafaz tuh secara
kiki untuk itu nikah atau secara majas itu walaupun tidak menggunakan kata nikah tapi secara majasih
dia dipahami maknanya nikah ye atau menggunakan kata-kata majas yang masyhur yang menyampaikan
dia kepada derajat hakikat atau cara majas yang mengandung kepada makna nikah dengan adanya
karinah yang menjelaskan makna nikah ituperkataan itu menjadi menunjukkan kepada keinginan untuk
menikah. Nah itu dia yang dalam bentuk majas tadi. Jadi kalau yang bentuk eh lafaz hakikat dalam
bentuk cara hakikatnya adalah menunjukkan kepada lafaz nikah ah itu dalam penunjukan atau.

Nah secara majazi itu yang dimaksud dia menggunakan kata tidak hakiki tapi maknanya secara majas
mengandung dengan adanya karimah yang ada mengandung makna untuk menikah. Nah nanti kita lihat
bagaimana contohnya. Nah ulama berbeda pendapat dalam hal ini Dalam bentuk pendapat yang mmm
apa tadi kan mmm yang, yang sempit mmm per, pemahamannya dan yang luas. Sepakat ulama
mengatakan bahwa pernikahan itu sah dengan menggunakan lafaz nakaha atau nikah. Dan juga
menggunakan lafaz zawaja atau zawad ya mereka berbeda kalau menggunakan selain dua lafaz itu nah
Syafi'i radhiyallahu anhu melarang melarang akad pernikahan eh dengan menggunakan selain dari dua
lafaz tadi yaitu nikah dan tidak sahlah akad menurut sya ini dengan menggunakan lafaz-lafaz yang tidak
terambil dari dua kalimat ini. Yang tidak terpecah mustaq itu kan terpecah. Yang tidak terambil dari dua
kalimat ini. Dua kata ini. Nah alasannya adalah bahwa kedua lafaz inilah yang menunjukkan kepada
makna nik, mak akad yang penting ini. Jadi kata nikah dan zawa itulah yang menunjukkan kepada makna
nikah. Nah bagi setiap makna syar'i itu setiap makna syarak itu ada satu lafaz yang menunjukkan kepada
itu dan dua lafaz inilah yang menunjukkan yang eh dua lafaz yang terdapat dari yang muncul dari syari
dari Allah dan penggunaan kedua-duanya itu dari adalah untuk akad nikah nah karena akad di sini
mengharuskan di sana adanya saksi dan mesti juga bahwa dengan menggunakan lafaz ini eh di
digunakan untuk nikah tidak dalam bentuk majazi dalam makna majazi sebab karinah-karinah itu
tersembunyi dari eh tersembunyi dari yang menunjukkan tentang terhadap kesaksian jadi maksudnya di
sini duafasi yang digunakan Al-Qur'an dengan makna nikah menurut Syafi'iyah adalah dengan zawaja
atau nikah dan zawad. Dua inilah yang digunakan oleh syara' oleh syari yang penggunaannya secara
dengan makna nikah. Nah selain dari itu tidak sah menurut pendapat Syafi'i ya.

_____

Nah di sini tadi kan pendapat Syafi'iyah yang ini Hanafiyah Hanafiah lebih luas memahami mmm bilalah
lafaz penunjukan lafaz terhadap akad ini dalam makna akad ini sehingga Hanafiyah membolehkan
menggun dalam akad nikah menggunakan lafazh biak jual beli. Jika ada karimah yang menunjukkan
kepada keinginan melakukan nikah menggunakan lafaz itu. Dan yang kelompok di antara dua dua
kelompok ini antara Hanafiyah dan Syafi'iyah yaitu Hanabilah dan Malikiyah. Pendapat yang berada
antara pendapat Syafi'iyah dan mahafiah yaitu pendapat Hanabilah dan Malikiyah. Nah terus kita lanjut
nomor dua puluh-delapan ini nah itu yang pertama tanian al-Alfal eh Nabinah itu pendapat yang lain
mengenai lafaz penggunaan lafaz ini.

____

Nah jadi mmm pada nomor dua puluh-delapan itu untuk menjelaskan per pendapat mashab dalam
persoalan ini maka kami katakan bahwa lafaz-lafaz itu ada tingkatannya empat mmm yang pertama
adalah lafaz nikah menggunakan artinya ya ijab kabul yang menggunakan lafaz dan nikah dan zawad nah
lafaz-lafaz ini menurut kesepakatan sah akad nikah dengan menggunakan lafaz ini nah itu yang pertama
yang kedua lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada kepemilikan materi dalam satu kondisi tanpa adanya
ganti. Seperti lafasibah eh maka Abu Hanifah, sahabat-sahabat Abu Hanifah termasuk Ahmad
membolehkan akad nikah itu dengan menggunakan lafaz hibah. Juga Malik tapi Malik dengan syarat
menyebutkan mahar dengan menggunakan lafaz karena kalau Malik eh harus menyebutkan mahar. Apa
alasannya? Karena lafaz ini muncul dalam Al-Qur'an pada tempat lain eh dalam berkenaan juga
menjelaskan tentang masalah karena karena Allah pernah berfirman dan perempuan mukmin jika
mereka menghibahkan dirinya kepada Nabi ketika Nabi ingin supaya Nabi eh ingin menikahi mereka eh
terlepas dari kamu eh dari selain orang-orang mukmin. Nah sesungguhnya pengguna lafaz itu dalam
bentuk majas. Majas yang masyhur yang sudah termasyur yang jelas yang tidak tersembunyi padanya
karinah. Tidak ada karinah yang tersembunyi. Maksud dari hibah di sini adalah menikahjika mereka
memberikan diri mereka kepada nabi, maka nabi ingin menikahinya. Nah itu yang kedua.

______
Nah yang ketiga lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada kepemilikan, materi dalam satu kondisi tanpa ada
ganti. Dengan ada ganti. Nah jika dimaksudkan dengan makna dengan itu untuk menikah ah harus ada
karimah yang menunjukkannya secara majas. Nah ulama di sini berbeda pendapat tentang hal itu
seperti vokad mazhab Hanafi dan sebagian Malikiyah ah mereka melarang selain mmm jadi berbeda
antara dan sebagian Malikia dan melarang selain dari mereka itu. Mmm dasar atau alasan orang yang
membolehkan menggunakan lafaz eh itu untuk menikah adalah bahwa lafaz itu jika disertai dengan
karinah yang menunjukkan kepada keinginan menikah maka itu dibolehkan. Itu menunjukkan kepada
kepemilikan. yang menghendaki kehalalan untuk bersenang-senang. Maka boleh digunakan maka itu
digunakan dalam bentuk akikinya untuk makna nikah. Ah itu dibolehkan. Dan alasan orang yang
melarang bahwa hakikat jual beli dan apa yang menyerupainya itu berbeda dengan hakikat perkawinan.
tidak boleh digunakan nafasnya itu untuk perkawinan. Nah itu dua dasar, dua alasan. Jadi satu bagi
orang yang membolehkan seperti Hanafi dan eh sebagian masa Hanafi dan Malikiyah dasarnya adalah
kalau ada karimah dan lafaz ada karimah yang menunjukkan indikasi yang menunjukkan pengguna Lapas
itu untuk nikah. Heeh. Maka itu dibolehkan. Kenapa? Karena lafaz itu sebetulnya juga menunjukkan
kepemilikan keke bendaan yang menghendaki eh kehalalan untuk melakukan mutah kehalalan untuk
bersenang-senang. Eh maka secara majas menggunakan lafaz mmm jual beli tapi secara akikatnya
maknanya adalah untuk nikah nah itu dasarnya. Bagi orang-orang melarang mmm mereka berdasarkan
bahwa hakikat jual beli dan ada lafaz-lafaz selain jual yang menyerupai jual beli itu berbeda dengan ikat
perkawinan maka tidak boleh digunakan lafaz itu untuk, untuk dalamkabul untuk makna nikah.

Rabian Alfazz mmm nah ini yang keempat bahwa lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada kepemilikan
manfaat dalam satu kondisi maka sah menurut bahwa pernikahan maka sahih, sah menurut Hanafiah
bahwa pernikahan itu tidak sah dengan lafaz-lafaz mmm yang me yang menafikan sesuatu yang
menunjukkan kepada hakikat perkawinan dan selain dari lafaz-lafaz ini tidak sah digunakan untuk mmm
akad nikah menurut kesepakatan ulama. Jadi yang keempat ini lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada
kepemilikan manfaat dalam satu keadaan. Dan pendapat yang paling yang sahih menurut Hanafi bahwa
pernikahan tidak sah dengan menggunakan lafaz-lafaz yang menafikan eh sesuatu yang menunjukkan
kepada hakikat perkawinan. Dan selain menggunakan lafaz, selain dari lafaz-lafaz ini maka tidak sah
nikah itu menurutKesepakatan ulama, tidak sah digunakan dalam akad ijab dan kabul.

___

Nah ini persoalan apakah sah perkawinan dengan menggunakan selain lafaz selain bahasa Arab? Nah ini
pertanyaan jika dua orang yang melakukan akad atau salah satu dari keduanya tidak memahami bahasa
Arab maka menurut kesepakatan ulama sah perkawi tanpa menggunakan bahasa Arab. Nah, jika mereka
suami istri itu paham dengan bahasa Arab dan mampu melakukan akad nikah dengan menggunakan
bahasa Arab, maka menurut pendapat ulama yang tiga sah perkawinan tanpa menggunakan bahasa
Arab dengan lafaz-lafaz yang menunjukkan kepada makna nikah dalam bahasa dalam lurah yang mereka
pilih. Karena berbicara dengan bahasa Arab tidaklah haram, berbicara tidak menggunakan bahasa Arab,
tidaklah haram. Dan perintah itu tidak di, dianggap tidaklah diadu, tidak dianggap artinya tidak
menganggap bahwa dua orang yang memilih untuk berbicara dalam satu kondisi dalam kondisi, kondisi
mereka atau pada kondisi yang terpenting dengan selain bahasa Arab, kemungkinan bahwa
kemungkinan bahasa itu adalah bahasa mereka yang asli. Nah kemungkinan ya artinya eh perintah itu
sebetulnya untuk orang-orang yang mereka menggunakan bahasa sehari-hari mereka dengan saraf nah
asli contohnya orang Arab kemudian orang Hindu apa orang eh Turki contohnya dengan menggunakan
bahasa Turki orang Eropa dengan menggunakan bahasa mereka itu kan bahasa-bahasa mereka yang
kalau mereka menggunakan sehari-haribahasa asli ya berarti memang kemestian bagi mereka untuk
menggunakan bahasa Arab. Tapi bagi yang tidak tetap dengan bahasa yang dipahami, mereka pahami
dan itu menunjukkan kepada makna nikah.

Sementara Syafi'i mengatakan tidak sah eh akad selain menggunakan bahasa Arab nah ini tiga pendapat
ulama tadi itu tiga Syafii yang berbeda karena jika dua orang yang berakal itu memahami bahasa Arab
dan mampu mereka menggunakan bahasa Arab Maka bagi Imam Syafii wajib menggunakan bahasa
Arab. Karena nikah itu hakikat syar'i, hakikat syar'i dalam Islam yang dinaungi oleh Islam sebagai
penjaganya, untuk menjaganya. Dan eh pengaruh-pengaruh nikah itu sangat tinggi. Dan hukum yang
dihasilkan oleh eh nikah itu juga tersusun mmm juga ada hubungan menyusun hubungan antara suami
dan istri juga me mengatur hubungan antara suami dan istri maka ha sama hanya dengan salat nah tidak
sah bagi orang yang mampu bahasa Arab dengan menggunakan selain bacaan, selain bahasa Arab itu
menurut pendapat Syafi'iyah.

__

Nah sementara pendapat Ibnu Taimiyah dalam persoalan ini apa yang dia ungkapkan bahwa nikah jika
dia merupakan satu bentuk ibadah mendekatkan diri kepada Allah seperti halnya memerdekakan budak,
sedekah. Nah tidak dijelaskan baginya mesti mengena lafaz Arab atau tidak pula menggunakan lafaz
azan. Kemudian al-Ajami orang azan, orang jika dia mengetahui bahasa Arab dalam satu keadaan boleh
jadi dia tidak memahami maksud dari lafaz itu. Nah sebagaimana pula dia memahami bahasa yang yang
sudah biasa dia gunakan sebagaimana dia memahami bahasa yang sudah biasa dia gunakan. Betul kalau
dikatakan makruh akad-akad itu tidak dengan tidak menggunakan bahasa Arab karena tanpa adanya
satu kepentingan kebutuhan sebagaimana makruh pula seluruh ucapan eh perkataan tanpa
menggunakan bahasa Arab eh disebabkan oleh bukan satu karena satu kepentingan maka hal ini ada
beberapa bentuk ada beberapa bentuk ya bentuk eh pendapat sebagaimana diriwayatkan dari Malik
Ahmad Syafi'i yang menunjukkan makruhnya nah membiasakan membicara selain dengan menggunakan
bahasa Arab tidak karena satu kepentingan ini pendapat Ibnu Taimiyah ya tapi mmm pendapat
mayoritas tadi membolehkan pendapat Syafi kalau orang mampu bisa eh mesti dia bahasa Arab. Tapi
bagaimana kalau orang tidak mampu? Karena orang ajam dengan orang Arab itu kan berbeda. Bisa saja
orang Arab itu mampu dia berbahasa Arab tapi dia mungkin tidak mengetahui maksud dari eh bacaan
bacaan-bacaan yang ada yang, yangdigunakan oleh orang Arab. Cuman di dalam pendapat Ibnu
Taimiyah ini makruh, makruh hukumnya ketika kita tidak ada satu hal yang menjadi hajat kebutuhan
menggunakan bahasa selain bahasa Arab. Ini sifatnya, perbedaan pendapat.

Pertemuan ke 3

Halmn 43 pertenghan

Nah, makna dari apa yang dibaca tadi jika salah seorang orang yang berakad tidak mampu untuk
berbicara ulama fikih sepakat boleh akadnya itu dengan isyarat yang dipahami untuk makna nikah. Jika
tidak bagus pula tulisannya. Karena isyarat itu adalah cara yang minimal bukan maksimal ya. Yang
minimal untuk mengungkapkan penjelasan menurut dia penjelasan yang, ya menurut dia yang bisa
dipahami. Nah jika tulisannya bagus, maka menurut mazhab Hanafi ada dari salah satunya adalah
riwayat asal tidak sah akadnya dengan isyarah kalau tulisannya bagus karena tulisan itu lebih merupakan
petunjuk yang lebih jelas daripada isyarah maka orang yang mampu dengan cara yang mmm maksimal
tidak diterima dengan cara minimal nah tidak pula diterima akadnya itu dengan isyarah. Nah, kemudian
wakaf dan dia memilih riwayat ini yang memilih hadis ini, riwayat ini adalah satu kelompok dari para
muhakiqin eh pentahqiq eh tapi eh Ini alasannya adalah logis menurut, menurut apa adanya itu logis.
Berdasarkan riwayat yang terdapat pada kitab Jami'us Shahir sah akadnya dengan isyarah, bukan dua
riwayat dari Mazhab Hanafi. Satu, tidak sah kalau tulisannya bagus, nah ini yang kedua riwayat yang
terdapat dalam kitab walaupun bagus tadi karena pada prinsipnya dalam akad itu pada prinsipnya akad
itu kan dilakukan dengan bil kitab nah dengan adanya Bicara. Jika dia mengungkapkan di yang lebih
menjelaskan bagi orang lain dari beberapa bentuk atau petunjuk maka tulisan dan isyarah itu pada
peristiwa sama. Sama posisinya. Sawaun.Iya kalau pendapat kedua ini sah dengan isyarat walaupun
tulisannya bagus karena isyarah ataupun kitabah itu adalah bilalah lain ini yang bisa menunjukkan
kepada apa yang dimaksud oleh orang yang melakukan.

___

Dan yang mengambil riwayat ini adalah satu kelompok ini betul sebetulnya ya sebagaimana terdapat di
dalam kitab ya itu yang saya juga kurang apa, apa maksudnya akan tetapi disyariatkan pada eh tahun ini
sembilan belas lima belas yang mengambil pada dengan yang diambil itu adalah nilai yang pertama tadi.
Dan berdasarkan ini yang disyaratkan itu adalah yang eh dikemukakan di dalam maktab eh apa
perpustakaan seni yang di eh kelompok jumhur pada materi kedua puluh dua dan dia mengambil ini
pada Qanun pasal dan dia juga mengambil hal ini eh dari sisi yang terdapat pada qanun ya undang-
undang perundang-undangan heeh pasal satu tujuh delapan tahun sembilan belas tiga satu ini
maksudnya eh pendapat eh Hanafi tadi terdapat di dalam mungkin perundang-undangan qanun ya
terdapat di daerah di daerah tersebut pada lembaga apa namanya yang, yang pada masa Hanafi itu yang
dicantumkan di sana. Dan sah juga bahwa ijab kabul itu dilakukan dengan mukatabah. Dengan cara
menulis, ditulis jika kedua-duanya itu berada dalam satu tempat sebagaimana sah juga dengan
menggunakan utusan maka ditulislah kepada perempuan yang dipinang itu atau walinya tulisan dengan
tulisannya atau dengan tulisan mmm perempuan tadi atau dengan tulisan si laki-laki, calon, calon
mempelai laki-laki atau calon mempelai perempuan. Nah kemudian diijab. Kemudian diijab hanya
dijawab. Eh dijawab atau oleh si perempuan atau si laki-laki tadi dengan kabul bahwa eh dengan dikabul
dan itu dilakukan dengan ada saksi. Yang mengetahui kandungan dari tulisan ijab kabul itu. Ijab tadi. Dan
dia menyaksikan pula tadi adanya kabul. Seperti seseorang mengatakan, saya nikahkan diri saya
kepadanya atau saya terima eh dengan eh dia dengan eh penilaian mereka terhadap kandungan kitab
itu dengan mereka menelaah ya. Kandungan dari tulisan tadi. Artinya mereka memahami itu dari
kandungan tulisan yang ditulisdan pendengar mereka juga terdapat kabul dan juga disaksikan terhadap
eh atas eh dua dua arah dalam akad artinya disaksikan oleh kedua belah pihak dalam akad.

___

Hlmn 45.

Ini berbicara tentang sirat akad. Nah disyaratkan di dalam sigat, sigat akad nikah itu bahwa digunakan
dengan menggunakan dua lafaz salah satunya dengan lafaz madi dan yang lain dengan lafaz Akbar lafaz
yang akan datang dan ayahku dan itu dilakukan segera tidak dikaitkan tidak digantungkan dan tidak pula
disandarkan kepada masa yang akan datang adapun syarat pertama maka karena pada prinsipnya dalam
sigat-sigat akad dalam Islam itu mmm dilakukan dengan lafaz madi karena lafaz-lafaz madi itu meru
merupakan lafaz yang menunjukkan kepada ke ndak melakukan akad kehendak melakukan akad dalam
bahasa Arab sementara lafaz eh masa sekarang dan masa akan datang itu tidak menunjukkan kepada
kehendak melakukan akad kecuali dengan jadi kalau lafaz kan menunjukkan telah terjadi saya nikahkan.
Kalau yang akan datang tuh sekarang baru akan atau saat ini melakukan, belum, belum terjadi nah jadi
dasarnya karena prinsipnya dalam sikat-sikat akad sikat-sikat yang sikat-sikat dalam akad dalam Islam itu
dengan lafaz madi, karena lafa itu merupakan lafaz yang menunjukkan kepada kehendak melakukan
akad dalam bahasa Arab. Sementara lafaz masa sekarang, lafaz yang akan datang itu tidak menunjukkan
kehendak melakukan akad kecuali dengan nada karimah. Maka ini mengandung yatamilu, mengandung
kemungkinan musyawarah sama ini adanya keseimbangan, kesamaan dan karena pengaruh yang
muncul eh yang terdapat itu ditetap tas butu ada berdasarkan kepada apa yang kena nabi dan sahabat
yang mereka me melaksanakan akad-akad yang mereka lakukan itu dengan lafaz-lafaz madi. Artinya asar
yang muncul asar mmm pendapat riwayat yang munculhal ini adalah nabi dan sahabat itu melakukan
akad nikah dengan menggunakan akal lafaz-lafaz madi.
Ini merupakan hukum yang hukum-hukum yang bersifat mualalan mmm apa namanya bukan bersifat
taabudi ya bukan merupakan masalah tabudi tapi hukum yang bersifat mmm yang bisa masuk di sebelah
sana logika untuk me memahaminya. Oleh karena itu jika dimaksudkan dengan lafaz-lafaz yang
menunjukkan kepada masa sekarang masyarakat itu kehendak akad mesti ada karinah secara lafsi,
secara yang menunjukkan bahwa akad itu telah terjadi bisa juga dikecualikan akad nikah dari akad-akad
yang lain sehingga dibolehkan nikah itu dilakukan dengan dua lafaz, salah satunya madi dan yang lainnya
itu lafaz akan datang dan lafaz masa sekarang. Maka dibolehkanlah seseorang peminang maksudnya
berkata dia eh nikahkanlah kepada Sayang anak perempuanmu. Kemudian diketok di, di, dijawab oleh
yang lain, saya terima. Atau seseorang berkata, saya akan menikahkan engkau dengan anak
perempuanku. Kemudian dia, dia jawab, saya terima. Nah, hanya saja dikecualikan akad nikah karena
yang dilarang dalam pelaksanaan akad itu jika ijab itu dengan sigap Istiqball yang kemungkinan nanti
mengandung musyawarah. Musama itu apa yang akan terjadi ya kemungkinan terjadi akan datang ya
musyawarah. Oleh karena itu itu jauh dari da akad perkawinan. Nah, karena juga didahului dengan
janjinya. Mmm dan mukadimah-mukadimah penda pendahuluan yang menjauhkan dia dari makna
musawamah. Sehingga mmm sampai dia menjelaskankehendaknya untuk melakukan akad pada masa
sekarang.

Karena sigat yang pertama yang dimaksud yang disebut di atas adalah itu menunjukkan kepada makna
taukil makna perwakilan dan akad nikah itu sah kalau seandainya dilakukan oleh salah seorang
perwakilan dari dua pihak maka jika Nang mengatakan kepada si yang dipinangkanlah saya. Kemudian
oleh pihak lain dijawab saya terima. Ah maka ini membawa kepada bahwa yang pertama itu adalah
wakil dari yang kedua. Yang kedua itulah yang akan, yang ingin melaksanakan akad dari dua pihak
dengan ungkapan yang diaeh lakukan dengan ucapan yang dia lakukan.

Adapun syarat tanjis, syarat harus segera karena akad pernikahan itu merupakan akad yang tersusun
dari hukum-hukum, sudah hukum-hukum nikah yang harus segera dilaksanakan tidak boleh ditunda
mmm disebabkan oleh beberapa sebab. Itu sikat. Maka wajiblah sikat itu pasti sigat dalam bentuk pasti
untuk melakukan akad pada masa sekarang dan dua sigat yang disandarkan dan digantungkan tidak
memiliki faedah tidak menunjukkan itu. Jadi kalau sigat dua sikat itu dise di tidak disegerakan eh dalam
ungkapannya tidak disegerakan artinya digantungkan kepada sesuatu dikarenakan pada sesuatu maka
itu tidak menunjukkan kepada akad yang mujis tadi. Sebab sigat yang digantungkan itu menunjukkan
kehendak akad itu pada masa yang akan datang ketika terjadinya sesuatu yang mungkin ada atau
mungkin tidak ada. Sementara sikap yang disandarkan kepada masa yang akan datang bisa terlaksana
akad itu pada masa sekarang akan tetapi bisa diakhirkan hukum-hukumnya pada masa yang akan
datang. Nah hal ini tidaklah cocok, tidak sesuai dengan hakikat perkawinan secara syar'i. Ah di samping
juga pentingnya akad nikah itu mmm karena dia kaifan, sebab bagaimana caranya dia melaksanakan
akad itu dengan ungkapan yang dikaitkan keberadaannya kepada satu hal yang kadang-kadang ada dan
kemungkinan juga tidak ada mmm de Bi Misli Haza Ar Ridho dengan contoh mmm ini yang
memungkinkan tidak terjadi akad nikah kemudian perkawinan mmm dalam akad nikah itu juga tidak
bisa tertun ditunda hukum-hukumnya dari sebab-sebab yang ada maka tidak mungkin pula dia
disendarkan kepada masa yang akan datang karenaitu menghendaki eh itu sama saja dia menetapkan
menghendaki, mengakhirkan hukum-hukum nikah. Dan ini tentunya bertentangan dengan hakikat
pernikahan secara secara nah itu yang kita pahami dan kita terjemahkan dari teks yang dibaca tadi.

____

Atau akad nikah itu mmm gunanya untuk selam malam, tujuannya untuk selama-lamanya untuk
kelanggengan. Tak, takbir ya, takbi doa dengan akad perkawinan. Ini dari segi sigat maksudnya Sigat
perkawinan, sigat nikah itu wajib bahwa tidak ada menunjukkan kepada waktu sementara. Dan juga
tidak diikuti oleh sesuatu yang menunjukkan sifatnya sementara secara sahih. Ah karena kehendak dari
nikah itu adalah halalnya melakukan hubungan dan berkekalan kehalalan itu melaksanakan apa me
melaksanakan mmm hak-hak keluarga, mendidik anak, melaksanakan mmm hak kewajiban dan hal itu
tidak ada dalam bentuk yang sempurna kecuali jika akad perkawinan itu eh sifatnya bakiyah jadi hal itu
tidak ada dalam bentuk sebaya kesempurnaan kecuali jika akad perkawinan itu bakiyah ada tetap tetap
dia sampai dipisahkan oleh maut dan ulama fikih menetapkan batal dua hal itu dari akad-akad
perkawinan jika itu kedua-duanya itu saling menafikan saling menafikan maaf itu artinya Dia
menghilangkan kelanggengan itu. Jadi ulama fikih menetapkan dengan batalnya dua hal dari eh akad-
akad jika dua hal itu menafikan maaf ke langgengan. kedua hal itu dua hal maksudnya itu adalah sikap
ijab kabul, dua hal dalam akad yang yang dua hal dalam akad yang diketahui ada pada masa jahiliah dan
dua dua akad inilah yang eh dua hal ya dua hal ya dua hal inilah yang dikenal dengan mutah dan nikah.
Nikah sementara. Nah jadi mmm ulama fikih menetapkan batalnya dua hal ya dalam akad kalau dia
menafikan mmm kelengkengan dalam perkawinan. Iya. Dua, dua akad ini dikenal pada masa
jahiliahyaitu yang disebut dengan nikah mutah dan nikah dan nikah sementara.

Adapun akad, akad nikah mutah maksudnya bentuknya itu adalah eh dengan mengatakan saya ingin
bersenang-senang denganmu untuk satu masa seperti ini, seperti ini dengan dia memberikan harta
beberap sebagian hartanya kemudian dijawab Hal itu dijawab eh dengan bahwa Nabi sallallahu alaihi
wasalam jadi kan pernah dulu pernah terjadi oleh sahabat lakukan dan Nabi diam saja karena itu terjadi
ketika para sahabat dalam masa peperangan ya atau banyaknya peper ketika itu eh dan banyak manusia
atau orang-orang yang melakukan karena eh terjadinya adanya peperangan kemudian eh ada ketetapan
yang pasti bahwa Nabi melarangnya memang pernah dibolehkan tapi setelah itu Nabi melarangnya dan
menasehkan kebolehan tadi ah sehingga tetaplah dengan itu dengan cara menyampaikan hak eh
batasan yang muktawatir artinya eh nabi menasihatkan kebolehan yang dulu dan menetapkan hal itu
dengan cara yang mengatakan sudah menjadi mmm Hadis yang mutawatir jadi asar yang berasal dari
nabi itu adalah bahwa nabi melarang tiga enam kali mmm dalambeberapa hadis yang saling munasabah
untuk menguatkan penghapusan eh kebolehan tadi dan larangan nikah mutah tadi. Enam kali Nabi
melarang.

Menurut Jumhur, sahabat bahwa nikah mutah itu batal. Tidak sah nikahnya secara asal. Cara prinsipnya
tidak sah. Karena Nabi melarang eh dan karena itu bukanlah disebut dengan perkawinan menurut ijma
ulama muslimin. Allah subhanahu wa taala berfirman mengenai sifat orang-orang mukmin. Mereka yang
menjaga kemaluannya mmm kecuali terhadap istri-istrinya atau budak yang dimilikinya. Mmm Mahqud
Alaiha yang, yang disebut dengan objek ah itu adalah akad bersenang-senang eh bukan bukan eh
pasangan ya menurut kesepakatan ulama muslim sampai dengan Syiah eh maka mereka Tidaklah maka
tidak terdiri dari adanya hak-hak hak-hak eh dalam perkawinan bagi si istri seperti nafkah dan miras.
Artinya dalam eh nikah mutah itu tidak ada menimbulkan hak-hak bagi istri seperti nafkah, warisan ini
bertentangan dengan hakikat perkawinan dalam Islam. Jadi dalam kesepakatan eh menurut adanya
larangan Nabi tadi itu tidak disebut dengan perkawinan. Karena Allah sendiri mensifatkan bahwa
berfirman ini mengenai sifat orang mukmin itu mereka adalah orang-orang yang menjaga kecuali
terhadap istri dan anak-anaknya eh istri dan perempuan yang dimilikinya menjadi objek dalam
pernikahan ini adalah akad kesenangan saja. Nah, jadi kalau dalam itu kan kesenangan saja menjadi
objeknya, bukan dia menjadi pasangan menurut kesepakatan kaum muslimin dan karena mereka tidak
menimbulkanmenimbulkan adanya hak dan kewajiban.

____

Kita terjemah adapun nikah sementara, nikah pakai jangka waktu ya. Yaitu yang muncul dengan yang
terjadi dengan lafaz, dengan satu lafaz lafaz-lafaz yang dibolehkan digunakan dalam akad perkawinan.
Akan tetapi dia disertai dengan sikap yang menunjukkan kepada mmm batasan waktu tertentu dalam
perkawinan dengan waktu yang jelas, yang terbatas, panjang waktu atau pendek waktu waktu nikah itu
panjang apa pendek berpendapat bahwa pernikahan sementara itu batal karena itu merupakan
perkawinan mmm bagian dari perkawinan mutah Atau minimal sama dengan maknanya dengan nikah
mutah. Sebab tujuan dari pernikahan sementara itu adalah hanya menjelaskan maksud. Maksudnya
menjelaskan maksud itu nyutut senang-senang saja. Mmm mengaktualkan menjelaskan maksud-maksud
maksud untuk bersenang-senang saja dan diikuti pula dengan sigap yang menunjukkan kepada waktu
untuk sementara artinya dia dikaitkan dengan waktu yang menjadikannya itu tidak sah untuk, tidak,
tidak mmm sah atau tidak pantas untuk terbentuknya sebuah perkawinan untuk terjadinya sebuah
perkawinan dan ungkapan dalam terben apa ungkapan dalam eh dalam pelaksanaan akad itu adalah eh
untuk sebuah sementara yang ibrah yang dianggap di dalam terjadinya akad eh perkawinan itu dalam
Islam itu kan untuk tujuan-tujuan dan makna-makna tertentu bukan hanya sebatas kepada lafaz-lafaz
saja atau pada eh kata-kata saja yang dituju dalam akad perkawinan dalam Islam itu kanmaksud-
maksudnya dalam perkawinan dan makna mana dalam perkawinan bukan hanya sebatas lafaz-lafaz
yang digunakan saja.
Nah terdapat pula dalam kitab Tabiinul Haqaiq yang dikarang oleh Zaila apa yang dia ungkapkan Hasan
meriwayatkan dari Abu Hanifah Hasan itu adalah murid Abu Hanifah dia berkata jika disebutkan dalam
akad itu massa artinya tidak, tidak apa namanya tidak hidup artinya tidak menghidupkan kalau
disebutkan di dalam akad itu masa yang tidak, artinya tidak Tidak menyebabkan mmm ijab kabul itu
menjadi sub mmm dalam akad itu menjadi sebuah akad yang disebut tentara maka sah nikahnya.
Karena itu masih dalam makna yang selama-lamanya. Artinya kalau diungkapkan dalam akad itu masa
yang sampai tidak hidup kedua-duanya gitulah dia momennya saya nikahkan engkau dalam masa sampai
kit sama-sama kita berdua tidak hidup lagi ya maka sah nikahnya karena itu dalam makna selama-
lamanya. Akan tetapi pendapat yang paling rajih yang dari Abu Hurairah Abu Hanifah adalah akal itu
batal. Baikmasaknya atau pendek karena sigat itu menunjukkan batasan waktu dalam perkawinan yang
menjadikan dia tidak, tidak bisa digunakan dalam pelaksanaan akad nikah.

Zufar bin Huzail pernah juga berpendapat da apa berkata dari sahabat-sahabat Abu Hanifah bahwa
nikah sementara itu adalah nikah yang muabad. Nikah selama-lamanya. Mmm tapi ada kesalahan dari
segi syarat sementara hal itu karena sikat dalam akad nikah itu sigap dalam akad nikah pada prinsipnya
adalah sigap yang boleh digunakan untuk eh akad nikah sendiri akan tetapi dia karena disertai dengan
syarat yang fasih maka inilah yang menunjukkan dia kepada sifat sementara nah dari apa yang dalam
kaidah fikih yang umum, nikah itu tidak to suhu, tidak syarat apa nikah itu tidak merusak syarat-syarat
tidaklah merusak dia dengan syarat-syarat yang fasih. Berarti nikahnya sah tapi syaratnya yang fasih ya.
Ini Hanafi ini ya, nikahnya sah Tapi syaratnya contohnya dia disertai dengan sigat yang menunjukkan
kepada masa sementara. Dengan adanya zaman. Seperti eh jika dia disebutkan satu syarat kemudian
terjadi akad dengan membawa syarat itu kepada mmm terjadinya pernikahan artinya disebutkan syarat
dia kedua-duanya menyebutkan syarat kemudian terjadi dan membawa kepada batasan masa
perkawinan mmm contohnya seseorang berkata saya akan menikahkan engkau atas bawah saya
Syahrina saya nikahkan engkau dengan syarat saya akan mentalakmu setelah satu bulan sepakat bahwa
pernikahan dalam kondisi ini sah tapi syaratnya itu yang batal karena syarat itu syarat yang dilakukan
dengan cara sisi atau bermain demikian pula menurut jika disebutkan massa yang jelas seperti eh
nikahkan engkau dengan syarat bahwa pernikahan ini untuk masa satu tahun. Ah yang yang salah yang
batal itu adalah syarat. Tapi nikahnya tetap sah karena sifatnya selama-lamanya. Ini pendapat versi
Hanafi ini. Kemudian menurut Zufar juga jadi perbedaan antara eh sementara dengan di sini dari segi
bahwa nikah mutah itu akad yang terjadi itu dengan lafaz saya ingin bersenang-senang ah tidak terdapat
adanya sigat tidak tidak diperoleh sigat perkawinan di sana adapun akad nikah sementara itu dengan
menggunakan lafaz nikahdan sejenisnya. Nah oleh karena itu yang yang sah yang kedua ini dianggap sah
tapi yang pertama itu yang dianggap batal. Itu perbedaan antara nikah maaf apa maaf dengan nikah.

___
Kemenangan pelaku akad yang pelaku Aki Dun Wahidun terhadap pelaku akad yang satu terhadap sikat
akad, sikat perkawinan. Pada prinsipnya dalam beberapa akad bahwa yang berwenang yang menguasai
berwenang terhadap kehendak akad itu adalah pelaku dua pelaku akad yang melaksanakan akad yang
salah satunya itu telah eh melakukan ijab dan yang lain melakukan kabul. Tidak boleh bahwa eh pelaku
akad itu berwenang satu pelaku akad berwenang melakukan akad itu dia menempati dua sisi dalam
akad yang akad dalam bentuk harkat mmm akad maliah ya akad dan bentuk harta kecuali dalam kondisi-
kondisi pengecualian seperti mmm seorang bapak yang menjual mmm kepada anaknya atau dia
membeli dari anaknya yang mmm merupakan berada diperwaliannya.

Dan dikhususkan akad perkawinan dari an, akad-akad yang lain bahwa akad perkawinan itu kadang-
kadang boleh, boleh eh berkuasa satu pelaku akad itu dan dia bisa menempati posisi sebagai eh dua
dalam satu akad itu. Jadi ucapannya itu juga bisa menempati posisi dua ungkapan. Dan hal itu terjadi jika
dia punya kekuasaan untuk melakukan akad dengan eh dua mengambil dua posisi eh tapi ini bukan
berarti dia eh memiliki apa tidak itu keutamaan dikaitkan dengan salah satu yang lain nah yang dimiliki
oleh dia oleh orang yang bisa memiliki dua posisi tadi dari beberapa segi. Pertama, jika dia sebagai wakil
dari laki-laki dan perempuan dari calon laki-laki dan perempuan. Kedua, dia sebagai wakil. Kemudian
kedua, kalau dia sebagai wakil dari satu pihak kemudian eh merupakan pihak asal dari pihak yang lain.
Seperti dia mewakilkan, mewakilkan untuk menikahkan si perempuan itu dengan dirinya. Nah, itu.
Kedua. yang ketiga dia sebagai wali dari kedua belah pihak seperti dia menikahkan heeh perempuannya
dengan anak pamannya dia dia anak pamannya dengan eh anak pamannya yang merupakan apa
namanya orang yang memiliki hubungan kerabat juga dengan dia. Nah kedua-duanya itu berada di
bawah penguasaannya. Yang keempat bahwa dia sebagai wali dari satu pihak dan wakil dari pihak yang
lain. Nah seperti dia mewakilkan mmm mmm artinya seseorang mewakilkan orang lain melakukan untuk
menikahkan anak perempuannya juga dan dia dan kedua-duanya itu berada di bawah perwaliannya
kekuasaannya. Dan kelima dia sebagai wali direstu pihak dan sebagai pihak asal dari pihak yang lain
seperti dia menikahkan dirinya dirinya sendiri dengan anak, anak pamannya, anak perempuan
pamannya. Yang merupakan di bawah perwaliannya. Nah, dalam bentuk-bentuk ini, lima ini maka itu
bukan dalam bentuk dari eh dari sisi mana pun, bukan dalam bentuk. Fuduli itu bukan dalam bentuk
adanya keistimewakeutamaan. Tetapi ini adalah eh dia memiliki kekuasaan eh ada kalanya dengan atau
dengan hubungan tadi dengan secara syarak atau dengan cara perwakilan.

Pertemuan ke 4

Hlmn 49 akhir

Kita terjemahkan yang dua prograf ini dulu ini adalah pendapat dari dua pihak yaitu Abu Hanifah dan
Muhammad kemudian pendapat yang berbeda dari dua itu adalah Syafii dan mereka keduanya itu tidak
membolehkan orang itu dia bisa bertindak. Nah satu orang itu dia bisa berwenang terhadap sebuah
akad dari dua sisi dengan satu ungkapan. Sementara Syafi'i pengecualian, mengecualikan. Dari larangan
itu adalah pernikahan Seorang kakek artinya pernikahan kakek terhadap kakek artinya kakek yang
menikahkan hafizahnya. Ini keturunannya. Jika ada di antara keduanya itu hubungan yang eh mahram,
hubungan mahram ya hubungan mahram. Sebagaimana pendapat yang berbeda dari kedua ini adalah
pendapat Abu Yusuf, begitu pula ya pendapat yang berbeda dari ini adalah pendapat Abu Yusuf, yang
membolehkan bahwa orang itu boleh atau berwenang terhadap sebuah akad memiliki dua, dua apa
nak? Dua jenis fungsi atau dua posisi. Nanti kalau tidak ada baginya itu kewenangan mmm seperti dalam
mmm peduli itu orang yang melakukan akad dari keduanya itu bahwa dikaitkan dengan salah satu dari
keduanya itu maka akan itu sah dengan satu ungkap dengan ungkapan itu saja dan dia juga tergantung
kepada izin dariorang yang melakukan akad ini kita harus memahami akar vaduli itu apa dalam kajian
kalian fikih nah ini ada pemahaman yang khusus tentang akad fuduli.

Nah ini kita jelaskan dulu maksudnya ini kan ada pendapat mmm terbagi ke pa dua dua sisi ya, pendapat
Abu Hanifah dengan Muhammad kemudian yang berbeda dengan itu pendapat Syafi'i dan Sufar. Nah
mereka yang berdua ini Syafii dan ini maka tidak membolehkan satu orang tuh dia berwenang atau
berfungsi dalam akad itu eh memiliki dua dua posisi ya seperti kemarin itu di samping dia sebagai wali
dia adalah sebagai orang yang diwakilkan seperti itu dengan satu ungkapan saja dengan satu kalimat nah
sementara Syafii pendapat Abu Hanifah dan Muhammad yang di atas. Sementara Syafi'i mengecualikan
larangan itu dari larangan itu adalah pernikahan seorang kakek terhadap cucu ya, cucu perempuannya
jika tidak ada di antara keduanya itu hubungan yang Hubungan mahram, hubungan keharaman untuk
menikah. Sebagaimana pula mmm pendapat yang berbeda dengan kedua itu adalah pendapat Abu
Yusuf, dia membolehkan ke satu orang itu boleh saja dalam sebuah akad dia memiliki dua posisi, dia
berwenang, boleh mmm walau kalau tidak ada bagi dia itu kekuasaan atau kewenangan itu seperti
halnya eh dalam pengetahuan itu artinya eh sebuah akad eh yang yang pada akad tersebut eh dikaitkan
dengan eh hubungan antara seseorang dengan yang lainnya. Dia mengetahui bahwa akad dari keduanya
itu dengan dikaitkan dengan salah satu keduanya. Di keduanya itu. Maka akad itu sah dengan satu
ungkapan saja karena ini bergantung dia terkait atau terkait dengan izin dari orang yang melaksanakan
akad tersebut. Nah apa yang menjadi dasar bagi Syafi'i dan Zufar di sini eh dalil yang digunakan oleh
Syafi'i dan Zufar itu akad itu menunjukkan kepada eh tetapnya sebuah keharusan iltiza magnati
kewajiban dan hak-hak yang juga menetapkan bagi bagi masing-masing pihak tersebut. Sebuah akad itu
kan me, memfaedahkan atau me, me, menetap, menunjukkan adanya sebuah kewajiban atau hak-hak
yang berlaku bagi keduanya. Nah, ini juga menghendaki dua posisi, dua sisi gitu. Sebab tidak ada bagi
satu orang itu dia memiliki itu dia berfungsi sebagai orang yang menuntut orang yang menuntut dan
orang menuntut terhadap sesuatu itu dan orang yang dituntut ndak mungkin satu orang itu bisa
berposisi bagi orang yang yang muthaliban dan muthalaban dia orang yang menuntut sekaligus orang
yang dituntut terhadap sesuatu dalam satu waktu itu kan tanda mungkin dia sebagai penggugat
langsung sebagai terunggat mungkin. Nah seperti itulah contohnya. Dan dari sisi lain bahwa nikah itu
sama halnya dengan seluruh akad. Dia tidak sempurna kecuali dengan adanya dua kehendak. Dari salah
seorang kecuali dengan adanya dua keinginan dan Satu dari dua keinginan itu adalah satu yang eh
mengijab dan satu yang mengkabul. Nah kedua-duanya itu merupakan dua sifat yang yang saling
berhadapan. Tidak mungkin kedua-duanya itu berdiri dilakukan oleh satu orang dalamsatu waktu. Nah
itu maksudnya. Makanya bagi Syafi'i tidak mungkin tidak bisa. Tidak boleh satu orang eh memiliki dua
posisi dalam sebuah akad.

___

Yang ada pun dalil atau hujah bagi orang yang menetapkan terlaksana akad dari dari dua sisi artinya
dengan dua posisi dengan satu sigat saja itu ada asar yang yang datang yang berkaitan dengan hal ini
artinya yang menceritakan tentang satu itu dalam akad bisa memiliki dua posisi. Nah, di antaranya apa
yang diriwayatkan dari Uqbah bin Amir dia meriwayatkan dari Nabi sallallahu alaihi wasalam bahwa Nabi
pernah bersabda pernah berkata kepada seorang laki-laki apakah engkau reda? Untuk aku nikahkan
engkau dengan fulana kata nabi. Nah kemudian dijawab oleh laki-laki ini kemudian rasul berkata pula
kepada perempuan itu apakah engkau rida bahwa aku nikahkan engkau dengan si fulan? Nah kemudian
perempuan ini berta, iya ya rasul saya rida nah kemudian Faza wajar nah nabi salah satu dari keduanya
itu menikahkan mereka maksudnya menikahkan satu keduanya itu dengan pasangannya ya artinya nabi
di sini posisinya kan dua itu dia menikahkan laki-laki itu juga menikahkan perempuan tersebut dan ini
terjadi setelah nabi pada setelah apa setelah nabi itu di antara bagian pada masa sahabat juga dan
berlaku dan pernah terjadi pada sebagian sahabat juga dan tidak ada eh mayoritas mereka itu
mengingkari hal ini dan juga diriwayatkan bahwa Allah berfirman eh tidakkah apa eh itu kata Allah
dalam Al-Qur'an coba nanti cek ayatnya apa tidakkah engkau sudah difatwa difatwa kepadamu tentang
perempuan yang yatim ya. Yang tidak eh tidaklah nah tidaklah diberikan kepada mereka kecuali apa
yang sudah ditetapkan bagi mereka dan mereka ingin untuk mereka ingin untuk menikah kemudian
diturunkanlah ayat berkaitan dengan ini dalam kewenangan walinya dan dia memiliki harta dan Allah
tidak menyebutkan di sini batal akadnya akan tetapi menjelaskan bagi mereka bahwa dia itu tidak halal
dengan tidak diberikan sebelum diberikan dengan tidak diberikan mahar maka hal itulah menjadi ukuran
yang terkandung dalam keabsahan sebuah akad ini menjelaskan bahwayang posisinya di sini bisa dua.
Jadi dalam satu akad bisa saja. Kalau satu orang dengan satu ungkapan eh memiliki bisa memiliki dua
posisi itu yang dijadikan dasar bagi Abu Hanifah dan Muhammad tadi.

__

Nah kita artikan bahwa pengganti baik dia sebagai wali atau dia sebagai wakil mmm tidak bisa mmm
kembali artinya dia tidak kembali dalam pernikahan artinya itu tidak kembali eh hak-hak yang ada dalam
akad itu tidak kembali kepada dia dan tidak pula hukum-hukum dalam pernikahan itu dikembalikan
kepada si wali atau si wakil tadi tetap hak itu milik dari orang yang digantikan contohnya calon suami
atau si istrijadi balhua tapi dia sebagaimana yang dikatakan oleh para fuqoha dia adalah sebagai orang
yang mmm menggantikan orang yang safirun itu orang yang berjalan artinya me menggantikan.
Jadi makna safirun wama abbarun tadi kan orang yang menggantikan naib itu kan orang yang
menggantikan baik dia sebagai wali, sebagai wakil, hak-hak dalam pernikahan itu ndak kembali pada dia,
bukan dia yang memikul atau menanggungnya mmm atau bukan dia pula yang menerimanya baik
hukum-hukum dalam pernikahan tapi dia sebagaimana yang dikatakan oleh para vokah hanyalah
sebagai orang yang eh melakukan atau pada itu kan orang safar berjalan. Orang yang mengungkapkan
eh lafaz saja maka dia tidak pula menjadi orang yang dituntut eh orang yang mesti melakukan beberapa
hal niscaya untuk satu hal atau lebih dalam perkawinan atau beberapa hal. Eh kemudian dia selama nah
selama dia menjadi orang yang mengungkapkan artinya yang dijadikan sebagai orang yang melafazkan
ijab kabul contohnya bagi dua pihak itu maka ungkapannya itu kemungkinan mengandung kepada sin,
eh pada dua, dua ungkapan lafaz ijab kabul tadi. Dan bisa juga eh di Icha jadi boleh juga atau pantas juga
untuk eh mengadakan ungkapan itu sesuai dengan hakikat syara tanpa adanya pertentangan dengan
prinsip-prinsip sya Eyang sudah tetap, sesudah kuat. Jadi eh tidak kembali kepada orang yang naif
pengganti tadi hak-hak dalam perkawinan ataupun hak-hak yang mesti dilakukan tuntutan dalam
perkawinan eh walaupun itu dia yang melakukan eh mengungkapkan lafaz ijab dan kabul sebagai
orangganti baik sebagai wali atau sebagai wakil. Dari kedua belah pihak.

Kemudian Abu Yusuf berdalilkan dalam mmm terlaksananya akad nikah itu dengan satu kalimat saja
atau ungkapan walaupun dalam bentuk akad bahwa akad itu tetap posisi eh dua dua ibarat dua
ungkapan ijab kabul maksudnya eh tetap dia menempati posisi adanya lafaz ijab kabul dan itu
diungkapkan dari dua orang jadi diungkapkan oleh dua orang walaupun di sana tidak ada satu kekuasaan
pun dari salah satu keduanya itu atau dari masing-masing keduanya itu maka akan tetap sah dan
pengaruh dari mmm akad ini adalah dia bisa terlaksana nah sehingga terlaksana eh dalam
pelaksanaannya itu jika mengizinkan orang yang tidak memberikan terlaksananya itu jika ada izinnya jika
mengizinkan orang yang mewakilkan tadi yang mewakil nah jika tidak ada izin maka batal. Seperti itu
juga seluruh akad-akad yang bergantung kepada izin dari orang yang memiliki hak keizinan itu artinya
orang yang mewakilkan. Jadi bagi Abu Yusuf kan tadi boleh, boleh saja dua orang memiliki dua posisi,
satu orang memiliki dua posisi dalam akad tapi itu harus baiksebagai wali atau sebagai wakil tapi
kemestian di sini harus ada izin dari orang yang eh orang yang mewakilkan.

Nikah dalam pandangan Abu Yusuf sama hanya dengan khuluk. Sebagaimana pula sebagaimana halnya
bahwa hulu itu dapat dilakukan dari pernikahan dalam kondisi istri yang gaib. Nah, kalau istrinya gaib.
Nah, sebagaimana misalnya seseorang berkata Tuh jika, jika apa jika saya terima untuk meninggalkan
mengakhirkan mahar eh maka engkau telat maka saya maka dan istri itu sedang tidak berada di tempat
atau ghoib maka ini terlaksana jika istri itu mengizinkannya dan bisa terlaksana dengan satu ungkapan
saja dan pola dan tidak ada pengganti dari salah satu dua pihak dalam perkawinan itu. Demikian juga
dalam bentuk kias kepada itu dalam kondisi ini kondisi yang disepakati oleh para ulama nah maksudnya
seperti ini bahwa eh nikah itu dalam pandangan Abu Yusuf sama halnya dengan khuluk khuluk itu kan
boleh terjadi kalau seandainya si apa si itu dalam kondisi gaib. Ya seperti seorang laki-laki mengatakan
eh jika saya terima ya jika saya terima untuk meninggalkan, mengakhirkan mahar maksudnya saya eh
saya mentalaknya sementara istri itu dalam kondisi yang gaib. Nah kalau bagi Yusuf itu bisa terjadi
dalam kondisi dalam hal ini jatuhkhuluknya jatuh talaknya kalau izin dari si istri tadi.

__

Dan dalil dari kedua pihak di atas itu dari dua pihak di atas itu tidak VA dan di dalam bentuk tidak
terlaksananya akad dengan satu ungkapan untuk kelima tadi jika tidak ada kekuasaan bagi kedua belah
pihak artinya tidak ada kewenangan bahwa pada prinsipnya tidak terlaksana akad kecuali dengan dua
ungkapan ijab kabul yang saling berhadapan dari satu orang akan tetapi dia menempati ungkapan itu
menempati posisi dua dua ungkapan ijab kabul jika ada dalil yang mukadimah. Yang terdahulu
menjelaskan bahwa itu eh dapat ungkapan itu dapat menempati posisi dari ijab kabul. Dan kekuasaan
inilah yang yang mendahului dari kehendak akad. Maka ungkapan ungkapan sebut muncul ketika itu dan
dia menjadi kemungkinan kita memahami dari dua makna yang saling berdekatan nah jika tidak ada
kekuasaan kekuasaan sebelumnya kewenangan dari dari seseorang tadi maka jadi dia tidak mengandung
kecuali satu makna saja. Jadi eh kalau tidak ada eh dipahami bahwa kekuasaan kewenangan bagi
seseorang sebelumnya itu dia bisa menempati posisi sebagai wali dan sebagai wakil maka apa yang
diungkapkan itu hanya mengandung satu makna saja. sebab bagi seseorang tidak ada tidak boleh dia
menjadikan satu ungkapan yang menunjukkan kepada dua makna yang saling berdekatan yang saling eh
ijab kabul maksudnya nah berdasarkan itu jika satu ungkapan itu muncul tapi dia untuk satu sisi akad
saja. Ah maka itu diperoleh. Ah maka itu bisa diperoleh dan dapati. Dan jika tidak diperoleh satu sisi lain,
sisi yang kedua maka tidak, tidak tidak dianggap akad itu ada. Sehingga eh diperoleh izin dari orang yang
melakukan pelaku akad tadi dan tidak dikiaskan nikah itu kepada khuluk ketika dalam bentuk bersama
istri sebab istri yang gaib itu disebabkan oleh istri yang gaib ya tidak dikiaskan nikah kepada khuluk
dalam kebentuk Istri ketika dia gaib. Karena itu dari suami yang yamin, yaminun. Artinya dia di, dikaitkan
dengan talak dalam penerimaan harta dan pe pengaitan talak itu bukan merupakan akad. Jadi boleh
dalam kondisi perempuan itu hadir dan dalam kondisi perempuan itu gaib dan penerimanya itu
kabulnya itu tidaklah harus ada izinnya akan tetapi itu terjadi bersamaan dengan mengkaitkan talak
dengan tersebut dan membeda dan memisahkan antara dua dua hakikat.

___

Syarat-syarat perkawinan, syarat-syarat dan perkawinan itu terbagi kepada tiga bentuk. Ada syarat sah,
syarat pelaksanaan akad, syarat kelaziman. Adapun syarat sah itu adalah syarat yang tidak dipandang
akad itu sah bila dengan dengan selainnya keberadaan tidak dipandang akad itu ada dengan selainnya
dan dengan adanya keberadaan sesuatu yangyang di dihargai ya, dihormati oleh Syarif.
Syarat sah itu adalah syarat-syarat yang akad itu dipandang dengan tidak adanya sebagai mauju dan
sesuatu yang ada keberadaannya itu dihargai oleh syari dan adanya hukum hukum yang eh hukum-
hukum yang yang ditetapkan oleh syarak dalam akad itu. Syarat syarat pelaksanaan itu syarat-syarat
yang tidak terlaksana hukum-hukum akad atas orang yang berakad Wahidin dengan tidak ada tidak
adanya tanpa adanya dia tanpa adanya dan akad itu dapat berlanjut tergantung mau kufan jika tidak
sempurna syarat-syarat ini tergantung kepada jika tidak sempurna dan syarat-syarat ini dia menjadi akad
yang ijazah yang dibolehkan dan bisa dilaksanakan. Dan syarat-syarat kelaziman itu adalah syarat-syarat
yang tidak lazim. Akad itu bagi masing-masing orang berakad kecuali dengan adanya dia. Adanya syarat-
syarat ini. Dan tanpa adanya syarat-syarat ini bagi salah seorang akadari salah seorang orang melakukan
akad maka akad itu fasakh.

Anda mungkin juga menyukai