Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan November, 2008, Vol. XI. No.4.

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam


Hubungannya Dengan Peningkatan Angka Konsepsi Hasil
Inseminasi Buatan

Tongku N. Siregar1

Intisari

Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara intensitas berahi dengan


peningkatan angka konsepsi hasil inseminasi buatan pada kerbau lokal. Dalam penelitian ini
GLJXQDNDQ HNRU NHUEDX EHWLQD ORNDO PLOLN SHWHUQDN GL GHVD /DPSX·XN .XWD %DUR $FHK
Besar. Kerbau-kerbau tersebut dibagi secara acak atas 2 kelompok perlakuan, yang masing-
masing terdiri 5 ekor untuk kelompok kontrol dan 10 ekor untuk kelompok perlakuan.
Kelompok perlakuan mendapat prosedur penyerentakan berahi dengan CIDR-B, sedangkan
kelompok kontrol dibiarkan menampilkan berahi secara alami. Inseminasi pada kelompok
kontrol dilakukan berdasarkan permintaan peternak pada inseminator, sedang pada kelompok
perlakuan, inseminasi dilakukan 24 jam setelah CIDR-B dicabut. Pengukuran intensitas berahi
dilakukan pada saat inseminasi dengan cara skala skor yang dikembangkan oleh Eerdenburg et
al. (1996). Kerbau-kerbau yang telah diinseminasi akan dideteksi kebuntingan pada hari ke-21
pasca IB melalui observasi tidak kembali berahi dan palpasi rektal pada hari ke-90 pasca IB.
Hasil penelitian menunjukkan peningkatan yang signifikan intensitas berahi pada kelompok
perlakuan dibanding kelompok kontrol yakni 15,80+5,02 vs 2,60+4,34. Hubungan antara
intensitas berahi dengan persentase kebuntingan memperlihatkan korelasi yang signifikan
dengan angka korelasi 0,553.

Kata Kunci : Intensitas Berahi, Kerbau, Inseminasi Buatan, CIDR-B

The Effort in Increasing Heat Intensity of Buffalo In Correlation


to Increasing Conception Rate of Artificial Insemination

Abstract

This experiment was conducted to determine the corelation between estrous intensity and
increasing conception rate which is resulted from artificial insemination at local buffalo. For that
SXUSRVH ORFDO IHPDOH EXIIDORHV EHORQJ WR IDUPHU LQ /DPSX·XN .XWD %DUR $FHK %HVDU ZHUH XVHG 7KH
buffaloes were divided into two groups randomly, which consist of five buffaloes for control and ten
bufflaoes for treatment groups. The first group were not given any treatment and performed the estrus
naturally, while the second group were synchronized the estrous time with CIDR-B. Insemination in
control group were carried out base on request from the farmer to the inseminator, whereas in treatment
group, the insemination were done 24 hours post removing of CIDR-B. The measurement of estrous
intensity were done during insemination time using scoring method developed by Eerdenburg et al
(1996). The pregnancy detection were done on the inseminated buffaloes 21 days post IB through no
return estrous observation and rectal palapation 90 days post IB. The result showed that there were
significant increasing of estrous intensity in treatment group (15.80+5.02) compared to control group

1 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan 69
Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan November, 2008, Vol. XI. No.4.

(2.60+4.34). The correlation between estrus intensity and pregnancy percentage showed the significant
correlation (r=0.553).

Key Words: Estrous Intensity, Buffaloes, Artificial Insemination, CIDR-B


Pendahuluan Hal ini disebabkan karena jumlah
Kerbau lumpur (Bubalus bubalis) populasi folikel ovarium yang
merupakan salah satu ternak penghasil menghasilkan estrogen-hormon yang
daging. Dalam perkembangannya, memanifestasikan gejala berahi pada
populasi kerbau di Indonesia semakin kerbau hanya seperlima dari populasi
menurun dari tahun ke tahun (Putro, folikel pada sapi (Ty et al., 1999). Kadar
1994). Di Provinsi Nanggroe Aceh hormon gonadotropin yang berguna
Darussalam, jumlah populasi kerbau untuk pertumbuhan dan perkembangan
pada tahun 1998 lebih rendah dibanding folikel pada darah kerbau juga lebih
3 tahun sebelumnya, yakni berkisar rendah (Rajamahendran dan Thamluan,
411.510 ekor, yang menurun sekitar 5,18% 1998) dan hormon progesteron selama
dibanding tahun 1997 (Anonimus, 1998). siklus berahi juga rendah dibanding sapi
Salah satu upaya yang mungkin (Putro, 1991).
dilakukan untuk memperbaiki Upaya pendekatan yang
produktivitas ternak kerbau adalah dilakukan untuk meningkatkan intensitas
dengan program peningkatan mutu berahi adalah melalui penyerentakan
genetis melalui aplikasi teknologi berahi. Dobson dan Kamonpotan (1996)
inseminasi buatan (IB). menyatakan bahwa perlakuan
Program IB pada kerbau telah sinkronisasi akan menyebabkan gejala
lama dilaksanakan, tetapi tingkat berahi menjadi lebih jelas. Putro (2000)
keberhasilannya masih sangat rendah melaporkan adanya peningkatan
yang ditandai dengan persentase konsentrasi estradiol 17-beta pada plasma
kebuntingan kurang dari 30% dan darah pada terapi kombinasi CIDR-B plus
persentase kelahiran kurang dari 25% cidirol. Dengan kondisi ini, maka IB yang
(Anonimus, 1998). Beberapa faktor yang lebih tepat waktu dapat dilakukan.
mempengaruhi hasil IB antara lain adalah Sampai sejauh ini laporan
kualitas semen, kesuburan hewan betina, mengenai pemberian preparat
inseminator, dan ketepatan dalam sinkronisasi pada kerbau lokal masih
mendeteksi berahi. Khusus pada kerbau, terbatas pada hasil persentase berahi dan
beberapa penelitian menunjukkan bahwa angka kebuntingan (Rahayu, 2003).
rendahnya keberhasilan IB adalah karena Informasi tentang efek sinkronisasi
kesulitan dalam mendeteksi puncak terhadap peningkatan intensitas berahi
berahi akibat intensitas berahi yang dalam hubungannya dengan peningkatan
rendah (Putro, 1991; Situmorang dan angka kebuntingan belum pernah
Siregar, 1997). Rendahnya intensitas dilaporkan. Oleh karena itu, diperlukan
berahi ditandai dengan tingginya kasus suatu penelitian yang bertujuan untuk
berahi tenang (silent heat) dan subestrus. mengetahui pengaruh sinkronisasi
Sebagai akibat dari kasus ini maka terhadap intensitas berahi dan angka
pelaksanaan IB tidak dapat dilakukan konsepsi hasil IB pada kerbau lokal.
tepat waktu.
Gejala berahi pada kerbau Materi dan Metode
umumnya tidak sejelas pada sapi, baik Dalam penelitian ini digunakan 15
perubahan pada alat kelamin luar, leleran ekor kerbau betina lokal milik peternak di
vulva, maupun perubahan tingkah laku. GHVD /DPSX·XN .XWD %DUR $FHK %HVDU

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan 70
Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan November, 2008, Vol. XI. No.4.

Kerbau-kerbau tersebut dibagi secara menggunakan antiseptik betadine.


acak atas 2 kelompok perlakuan, yang Setelah kering, aplikator CIDR-B, vulva,
masing-masing terdiri 5 ekor untuk dan vagina diolesi dengan vaselin.
kelompok kontrol dan 10 ekor untuk Dengan menggunakan aplikatornya, alat
kelompok perlakuan. Kelompok CIDR-B ditambah dengan kapsul cidirol
perlakuan mendapat prosedur diselipkan ke dalam vagina kerbau
penyerentakan berahi dengan CIDR-B, selama 7 hari. Dua puluh empat jam
sedangkan kelompok kontrol dibiarkan setelah CIDR-B dikeluarkan, kerbau-
menampilkan berahi secara alami. kerbau yang menunjukkan gejala berahi
akan diiseminasi oleh inseminator.
Prosedur Penelitian
Kelompok Kontrol Pengukuran intensitas berahi
Kerbau pada kelompok kontrol Pengukuran intensitas berahi
akan dibiarkan menampilkan gejala dilakukan dengan cara skala skor yang
berahi secara alami. Inseminasi pada dikembangkan oleh Eerdenburg et al.
kelompok kontrol dilakukan berdasarkan (1996) pada saat inseminasi. Kriteria skala
permintaan peternak pada inseminator. skor dapat dilihat pada Tabel 1.
Kerbau-kerbau yang telah diinseminasi Penelitian ini menggunakan
akan dideteksi kebuntingan pada hari ke- Rancangan Acak Lengkap. Data
21 pasca IB melalui observasi tidak mengenai skala skor gejala berahi pada
kembali berahi. Untuk meneguhkan saat inseminasi buatan antara kelompok
diagnosa pada hewan yang diduga kontrol dan perlakuan dianalisis
bunting maka akan dilakukan palpasi menggunakan uji studen t, sedang
rektal pada hari ke-90 pasca IB. persentase kerbau bunting dan tidak
bunting akan dilaporkan secara
Kelompok Perlakuan deskriptif.
Sebelum penyelipan alat CIDR-B,
vulva kerbau dibersihkan dengan

Tabel 1. Skala skor untuk observasi gejala estrus


Gejala-gejala berahi Skor

Leleran vulva 3
Merayu 3
Gelisah 5
Mencium vagina kerbau lain 10
Menyandarkan dagu 15
Menaiki tetapi tidak standing 10
Menaiki (mencoba) kerbau lain 35
Menaiki sisi kepala kerbau lain 45
Standing heat 100

Hasil dan Pembahasan perlakuan dibanding kelompok kontrol


Intensitas Berahi pada Saat Inseminasi yakni 15,80 + 5,02 vs 2,60 + 4,34 seperti
Dari hasil analisis statistik yang terlihat pada Tabel 2.
terdapat peningkatan yang signifikan
intensitas berahi pada kelompok

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan 71
Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan November, 2008, Vol. XI. No.4.

Tabel 1. Perbandingan intensitas berahi antara kelompok kontrol (P0) dan


perlakuan (P1) pada saat inseminasi
No Kelompok Jumlah Sampel (n) Rata-rata + SD
1 Kontrol (P0) 5 2,60 + 4,34a
2 Perlakuan (P1) 10 15,80 + 5,02 b
Keterangan : a,bSuperskrip yang berbeda pada kolom yang sama memperlihatkan perbedaan yang
signifikan (P<0,05)

Dari hasil penelitian diketahui melaporkan bahwa rendahnya angka


bahwa sebanyak 3 ekor kelompok fertilitas pada kerbau sangat berkaitan
kontrol diinseminasi dengan skor erat dengan sifat genetis reproduksinya
intensitas berahi 0 sedang 2 ekor lainnya yang lebih jelek dari pada sapi. Populasi
masing-masing dengan skor yang rendah, folikel ovaria pada kerbau hanya ½ dari
yakni 3 dan 10 dengan rata-rata skor populasi folikel pada sapi (Ty et al.,
intensitas berahi sebesar 2,60 + 4,34 (Tabel 1987), kadar hormon gonadotropin darah
2). Dalam hal ini, inseminasi dilakukan pada kerbau juga lebih rendah dibanding
oleh inseminator sebagian besar dengan pada sapi (Rajamahendra dan
berdasarkan intuisi peternak dan bukan Thamotharam, 1988) dan rendahnya
hasil observasi berahi yang nyata. profil hormon progesteron selama siklus
Kondisi ini sesuai dengan pendapat yang berahi (Putro, 1991).
dikemukakan oleh Jainudeen dan Hafez Estrogen dihasilkan oleh sel-sel
(1987) bahwa sekitar 70-80% kerbau yang membentuk dinding folikel. Lapisan
mengalami gejala berahi tenang (silent sel terluar adalah sel theca sedang sel
estrus). Gejala berahi kerbau umumnya pada bagian dalam adalah adalah sel-sel
tidak sejelas pada sapi, baik perubahan granulosa. Kedua sel tersebut bersama-
pada alat kelamin luar, leleran vulva sama menghasilkan estrogen. Sel theca
maupun tingkah laku seksualnya. mengikat LH dan menghasilkan
Rendahnya intensitas berahi pada androgen yang dikonversi menjadi
kerbau disebabkan rendahnya estrogen oleh sel granulosa yang telah
konsentrasi progesteron pada fase luteal distimulasi oleh FSH (Siregar, 2006).
sebelum berahi terjadi. Akibatnya, Hormon estrogen merupakan hormon
ovarium kurang responsif terhadap yang bertanggungjawab terhadap
stimulasi hormon gonadotropin sehingga manifestasi munculnya gejala estrus.
terjadi berahi tenang. Hormon LH Ketika jumlah estrogen meningkat dan
mampu menumbuhkan folikel pada dilepaskan ke dalam pembuluh darah
ovarium sehingga terjadi ovulasi, tetapi dan mencapai pituitary anterior, estrogen
tidak mampu mendorong sintesis akan beraksi feedback positive,
hormon estrogen oleh sel granulosa menstimulasi pelepasan LH. Estrogen
(Hardjopranjoto, 1995). Pendapat ini juga mempengaruhi sistem syaraf yang
diperkuat oleh Carvalho et al. (2007) yang menyebabkan gelisah, menaiki, dan mau
menyatakan bahwa konsentrasi plasma dinaiki oleh sapi lain. Estrogen
progesteron menurun secara signifikan menyebabkan uterus berkontraksi, yang
pada hari ke-10 siklus. Beberapa peneliti memungkinkan sperma ditransportasi-

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan 72
Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan November, 2008, Vol. XI. No.4.

kan pada saluran reproduksi betina dikemukakan di atas. Selain itu,


setelah inseminasi. Efek lain dari peningkatan intensitas berahi juga dapat
tingginya konsentrasi estrogen adalah disebabkan tingginya konsentrasi hormon
peningkatan aliran darah ke organ genital gonadotropin yang disekresikan oleh
dan menghasilkan mukus oleh glandula hipofisa anterior. Substitusi corpus
serviks dan vagina. Karakteristik ini luteum dengan pemberian progesteron
adalah seluruh tanda-tanda estrus atau eksogen (CIDR-B) akan menyebabkan
sexual receptivity. penekanan pembebasan hormon
Induksi berahi dengan CIDR-B gonadotrophin dari pituitaria anterior.
ternyata dapat meningkatkan intensitas Penghentian pemberian progesteron
berahi secara signifikan (P<0,05). eksogen ini akan diikuti dengan
Peningkatan intensitas berahi ini pembebasan hormon gonadotrophin
didukung oleh Dobson dan secara tiba-tiba yang berakibat terjadinya
Komonpatana (1986) yang menyatakan berahi (Wenkoff, 1986).
bahwa perlakuan induksi berahi dengan
CIDR-B akan dapat membuat gejala Hubungan antara Intensitas Berahi
berahi menjadi lebih jelas. Alasan dengan Persentase Kebuntingan
peningkatan gejala ini kemungkinan Induksi berahi dengan CIDR-B
CIDR-B dapat mengatasi problem dapat meningkatkan jumlah kerbau
rendahnya konsentrasi progesteron bunting seperti yang terlihat pada Tabel
sebelum estrus terjadi seperti yang telah 3.

Tabel 2. Persentase Kebuntingan Kerbau setelah Inseminasi


No Kelompok Jumlah Sampel (n) Persentase Bunting (%)
1 Kontrol (P0) 5 20
2 Perlakuan (P1) 10 50

Peningkatan persentase ke- inseminator hanya berdasarkan intuisi


buntingan ini kemungkinan disebabkan peternak.
pelaksanaan inseminasi pada kelompok Hubungan antara intensitas berahi
perlakuan lebih tepat waktu dibanding dengan persentase kebuntingan
kelompok kontrol. Hal ini terjadi karena memperlihatkan korelasi yang signifikan
intensitas berahi lebih nyata pada dengan angka korelasi 0,553. Hal ini
kelompok perlakuan sehingga inse- berarti sekitar 55,3% keberhasilan
minator dapat melakukan inseminasi kebuntingan ditentukan oleh intensitas
sesuai dengan protokol yang sudah berahi. Kondisi yang hampir sama
ditentukan. Putro (1991) menyatakan dilaporkan oleh Barkawi et al. (1998)
bahwa kendala utama yang dirasakan bahwa terjadi penurunan interval
menghambat pelaksanaan inseminasi kelahiran dari 400,3 menjadi 363,5 pada
buatan pada kerbau adalah sulitnya kerbau yang observasi tanda-tanda
deteksi berahi karena gejala berahi berahinya dilakukan setiap 6 jam
umumnya tidak jelas. Akibatnya dibanding setiap 12 jam. Ini
peternak tidak mengetahui saat mengindikasikan observasi berahi yang
kerbaunya sedang berahi, sehingga baik akan mempengaruhi hasil-hasil
inseminasi tidak dilakukan tepat waktu inseminasi buatan pada kerbau.
(Putro, 1991). Pada penelitian ini, kerbau Persentase kebuntingan pada
kelompok kontrol diinseminasi oleh penelitian ini lebih rendah dibanding

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan 73
Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan November, 2008, Vol. XI. No.4.

laporan Ahmad et al. (1990) yang 5th.ed. Hafez, E.S.E (ed). Lea and
mendapat persentase kebuntingan sekitar Febiger.
60,17%. Perbedaan ini disebabkan oleh Putro, P.P. 1994. Aplikasi teknik
jumlah inseminasi yang dilakukan. Pada sinkronisasi pada kerbau dan
penelitian ini, inseminasi dilakukan 1 kali permasalahannya. Bul. FKH UGM
sedang Ahmad et al. (1990) melakukan XIII (1&2): 30-38
inseminasi 2 kali (pagi dan sore). Pola Putro, P.P. 1991. Sinkronisasi berahi pada
perlakuan 2 kali inseminasi akan kerbau: aktivitas ovarium dan
memperbesar peluang terjadinya profil progesteron darah.
fertilisasi dan kebuntingan. Taneja et al. Unpublished.
(1996) melaporkan bahwa panjang siklus Rahayu, S. 2003. Efektivitas CIDR-B plus
berahi pada kerbau berkisar 21 hari kapsul cidirol terhadap persentase
dengan variasi waktu ovulasi yang luas berahi dan kebuntingan pada
sehingga inseminasi 2 kali akan kerbau lokal. Fakultas Kedokteran
membuka peluang bertemunya sperma Hewan-Universitas Syiah Kuala.
dan sel telur pada saat yang tepat. Rajamahendran, R.B. and W.A.
Thamluan. 1998. The use of PRID
Daftar Pustaka in swamp buffalo. Anim. Reprod.
Ahmad, M., Ahmad, K.M., Ala-ud-Din Sci. 20:12-19.
and Hanjra, S.H. 1990. Effect of Siregar, T.N. 2006. Fisiologi Reproduksi
Single and Double Insemination pada Hewan Betina. Syiah Kuala
with Frozen Semen on Conception University Press, Banda Aceh.
Rate in Nili-Ravi Buffaloes. Situmorang, P. dan A.R. Siregar. 1997.
Pakistan Veterinary Journal 10, 83-5. Pengaruh hormon hCG setelah
Anonimus. 1998. Laporan Tahunan. penyuntikan estrumste terhadap
Dinas Peternakan Provinsi Daerah kinerja reproduksi kerbau lumpur
Istimewa Aceh. (Bubalus bubalis). J. Ilmu Ternak dan
Barkawi, A.H., Khattab, R.M. and El- Veteriner 2(4):213-217.
Wardani, M.A. 1998. Reproductive Taneja, M., Ali, A. and Singh, G. 1996.
Efficiency of Egyptian Buffaloes in Ovarian Follicular Dynamics in
Relation to Oestrous Detection Water Buffalo.Theriogenology 46,
Systems. Animal Reproduction 121-30.
Science 51, 225-31. Ty,L.V.,Chupin,D.dan Driancourt,M.A.
Dobson, H. and M. Kamonpatan. 1996. A 1989.Ovarian follicular
review of female reproductive populations in buffaloes and
cattle reproduction with special Cows. Animal Reproduction Science
reference to a comparison between 19 : 171 ² 178.
buffaloes, cows, and zebu. J. Van Eerdenburg, F.J.C.M., H.S.H.
Reprod. Fert. 77:1-36. Loefleand, J.H. van Vliet. 1996.
Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran Detection of oestrus in dairy cows.
pada Ternak. Airlangga University A new approach to old problem.
Press, Surabaya. Vet Quart 18:52-59.
Jainudeen, M.R. dan Hafez, E.S.E. 1987. Wenkoof, M. 1986. Estrus
Catte and Water Buffalo. Dalam Synchronisation in cattle. Dalam
Reproduction in Farm Animals. Current Therapy in Theriogenology
2.Marrow, D.A. (ed). W.B.
Saunders Co., Philadelpia.

Upaya Meningkatkan Intensitas Berahi Pada Kerbau Dalam Hubungannya Dengan Peningkatan 74
Angka Konsepsi Hasil Inseminasi Buatan

Anda mungkin juga menyukai