Anda di halaman 1dari 5

Motivasi Masuk Kuliah

Posted by Ilham on 02.00


Motivasi di sini adalah dasar bagi kita untuk memutuskan suatu jalan atau pilihan ke depan. Berasal
dari kata movere  (latin) atau dalam bahasa Inggris to move, yang artinya menggerakkan atau
mendorong. Dengan motivasi-lah seseorang akan bergerak, melangkah menuju tujuan yang
diinginkan. Bahkan orang yang tidak melakukan apa-apa pun juga memiliki motivasi. Yaitu motivasi
untuk tidak melakukan apa-apa, alias malas!

Ada banyak motivasi yang melatarbelakangi keputusan kita untuk masuk kuliah. Namun semisal
semuanya disebutkan, niscaya muaranya hanya ada pada 3 (tiga) hal; prestise, profesi, dan
kontribusi.

Prestise

Prestise  adalah kebanggaan yang mewakili jiwa muda kita sebagai mahasiswa. Keinginan untuk
bergaul dengan sesama dan mencari kawan sebanyak-banyaknya adalah beberapa di antara banyak
motivasi yang terkadang hadir di dalam benak kita. Termasuk di antaranya kebanggaan bisa masuk
ke universitas/jurusan favorit.

Para fresh graduate pasti akan bersemangat ketika disinggung tentang target mereka. Kalau ada
yang menjawab ‘belum tahu, hehehe’ sambil nyengir menunjukkan gigi-giginya, anggap saja dia
calon mahasiswa aneh, yang belum punya tujuan yang jelas! Namun ada juga siswa fresh
graduate  yang idealis dalam menentukan tempat persinggahan berikutnya. Siswa seperti mereka
memiliki empat jenis patokan dalam memilih targetnya;

Pertama, patokan perguruan tinggi. Semisal; “Kalau gak kuliah di UNAIR, tidak mau! Jurusan apa
saja terserah, yang penting UNAIR!” Jadilah fokus usahanya hanya untuk masuk UNAIR.
Kedua, patokan jurusan. Semisal; “Kalau gak kuliah di Kedokteran Umum, tidak mau! Universitas
mana saja terserah, yang penting Kedokteran Umum!” Maka dia akan berusaha mati-matian untuk
masuk ke Kedokteran Umum.
Ketiga,  patokan kota. Semisal, “Kalau gak kuliah di Surabaya, tidak mau! Universitas mana saja,
jurusan apa saja, yang penting di Surabaya!” Maka dia cenderung mencari perguruan tinggi yang ada
di Surabaya saja.
Keempat,  patokan prospek. Semisal, “Kalau gak kuliah di kedinasan/yang menjamin jadi PNS, tidak
mau! Di mana saja boleh, asal kedinasan dengan prospek jelas!” Jadilah dia akan berusaha agar
diterima di jurusan dengan prospek jelas seperti yang dimaksud.
Kita pasti bangga ketika diterima di perguruan tinggi yang kita inginkan, dengan patokan seperti yang
saya uraikan di atas. Dan kebanggaan itu bisa mendorong kita untuk berbuat lebih ketika perkuliahan
sudah berjalan. Namun, motivasi seperti ini kurang kuat untuk bisa membuat kita bertahan.
Mengapa? Karena jika seorang mahasiswa hanya menggunakan motivasi ini, yang ada adalah dia
berjuang hanya untuk bisa masuk di perguruan tinggi yang diinginkan saja. Setelah masuk, tidak ada
jaminan bahwa dia akan berbuat yang terbaik untuk studinya tersebut.

Memang, dengan adanya targetan seperti itu para calon mahasiswa akan terarah dalam mengambil
jalan yang akan mereka tempuh selanjutnya. Namun sayang, banyak yang terlalu ‘ekstrim’ dalam
menyikapi targetan di atas. Untuk mencapainya, mereka akan bekerja keras, pagi-sore-siang-malam
demi mencapai targetan itu. Ketika target mereka tercapai…..TA-DA! Seolah-olah mereka berada di
puncak dunia, sambil memegang piala kemenangan! Tetapi, karena tenaga mereka habis terkuras
untuk menjalani tes demi tes, ketika masuk kuliah semangat mereka malah turun…

Hal di atas senada dengan yang diungkapkan oleh Profesor Dr. Ken Kawan Soetanto, seorang pria
asal Surabaya yang berhasil menggondol 4 gelar professor dan kini menjadi dosen salah satu
universitas swasta terbesar di Jepang, Waseda University. Ketika hostsebuah acara televisi dari
Indonesia bertanya kepada beliau tentang mahasiswa Jepang yang –ternyata- juga butuh dimotivasi,
beliau menjawab “..semangat belajar mereka (mahasiswa) hanya untuk masuk ke Waseda
(perguruan tinggi) saja..”

Prof. Soetanto banyak menyinggung tentang mahasiswa seperti mereka. Beliau mengungkapkan
semangat yang mahasiswa miliki hanya sampai tingkat masuk ke perguruan tinggi saja. Jarang ada
mahasiswa yang memiliki semangat melebihi itu. Oleh karena itu, jika motivasinya hanya
sebatas prestise  saja, maka itu belum bisa menjamin kelangsungan hidup kita selama menjadi
mahasiswa. Apalagi menjamin kehidupan kita di masa depan!

Profesi

Profesi  adalah orientasi hasil dari proses selama kita kuliah. Contoh konkretnya seperti ijazah, gaji,
jaminan kesejahteraan hidup, menjadi Pegawai Negeri Sipil, pekerjaan layak, dsb. Sangat logis jika
banyak calon mahasiswa memilih jurusan berdasar pertimbangan profesi. Karena logika mereka
adalah ‘karir menjanjikan kesejahteraan hidup, dan kesejahteraan hidup menjanjikan kebahagiaan’ .
Ketika para calon mahasiswa melakukan survey jurusan, biasanya mereka akan menanyakan prospek
kerja dari jurusan yang mereka inginkan. Bahkan tak jarang yang sampai bertanya gaji dan hal-hal
lain yang menunjang kesejahteraan hidup mereka ke depan.
Mayoritas calon mahasiswa memiliki paradigma bahwa karir adalah hal penting. Karena karir
menentukan status sosial mereka di masyarakat. Sehingga mereka terdorong untuk mencari sebesar-
besar peluang, agar nanti setelah kuliah dengan mudah mendapatkan pekerjaan.

Hal ini memang sedikit mirip dengan patokan keempat yang telah saya jelaskan di
pembahasan prestise. Hanya saja di pembahasan sebelumnya saya lebih menekankan kepada
keinginan seorang calon mahasiswa untuk masuk ke jurusan dengan prospek kerja jelas. Namun
ketika orientasi seorang calon mahasiswa adalah profesi –seperti yang saya bahas sekarang-, maka
tujuannya setingkat lebih tinggi daripada sekedar masuk ke jurusan dengan prospek kerja baik.

Namun, walaupun setingkat lebih baik, logikanya tetap sama dengan yang prestise. Seandainya
seorang mahasiswa sudah mendapat profesi yang diinginkan, maka semangatnya dalam menjalani
kehidupan lambat laun akan menurun. Karena orientasinya hanya terbatas pada profesi, jika sudah
mendapatkan profesi yang diinginkan, lalu setelah itu apa? Kebanyakan pasti bingung akan
menentukan tujuannya

Begitu juga ketika cita-cita yang diimpikan tidak tercapai. Semisal, ia begitu ingin menjadi Pegawai
Negeri Sipil (PNS). Namun karena ia diterima di jurusan yang kecil kemungkinannya untuk menjadi
PNS, akhirnya semangatnya turun. Sehingga kadar usaha orang tersebut menjadi terbatas pada
bayangan pekerjaan yang nanti akan dijalaninya. Tidak ada gairah untuk menjalani hari-hari dalam
menggapai cita-cita.

Sekedar info, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, jumlah lulusan universitas yang
menjadi pengangguran terbuka adalah 8,319,779 jiwa atau sekitar 11,92 persen. Ketika motivasi
mereka terbatas pada profesi, angka pengangguran terbuka lulusan universitas masih cukup
mengkhawatirkan. Yang dikhawatirkan setelah lulus, mahasiswa yang motivasinya kurang tepat akan
terjebak pada kejumudan/disorientasi. Oleh karena itu, alangkah baiknya kita mencari alternatif
motivasi lain..

Kontribusi

Kontribusi!  Untuk mengulas hal ini saya sampai bingung harus mengawalinya dari mana. Karena jika
kontribusi sudah disinggung, ulasannya –yang saya pikirkan- terasa sangat panjang. Sampai-sampai
ketika membahasakannya dalam tulisan saya tidak sanggup menjangkau semuanya. Ke depan,
kontribusi ini akan banyak kita bahas. Jadi jangan pernah bosan ya!

Kontribusi itu seperti saat kita menyelam ke dasar laut. Sebelum kita menyelam, membutuhkan
persiapan yang optimal. Ketika sudah masuk ke dalam air, maka semua sudah harus ter- mindset ke
dalam otak, apa yang akan dilakukan, dengan mempertimbangkan waktu yang diberikan (jatah
oksigen dalam tabung).

Baiklah, mari tetapkan aturan mainnya. Tujuan: menuju dasar, ambil mutiara, dan kembali! Jika
sebelum mendapatkan mutiara kita kembali, berarti gagal. Kalau oksigen habis sebelum mendapatkan
sebelum kembali, berarti mati.

Saya harap Anda sudah bisa membawa analoginya ke pembahasan ini. Kontribusi tidak bisa
setengah-setengah. Ia meminta kita terjun secara penuh ke dalam tugas yang diberikan. Kalau ia
menuntut tubuh kita basah, maka dari ujung rambut sampai ujung kaki harus ikut basah. Tidak
hanya sebagian kaki atau tangan saja. Tetapi semua!

Sebelum tugasnya selesai, kita tidak bisa kembali. Karena kalau kembali tanpa membawa hasil,
berarti kita sudah membuang-buang energi. Lebih baik kita tidak usah menyelam sekalian.
Kita juga harus pandai-pandai menakar kemampuan. Jangan sampai energi kita habis untuk
mengerjakan hal yang tidak strategis. Ingat, kita masih punya tujuan. Efektivitas itu sangat
diperlukan. Jika kita tidak bisa me-manage dengan baik, bisa-bisa waktu kita habis sebelum tujuan
kita tercapai. Kalau sudah begitu, tahu sendiri kan risikonya…

Mahasiswa yang ingin berkontribusi tidak terlalu memikirkan hal-hal teknis yang akan dibebankan
padanya –dalam hal ini berupa pilihan jurusan-. Walaupun dia memiliki kecenderungan yang
membuatnya merasa nyaman untuk berkontribusi di sana, andai Allah memberikan jalan lain, ia akan
memanfaatkannya sebaik-baiknya. Singkatnya, apabila ia ditempatkan pada jurusan yang ia
sukai, alhamdulillah. Kalau tidak, ya alhamdulillah. Bumi Allah sangat luas untuk dijadikan tempat
berkontribusi.

Targetnya tidak terpatok pada batas kelulusan saja, lebih tinggi lagi. Yaitu apa yang akan dilakukan
setelah lulus! Bahkan lebih tinggi dari itu.. sapa yang akan dilakukan setelah bekerja! Apa yang akan
dilakukan setelah berkeluarga! Apa yang akan diberikannya pada masyarakat! Apa yang akan
diberikannya pada umat! Apa yang akan diberikannya pada dunia!!!

Mahasiswa seperti ini memahami, bahwa kuliah hanyalah secuil usaha dari banyak jalan yang bisa
ditempuh untuk menuju kematangan. Sehingga ia selalu belajar..belajar..dan belajar! Ia pun sadar,
bahwa ilmu yang diperolehnya tidak sertamerta menjadi miliknya saja. Umat juga berhak
mengaksesnya. Oleh karena itu setelah menuntut ilmu, ia tidak enggan atau lupa untuk
berkarya..berkarya..dan berkarya!
Dan mahasiswa yang ingin berkontribusi, selalu belajar dan berkarya! Karena di jalan dakwah mereka
kuliah.

Anda mungkin juga menyukai