DEFINISI
Gagal jantung merupakan suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam memompa darah
sehingga kebutuhan nutrisi dan oksigen untuk sel – sel tubuh tidak adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) yang mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. (Agustanti,
2015)
B. ANATOMI FISIOLOGIS
Jantung adalah sebuah organ berotot yang dibungkus oleh perikardium, terletak pada mediastinum
medialis dan sebagian tertutup oleh jaringan paru. Bagian depan dibatasi oleh sternum dan iga 3, 4,
dan 5. Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung
terletak di atas diafragma, miring kedepan kiri dan apeks kordis berada paling depan dalam rongga
dada. Apeks ini dapat diraba pada ruang sela iga 4-5 dekat dari medioklavikuler kiri. Batas kranial
dibentuk oleh aorta asendens, arteri pulmonal dan vena kava superior (Oemar H, 2004).
Gambar 2.1 Letak Jantung dalam Rongga Toraks dan Tempat Mendengarkan Suara
Katup Jantung, A = Aorta, P = Pulmonal, M = Mitral, T = Trikuspi (Standring S, 2008)
Dinding tiap ruang jantung terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu lapisan yang paling luar adalah
epikardium yang merupakan perikardium serosa bagian viseral yang berdinding tipis, lapisan di
tengahnya adalah miokardium yang berdinding tebal yang berisi otot-otot jantung yang berguna
untuk memompa jantung, dan lapisan paling dalam adalah endokardium yang merupakan lapisan
yang tipis mirip jaringan ikat endotel dan subendotel (Moore, et al, 2010). Jantung terdiri dari 4
ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri dipisahkan
oleh septum. Ventrikel kiri mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh
tubuh (Oemar H, 2004).
C. ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung dapat dibagi menjadi dua yaitu penyakit miokard sendiri dan gangguan
mekanik pada miokard. Penyakit pada miokard sendiri, antara lain: penyakit jantung koroner,
kardiomiopati, miokarditis, dan penyakit jantung rematik, penyakit infiltratif, iatrogenik akibat
obat-obat seperti adriamisin dan diisopiramid, atau akibat radiasi (Kabo P, 2012).
Ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gagal jantung, antara lain:
a. Usia
Resiko gagal jantung meningkat seiring bertambahnya usia, semakin bertambahnya usia maka
akan semakin besar kemungkinan menderita gagal jantung (Ponikowski P, et al, 2014).
b. Jenis Kelamin
Pada umumnya laki-laki beresiko untuk mendapat gagal jantung lebih besar dibandingkan
perempuan, setelah menopause, frekuensinya menjadi hampir sama, mungkin karena adanya
hormone estrogen pada perempuan yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi
lemak dan kolesterol. Menurut penelitian di Amerika laki-laki memiliki resiko relatif
lebih besar (53%) dibandingkan perempuan (47%) (Whelten, et al, 2001).
c. Riwayat merokok
Merokok adalah faktor resiko yang kuat pada gagal jantung. Setelah melakukan penelitian
studi cohort pada tahun 2001 didapatkan adanya hubungan antara merokok dan resiko
menderita gagal jantung. Merokok pada usia 50 tahun, maka resiko menderita gagal jantung
akan lebih tinggi 60%. Di Amerika merokok sebagai faktor resiko dari gagal jantung
menduduki posisi kedua setelah CHD (Whelten, et al, 2001).
d. Hipertensi
Hipertensi pada dasarnya didefinisikan sebagai tekanan sistol ≥ 120 mmHg, tekanan diastol ≥
80 mmHg, atau memiliki riwayat menggunakan obat antihipertensi. Berdasarkan penelitian di
Amerika, hipertensi menduduki urutan ketiga sebagai faktor resiko gagal jantung setelah
merokok dan CHD (Whelten, et al, 2001).
e. Diabetes
Hipertensi dan diabetes sangat penting perannya sebagai faktor resiko pada gagal jantung.
Penemuan ini mengindikasikan bahwa dalam menjaga kesehatan, kontrol hipertensi dan
diabetes pada populasi umum sangat berperan dalam mengurangi insiden dan mortalitas dari
gagal jantung (Whelten, et al, 2001).
D. PATOFISIOLOGI
Terdapat beberapa kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu gangguan mekanik
(beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu beban
tekanan, beban volume, tamponade jantung atau kontriksi perikard, jantung tidak dapat
diastol, obstruksi pengisian ventrikel, aneurisme ventrikel, disenergi ventrikel, restriksi
endokardial atau miokardial) dan abnormalitas otot jantung yang terdiri dari primer
(kardiomiopati, miokarditis metabolic (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau
sitostatika) dan sekunder (iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal)
(Soeparman, 2001).
1. Gangguan irama jantung atau konduksi
Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tekanan (afterload) pada
ventrikel yang mengalami dilatasi atau hipertrofi memungkinkan adanya peningkatan daya
kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah jantung meningkat. Pembebanan jantung
yang lebih besar meningkatkan simpatis, sehingga kadar katekolamin dalam darah
meningkat dan terjadi takikardi dengan tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan
jantung yang berlebihan dapat mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi
redistribusi cairan dan elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan
vasokontriksi perifer dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return)
ke dalam ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali
curah jantung (Soeparman, 2001).
2. Mekanisme Frank Starling
Mekanisme Frank Starling meningkatkan stroke volume berarti terjadi peningkatan
volume ventrivuler dan diastolik. Bila terjadi peningkatan pengisian diastolic, berarti ada
peningkatan peregangan dari serat otot jantung, lebih optimal pada filament aktin dan
myosin, dan hasilnya meningkatkan tekanan pada kontraksi berikutnya. Pada keadaan
normal, mekanisme Frank Starling mencocokkan output dari dua ventrikel (Boron, et al,
2005).
Pada gagal jantung, mekanisme Frank Starling membantu mendukung kardiak output.
Kardiak output mungkin akan normal pada penderita gagal jantung yang sedang
beristirahat, dikarenakan terjadinya peningkatan volume ventricular end diastolic dan
mekanisme Frank-Starling. Mekanisme ini menjadi tidak efektif ketika jantung mengalami
pengisian yang berlebihan dan serat otot mengalami peregangan yang berlebihan (Boron,
et al, 2005).
3. Aktivasi neurohormonal yang mempengaruihi sistem saraf simpatetik
Stimulasi system saraf simpatetik berperan penting dalam respon kompensasi menurun
cardiac output dan pathogenesis gagal jantung. Baik cardiac sympathetic tone dan
katekolamin (epinephrine dan norepinephrin) meningkat selama tahap akhir dari hampir
semua bentuk gagal jantung. Stimulasi langsung irama jantung dan kontraktilitas otot
jantung oleh pengaturan vascular tone, sistem saraf simpatetik membantu memelihara
perfusi berbagai organ, terutama otak dan jantung (Loscalzo, et al, 2008).
Aspek negatif dari peningkatan aktivitas system saraf simpatetik melibatkan peningkatan
tahanan sistem vaskular dan kelebihan kemampuan jantung dalam memompa. Stimulasi
simpatetik yang berlebihan juga menghasilkan penurunan aliran darah ke kulit, otot, ginjal,
dan organ abdominal. Hal ini tidak hanya menurunkan perfusi jaringan tetapi juga
berkontribusi meningkatkan sistem tahanan vaskular dan stres berlebihan dari jantung
(Rang, 2003).
4. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output dalam gagal jantung
adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, yang
menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal, meningkatkan
sekresi renin oleh ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula angiotensin II.
Peningkatan konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan vasokonstriksi dan
menstimulasi produksi aldostero dari adrenal korteks. Aldosteron akan meningkatkan
reabsorpsi natrium dengan meningkatkan retensi air (Tsutsui, et al, 2007).
Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam inflamasi proses perbaikan
karena adanya kerusakan jaringan. Keduanya menstimulasi produksi sitokin, adhesi sel
inflamasi (contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis; mengaktivasi makrofag pada
sisi kerusakan dan perbaikan; dan menstimulasi pertumbuhan fibroblas dan sintesis
jaringan kolagen (Loscalzo, et al, 2008).
5. Peptida natriuretik dan substansi vasoaktif yang diproduksi secara local
Ada tiga jenis natriuretic peptide yaitu atrial natriuretic peptide (ANP), brain natriuretic
peptide (BNP), dan C-type natriuretic peptide (CNP). ANP dihasilkan dari sel atrial
sebagai respon meningkatkan ketegangan tekanan atrial, memproduksi natriuresis cepat
dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium dalam jumlah sedang dalam urine. BNP
dikeluarkan sebagai respon tekanan pengisian ventrikel sedangkan fungsi CNP masih
belum jelas (Loscalzo, et al, 2008).
6. Hipertrofi otot jantung dan remodeling
Perkembangan hipertrofi otot jantung dan remodeling merupakan salah satu mekanisme
akibat meningkatnya kerja yang berlebih. Meskipun hipertrofi ventrikel memperbaiki kerja
jantung, ini juga merupakan faktor risiko yang penting bagi morbiditas dan mortalitas.
Keadaan hipertrofi dan remodeling dapat menyebabkan perubahan dalam struktur (massa
otot, dilatasi chamber) dan fungsi (gangguan fungsi sistolik dan diastolik). Ada 2 tipe
hipertrofi, yaitu pertama Concentric hypertrophy, terjadi penebalan dinding pembuluh
darah, disebabkan oleH hipertensi.dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi
peningkatan panjang otot jantung disebabkan oleh dilated cardiomyopathy (Shigeyama,
et al, 2005).hipertensi.dan kedua Eccentric hypertrophy, terjadi peningkatan panjang
otot jantung disebabkan oleh dilated cardiomyopathy (Shigeyama, et al, 2005).
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan presentasinya gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung
kronik, dan acute on chronic heart failure.
1. Gagal Jantung Akut
Timbulnya sesak napas secara cepat (<24 jam) akibat kelainan fungsi jantung, gangguan
fungsi sistolik atau diastolik atau irama jantung, atau kelebihan beban awal (preload), beban
akhir (afterload) atau kontraktilitas. Keadaan ini mengancam jiwa jika tidak ditangani
dengan cepat (Liwang F, et al, 2014).
Contoh gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat endokarditis,
trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang menurun secara tiba-tiba menyebabkan
penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifer (Panggabean MM, 2009).
2. Gagal Jantung Kronik
Sindrom klinis yang kompleks akibat kelainan structural fungsional yang mengganggu
kemampuan pompa jantung atau mengganggu pengisian jantung (Liwang F, et al, 2014).
Contoh gagal jantung kronik adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang
terjadi secara perlahan-lahan. Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih
terpelihara dengan baik (Panggabean MM, 2009).
Pada gagal jantung kronis, derajat penyakit secara klinis fungsional dapat dikategorikan
berdasarkan criteria New York Heart Association (NYHA):
NYHA I : Penyakit jantung, namun tidak ada gejala atau keterbatasan dalam aktivitas fisik
sehari-hari biasa, misalnya berjalan, naik tangga, dan sebagainya (Liwang F, et
al, 2014).
NYHA I : Gejala ringan (sesak napas ringan dan atau angina) serta terdapat keterbatasan
ringan dalam aktivitas fisik biasa sehari-hari (Liwang F, et al, 2014).
NYHA III : Terdapat keterbatasan fisik sehari-hari akibat gejala gagal jantung pada
tingkatan yang lebih ringan. Misalnya berjalan 20-100 m. Pasien hanya merasa
nyaman saat beristirahat (Liwang F, et al, 2014).
NYHA IV : Terdapat keterbatasan aktivitas yang berat, misalnya gejala muncul saat
istirahat (Liwang F, et al, 2014).
Klasifikasi terbaru yang dikeluarkan American Collage of Cardiology/American Heart
Association (ACC/AHA) pada tahun 2005 menekankan pembagian gagal jantung
berdasarkan progessivitas kelainan structural dari jantung dan perkembangan status
fungsional. Klasifikasi dari ACC/AHA ini dibagi menjadi 4 stage :
Stage A : Ada faktor risiko gagal jantung (seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung
koroner) namun belum ada kelainan structural dari jantung (cardiomegali, LVH,
dll) maupun kelainan fungsional (Manurung D, 2009).
Stage B : Ada faktor risiko gagal jantung dan sudah terdapat kelainan structural dengan atau
tanpa kelainan fungsional, namun bersifat asimptomatik (Manurung D, 2009).
Stage C : Sedang dalam dekopensasi dan atau pernah gagal jantung, yang didasari oleh
kelainan structural dari jantung (Manurung D, 2009).
Stage D : Sudah masuk ke dalam refractory heart failure, dan perlu advanced
treatment strategies (Manurung D, 2009).
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat latihan fisik
yang diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan fisik akan semakin
menurun dan gejala gagal jantung akan muncul lebih awal dengan aktivitas yang ringan.
Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita gagal jantung yakni :
1. dyspnea
2. sesak napas
3. Ortopneu
4. Paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND)
5. Toleransi aktifitas
6. Mudah Lelah
7. Bengkak di pergelangan kaki
8. adanya retensi cairan.
G. KOMPLIKASI
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau deep
venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi, terutama pada
CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan perburukan
dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β
blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis
ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac death
(25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker,
dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai peranan.
H. Pemeriksaan PENUNJANG
1. Ekokardiografi Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pemeriksaan
diagnostik yang pertama untuk manajemen gagal jantung; sifatnya tidak invasiv dan
segera dapat memberikan diagnosis disfungsi jantung. Dengan adanya kombinasi M-
Mode, ekokardiografi 2D, dan Doppler , maka pemeriksaan invasive lain tidak lagi
diperlukan. Gambaran yang paling sering ditemukan pada gagal jantung akibat penyakit
jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi, dan beberapa kelainan katup adalah dilatasi
ventrikel kiri yang disertai hipokinesis seluruh dinding vertikel.
2. Rontgen toraks Foto Rontagen posterior-anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi
vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukkan adanya peningkatan
tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya
peningkatan ukuran pembuluh darah.
3. Elektrokardiografi Pemeriksaan EKG meskipun memberikan informasi yang berkaitan
dengan penyebab, tetapi tidak dapat memberikan gambaran spesifik. Pada hasil
pemeriksaan EKG yang normal perlu dicurigai bahwa hasil diagnosis salah. Pada
pemeriksaan EKG untuk klien dengan gagal jantung dapat ditemukan kelainan EKG
seperti berikut ini.
I. PENATALAKSANAAN
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahanbahan
farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet dan
istirahat
J. PATHWAY
2. Identitas Penanggung
Jawab Nama : Ny. Y.
G
Umur : 64tahun
Alamat : Sikumana
Hubungan dengan klien: Kakak
Kandung
3. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan badan terasa lelah, cepat capek dan sesak nafas
saat melakukan aktifitas ringan seperti duduk dan ubah posisi
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan merasakan sesak nafas ±30 menit di rumah
sebelum MRS. Pasien langsung dibawa ke IGD RSUD Prof Dr. W. Z
Johannes Kupang, saat tiba diruang IGD pasien langsung diberi penanganan:
therapy oksigen nasal canul 4 lpm, melakukan EKG, diberikan therapy
infuse Nadi 0.9% 500cc/24 jam, melakukan pengambilan darah untuk
pengecekan klorida darah, calcium ion, total calcium.
Pasien mendapatkan therapy oral ramipil2.5 gr, allprazolam 0.5gr,
sprinokaton
0.25 gr, dilakukan pemasangan cateter no.16 pro urine, diobservasi di IGD
selama ±4 jam dan dipindahkan ke ruang ICCU untuk perawatan intensif
Keterangan :
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki
Tanda-Tanda
Vital:
TD: 120/80 mmHg Nadi:87 x/menit
Suhu: 36,5◦Celsius RR: 28x/menit
4. Pengkajian Primer
A. Airways (jalan nafas)
Sumbatan: Tidak ada sumbatan pada jalan nafas () benda asing () bronscospasme
B. Breathing (pernafasan)
Sesak dengan:Pasien merasa sesak tanpa melakukan aktifitas, tampak menggunakan otot bantu nafas, posisi tidur semi
fowler.
() aktifitas ()tanpa aktifitas () menggunakan otot tambahan
Frekuensi: 28x/mnt
Irama : () teratur () tidak teratur Kedalaman:() dalam () dangkal Reflek
batuk : () ada () tidak ada Batuk:
() produktif () non produktif Sputum : () ada (√) tidak Warna:-
Konsistensi:- Bunyi napas:
() ronchi () creakles () BGA:-
C. Circulation
a. Sirkulasi perifer Nadi :87 x/menit
Irama: () teratur () tidak
Denyut: () lemah (√) kuat () tidak kuat TD: 120/80 mmHg
Ekstremitas :
12
() Hangat () Dingin Warna Kulit :
( ) cyanosis () Pucat () Kemerahan Nyeri Dada :() Ada () Tidak
Karakteristik nyeri dada :
13
( ) Ya (√ ) Tidak Keluhan sakit pinggang :
( ) Ya (√ ) Tidak BAB : 2x/hari
Diare :() Ya (√) Tidak ( ) Berdarah ( ) Berlendir ( ) Cair Bising Usus : 20 x/menit
5. Intoksikasi ( ) Makanan
( ) Gigitan Binatang ( ) Alkohol
( ) Zat kimia
( ) Obat-obatan
( ) Lain – lain : Tidak ada intoksikasi
D. Disability
Tingkat kesadaran :
(√ ) CM ( ) Apatis ( ) Somnolent ( ) Sopor ( ) Soporocoma (Coma) Pupil : (√) Isokor ( ) Miosis ( ) Anisokor (
) Midriasis ( ) Pin poin Reaksi terhadap cahaya : Pupil berreaksi terhadap cahaya
Kanan (√) Positif () Negatif Kiri (√) Positif () Negatif GCS : E :4 M:6
V :5
Jumlah : 15
6. Pengkajian Sekunder
a. Musculoskeletal / Neurosensoril (-) Spasme otot
14
(-) Vulnus
(-) Krepitasi (-) Fraktur
(-) Dislokasi
( ) Kekuatan Otot : normal
55
55
b. Integumen ( ) Vulnus : -
( ) Luka Bakar: -
c. Psikologis
Ketegangan meningkat
Fokus pada diri sendiri
Kurang pengetahuan Terapi/ Pengobatan
Mengatasi penyakit
jantung seperti
14.00
16
Digoxin 0.2 mg Oral aritmia dan gagal
jantung.
Mengatasi
Alprazolam 0,5 mg Oral 22.00
kecemasan,
serangan panic
PemeriksaanPenunjang
17
Natrium Darah 132-147 mmol/L 142 mmol/L
Kalium Darah 3.5-4.5 mmol/L 5.3 mmol/L
Ventrycular
26/05/2019 EKG - Hypertropi
27/05/2019 EKG - Ventrycular
Hypertropi
28/05/2019 EKG - Ventrycular
Hypertropi
26/05/2019 Foto Thoraks - Kardiomegali
Analisa Data
18
Problem Etiology Sign & Symptoms
Ketidakefektifan pola Keletihan Data Subyektif :
nafas Ny. M. G mengatakan merasakan lelah
Domain : 4 dan capek, sesak saat melakukan
Kelas: 4 aktifitas ringan.
Kode: 00092 Data obyektif :
Ny. M. G mengalami sesak nafas,
menggunakan otot bantu nafas, frekuensi
nafas 31x/menit, irama nafas tidak
Teratur
Intoleransi aktivitas Ketidakseimbangan Data Subyektif :
Domain 4 : suplai dan kebutuhan Ny. M. G mengatakan merasakan lelah
Aktivitas/Istirahat Oksigen dan capek
Kelas 4 : Respons Data Obyektif :
Kardiovaskular/Pulmonal ADL(activities of daily living) dibantu
Kode 00092 oleh keluarga dan perawat seperti
Toileting dan personal hygiene,
TTV;TD.120/80 MmHg, N.102x/menit,
S. 36.50C, RR. 28x/menit Hasil EKG
ventrycular hypertropy, Hasil
laboratorium HB 10.7g/dL.
19
IntervensiKeperawatan
PerencanaanKeperawatan
Diagnose Keperawatan
TujuandanKriteriaHasil Intervensi
Penurunan curah jantung berhubungan NOC : keefektifan pompa jantung (0400) Intervensi : perawatan jantung (4040)
dengan perubahan irama jantung Tujuan : pasien akan menunjukan keefektifan pompa 6) Pastikan tingkat aktifitas pasien yang
jantung tidak membahayakan curah jantung atau
Kriteria Hasil : memprovokasi serangan jantung
5) Tekanan darah sistol(040001) 7) Monitor EKG, lakukan penilaian
6) Tingkat kelelahan berkurang(040017) komperhensif pada sirkulasi
7) Pucat(040031) perifer(misalnya cek nadi perifer, edema,
8) Edema perifer(040013). warna dan suhu ekstermitas),
8) Monitor sesak nafas, kelelahan, takipneu
dan ortopneu,
9) Lakukan terapi relaksasi sebagaimana
semestinya.
Intoleransi aktivitas berhubungan NOC : toleransi terhadap aktifitas(0005) NIC : peningkatan latihan(0200)
dengan ketidakseimbangan suplai dan Tujuan : Aktifitas yang akan dibuat;
kebutuhan oksigen Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien akan 1. kaji hambatan untuk melakukan aktifitas,
menunjukan melakukan aktifitas secara mandiri dengan 2. dukung individu untuk memulai atau
20
kriteria hasil: melanjutkan latihan,
1. frekuensi nadi ketika beraktifitas(000502) 3. dampingi pasien pada saat menjadwalkan
2. kemudahan bernafas saat aktiftas, (000508) latihan secara rutin,
3. tekanan darah ketika beraktifitas(000504) 4. lakukan latihan bersama individu jika
4.temuanhasil EKG (elektrokardiogram(000506) perlu,
5. kemudahan dalam melakukan aktifitas hidup harian 5. monitor tanda-tanda vital sebelum dan
(ADL/ aktivities of daily living). (000518) setelah melakukan aktifitas.
CatatanPerkembangan
22
ketidakseimbangan 10.11 aktifitas Pasien mengatakan masih
antara suplai dan 2) Mendukung pasien merasa lelah, capek dan
kebutuhan oksigen 10.30 untuk memulai sesak saat melakukan
aktifitas aktifitas
11.15 3) Mendampingi pasien
pada saat membuat O :
jadawal -Pasien tampak beristirahat
4) Monitor tanda vital dengan posisi tidur
terlentang
- ADL masih dibantu
sepenuhnya oleh keluarga
dan perawat
- Tanda – tanda vital
setelah melakukan aktifitas
:
TD. 120/80 mmHg. N.
102x/menit. S. 36.50C.
RR. 28x/menit.
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi.
CatatanPerkembangan
Disusun oleh :
ANITA
A1C121020
CI INSTITUSI CI LAHAN
(…………………………..) (…………………………..)