Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN LENGKAP

BIOSISTEMATIKA AVERTEBRATA

MODUL I
ANNELIDA

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUH IHSAN APRIANSYAH


NIM : G 401 20 013
KELOMPOK : III (TIGA)
ASISTEN : TRY STAR GABRIEL

LABORATORIUM BIOSISTEMATIKA HEWAN DAN EVOLUSI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

NOVEMBER, 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Annelida adalah cacing yang berbentuk bilateral dengan selom dan tubuhnya
bersegmen baik bagian dalam maupun luar, Annelida merupakan hewan
triploblastik yang sudah memilki rongga tubuh sejati (hewan selomata), nama
annelida merupakan hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana.
Kebanyakan dari filum Annelida adalah dari kelas Polychaeta (banyak setae),
kelas yang lainya disebut Oligochaeta (sedikit setae) misalnya cacing tanah dan
juga kelas Hirudinae (tidak ada setae) contohnya lintah (Starr, 2012).

Filum Annelida merupakan cacing yang berbentuk cincin kecil. Cacing-cacing


yang termasuk dalam filum ini, tubuhnya bersegmen- segmen. Mereka hidup di
dalam tanah yang lembab, dalam laut, dan dalam air tawar. Pada umumnya
Annelida hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat komenrsal
pada hewan-hewan aquatic, dan ada juga yang bersifat parasit pada vertebrata.
Annelida di samping tubuhnya bersegment-segmen, juga tertutup oleh kutikula
yang merupakan hasil sekresi dari epidermis; sudah mempunyai sistem
nervosum, sistem kardiovaskula tertutup, dan sudah ada rongga badan atau celom
(Radiopoetro, 1996).

Cacing tanah merupakan salah satu kelompok hewan filum Annelida kelas
Oligochaeta dengan ciri tubuh memiliki cincicn annulus. Dimana distribusi
cacing tanah genus pheretima tersebar sangat luas di Asia Tenggara termaksud
Indonesia khususnya wilayah Sumatera bagian tengah, Seluruh wilayah Sulawesi
dan kalimantan. (Easton, 1979).

Berdasarkan uraian di atas hal yang melatarbelakangi dilaksanakannya praktikum


ini yaitu untuk mengenal karakteristik anggota filum Annelida khususnya kelas
Oligochaeta.
1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakanya praktikum ini untuk mengenal karakteristik anggota filum


Annelida khususnya kelas Oligochaeta yang penting dalam proses identifikasi
serta belajar mengidentifikasi menggunakan kunci determinasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bahasa Prancis, Anelida berasal dari kata “anneles” berarti tertata dalam
bentuk cincin, sedangkan dalam bahasa Latin yaitu “anellus” yang artinya cincin
kecil. Anelida juga sering disebut cacing gelang, karena tubuhnya bersegmen-
segmen seperti gelang (Wiwik, 2010).

Pada umumnya Annelida hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat
kommensal pada hewan-hewan aquatis, dan ada juga yang bersifat parasit pada
Vertebrata. Annelida di samping tubuhnya bersegmen- segmen, juga tertutup oleh
kutikula yang merupakan hasil sekresi dari epidermis. Filum ini sudah mempunyai
sistem nervosum, sistem cardiovascular tertutup dan sudah ada rongga badan
(celom) (Radiopoetro 1996).

Tanda-tanda karakteristik filum Annelida yaitu bilateral, simetris tubuh panjang dan
jelas bersegmen-segmen, adanya alat gerak yan berupa bulu-bulu kaku (setae) pada
tiap segmen (tidak terdapat pada beberapa bentuk), badan tertutup oleh kutikula yang
licin, dinding badan dan traktus digestivus dengan lapisan otot sirkuler dan
longitudinal, traktus digestivus lengkap, tubuler, memanjang sesuai dengan sumbu
badan, sistem kardiovaskular adalah sistem tertutup, pembuluh-pembuluh darah
membujur, respirasi dengan kulit, organ eksresi terdiri atas sepasang nephridia pada
tiap segment, sistem pusat terdiri atas sepasang ganglia cerebrales pada ujung dorsal
otak, kebanyakan bersifat hermaphrodit dan perkembangan secara langsung
(Radiopoetro, 1996).

Oligochaeta berasal dari bahasa Yunani yaitu oglio yang berarti sedikit dan chaita
yang berarti rambut panjang diberi nama demikian karena sesuai dengan karakteristik
tubuhnya yang memiliki seta yang relatif tersebar atau rambut kejur yang terbuat dari
kitin. Kelas cacing ini mencakup cacing tanah yang merupakan salah satu perwakilan
dari Anelida (Cambell dan Jane, 2008).
Oligochaeta dalam bahasa yunani yaitu oligo yang artinya sedikit, chaetae artinya
rambut kaku, maka Oligochaeta merupakan annelida berambut sedikit. Oligochaeta
terdiri atas dua sub ordo yakni Archioligochaeta memiliki jumlah seta tidak sama
setiap segmen, saluran jantan membuka pada satu segmen eksterior. Sub ordo
Neooligochaeta (seta lumbricin atau perichaetin, lubang jantan tidak teratur pada
segmen belakang saluran). Jenis cacing tanah antara lain adalah cacing tanah
Amerika (Lumbricus terrestris), cacing tanah Asia (Pheretima), cacing merah
(Tubifex), dan cacing tanah raksasa Australia (Digaster longmani) (Satheeshkumar
dkk, 2011).

Huridinae yaitu kelas yang ditubuhnya tidak memiliki seta, tentakel maupun
parapodia, bentuk tubuhnya tidak terlalu jelas dimana bagian-bagian tubuhnya
terbagi-bagi. Cacing kelas ini bersifat hemafrodit dan kebanyakan hidup di air tawar,
air laut atau ditanah yang lembab (Suhardi, 1983).

Cacing tanah merupakan organisme hidup didalam tanah yang bersifat heterotrof,
yaitu mendapatkan energi dengan cara memakan bahan organik. Cacing tanah
termaksud hewan yang tergolong kedalam hewan avertebrata (tidak bertulang
belakang). Berdasarkan klasifikasnya, cacing tanah termaksud kedalam kelas
Oligochaeta yang terbagi menjadi 12 famili (suku), dimana beberapa famili yang
terkenal yaitu Lumbriciadae, Megascolecidae, Acanthrodrilidae, dan Octochaetidae
(Maulida dan adam, 2015).

Distribusi cacing tanah sangat luas di seluruh dunia. Akan tetapi, didaerah gurun,
kutub, pegunungan dan daerah dengan sedikit tanah dan vegetasi, cacing tanah jarang
ditemukan. Beberapa spesises cacing tanah yang terdidstribusi secara luas dikenal
dengan istilah perigrin. Cacing tanah yang tersebar di seluruh dunia berjumlah sekitar
1.800 spesies. Cacing tanah yang terdapat di Indonesia tergolong ke dalam famili
Enchytraeidae, Glassocolicidae, Lumbricidae, Moniligastridae, Megascolicidae.
Meskipun memiliki sebaran yang luas di permukaan bumi ini, cacing tanah dikenal
cukup sensitif terhadap beberapa kondisi lingkungan tertentu, seperti kondisi tanah
yang terlalu basah atau terlalu kering, terlalu panas atau terlalu dingin dan terlalu
asam (Yulipriyanto dan Hieronymus, 2010).
Penyebaran cacing tanah secara aktif dapat dilihat dari adanya cacing tanah yang
hidup diberbagai lapisan tanah, baik di atas permukaan tanah (epigeic), di bawah
permukaan tanah (aneciq), maupun cacing tanah yang bergerak dari dalam tanah ke
permukaan tanah (endogeic). Adanya perubahan musim dapat menyebabkan
terjadinya migrasi cacing tanah secara masal. Cacing tanah akan pindah ke dataran
rendah pada musim dingin dan ke dataran tinggi pada musim hujan. Hal ini
merupakan cara cacing tanah untuk bertahan dalam menghadapi perubahan musim,
meskipun beberapa cacing tanah dapat mengalami kematian akibat sengatan sinar
matahari dan predator (Yulipriyanto dan Hieronymus, 2010).

Habitat cacing tanah hidup di tanah yang mengandung kelembapan yang cukup
karena ia menggunakan dinding badan yang lembap untuk pertukaran gas. Namun,
jika air hujan memenuhi lubang tanahnya, cacing tersebut akan bergerak ke
permukaan dan terus tinggal di atas hingga air terus ke bawah dan tidak langsung
dalam lubang dan tanah di sekeliling cacing tersebut (Sylvia, 1985).

Bagian luar cacing tanah tersusun oleh barisan segmen-segmen yang diperantai oleh
alur atau lekukan antar segmen yang bertepatan dengan posisi septa pembagi badan
secara internal. Segmen-segmen ini mempunyai lebar yang bervariasi dan yang
paling lebar pada zona anterior dan zona kliteler. Dalam mendeskripsiannya,
segmen- segmen dan luar antar segmen ini diberi kombinasi nomor urut dari depan
ke belakang (Hanafiah, 2010).

Alat gerak cacing tanah berupa parapodia yang digunakan untuk merangkak atau
berenang. Parapodia ini bergerak dengan adanya septa yang memungkinkan otot
sirkuler dan otot longitudinal akan berubah posisi sehingga terjadilah gerak
peristaltik (gelombang kontraksi dan relaksasi secara bergantian di sepanjang tubuh).
Sebagian spesies Anelida yang hidup di laut akan bergerak dengan cara memutar
faring (tenggorokan) untuk menembus dasar laut dan menarik tubuhnya ke dalam
pasir (Wiwik, 2010).

Saluran pencernaan makanan (saluran pencernaan) cacing tanah sudah lengkap dan
sudah terpisah dari cardiovaskular. Saluran pencernaan ini terdiri dari mulut, pharink,
esophagus, proventriculus, ventriculus, intestin, dan anus. Mulut cacing tanah
terletak di dalam rongga oris atau rongga buccale. Pharynx terdapat di dalam sigmen,
bersifat muscular dan berguna untuk menghisap partikel-partikel makanan.
Esophagus terletak di ujung pharynx  memanjang. Proventriculus merupakan bagian
ujung esophagus yang membesar, dan di bagian ini makanan di simpan, dinding
proventriculus tipis (Kastawi dan Yusuf, 2001).

Makanan cacing tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman. Cacing tanah ini
mencari makanannya di luar liang, pada saat malam hari, makanan diambil melalui
mulutnya. Makanan di dalam esophagus tercampur dengan cairan hasil sekresi
kelenjar kapur (calciferous glands) yang terdapat pada dinding esophagus itu. Cairan
ini bersifat alkalis, tetapi fungsinya yang tepat belum diketahui. Mungkin cairan ini
menetralkan makanan-makanan yang bersifat asam. Dari esophagus, makanan terus
masuk ke dalam proventriculus yang merupakan tempat penyimpanan makanan yang
bersifat sementara (Kastawi dan Yusuf, 2001).

Sistem saraf (sistem nervosum) cacing tanah, terletak di sebelah dorsal pharynx di
dalam segmen yang ke 3 dan terdiri atas ganglion cerebrale, yang tersusun atas 2
kelompok sel-sel saraf dengan comissura, berkas saraf ventralis dengn cabang-
cabangnya. Ganglion cerebrale terletak di sebelah dorsal pharynx, di dalam segmen
ke tiga. Dari tiap kelompok sel-sel tersebut terdapat: saraf-saraf yang menginnervasi
daerah mulut dan berpangkal pada ujung anterior tiap kelompok sel-sel tersebut,
cabang saraf yang menuju ke ventral dan melingkari pharynx. Saraf ini disebut
comissura circum pharyngeale, yang berhubungan dengan berkas saraf ventralis
(Kastawi dan Yusuf, 2001).

Cacing tanah merupakan hewan hemafrodit, mereka melakukan pembuahan secara


silang. Sel sperma yang dipertukarkan disimpan dalam klitelum untuk kemudian
diselubungi mukus (lendir) mebentuk kokon. Kokon dilepas dalam tanah dan
berkembang menjadi embrio yang siap menjadi individu baru. Perkembangan
vegetatifnya dengan cara fragmentasi tubuh yang diikuti dengan regenerasi. (Unaya
dan Wandi, 2012).
BAB III

METODE PRAKTIKUM

.1 Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 10 November 2021 pada pukul 09.00
WITA sampai dengan selasai, yang dilakukan di laboratorium Biosistematika
Hewan dan Evolusi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Tadulako.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan pada praktikum antara lain mikroskop digunakan


untuk mengamati bagian clitellum, tipe chaetae dan bagian famale pore.
Cawan Petri digunakan untuk mengamati spesimen yang akan diamati
dibawah mikroskop. Papan bedah digunakan untuk mengamati spesimen
yang akan diamati bagian morfologinya. Pinset digunakan untuk
mengambil spesimen yang ada dalam botol sampel. Alat tulis digunakan
untuk mencatat dan menggambar bagian-bagian yang telah diamati.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alkohol 96% yang
digunakan untuk membius cacing tanah. Cacing Tanah dari spesies
Polypheretima sp.

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu, menyiapakan semua
peralatan dan bahan yang akan digunakan seperti mikroskop, cawan petri, papan
bedah, pinset, alat tulis, cacing tanah dan alkohol. Spesimen cacing tanah yang
telah didapatkan dimasukkan kedalam botol yang telah diisi oleh alkohol 96%
untuk dibuis. Lalu diambil cacing tanah yang berada dalam botol sampel tadi
menggunakan pinset dan diletakkan didalam cawan petri atau papan bedah.
Kemudian diamati morfologinya lalu digambarkan bagian-bagiannya serta
membuat klasifikasinya. Setelah selesai melakukan praktikum bersihkan semua
peralatan dan tempat praktikum.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan yang didapatkan sebagai berikut

No Gambar Keterangan
Pengamatan Morfologi 1. Mulut (Prostomium)
2. Peristomium
3. Klitelum
4. Tuberculla Puberstatis
5. Lubang kelamin betina
(Famale pore)
6. lubang kelamin jantan
(Male pore)
1 7. segmen
8. Chatea
9. Phygidium
10. Anus

Pengamatan Anatomi Sistem 1. Mulut (Prostomium)


pencernaan 2. Faring (Pharynx)
3. Kerongkongan (Esophagus)
4. Tobolok (Crop)
5. Jantung
6. Perut
7. Usus (Intestine)
8. Sum-sum saraf
9. Segmen
2
10. Pembuluh darah dorsal
11. Metanefsidium
12. Pembuluh darah ventral
13. Lambung (Gizzard)
14. Bibir mulut
15. Sekat Selum
Pengamatan Anatomi Sistem 1. Saraf posrtomial
Saraf 2. Saraf buccal
3. Saraf peristomial
4. Saraf ke-dua disegmen
5. Saraf ke-tiga disegmen
6. Saraf ke-empat disegmen
7. Saraf disegmen
8. Tali saraf ventral
9. Segmen gangalia
10. Septa
11. Sub pharyngeal gangalia
12. Periphoryingeal
connective
3
13. Suprapharyngeal gangalia
14. Sentral gangial
15. Sensory endigns
16. Pharynx

Pengamatan Anatomi Sistem 1. Spermatecae


Reproduksi a. Doubel diverticula
b. Clavste (club shaped)
c. Multiculate
d. Dout
e. Diverticulum
f. Ampuida
2. Testis
3. Seminal vicesles
4. Ovarium
5. Oviduct
4
6. Saluran prostat
7. Kelenjar accessory
8. Kelenjar prostat
9. Prostat umum dan saluran
sperma
10. Vasa deverentia
4.2 Pembahasan

Pada pengamatan morfologi Annelida dengan menggunakan spesimen cacing


tanah terlihat bagian-bagianya yaitu mulut (prostemium) merupakan tempat
pencernaan makanan berlangsung dan penyerapan sari-sari makanan, segmen
pertaman (peristomium), rambut-rambut pendek (chaeta) dan selom bersekat
transversal dibawah yang terdapat pada tiap segmen kecuali segmen pertama
dan terakhir, alat kelamin betina (famale pores) yang berfungsi sebagai tempat
reproduksi terdapat pada clitellum atau segmen 14-16 dan alat kelamin jantan
(male pores) yang berfungsi sebagai tempat reproduksi terdapat pada segmen 18,
area penebalan (clitellum) yaitu penebalan lunak pada cacing, anus dan
pygidium. Tipe chaeta yang terlihat pada saat pengamatan mikroskop yaitu
sedikit rambut (lumbricine). Menurut Dandi et al., (2008) pada morfologi cacing
tanah clitelum terdapat pada segmen 14-16 dan alat kelamin wanita (famale
pores), pada segmen 18 terdapat alat kelamin jantan (male pores). Penelitian
tersebut sesuai dengan hasil pengamatan yang dilakukan di laboratorium dengan
spesimen (Polypheretima sp).

Pada pengamatan bagian sistem pencernaan cacing tanah. Terlihat bagian-


bagiannya, yaitu mulut atau yang disebut prostomium, faring, esophagus,
tembolok, jantung, perut, usus, sum-sum saraf, segmen, pembuluh darah dorsal,
metanefsidium, pembuluh darah ventral, gizzard, bibir mulut, sekat selum.
Makanan yang masuk ke mulut akan menuju faring, makanan dan yang
melewati faring dan masuk ke kerongkongan dan akan dibasahi oleh lendir
kemudian masuk ke tembolok sebagai penyimpanan sementara. Dari tembolok
makanan masuk empedal dan terjadi pencernaan secara mekanik. Selanjutnya
masuk ke usus untuk diserap sari-sari makanannya. Akhirnya sisa makanan
dikeluarkan melalui anus.

Pada pengamatan sistem saraf cacing tanah terlihat saraf posrtomial, saraf
buccal, saraf peristomial, saraf ke-dua disegmen, saraf ke-tiga disegmen, saraf
ke-empat disegmen, saraf disegmen, tali saraf ventral, segmen gangalia, septa,
sub pharyngeal gangalia, periphoryingeal connective, suprapharyngeal
gangalia, sentral gangial, sensory endigns, pharynx. Simpul saraf (ganglion)
terdapat di bagian anterior dan simpul saraf bagian ventral serta serabut-serabut
sarafnya. Simpul saraf bagian anterior dapat disamakan dengan otak, dari
ganglion ventral menjulur tali saraf ventral ganda sampai ujung akhir. Ganglion
mengkoordinasikan impuls sehingga bila otot longitudinal kendor, maka otak
sirkuler berkerut dan juga sebaliknya, sehingga hal ini menyebabkan pergerakan
pada cacing.

Pada pengamatan sistem reproduksi pada cacing tanah ditemukan adanya alat
kelamin jantan (male pores) dan alat kelamin betina (famale pores), hal ini
dikarenakan cacing tanah bersifat hermafrodit, dimana dalam satu tubuh
memiliki 2 alat kelamin, tetapi cacing tidak dapat membuahi dirinya sendiri
dikarenakan fase pematangan sel sperma dan sel telurnya berbeda, cacing
membutuhkan cacing lain agar dapat bereproduksi. Pada alat kelamin jantan
ditemukan adanya spermatechae yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sperma sementara, dua buah vesikula seminalis (kantung sperma), dua pasang
testis, vas deferens dan prostat gland (kelenjar prostat). Pada alat kelamin betina
ditemukan adanya sepasang ovarium dan oviduk.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan pada praktikum ini

1. Morfologi cacing tanah terdapat prostomium (mulut), peristomium (segmen


pertama), chaeta (rambut-rambut pendek), famale pores (alat kelamin betina),
male pores (alat kelamin betina), clitellum (bagian penebalan), anus dan
pygidium.
2. Sistem pencernaan cacing tanah terdapat mulut (prostomium), faring
(pharynx), kerongkongan (esophagus), tobolok (crop), jantung, perut, usus
(intestine), sum-sum saraf, segmen, pembuluh darah dorsal, metanefsidium,
pembuluh darah ventral, lambung (gizzard), bibir mulut, sekat selum.
3. Sistem saraf pada cacing tanah terdapat saraf posrtomial, saraf buccal, saraf
peristomial, saraf ke-dua disegmen, saraf ke-tiga disegmen, saraf ke-empat
disegmen, saraf disegmen, tali saraf ventral, segmen gangalia, septa, sub
pharyngeal gangalia, periphoryingeal connective, suprapharyngeal gangalia,
sentral gangial, sensory endigns, pharynx.
4. Sistem reproduksi cacing tanah terdapat spermatecae, doubel diverticula,
clavste (club shaped), multiculate, dout, diverticulum, ampuida, testis,
seminal vicesles, ovarium, oviduct, saluran prostat, kelenjar accessory,
kelenjar prostat, prostat umum dan saluran sperma, vasa deverentia.

5.2 Saran

Sebaiknya praktikan lebih teliti dalam mengamati bagian-bagian yang terdapat


dalam setip spesimen agar hasil yang didapat lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Cambell, N. A., dan Jane B. Reece. (2008). Biologi Edisi 8 Jilid 2 Jakarta: Erlangga.

Dandi W. M., Annawaty., dan Fahri. (2018). Studi Pendahuluan Cacing Tanah Genus
Polypherentima Pada Berapa Habitat Didesa Tovalo Kecamatan kasimbar,
Kabupatan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Journal of Science and
Technology. Vol 7 (2) : 226-233.

Easton, E. G. (1979). Arevision of the ‘acaecate’ earhworms of the Pheretima Group


(Megascoledidae, oligochaeta): Archipherentima, Metapheretima,
Planapheretima, Pleionogaster and Polypheretima. London.

Hanafiah, K, A. (2010). Biologi Tanah Ekologi. Jakarta: Rajawali Pres.

Kastawi., dan Yusuf. (2001). Zoologi Invertebrata. Malang: Jicaimstep.

Maulida., dan Adam, A. A. (2015). Budi Daya Cacing Tanah Unggul Ala Adam
Cacing. AgroMedia.

Radiopoetro. (1996). Zoologi . Jakarta: Erlangga.

Satheeshkumar, P., Ananthan, G., Kumar, D. S., dan Jagadeesan, L. (2011).


Annelida, Oligochaeta, Megascoleadae, Pontodrilus Litoralis (Grupe, 1985):
First Record From Pondicherry Mangroves, Southeast Coast Of India.
International Journal Of Zoological Research. Vol. 7, No. 6: 406-409.

Starr, C. (2012). Biologi Kesatuan dan Keragaman Makhluk Hidup Edisi-12 Buku 1.
Jakarta: Penerbit Salemba.

Suhardi. (1983). Evolusi Avertebrata. Jakarta: UI-Press.

Sylvia, S. M. (1985). Biologi Evolusi, Keanekaragaman dan Lingkungan Edisi ke 2.


Malaysia: Dewan Bahasa dan Pustaka Kuala Lumpur.

Unaya., dan Wandi. (2012). Zoologi Dasar. Surabaya: Jaya.

Wiwik, E. M. (2010). Mengenal Hewan Invertebrata Bekasi: Mitra Utama.

Yulipriyanto., dan Hieronymus. (2010). Biologi tanah dan strategi pengelolaannya.


Graha Ilmu.
LEMBAR ASISTENSI

Nama : Muh Ihsan Apriansyah


Stambuk : G40120013
Kelompok : III (Tiga)
Asisten : TRY STAR GABRIEL

No. Hari/Tanggal Asistensi Paraf

1. 12- November-2021 Perbaiki Lagi

2. 13-November 2021 Perbaiki

3.

Anda mungkin juga menyukai