BIOSISTEMATIKA AVERTEBRATA
MODUL I
ANNELIDA
DISUSUN OLEH :
NOVEMBER, 2021
BAB I
PENDAHULUAN
Annelida adalah cacing yang berbentuk bilateral dengan selom dan tubuhnya
bersegmen baik bagian dalam maupun luar, Annelida merupakan hewan
triploblastik yang sudah memilki rongga tubuh sejati (hewan selomata), nama
annelida merupakan hewan yang struktur tubuhnya paling sederhana.
Kebanyakan dari filum Annelida adalah dari kelas Polychaeta (banyak setae),
kelas yang lainya disebut Oligochaeta (sedikit setae) misalnya cacing tanah dan
juga kelas Hirudinae (tidak ada setae) contohnya lintah (Starr, 2012).
Cacing tanah merupakan salah satu kelompok hewan filum Annelida kelas
Oligochaeta dengan ciri tubuh memiliki cincicn annulus. Dimana distribusi
cacing tanah genus pheretima tersebar sangat luas di Asia Tenggara termaksud
Indonesia khususnya wilayah Sumatera bagian tengah, Seluruh wilayah Sulawesi
dan kalimantan. (Easton, 1979).
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bahasa Prancis, Anelida berasal dari kata “anneles” berarti tertata dalam
bentuk cincin, sedangkan dalam bahasa Latin yaitu “anellus” yang artinya cincin
kecil. Anelida juga sering disebut cacing gelang, karena tubuhnya bersegmen-
segmen seperti gelang (Wiwik, 2010).
Pada umumnya Annelida hidup bebas, ada yang hidup dalam liang, beberapa bersifat
kommensal pada hewan-hewan aquatis, dan ada juga yang bersifat parasit pada
Vertebrata. Annelida di samping tubuhnya bersegmen- segmen, juga tertutup oleh
kutikula yang merupakan hasil sekresi dari epidermis. Filum ini sudah mempunyai
sistem nervosum, sistem cardiovascular tertutup dan sudah ada rongga badan
(celom) (Radiopoetro 1996).
Tanda-tanda karakteristik filum Annelida yaitu bilateral, simetris tubuh panjang dan
jelas bersegmen-segmen, adanya alat gerak yan berupa bulu-bulu kaku (setae) pada
tiap segmen (tidak terdapat pada beberapa bentuk), badan tertutup oleh kutikula yang
licin, dinding badan dan traktus digestivus dengan lapisan otot sirkuler dan
longitudinal, traktus digestivus lengkap, tubuler, memanjang sesuai dengan sumbu
badan, sistem kardiovaskular adalah sistem tertutup, pembuluh-pembuluh darah
membujur, respirasi dengan kulit, organ eksresi terdiri atas sepasang nephridia pada
tiap segment, sistem pusat terdiri atas sepasang ganglia cerebrales pada ujung dorsal
otak, kebanyakan bersifat hermaphrodit dan perkembangan secara langsung
(Radiopoetro, 1996).
Oligochaeta berasal dari bahasa Yunani yaitu oglio yang berarti sedikit dan chaita
yang berarti rambut panjang diberi nama demikian karena sesuai dengan karakteristik
tubuhnya yang memiliki seta yang relatif tersebar atau rambut kejur yang terbuat dari
kitin. Kelas cacing ini mencakup cacing tanah yang merupakan salah satu perwakilan
dari Anelida (Cambell dan Jane, 2008).
Oligochaeta dalam bahasa yunani yaitu oligo yang artinya sedikit, chaetae artinya
rambut kaku, maka Oligochaeta merupakan annelida berambut sedikit. Oligochaeta
terdiri atas dua sub ordo yakni Archioligochaeta memiliki jumlah seta tidak sama
setiap segmen, saluran jantan membuka pada satu segmen eksterior. Sub ordo
Neooligochaeta (seta lumbricin atau perichaetin, lubang jantan tidak teratur pada
segmen belakang saluran). Jenis cacing tanah antara lain adalah cacing tanah
Amerika (Lumbricus terrestris), cacing tanah Asia (Pheretima), cacing merah
(Tubifex), dan cacing tanah raksasa Australia (Digaster longmani) (Satheeshkumar
dkk, 2011).
Huridinae yaitu kelas yang ditubuhnya tidak memiliki seta, tentakel maupun
parapodia, bentuk tubuhnya tidak terlalu jelas dimana bagian-bagian tubuhnya
terbagi-bagi. Cacing kelas ini bersifat hemafrodit dan kebanyakan hidup di air tawar,
air laut atau ditanah yang lembab (Suhardi, 1983).
Cacing tanah merupakan organisme hidup didalam tanah yang bersifat heterotrof,
yaitu mendapatkan energi dengan cara memakan bahan organik. Cacing tanah
termaksud hewan yang tergolong kedalam hewan avertebrata (tidak bertulang
belakang). Berdasarkan klasifikasnya, cacing tanah termaksud kedalam kelas
Oligochaeta yang terbagi menjadi 12 famili (suku), dimana beberapa famili yang
terkenal yaitu Lumbriciadae, Megascolecidae, Acanthrodrilidae, dan Octochaetidae
(Maulida dan adam, 2015).
Distribusi cacing tanah sangat luas di seluruh dunia. Akan tetapi, didaerah gurun,
kutub, pegunungan dan daerah dengan sedikit tanah dan vegetasi, cacing tanah jarang
ditemukan. Beberapa spesises cacing tanah yang terdidstribusi secara luas dikenal
dengan istilah perigrin. Cacing tanah yang tersebar di seluruh dunia berjumlah sekitar
1.800 spesies. Cacing tanah yang terdapat di Indonesia tergolong ke dalam famili
Enchytraeidae, Glassocolicidae, Lumbricidae, Moniligastridae, Megascolicidae.
Meskipun memiliki sebaran yang luas di permukaan bumi ini, cacing tanah dikenal
cukup sensitif terhadap beberapa kondisi lingkungan tertentu, seperti kondisi tanah
yang terlalu basah atau terlalu kering, terlalu panas atau terlalu dingin dan terlalu
asam (Yulipriyanto dan Hieronymus, 2010).
Penyebaran cacing tanah secara aktif dapat dilihat dari adanya cacing tanah yang
hidup diberbagai lapisan tanah, baik di atas permukaan tanah (epigeic), di bawah
permukaan tanah (aneciq), maupun cacing tanah yang bergerak dari dalam tanah ke
permukaan tanah (endogeic). Adanya perubahan musim dapat menyebabkan
terjadinya migrasi cacing tanah secara masal. Cacing tanah akan pindah ke dataran
rendah pada musim dingin dan ke dataran tinggi pada musim hujan. Hal ini
merupakan cara cacing tanah untuk bertahan dalam menghadapi perubahan musim,
meskipun beberapa cacing tanah dapat mengalami kematian akibat sengatan sinar
matahari dan predator (Yulipriyanto dan Hieronymus, 2010).
Habitat cacing tanah hidup di tanah yang mengandung kelembapan yang cukup
karena ia menggunakan dinding badan yang lembap untuk pertukaran gas. Namun,
jika air hujan memenuhi lubang tanahnya, cacing tersebut akan bergerak ke
permukaan dan terus tinggal di atas hingga air terus ke bawah dan tidak langsung
dalam lubang dan tanah di sekeliling cacing tersebut (Sylvia, 1985).
Bagian luar cacing tanah tersusun oleh barisan segmen-segmen yang diperantai oleh
alur atau lekukan antar segmen yang bertepatan dengan posisi septa pembagi badan
secara internal. Segmen-segmen ini mempunyai lebar yang bervariasi dan yang
paling lebar pada zona anterior dan zona kliteler. Dalam mendeskripsiannya,
segmen- segmen dan luar antar segmen ini diberi kombinasi nomor urut dari depan
ke belakang (Hanafiah, 2010).
Alat gerak cacing tanah berupa parapodia yang digunakan untuk merangkak atau
berenang. Parapodia ini bergerak dengan adanya septa yang memungkinkan otot
sirkuler dan otot longitudinal akan berubah posisi sehingga terjadilah gerak
peristaltik (gelombang kontraksi dan relaksasi secara bergantian di sepanjang tubuh).
Sebagian spesies Anelida yang hidup di laut akan bergerak dengan cara memutar
faring (tenggorokan) untuk menembus dasar laut dan menarik tubuhnya ke dalam
pasir (Wiwik, 2010).
Saluran pencernaan makanan (saluran pencernaan) cacing tanah sudah lengkap dan
sudah terpisah dari cardiovaskular. Saluran pencernaan ini terdiri dari mulut, pharink,
esophagus, proventriculus, ventriculus, intestin, dan anus. Mulut cacing tanah
terletak di dalam rongga oris atau rongga buccale. Pharynx terdapat di dalam sigmen,
bersifat muscular dan berguna untuk menghisap partikel-partikel makanan.
Esophagus terletak di ujung pharynx memanjang. Proventriculus merupakan bagian
ujung esophagus yang membesar, dan di bagian ini makanan di simpan, dinding
proventriculus tipis (Kastawi dan Yusuf, 2001).
Makanan cacing tanah terdiri atas sisa-sisa hewan dan tanaman. Cacing tanah ini
mencari makanannya di luar liang, pada saat malam hari, makanan diambil melalui
mulutnya. Makanan di dalam esophagus tercampur dengan cairan hasil sekresi
kelenjar kapur (calciferous glands) yang terdapat pada dinding esophagus itu. Cairan
ini bersifat alkalis, tetapi fungsinya yang tepat belum diketahui. Mungkin cairan ini
menetralkan makanan-makanan yang bersifat asam. Dari esophagus, makanan terus
masuk ke dalam proventriculus yang merupakan tempat penyimpanan makanan yang
bersifat sementara (Kastawi dan Yusuf, 2001).
Sistem saraf (sistem nervosum) cacing tanah, terletak di sebelah dorsal pharynx di
dalam segmen yang ke 3 dan terdiri atas ganglion cerebrale, yang tersusun atas 2
kelompok sel-sel saraf dengan comissura, berkas saraf ventralis dengn cabang-
cabangnya. Ganglion cerebrale terletak di sebelah dorsal pharynx, di dalam segmen
ke tiga. Dari tiap kelompok sel-sel tersebut terdapat: saraf-saraf yang menginnervasi
daerah mulut dan berpangkal pada ujung anterior tiap kelompok sel-sel tersebut,
cabang saraf yang menuju ke ventral dan melingkari pharynx. Saraf ini disebut
comissura circum pharyngeale, yang berhubungan dengan berkas saraf ventralis
(Kastawi dan Yusuf, 2001).
METODE PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 10 November 2021 pada pukul 09.00
WITA sampai dengan selasai, yang dilakukan di laboratorium Biosistematika
Hewan dan Evolusi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Tadulako.
3.2.1 Alat
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah alkohol 96% yang
digunakan untuk membius cacing tanah. Cacing Tanah dari spesies
Polypheretima sp.
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini yaitu, menyiapakan semua
peralatan dan bahan yang akan digunakan seperti mikroskop, cawan petri, papan
bedah, pinset, alat tulis, cacing tanah dan alkohol. Spesimen cacing tanah yang
telah didapatkan dimasukkan kedalam botol yang telah diisi oleh alkohol 96%
untuk dibuis. Lalu diambil cacing tanah yang berada dalam botol sampel tadi
menggunakan pinset dan diletakkan didalam cawan petri atau papan bedah.
Kemudian diamati morfologinya lalu digambarkan bagian-bagiannya serta
membuat klasifikasinya. Setelah selesai melakukan praktikum bersihkan semua
peralatan dan tempat praktikum.
BAB IV
.1 Hasil Pengamatan
No Gambar Keterangan
Pengamatan Morfologi 1. Mulut (Prostomium)
2. Peristomium
3. Klitelum
4. Tuberculla Puberstatis
5. Lubang kelamin betina
(Famale pore)
6. lubang kelamin jantan
(Male pore)
1 7. segmen
8. Chatea
9. Phygidium
10. Anus
Pada pengamatan sistem saraf cacing tanah terlihat saraf posrtomial, saraf
buccal, saraf peristomial, saraf ke-dua disegmen, saraf ke-tiga disegmen, saraf
ke-empat disegmen, saraf disegmen, tali saraf ventral, segmen gangalia, septa,
sub pharyngeal gangalia, periphoryingeal connective, suprapharyngeal
gangalia, sentral gangial, sensory endigns, pharynx. Simpul saraf (ganglion)
terdapat di bagian anterior dan simpul saraf bagian ventral serta serabut-serabut
sarafnya. Simpul saraf bagian anterior dapat disamakan dengan otak, dari
ganglion ventral menjulur tali saraf ventral ganda sampai ujung akhir. Ganglion
mengkoordinasikan impuls sehingga bila otot longitudinal kendor, maka otak
sirkuler berkerut dan juga sebaliknya, sehingga hal ini menyebabkan pergerakan
pada cacing.
Pada pengamatan sistem reproduksi pada cacing tanah ditemukan adanya alat
kelamin jantan (male pores) dan alat kelamin betina (famale pores), hal ini
dikarenakan cacing tanah bersifat hermafrodit, dimana dalam satu tubuh
memiliki 2 alat kelamin, tetapi cacing tidak dapat membuahi dirinya sendiri
dikarenakan fase pematangan sel sperma dan sel telurnya berbeda, cacing
membutuhkan cacing lain agar dapat bereproduksi. Pada alat kelamin jantan
ditemukan adanya spermatechae yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sperma sementara, dua buah vesikula seminalis (kantung sperma), dua pasang
testis, vas deferens dan prostat gland (kelenjar prostat). Pada alat kelamin betina
ditemukan adanya sepasang ovarium dan oviduk.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Cambell, N. A., dan Jane B. Reece. (2008). Biologi Edisi 8 Jilid 2 Jakarta: Erlangga.
Dandi W. M., Annawaty., dan Fahri. (2018). Studi Pendahuluan Cacing Tanah Genus
Polypherentima Pada Berapa Habitat Didesa Tovalo Kecamatan kasimbar,
Kabupatan Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Journal of Science and
Technology. Vol 7 (2) : 226-233.
Maulida., dan Adam, A. A. (2015). Budi Daya Cacing Tanah Unggul Ala Adam
Cacing. AgroMedia.
Starr, C. (2012). Biologi Kesatuan dan Keragaman Makhluk Hidup Edisi-12 Buku 1.
Jakarta: Penerbit Salemba.
3.