Anda di halaman 1dari 14

Big Five Personality dan Happiness Pada Mahasiswa Papua

Rahmawaty Parman
Magister Sains Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
rahmawaty_parman@yahoo.com

Abstrak

Kebahagiaan (Happiness) merupakan hal yang penting bagi individu karena berkaitan
dengan kesejahteraan psikologis individu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara kepribadian dengan kebahagiaan. Kepribadian yang
dimaksud dalam hal ini adalah Big Five Personality. Peneliti menggunakan skala Big Five
Inventory (BFI) dan skala Happiness dalam proses pengumpulan data guna menjawab
hipotesis penelitian. Subjek penelitian adalah mahasiswa yang berasal dari daerah Papua
dengan jumlah sampel 35 orang. Pengolahan data menggunakan bantuan Program IBM
SPSS 20 dengan tekhnik analisis data Regresi Linier Berganda (Multyple Regression). Hasil
penelitian menunjukkan adanya hubungan positif dimensi kepribadian Conscientiousness,
Extraversion, dan Agreeableness dengan Happiness terkecuali variabel Openess to
Experience. Artinya apabila subjek memiliki kecenderungan yang tinggi pada ketiga
dimensi kepribadian tersebut maka tingkat Happiness pun akan semakin tinggi. Sementara
itu terdapat hubungan yang negatif antara variabel Neuroticisme dengan Happiness.
Artinya apabila tingkat Neuroticismenya rendah, maka Happinessnya akan semakin tinggi.
Adapun pada uji pengaruh (uji t dan uji F) ditemukan bahwa dimensi kepribadian
Conscientiousness dan Agreeableness merupakan variabel yang memenuhi syarat menjadi
prediktor dari Happiness.

Kata Kunci : Big Five Personality, Happiness, Papua

Pendahuluan

Kebahagiaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan manusia karena akan mempengaruhi
aspek kesehatan, kemampuan berpikir, prestasi kerja, dan lain-lain sehingga berujung pada
kepuasan hidup individu tersebut. Berbagai penelitian tentang indeks kebahagiaan mengaitkan
kebahagiaan sebagai bagian dari kesejahteraan subyektif dengan komponen kepuasan hidup dan
emosi positif. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah melansir survei indeks kebahagiaan dunia
untuk 2016 pada 157 negara di dunia. Menarik untuk di ketahui bahwa posisi kebahagiaan orang
Indonesia tahun 2016 menurun lima peringkat dibanding survei 2015, yaitu berada di urutan 79
dunia dengan indeks kebahagiaan Sebesar 68,28 pada Skala 0-100. Posisi kebahagiaan penduduk
Indonesia tersebut lebih rendah dibanding Singapura (22), Thailand (33) atau Malaysia (49). Bahkan
lebih rendah dari negara yang terkoyak perang saudara seperti Somalia (76). Berdasarkan informasi
terakhir dari Badan Pusat Statistik Indonesia pada tahun 2014, provinsi dengan tingkat kebahagiaan
terendah adalah Papua dengan indeks kebahagiaan 60,97% pada skala 0-100. Kebahagiaan ini
dirumuskan berdasarkan sepuluh aspek kehidupan yakni pekerjaan, pendapatan rumah tangga,
kondisi rumah dan aset, pendidikan, kesehatan, keharmonisan keluarga, hubungan sosial,
ketersediaan waktu luang, keadaan lingkungan dan kondisi keamanan. Rendahnya tingkat
kebahagiaan orang Papua bisa jadi disebabkan karena rendahnya tingkat kepuasan hidup, pada
masyarakat Papua. Padahal apabila dilihat dilihat lebih dalam, Papua memiliki tiga modal utama
yang seharusnya dapat dijadikan faktor dasar kesejahteraan, yaitu Sumber Daya Alam yang
melimpah, kawasan ekosistem yang luas dan kaya, serta jumlah penduduk yang relatif sedikit yakni
sekitar empat juta jiwa. Ditambah lagi dengan sokongan dana dari pemerintah pusat. Namun hal ini
tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan kehidupan masyarakat Papua, persentasi kemiskinan
Papua masih diatas 20% jauh diatas rata-rata nasional. Usia harapan hidup, lama pendidikan, dan
kondisi kesehatan penduduk asli dapat dikatakan jauh lebih rendah dibandingkan pendatang. Hal-hal
inilah yang kemudiaan berdampak pada kebahagiaan orang-orang Papua.

Walapun kebahagiaan dapat mempengaruhi kesejahteraan dan kepuasan hidup masyarakat Papua,
penting pula untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi kebahagiaan. Salah satu faktor yang
diduga mempengaruhi kebahagiaan adalah faktor kepribadian individu. Kirkpatrick (2015)
menjelaskan adanya hubungan antara kepribadian dan happiness. Penelitian ini di dukung dengan
temuan Gadheri & Gadheri (2012) yang melaporkan bahwa kebahagiaan dipengaruhi oleh faktor
kepribadian. Dalam penelitian ini dimensi kepribadian agreebleness, conscientiousness , extraversion
dan openness to experience memprediksi tingkat kebahagiaan individu terkecuali neuroticism.

Costa dan McCrae (1989) melaporkan bahwa individu yang memiliki tingkat ekstroversi tinggi
cenderung untuk mengalami emosi yang lebih positif. Selanjutnya Cloninger (2013) menemukan
bahwa orang dengan tingkat ekstraversi yang tinggi akan cenderung lebih bahagia. Di sisi lain,
tingkat tinggi neurotisme berhubungan negatif dengan kebahagiaan, karena neurotisme
menjelaskan kecenderungan seseorang untuk mengalami emosi negatif seperti depresi dan
ketidakstabilan emosional (McCrae & Costa, 1989). Cloninger (2013) melaporkan bahwa individu
dengan neurotisisme yang rendah tidak hanya bahagia, tapi juga memiliki kepuasan hidup lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat neurotisme yang tinggi. Kesejahteran
subjektif sebagai imbas dari Happiness juga telah menjelaskan keterkaitan dari dimensi kepribadian.
Studi longitudinal yang dilakukan oleh Soto (2015) menjelaskan bahwa tingkat Extraversion,
Agreeableness, dan Conscientiousness yang tinggi mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif
yang tinggi, terkecuali neuroticism. Selain itu ciri-ciri kepribadian dan aspek kesejahteraan saling
mempengaruhi satu sama lainnya secara timbal balik dari waktu ke waktu.

Berdasarkan hal ini maka dipandang perlu untuk mengetahui hubungan kepribadian dengan
kebahagiaan pada masyarakat Papua. Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui dimensi
kepribadian yang mempengaruhi kebahagiaan sehingga dari hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangan informasi bagi perkembangan ilmu psikologi dan memberikan sumbangsi praktis pada
peningkatan kebahagiaan masyarakat Papua.

Big Five Personality

Big five personality pertama kali di perkenalkan oleh Lewis R. Goldberg pada tahun 1981. Salah satu
tokoh yang mengembangkan teori big five adalah allport dengan penelitian yang bergantung pada
hipotesis lexial. Istilah untuk trait-deskriptip dari allport digunakan sebagai awal analisis stuktur
kepribadian oleh Raymond cattel, oleh karna itulah Goldberg menyataka bahwa Cattell merupakan
bapak intelektual dari teori big five personality. Trait yang di kemukaan oleh allport dan cettel
mempunyai sudut pandang dan daftar sifat-sifat kepribadian yang berbeda dan bervariasi dari segi
penggunaan faktor analisis, jumlah dan juga dimensi alami trait. Perbedaan ini tidak mencerminkan
kelemahan kedua metode ini namun mereka memilih cara teori sendiri untuk mengukur
kepribadian. Karena adanya perbedaan tersebut membuat pemakaian trait-trat tersebut menjadi
membingungkan peneliti kepribadian kontenporer telah menyatakan ketidakpuasan dengan teori
ini. padahal seperti yang telah kita ketahui manusia memiliki keunikannya masing-masing. karena
adanya keunikan inilah yang mendorong para peneliti untuk menemukan perubahan agar mereka
dapat memiliki pemahaman yang sama tentang trait. Semua peneliti trait menyetujui bahwa
perbedaan individu di kelompokkan kedalam 5 trait besar yang kini lebih di kenal dengan “Big Five
Personality” yang kemudian di singkat dengan nama OCEAN. Opennes to experience (O) atau
Keterbukaan atas pengalaman, Conscientiousness (C) atau Ketelitian, Extraversion (E) atau
Ekstraversi, Agreeableness (A) atau Kesepakatan, dan Neuroticism (N) atau Neuroticism.

Happiness

Berdasarkan beberapa tinjauan literatur diperoleh kesimpulan mengenai definisi dari Happines
(Kebahagiaan). Kebahagiaan diartikan sebagai hasil penilaian diri terhadap kepuasan hidup yang
ditandai dengan munculnya emosi positif disebagian besar waktu serta adanya keseimbangan dalam
menjalankan hidup, yang ditentukan oleh empat macam aspek yakni material, intelektual, emosional
dan spiritual. Setiap individu menjadi penilai utama mengenai kebahagiaan yang mereka rasakan,
karena mereka merupakan pihak yang terlibat langsung dalam proses pencapaian kebahagiaan
dalam hidupnya, sehingga ketika mereka telah merasakan kebahagiaan tersebut maka merekalah
yang dapat menilai dan mendeskrisikan secara tepat.

Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai kebahagiaan menghubungkan kebahagiaan dengan


faktor yang mempengaruhinya. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan kepribadian
dengan kebahagiaan. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Nayak (2015) bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada kebahagiaan yang didasarkan pada ciri-ciri kepribadian.
Furnhamm & Brewin (1990) juga meneliti hubungan kepribadian dan kebahagiaan, hasil dari studi
tersebut terdapat korelasi positif untuk skor kebahagiaan dengan individu berkepribadian
estraversion, dan korelasi negatif untuk skor kebahagiaan pada individu yang Neuroticism.
Mendukung hasil temua tersebut Kirkpatrick & Wanic (2015) menunjukkan adanya hubungan
kepribadian dengan kebahagiaan. Selain faktor kepribadian, masih terdapat pula beberapa faktor
lain yang mempengaruhi. Namun penelitian ini akan fokus pada pengujian terhadap variabel
kepribadian dalam memprediksi kebahagiaan individu.
Berdasarkan rumusan latar belakang diatas maka dirumuskan kerangka berpikir sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Opennes to Experience

H1
Conscentiousness
H2

Extraversion Happiness
H3

H4
Agreeableness
Hipotesis

Berdasarkan latar belakang teoritis diatas maka


H5
dirumuskan Hypotesis sebagai berikut :
Neuroticisme
H1 : Ada hubungan antara dimensi kepribadian Opennes to Experience dengan Happiness

H2: Ada hubungan antara dimensi kepribadian Conscentiousness dengan Happiness

H3 : Ada hubungan antara dimensi kepribadian Extraversion dengan Happiness

H4 : Ada hubungan antara dimensi kepribadian Agreeableness dengan Happiness

H5 : Ada hubungan antara dimensi kepribadian Neuroticisme dengan Happiness

Metodologi

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelational. Dalam hal ini variabel independent
adalah Kepribadian dan Happiness sebagai variabel dependent. Untuk memperjelas gambaran
penelitian maka langkah-langkah yang dilakukan terdiri dari Menetapkan permasalahan sebagai
indikasi dari fenomena penelitian, Mengidentifikasi permasalahan, Menetapkan rumusan masalah,
Menetapkan tujuan, Menetapkan hipotesis, Menetapkan konsep variabel sekaligus pengukuran
variabel yang digunakan, Menetapkan sumber data, tekhnik penentuan sampel, dan tekhnik
pengumpulan data. melakukan analisis data, Menyusun laporan hasil penelitian, dan
Mempublikasikan hasil penelitian.

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Papua yang sedang menempuh studi di Malang
berjumlah 35 orang. Tekhnik pengambilan sampel menggunakan tekhnik Cluster random sampling.

Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini Big Five Inventory (BFI) yang telah diadaptasi budaya
dan bahasa oleh Neila Ramdhani (2012) dengan reliabilitas yang cukup baik, yaitu antara
extraversion (0,73), agree-ableness (0,76), conscientiousness (0,78), neu-roticism (0,74), dan
openness (0,79). Skala Happiness berdasarkan uji vailiditas dan reliabilitas yang dilakukan diperoleh
index validitas 0,307-0,708. Adapun nilai reliabilitas skala sebesar Cronbach’s Alpha = 0,873.
Berdasarkan nilai validitas dan reliabilitas tersebut maka intrument penelitian tersebut layak untuk
digunakan dalam proses pengumpulan data guna menguji hipotesi penelitian yang diajukan.

Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelelitian maka analasis data yang digunakan adalah analisis korelational
dengan tekhnik analisis data Multyple Regression (Regresi Linier Berganda) dengan metode
Stepwise. Analisis ini dianggap sesuai karena untuk menguji hubungan kedua variabel dan karena
melibatkan lebih dari dua variabel independen di dalam penelitian.

Hasil

Deskripsi Subjek

Sebelum melakukan uji hipotesis dengan regresi linier berganda, terlebih dahulu dilakukan
serangkaian prosedur berupa analisis distribusi frekuensi dan tabulasi silang untuk mengetahui
gambaran subjek penelitian pada dimensi kepribadian, happines, kelompok usia dan jenis kelamin
subjek. Berikut ini deskripsi subjek yang diringkas dalam beberapa tabel.

Tabel 1. Deskripsi Subjek

Kategori Frekuensi Persentase


Jenis Kelamin
Laki-laki 21 60 %
Perempuan 14 40 %
Total 35 100 %
Usia
17-21th (LateAdolescene) 21 60%
21-40th (Early Adulthood) 14 40%
Total 35 100%
Data penelitian ini diambil dari 35 subjek (n=35) dengan laki-laki n=21 dan perempuan
n=14.Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa 21 orang tergolong pada remaja akhir dan 14
orang tergolong pada dewasa awal.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel Big Five Personality dan Variabel Happiness
Kategori Frekuensi Persentase
Big Five Personality
Oppeness to Experience
Tinggi 13 23,2%
Rendah 22 39,3%
Conscientouines
Tinggi 18 32,1%
Rendah 17 30,4%
Extraversion
Tinggi 18 32,1%
Rendah 17 30,4%
Agreeableness
Tinggi 19 33,9%
Rendah 16 28,6%
Neuroticisme
Tinggi 18 32,1%
Rendah 17 30,4%
Total 35 100 %
Happiness
Tinggi 15 42,9%
Rendah 20 57,1%
Total 35 100%

Berdasarkan tabel distribusi diatas diperoleh bahwa subjek dengan tingkat kebahagiaan tertinggi
sebanyak 15 orang atau sebesar 42,9%, sementara subjek yang memiliki tingkat kebahagiaan rendah
sebanyak 20 orang atau sebesar 57,1%. Melalui data ini dapat disimpulkan bahwa dari 35 subjek
penelitiaan lebih banyak yang memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah (57,15). Adapun
berdasarkan tabel distribusi frekuensi dimensi kepribadian diperoleh bahwa terdapat 23,2% subjek
yang memiliki tingkat Openess to experience yang tinggi sementara 39,3% lainnya memiliki tingkat
yang lebih rendah dari Openess to experience. Sementara 32,1% memiliki tingkat yang tinggi pada
Conscientouines, Extraversion, dan Neuroticisme dan 30,4% lainnya memiliki tingkat yang
rendah pada ketiga dimensi kepribadian tersebut. Selanjutnya 33,9% subjek memiliki tingkat
Agreeblenes yang tinggi dan 28,6% memiliki tingkat Agreebleness yang rendah.

Tabel 3. Hasil Uji Tabulasi Silang Big Five Personality, Jenis Kelamin, dan Kelompok Usia dengan
Happiness .

Happiness
BFI Total
Tinggi Rendah
Oppeness to Experience      
Tinggi 8 (22,9%) 5 (14,3%) 13 (37,2%)
Rendah 7 (20,0%) 15 (42,9%) 22 (62,9%)
Conscientouines    
Tinggi 9 (25,7%) 9 (25,7%) 18 (51,4%)
Rendah 6 (17,1%) 11 (34,4%) 17 (51.5%)
Extraversion      
Tinggi 12 (34,3%) 6 (17,1%) 18(51,4%)
Rendah 3 (8,6%) 14(40,0%) 17(48,6%)
Agreeableness      
Tinggi 11 (31,4%) 8(22,9%) 19 (54,3%)
Rendah 4 (11,4%) 12(34,3%) 16 (45,7%)
Neuroticisme      
Tinggi 5 (14,3%) 13 (37,1%) 18 (40%)
Rendah 10 (28,6%) 7 (20,0%) 17 (48,6%)
Kelompok Usia      
Remaja Akhir 10 (28,6%) 11 (31,4%) 21 (60%)
Dewasa Awal 5 (14,3%) 9(25,7%) 14 (40%)
Jenis Kelamin      
Laki-laki 7 (20,0%) 14 (40,0%) 21 (60%)
Perempuan 8 (22,9%) 6 (17,1%) 14 (40%)
Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut dapat disimpulkan bahwa subjek dengan tingkat yang
tinggi pada dimensi kepribadian Openess to experience,Conscientouines, Extraversion, dan
Agreeblenes, memiliki tingkat Happiness yang tinggi. Sementara subjek dengan tingkat yang tinggi
pada dimensi kepribadian Neuroticisme, memiliki tingkat yang rendah pada Happiness.

Selanjutnya diketahui berdasarkan kelompok usia, dari 21 orang remaja akhir yang memiliki tingkat
kebahagian yang lebih tinggi sebesar 28,6% (n=10), sementara remaja akhir yang memiliki tingkat
kebahagian yang rendah sebesar 31,4% (n=11). Dari 14 orang subjek dewasa awal 5 orang (14,3%)
memiliki Happiness yang tinggi, sementara 9 orang (25,7%) memiliki tingkat yang rendah pada
Happiness. Berdasarkan kelompok usia tersebut, dapat disimpulkan bahwa kedua-duanya memiliki
tingkat Happiness yang rendah sebesar 57,1%.

Adapun berdasarkan jenis kelamin, subjek perempuan memiliki tingkah Happiness yang tinggi
sebesar 22,9%, sementara laki-laki sebesar 20,0%. Sisanya 57,1% dari subjek laki-laki dan perempuan
memiliki tingkat yang rendah pada Happiness, data tersebut didominasi oleh laki-laki dengan tingkat
rendah pada Happiness sebesar 40,0%.

Uji Hipotesis

Setelah mengetahui gambaran atau deskripsi mengenai subjek penelitian, selanjutnya dilakukan uji
hipotesis dengan menggunakan tekhnik analisis regresi berganda. Sebelum melakukan analisis
regresi, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dengan hasil sebagai berikut :

Tabel.4 Uji Normalitas

Variabel Kolmogorov-Smirnov Z Keterangan


Happiness 0,651 > 0,05 Berdistribusi Normal
Oppeness to Experience 0,991 > 0,05 Berdistribusi Normal
Conscentiousness 0,612 > 0,05 Berdistribusi Normal
Extraversion 0,853 > 0,05 Berdistribusi Normal
Agreebleness 0,838 > 0,05 Berdistribusi Normal
Neurotocisme 0,874 >0,05 Berdistribusi Normal
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa data dari kedua variabel penelitian berdistribusi
normal dan selanjutnya dapat dilakukan uji regresi berganda.

Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan dan pengaruh antara variabel X dan Y. Oleh
karena itu, dalam pengujian ini dapat dilihat bahwa nilai korelasi antara variabel Openness to
Experience dengan Happiness diperoleh nilai r = 0,147 dengan probabilitas =0,199 > 0,05 artinya
tidak ada hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian Openness to Experience dengan
Happiness. Selanjutnya matriks korelasi antara variabel Conscientiousness dengan Happiness
memperoleh nilai r=0,557 dengan probalititas = 0,000 < 0,05 artinya bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara dimensi kepribadian Conscientiousness dengan Happiness. Nilai korelasi antara
variabel Extraversion dengan Happiness diperoleh r=0,542 dengan probabilitas =0,000<0,05 artinya
ada hubungan yang sginifikan antara dimensi kepribadian Extraversion dengan Happiness. Adapun
korelasi antara variabel Agreeableness dengan Happiness memperoleh nilai r=0,543 dengan
probabilitas =0,000<0,05 artinya ada hubungan yang signifikan antara dimensi kerpibadian
Agreeableness dengan Happiness. Selanjutnya korelasi antara variabel Neuroticisme dengan
Happiness menunjukkan nilai r=-0,542 dengan probabilitas =0,000<0,05 yang artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian Neuroticisme dengan Happiness. Hubungan
antara dua variabel tersebut menunjukkan arah negatif artinya semakin rendah tingkat Neuroticisme
individu maka semakin tinggi tingkat Happiness dari individu tersebut.

Selanjutnya untuk melihat besarnya pengaruh antar variabel X dan Y melalui uji regresi berganda,
penelitian ini menggunakan methode stepwise dalam uji regresi. Metode ini akan secara otomatis
memasukkan variabel yang diikutsertakan dalam model regresi yang akan diuji dan mengeluarkan
variabel yang tidak diikutsertakan didalam model regresi berdasarkan syarat terpenuhinya
signifikansi. Variabel yang masuk kedalam model regresi dikatakan memenuhi syarat menjadi
variabel prediktor dari variabel Y. Dalam model regresi ini, variabel yang memenuhi syarat untuk
menjadi prediktor dari variabel Happiness adalah variabel Conscientiousness dan Agreeableness.
Sehingga dapat dilihat besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y berdasarkan pada model
(1) diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2) = 0,310. Hal ini mengandung pengertian bahwa
besarnya pengaruh variabel Conscientiousness (X) terhadap variabel Happiness (Y) sebesar 31,0%.
Adapun pada model (2) diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2) = 0,432. Artinya, besarnya
pengaruh variabel Conscientiousness dan Agreeableness terhadap variabel Happiness sebesar 43,2%.
Sementara besar pengaruh Agreeableness terhadap variabel Happiness sebesar 12,2% (43,2%-
31,0%).
Langkah selanjutnya adalah melakukan uji F (Uji Simultan) untuk melihat apakah variabel X secara
bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel Y. Mengetahui hasil uji F dengan cara
membandingkan nilai Fhitung hasil analisis regresi dengan nila Ftabel pada taraf nyata α = 0,05.
Berdasarkan hasil analisis pada model (1) diperoleh nilai Fhitung sebesar 14,861. Nilai ini lebih besar
dari pada nilai Ftabel (14,861>2,545) dengan nilai signifikansi α = 0,001 < 0,05. Pada model (2)
diperoleh nilai Fhitung sebesar 12,168. Nilai ini lebih besar dari pada nilai Ftabel (12,168>2,545)
dengan nilai signifikansi α = 0,000 < 0,05. Hal berarti Conscientiousness dan Agreeableness secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap Happiness. Sehingga dapat dikatakan variabel
Conscientiousness dan Agreeableness dapat digunakan untuk memprediksi variabel Happiness.
Adapun untuk mengatahui pengaruh secara parsial variabel X terhadap variabel Y, dilakukan uji t (Uji
Parsial). Berdasarkan hasil analisis regresi, pada model (1) varibel Conscientiousness diperoleh nilai
thitung sebesar 3,855. dengan signifikansi sebesar 0,001. Karena |thitung| > ttabel (3,855 > 2,045)
atau sig. t < 0,05 (0,001 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial Conscientiousness
berpengaruh terhadap Happiness. Pada model (2) varibel Agreeableness diperoleh nilai thitung
sebesar 2,616. dengan signifikansi sebesar 0,013. Karena |thitung| > ttabel (2,616 > 2,045) atau sig. t
< 0,05 (0,013 < 0,05), maka dapat disimpulkan bahwa secara parsial variabel Agreeableness
berpengaruh terhadap Happiness.

Dari gambaran keseluruhan hasil penelitian, variabel Openess to Experience baik pada uji korelasi
maupun uji pengaruh (uji F dan uji t) tidak signifikan terhadap variabel Y. Walaupun Variabel
Extraversion dan Neuroticisme pada model (1) memiliki signifikansi <0,05 dan memiliki korelasi pada
uji korelasi yang dilakukan sebelumnya, namun tidak signifikan pada pengujian model (2) sehingga
tidak diikutsertakan untuk memprediksi Happiness. Untuk pengambilan keputusan terhadap hasil uji
hipotesis berdasarkan analisis tersebut, maka disimpulkan bahwa H1 pada penelitian ini ditolak,
sementara H2, H3, H4 dan H5 diterima.

Pembahasan

Hasil temuan menunjukkan adanya hubungan positif antara varibel Conscientiousness, Extraversion,
dan Agreeableness dengan Happiness terkecuali variabel Openess to Experience. artinya apabila
subjek memiliki kecenderungan yang tinggi pada ketiga dimensi kepribadian tersebut maka tingkat
Happiness pun akan semakin tinggi. Sementara itu terdapat hubungan yang negatif antara variabel
Neuroticisme dengan Happiness. Artinya apabila Neuroticismenya rendah, maka Happinessnya akan
semakin tinggi. Hal ini didukung oleh uji tabulasi silang antara variabel Big Five Personality dan
Happiness. Tingkat yang tinggi pada dimensi kepribadian Conscientiousness, Extraversion,
Agreeableness, maka Happiness pun akan tinggi. Sementara tingkat yang tinggi pada Neuroticisme,
akan berdampak pada rendahnya Happiness, demikian pula sebaliknya. Temuan ini sejalan dengan
penelitian Demir & Weitemkamp (2007) yang menemukan bahwa dimensi kepribadian Big Five
Personality yakni Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticisme terkecuali
Opennes to Experience berkorelasi dengan Happiness. Mendukung hasil temuan ini Wilkinson &
Walford (2001) juga menemukan bahwa Opennes to Experience tidak berhubungan dengan
Happiness.

Hasil uji regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa Conscientiousness dan Agreeableness
memperoleh hasil yang signifikan untuk memprediksi dapat Happiness. Hal ini sejalan dengan
penelitian McCrae & Costa (1989), Hayes & Joseph (2003), Gerausi et al (2006), dan Abedi et al
(2006). Keramahan (Agreeableness ) memiliki komponen lingkungan yang kuat, dibandingkan
dengan faktor kepribadian lainnya. Ini memfasilitasi pengalaman positif dalam situasi sosial dan
hasilnya akan meningkatkan kebahagiaan. Sementara itu dimensi Kesadaran (Conscientiousness)
memiliki korelasi yang signifikan dengan kebahagiaan. Kesadaran (Conscientiousness) didefinisikan
sebagai kemampuan untuk mengontrol impuls dengan cara yang dapat diterima secara sosial.Oleh
karena itu, memfasilitasi tugas berbasis dan berorientasi pada tujuan perilaku. Kesadaran
melibatkan berpikir sebelum bertindak, menunda dorongan, menaati norma dan mengatur dan
memprioritaskan tugas-tugas sehingga memungkinkan individu tersebut untuk lebih merasa bahagia
(Bakhshipour, Panahiyan, Hasanzadeh Tamaddoni ; 2014)

Berdasarkan data yang diperoleh 39,3% (22 orang dari 35 orang) subjek memiliki tingkat Opennes to
Experience yang rendah. Angka ini adalah yang tertinggi diantara angka dari dimensi kepribadian
lainnya. Dimensi kepribadian Opennes to Experience ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan
dengan variabel Happiness. Jika dikaji dari data yang ada, dapat dikatakan bahwa efek dari
Happiness tidak memberikan perbedaan pada sampel penelitian yang ada. Data yang diperoleh
justru menjadi tidak seimbang, dari 22 subjek yang Opennes to Experience rendah, 15 orang
diantaranya memiliki Happiness tinggi, sementara dari 13 orang yang memiliki Opennes to
Experience yang tinggi 20 diantaranya memiliki Happiness yang rendah. Hal inilah yang menjadikan
Opennes to Experience tidak signifikan dengan variabel Happiness. Jika dilihat dari gambaran
kepribadian orang Papua, masyarakat Papua walaupun tergolong masyarakat yang ramah, namun
dalam hal keterbukaan justru memiliki sifat terbuka bersyarat. Artinya mereka akan cenderung
terbuka apabila mengetahui secara jelas apa yang menjadi maksud dan tujuan dari orang-orang
diluar dirinya yang ingin mengetahui kehidupan masyarakat Papua (Setiawan, 2012). Hal inilah yang
kemungkinan menyebabkan data yang diperoleh mengenai variabel Opennes to Experience menjadi
tidak signifikan karena kecenderungan bias pada jawaban subjek penelitian.
Hasil temuan juga menunjukkan adanya tingkat yang rendah pada kebahagiaan kelompok usia
remaja akhir dan dewasa awal (57,1%). Hal ini memiliki kesamaan dengan data terakhir dari Badan
Pusat Statistik Indonesia Provinsi Papua (2014) bahwa penduduk usia muda (17-24thn) memiliki
indeks kebahagiaan paling rendah (56,20) diikuti oleh kelompok usia 25-40thn pada tingkat terendah
diposisi kedua. Hal ini sejalan dengan temuan yang menunjukkan bahwa umumnya orang tua lebih
bahagia dari yang lebih muda, sehingga usia menjadi faktor besar dalam mengukur kebahagiaan
(Urry & Gross, 2010). Masa remaja akhir dan dewasa awal merupakan masa-masa transisi dalam
tahpa perkembangan hidup manusia. Kondisi psikologis dari hal ini akan berdampak pada
kebahagiaan individu. Diantaranya adalah proses pencapaian dan pembentukan kemandirian
individu. Hasil yang rendah pada aspek Happiness menunjukkan adanya ketidakstabilan kondisi
emosi pada tahap perkembangan ini. Proses pencarian dan pembentukan identitas indvidu juga
terjada pada tahap-tahap ini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi inilah yang menjadikan
indvidu ditahap perkembangan ini memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah.

Adapun berdasarkan perbedaan jenis kelamin, hasil temuan diperoleh 57,1% dari subjek laki-laki dan
perempuan memiliki tingkat yang rendah pada Happiness, data tersebut didominasi oleh laki-laki
dengan tingkat rendah pada Happiness sebesar 40,0%. Sejalan dengan hasil temuan tersebut, data
dari Badan Pusat Statistik provinsi Papua juga menunjukkan bahwa laki-laki memiliki tingkat
kebahagiaan rendah (59,58%) dibandingkan perempuan (65,10%). Namun apabila dibedakan dari
segi gender, dapat dikatakan bahwa perempuan lebih bahagia dari laki-laki. Hal ini dikarenakan pada
kehidupan awal (diusia muda), wanita lebih mungkin dibandingkan pria untuk memenuhi tujuan
mereka (Tujuan material dan aspirasi kehidupan keluarga), sehingga meningkatkan kepuasan hidup
mereka dan secara keseluruhan termasuk kebahagiaan. Namun, di kemudian hari pria dapat
memenuhi tujuan mereka, , keluarga dan situasi keuangan, sehingga lebih puas dengan kehidupan
mereka yang akhirnya kebahagiaan mereka secara keseluruhan melampaui dari perempuan (Urry &
Gross, 2010).

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif antara
varibel Conscientiousness, Extraversion, dan Agreeableness dengan Happiness terkecuali variabel
Openess to Experience. Artinya apabila subjek memiliki kecenderungan yang tinggi pada ketiga
dimensi kepribadian tersebut maka tingkat Happiness pun akan semakin tinggi. Sementara itu
terdapat hubungan yang negatif antara variabel Neuroticisme dengan Happiness. Artinya apabila
Neuroticismenya rendah, maka Happinessnya akan semakin tinggi. Hal ini didukung oleh uji tabulasi
silang antara variabel Big Five Personality dan Happiness. Tingkat yang tinggi pada dimensi
kepribadian Conscientiousness, Extraversion, Agreeableness, maka Happiness pun akan tinggi.
Sementara tingkat yang tinggi pada Neuroticisme, akan berdampak pada rendahnya Happiness,
demikian pula sebaliknya. Hasil uji regresi yang dilakukan menunjukkan bahwa Conscientiousness
dan Agreeableness memperoleh hasil yang signifikan untuk dapat memprediksi Happiness. Hasil
temuan lainnya menunjukkan adanya tingkat yang rendah pada kebahagiaan kelompok usia remaja
akhir dan dewasa awal (57,1%). Adapun berdasarkan perbedaan jenis kelamin, hasil temuan
diperoleh 57,1% dari subjek laki-laki dan perempuan memiliki tingkat yang rendah pada Happiness,
data tersebut didominasi oleh laki-laki dengan tingkat rendah pada Happiness sebesar 40,0%.

Selanjutnya bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian dengan topik yang sama, diharapkan
dapat lebih memperkaya penelitian ini dengan melibatkan faktor-faktor lain yang berpengaruh
terhadap Happiness, memperluas populasi atau ruang lingkup penelitian sehingga generalisasi
menjadi lebih luas, sehingga tidak membatasi hasil penelitian dan melengkapi alat ukur yang akan
digunakan sehingga variabel dapat diukur secara lebih mendalam.

Referensi

Abedi MR, Mirshah SE, Liyaghatdar MJ. (2006);. Reliability, validity, and normalization of the oxford
happiness inventory in Isfahan university students. J Psychiatr Iran Clin Psychol. 1(2): 95-100.
Bakhshipour, B., Panahiyan, S., Hasanzadeh, R., Tamaddoni , A. (2014).Relationship between
Personality Traits and Happiness in Patients with Thalassemia. Zahedan Journal of Research in
Medical Sciences. 16(11): 28-32

Cloninger, S. (2013). Theories of personality: Understanding persons (6th ed.). Upper Saddle River,
NJ: Pearson.

Furnham, A., &Brewin, C. R. (1990). Personality and happiness. Personality and Individual
Differences. Vol.11, 1093–1096.

Ghaderi, David., & Mohammad Ghaderi. (2012). Survey the relationship between big five factor,
happiness and sport achievement in Iranian athletes. Annals of Biological Research, 2012, 3
(1):308-312

Garousi Farshi M, Mani A, Bakhshipour A. .(2006).Study of the relationship between personality


factors and happiness in university students of Tabriz ; Persian. J Psychol Tabriz Univ; 1(1):
121-136.

H.L. Urry & J.J. Gross (2010). Emotion regulation in older age. Current Directions in Psychological
Science, 19(6), 352-357.

John,O.P. (1990).”The Big Five Factor Taxonomy: Dimension of Personality in The Natural Language
& in Questionaires. In L.Pervin (Ed.). Hand-book of Personality: Theory & Research. (pp 66-
100). Guilford Press.New York.

John, O. P., & Srivastava, S. (1999). The Big-Five trait taxonomy: History, measurement, and
theoreticalperspectives. In L. A. Pervin & O. P. John (Eds.), Handbook of personality: Theory
and research (Vol. 2, pp.102–138). New York: Guilford Press

McCrae, R. R., & Costa Jr., P. T. (1989). Reinterpreting the Myers-Briggs type indicator from the
perspective of the five-factor model of personality. Journal Of Personality, 57(1), 17-40.
doi:10.1111/1467-6494.ep8972588

Nayak, Monalisa. (2015). Effect of Personality on Happiness and Interpersonal Relationship of The
Employees. Indian Journal of Applied Research, Vol. 5, Issue 5, ISSN-2249-555X

Hayes N, Joseph S.(2003). Big 5 correlates of measures of subjective well-being. Pers Individ Dif.;
33(8): 1325-1342.

Kirkpatrick, Brianna L.(2015). Personality & Happiness. Undergraduate Honors Theses. Paper 3.

Seligman, Martin E. P., & Csikszentmihalyi (2000). Positive psychology: An introduction. American
Psychologist, 55,5-14.
Seligman, M. (2005). Authentic Happiness: Using The New Positive Psychology to Realize Your
Potential for Lasting Fulfi llment  (Eva Yulia Nukman, Penerjemah). Bandung: PT. Mizan
Pustaka

Setiawan, Hery. (2012). Penelitian kehidupan Masyarakat Papua, dipublikasi pada


http://agustatogo.blogspot.co.id/2012/10/mengenal-masyarakat-papua.html

Siregar, Leonard.(2002).Antropologi dan Konsep Kebudayaan (Antropologi Papua).Papuan Journal of


Social and Cultural Anthropolgy, Vol 01,No. 01, ISSN 1693-2099.

Soto, Christopher J. (2015) . Is Happiness Good for Your Personality? Concurrent and Prospective
Relations of the Big Five with Subjective Well-Being. Article in press at the Journal of
Personality

Sugiyono.(2015). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung : Penerbit Alfabeta.

Wilkinson, R.B. and W.A. Walford: 2001, _Attachment and personality in the psychological health of
adolescents_, Personality and Individual Differences 31, pp. 473–484
http://www.bps.go.id/index.php/pencarian?
searching=provinsi+dengan+indeks+kebahagiaan+terendah+tahun+2015-2016&yt1=Cari

Anda mungkin juga menyukai