Anda di halaman 1dari 14

Asuhan keperawatan pada pasien

fraktur

OLEH

REMIGIUS TAMUR

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (Stikes) ST. PAULUS RUTENG

2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
(smeltzer S.C & Bare B.G,2001).

Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( reeves C.J,Roux G &
Lockhart R,2001 ).

Fraktur atau patah tulang adalah masalah yang akhir-akhir ini sangat banyak menyita
perhatian masyarakat, pada arus mudik dan arus balik,, tahun ini banyak terjadi kecelakaan
lalu lintas yang sangat banyak yang sebagian korbannya mengalami fraktur. Banyak pula
kejadian alam yang tidak terduga yang banyak menyebabkan fraktur. Sering kali untuk
penanganan fraktur ini tidak tepat mungkin dikarenakan kurangnya informasi yang tersedia,
contohnya ada seorang yang mengalami fraktur, tetapi karena kurangnya informasi untuk
menanganinya Ia pergi ke dukun pijat, mungkin karena gejalanya mirip dengan orang yang
terkilir.

Fraktur adalah patah tulang atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya ( Brunner dan sudarth, 2000 ).

1.2 Etiologi
a. Trauma
1. Langsung
Objek bergerak menabrak tulang, terjadi karena tekanan, gaya meremuk, terpelintir
atau sentakan, kecelakaan lalu lintas, benturan benda keras, cedera olahraga.
2. Tidak langsung
Jatuh dari ketinggian dengan berdiri atau duduk sehingga terjadi fraktur.
3. Patologis
Disebabkan karena infeksi seperti osteoporosis dan karsinoma.
4. Degenerasi

2
Terjadi karena proses kemunduran fungsi fisiologis tulang yang terjadi karena usia
lanjut.

Penyebab fraktur meliputi pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir


mendadak, dan kontraksi otot ekstrem ( Brunner dan sudarth, 2000 ).

Fraktur trejadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari pada yang dibsorpsinya.
Fraktur pada tulang dapat menyebabkan edema jaringan lemak, persarafan keotot dan sendi
terganggu, dislokasi sendi, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah (Suratun, 2008 ).

Penyebab utama fraktur adalah trauma langsung pada tulang, misalnya kecelakaan
kendaraan, jatuh. Ada juga penyebab lain yaitu penganiayaan dan penyakit tulang, seperti
neuro prastama netastatik, sarcoma ostogenik, osteogenesis imperfekta, rakhitis, detisiensi
tembaga dan osteomielitis.
Klasifikasi fraktur :
a. Klasifikasi Penyebab
1) Fraktur traumatik
Trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan kekuatan yang besar.
2) Fraktur patologis
Kelemahan tulang sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang karena
tumor atau proses patologis lainnya.
3) Fraktur stress

Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tampat tertentu.

b. Klasifikasi klinis
1) Fraktur terbuka (open fraktur)
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak.
2) Fraktur tertutup (close fraktur)
Fraktur di mana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur
tidak tercemar oleh lingkungan.
3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)

Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, non-
union, serta infeksi tulang.

c. Klasifikasi Radiologis

3
1) Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang.
2) Fraktut kominutif adalah terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari
dua fragmen tulang.
3) Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang .
4) Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya.
5) Fraktur impaksi/kompresi adalah dua tulang menumpuk tulang yang berada di
antaranya.
6) Fraktur spiral adalah cedera terputar sampai tulang patah.
1.3 Patofisiologis

Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang, ada 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya
fraktur yaitu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang,
arah dan kekuatan), intrinsik (meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan adanyan densitas tulang yang dapat menyebabkan terjadinya patah pada
tulang bermacam-macam antara lain trauma (langsung dan tidak langsung), akibat keadaan
patologi serta secara spontan. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak lansung terjadi apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, pada keadaan ini bisanya jaringan
lunak tetap utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa takanan berputar, membengkok,
kompresi bahkan tarikan. Sementara kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tulang
sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di dalam tulang. Akibat trauma pada tulang
tergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Sementara fraktur spontan terjadi akibat
stress tulang yang terjadi terus menerus.

1.4 Manifestasi Klinik


Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan atau fragmen tulang. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tidak
dapat digunakan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran
frakmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)
ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

4
integritas tulang tempat melekatnya otot. Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan
tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan tempat bawah fraktur.
Frakmen sering melengkapi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi). Saat ekstremitas
diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat
gesekan antara frakmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru biasa terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.

1.5 Pemerikaan Penunjang


a) Pemeriksaa medis
1) Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma, dan jenis
fraktur.
2) Scan Tulang, tomogram, CT Scan/MRI : memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lenkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple
trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah trauma.
5) Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multiple atau cedera hati.

Pemeriksaan penunjang medis

1. Pemeriksaan radiologis.

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah pemeriksaan pencitraan


menggunakan sinar rontgen (sinar- X). untuk mendapatkan gambaran tiga dimensi dari
keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, kita memerlukan dua proyeksi, yaitu AP dan PA
dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperllukan proyeksi tambahan (khusus) jika ada indikasi
untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya super posisi. Perlu disadari bahwa
peemintaan sinar-X harus atas dasar indikasi kegunaan. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan.

Selain foto polos sinar-X mungkin diperlukan teknis khusus, seperti hal-hal berikut :

5
 Tomografi, menggambarkan tidak hanya satu struktur saja, tetapi juga struktur
tertutup yang sulit divisualisasikan. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur
yang kompleks, tidak hanya pada satu struktur saja, tetapi pada sturktu lain yang juga
mengalami kerusakan.
 Mielografi, menggambarkan cabang-cabanag saraf spinal dan pembukuh darah di
ruang ruling vertebra yang mengalami kerusakan akibat trauma.
 Artrografi, menggambarkan jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
 Computed tomography (scanning, menggambarkan potongan secara tranversal dari
tulang tempat terdapatnya struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan laboratorium.

Pemeriksaan laboratorium yang lazim digunakan untuk mengetahui lebih jauh kelainan
yang terjadi meliputi hal-hal sebagai berikut :

 Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Fosfataset alkali meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti kreatinin kinase, laktat dehidrogenasi (LDH-5), aspartate amino
transferase (AST), dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3. Pemeriksaan lain-lain

Pada pemeriksaan kultur mikroorganisme dan tes sensitivitas didapatkan mokroorganisme


penyebab infeksi.

 Biopsi tulang dan otot : pada intinya, pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas, tetapi lebih diindikasikan bila terjadi infeksi.
 Elektromiografi : terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
 Artroskopi : didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
 Indium imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
 MRI : menggambarkan semua kerussakan akibat fraktur.

b). Pemeriksan penunjang keperawatan

1. Penatalaksanaan konservatif. Penatalaksanaan konservatif merupakan


penatalaksanaan nonpembedahan agar imobilisasi pada patah tulang dapat terpenuhi.

6
 Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi). Proteksi Fraktur terutama untuk
mencegah trauma lebih lanjut dengan cara memberikan sling(mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama
diindikasikan pada fraktur-fraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang
dan metakarpal, atau fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur
kompresi tulang belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur
yang sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
 Imobilisasi dengan bidai eksterna (tanpa reduksi). Imobilisasi pada frkatur dengan
bidai eksterna hanya memberikan sedikit imobilisasi. Biasanya menggunakan
plaster of Paris (Gips) atau dengan bermacam-macam bidai dari plastic atau metal.
Metode ini digunakan pada fraktur yang perlu dipertahankan pada posisinya
dalam proses penyembuhan.
 Reduksi tertutup dengan manipulasi dan imobilisasi eksterna yang menggunakan
gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan
umum dan local. Reposisi yang dilakukan melawan kekuatan terjadinya fraktur.
Penggunaan gips untuk imobilisasi merupakan alat utama pada teknik ini.

Indikasi tindakan ini :

Sebagai bidai pada fraktur untuk pertolongn pertama


Imobilisasi sebagai pengobatan definitif pada fraktur
Pada fraktur yang bergeser diperlukan manipulasi dan diharapkan dapat dilakukan
reduksi tertutup serta dipertahankan.
Fraktur yang tidak stabil atau berdifat kominutif bergerak.
Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis
Sebagai alat bantu tambahan pada fiksasi internal yang kurang kuat
Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut yang diikuti dengan imobilisasi.

Reduksi tertutup pada fraktur yang dikuti dengan traksi berlanjut dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu traksi kulit dan traksi tulang.

Traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh. Traksi digunakan untuk
meminimalkan spasme otot; untuk mereduksi, menyejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur;
unruk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan
patahan tulang.

7
1.6. WOC

Trauma

Langsung Tidak langsung

Tekanan langsung pada tulang trauma dihantarkan kedaerah

yang lebih jauh

fraktur pada daerah tekanan jaringan lunak tetap utuh

berputar membengkok tarikan

fraktur spontan

stres terus menerus

FRAKTUR

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Spasme Otot Pergeseran Arteri / Perubaha


fragme Vena Putus n
tulang Jaringan 8
Sekitar
 Peningka nyeri Perdarahan Laserasi
tan Kulit
Tekanan
Kapiler Kerusakan Kehilangan
 Pelepasa fragme tulang Volume Kerusakan
n Cairan Integritas
Histamin Kulit

Tekanan Sum- Syok


Protein Sum Tulang > Hipovolemik
Plasma tinggi dari
Hilang kapiler

Edema
Reaksi
Stress Klien
Penekanan
Pembuluh
Darah Melepaskan
Katekolamin

Penurunan
Perfusi
Memobilisas
Jaringan
i Asam
Lemak Klien

Bergabung
Dengan
Trombosit
Klien

Gangguan
Perfusi
Jaringan

9
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
1) Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Data subjektif :
Ketidakmampuan memelihara kesehatan, upaya dan perlindungan diri dari penyakit
Data objektif :
Suasana lingkungan, penggunaan obat-obatan
2) Pola nutrisi dan metabolik
Data subjektif :
Makanan tambahan, batasan diet
Data objektif :
Nutrisi yang tidak adekuat, mual dan muntah, BB menurun, proses penyembuhan
jaringan yang lama
3) Pola eliminasi
Data subjektif :
BAK tidak lancar
Data objektif :
Frekuensi, konsistensi, warna, bau feses
Frekuensi, kepekatan, warna, bau dan jumlah urine
Penggunaan kateter
4) Pola aktivitas dan latihan
Data subjektif :
Keadaan umum lemah, pergerakan terbatas, penurunan kekuatan otot
Data objektif :
Postur tubuh, fiksasi; penggunaan gips atau bidai
5) Pola tidur dan istirahat
Data subjektif :
Gangguan pola tidur, kebiasaan tidur, lamanya tidur, suasana lingkungan, dan
penggunaan obat tidur

10
Data objektif :
Ekspresi wajah mengantuk, banyak menguap, warna palpebra inferior, pengantar
tidur, dan penggunaan obat tidur
6) Pola persepsi kognitif
Data subjektif :
Merasa tidak nyaman menggunakan alat bantu berjalan, gangguan keseimbangan
tubuh, timbul nyeri
Data objektif :
Penggunaan alat bantu, ketidakmampuan berjalan
7) Pola persepsi dan konsep diri
Data subjektif :
Ketidakberdayaan, putus asa, timbul ketakutan dan kecacatan, perasaan cemas
Data objektif :
Ansietas, menolak, marah, depresi, pandangan terhadap dirinya (gangguan citra diri)
8) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Data subjektif :
Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
Data objektif:
Gangguan dalam berinteraksi, kehilangan peran, perasaan terisolasi
9) Pola reproduksi dan seksualitas
Data subjektif :
Periode menstruasi, keluhan nyeri
Data objektif :
Perilaku menyimpang
10) Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Data subjektif :
Adanya faktor stress lama, perasaan tidak berdaya, gangguan penyesuain diri
terhadap lingkungan dan situasi baru
Data objektif :
Ansietas, ketakutan
11) Pola sistem nilai kepercayaan
Data subjektif :
Ungkapan kebutuhan, kurang konsentrasi dalam beribadah
Data objektif :

11
Alat untuk berdoa, tampak melakukan kegiatan doa

2.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan fraktur menurut Doengoes (2000), dan Barbara (1999) adalah

a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,


edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolic,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka/ ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.

2.3. Intervensi dan Rasional

Fokus intervensi keperawatan dan rasional merujuk pada Carpenito (2007), Doenges
(2002), dan Yosep (2007) antara lain :

1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,


edema dan cedera pada jaringan, alat kontraksi/ immobilisasi, stress, ansietas.
a. Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mampu beradaptasi
dengan nyeri yang di alami.
b. Kriteria hasil : nyeri berkurang atau hilang, klien tampak tenang.
c. Intervensi :
 Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.
Rasional: hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif.
 Kaji tingkat intensitas dan frekuensi nyeri.
Rasional: tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukan skala
nyeri.
 Jelaskan pada klien penyebab nyeri.
Rasional: memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien
tentang nyeri.
 Observasi tanda- tanda vital.
Rasional: untuk mengetahui perkembangan klien.

12
 Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgetik.
Rasional: merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status metabolik,
kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka atau ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
a. Tujuan : setelah di lakukan tindakan pemenuhan masalah kerusakan kulit
dapat teratasi, penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Kriteria hasil : tidak ada tanda- tanda infeksi seperti pus, kemerahan, luka
bersih tidak lembab dan tidak kotor, tanda- tanda vital dalam batas normal
atau dapat di toleransi.
c. Intervensi :
 Kaji kulit dan identitas pada tahap perkembangan luka.
Rasional: mengetahui sejauhmana perkembangan luka mempermudah
dalam melakukan tindakan yang tepat.
 Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
Rasional: mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
 Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional: suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasi sebagai
adanya proses peradangan.
 Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptic. Balut luka dengan kasa
kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional: tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka
dan mencegah terjadinya infeksi.
 Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement. Rasional: agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi
tidak menyebar luas pada area kulit normal lainya.
 Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional: balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.
 Kolaborasi pemberian anti biotic sesuai indikasi.
Rasional: anti biotik berguna untuk mematikan mikroorganisme
pathogen pada daerah yang beresiko terjadi infeksi.

13
14

Anda mungkin juga menyukai