1.1. Pengertian Hormon Istilah endokrin berasal dari bahasa Yunani yaitu “endo” yang berarti di dalam, dan ‘krino” yang berarti memisahkan. Kata ini berarti sinyal kimia diproduksi oleh kelenjar, namun sinyal kimia tersebut mempunyai efek pada lokasi yang jauh (terpisah) dari tempat produksinya (Seeley et al. 2007: 275). Kelenjar endokrin berbeda dari kelenjar eksokrin. Kelenjar endokrin tidak mempunyai duktus (saluran keluar). Kelenjar endokrin terkadang disebut kelenjar tanpa duktus karena mensekresi hormon yang dicurahkan ke pembuluh darah. Kelenjar endokrin tersusun atas kelompokan sel sekretori yang berasal dari jaringan epitel, ditunjang oleh jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limf. Sel-sel sekretori melepaskan produk hormonnya ke dalam ruang interstitial yang kemudian akan diabsorbsi ke dalam pembuluh darah di sekitarnya (Patton & Thibodeau, 2010 : 546; Young, et al. 2006: 328).
Walaupun kebanyakan kelenjar endokrin berasal dari
jaringan epitel kelenjar, terdapat kelenjar endokrin yang dibentuk oleh jaringan neurosekretori. Sel-sel neurosekretori merupakan sel saraf yang bermodifikasi sehingga mampu mensekresi messenger kimia. Messenger
1|Hormon sebagai singnal transduc er
kima tersebut tidak melewati sinaps, namun akan berdifusi ke pembuluh darah. Pada kasus ini, messenger kimia ini lebih sering disebut hormon daripada neurotransmitter. Contohnya adalah ketika norepinefrin dilepaskan oleh neuron dan berdifusi melalui sinaps. Norepinefrin akan terikat ke reseptor andrenergik pada neuron post sinaps. Pada kasus ini, norepinefrin disebut neurotransmitter. Pada kasus lain, kita menyebut norepinefrin sebagai hormon ketika norepinefrin berdifusi ke dalam pembuluh darah (karena tidak adanya sel postsinaps) yang akan berikatan dengan reseptor andrenergik pada sel target ( Patton & Thibodeau , 2010: 546).
Ciri khas dari sel-sel sekretori endokrin adalah
intinya yang terlihat jelas dan banyaknya mitokondria, retikulum endoplasma, badan Golgi, dan vesikel sekretori. Vesikel sekretori bervariasi tergantung hormon yang disekresi oleh masing-masing sel. Sel-sel endokrin yang mensekresi hormon berbahan dasar asam amino, peptida, dan protein sering kali memiliki vakuola sekretori terikat membran dengan pusat padat elektron (granula pusat memadat) (Young, et al. 2006: 328).
Jaringan sistem endokrin dapat dibagi menjadi 3
bagian : a. Organ endokrin utama Organ dengan fungsi utama mensintesis, menyimpan dan mensekresi hormon. Contoh organnya adalah tiroid, hipotalamus, paratiroid.
2|Hormon sebagai singnal transduc er
b. Komponen endokrin di dalam organ lain Komponen endokrin ini contohnya terdapat pada pankreas, ovarium, testis, dan ginjal. Komponen endokrin ini membentuk kelompokan sel-sel endokrin di dalam jaringan yang lain.
c. Sistem endokrin difus (tersebar)
Sel-sel endokrin tersebar secara individu atau berkelompok. Sel- sel ini biasanya terdapat diantara epitel, misalnya pada saluran respirasi dan saluran pencernaan. Sel-sel endokrin ini umumnya berfungsi parakrin. Hormon yang disekresi lebih akan bekerja pada sel-sel nonendokrin yang ada di sekitarnya, bukan masuk ke pembuluh maupun memproduksi efek sistemik (Young, et al. 2006: 328)
1.2. Struktur dan Sifat hormon
Hormon digolongkan dalam 3 golongan yaitu polipeptida (protein), steroid dan golongan amin. Golongan polipeptida (protein) memiliki sifat larut dalam darah, umumnya tidak perlu transporter, waktu paruh (half life) lebih pendek, tidak dapat masuk ke dalam sel dan resptornya terdapat pada membran sel target. Golongan steroid memiliki sifat larut dalam lemak, sehingga perlu pengangkut, waktu paruh (half life) lebih lama, dapat masuk ke dalam sel dan reseptor berada di dalam sel target. Golongan amin terdiri atas derivat asam amino (yang
3|Hormon sebagai singnal transduc er
memiliki sifat non-polar dan mirip steroid) dan katekolamin (sifat polar dan mirip polipeptida) (Murry at al, 2006:449).
1.3. Klasifikasi Hormon
Hormon diklasifikasikan berdasarkan reseptor dikelompokkan dalam kompleks hormon-reseptor intrasel (hormon golongan I) dan hormon-reseptor membra sel hormon golongan II. Kompleks hormon-reseptor intrasel meliputi hormon steroid dan hormon tiroid. Kelompok kompleks hormon-reseptor membran sel dikelompokkan berdasarkan second messenger. Hormon yang bekerja dengan second messenger AMP- siklik adalah CRH, ADH, ACTH, MSH, FSH, LH, TSH, hCG, kalsitonin, PTH, katekolamin dan Somatostatin. Hormon yang bekerja dengan second messenger kalsium dan fosfatidil-inositol bisfosfat (PIP2) adalah TRH, GnRH, Vasopresin, oksitosin, kolesitokinin, gastrin, katekolamin, angiotensin II dan PDGF. Hormon yang bekerja dengan second messenger GMP Siklik adalah ANF (factor atrial natriuretik). Hormon yang bekerja dengan second messenger tirosin kinase adalah insulin, IGF-I, EGF, GH, prolaktin, FGF, NGF dan PDGF(Harper at al, 1979:528).
1.4. Mekanisme transduksi sinyal hormon
Kerja hormon di sel ‘target’ diawali dengan penerimaan hormon oleh reseptor yang merupakan protein 4|Hormon sebagai singnal transduc er spesifik. Setelah hormon terikat pada resptor maka terjadi perubahan pada reseptor sedemikian rupa sehingga terjadi proses 2 yaitu dengan pembentukan senyawa lain yang meneruskan sinyal hormon yang disebut second messenger, kompleks hormon-reseptor merupakan mediator aktif sebagai penerus sinyal dan reseptor setelah terikat pada hormon akan berubah dan bertindak sebagai enzim. Senyawa second messenger dalam sel meliputi AMP-siklik, kalsium dan fosfatidil inosida, GMP-siklik dan kinase/fosfatase (Murray at al, 1999:521).
Pada gambar 1, hormon terikat pada reseptor
membran sel, selanjutnya mengaktifkan protein G yang memerlukan fosforilasi dari ATP/ADP menjadi protein G aktif. Protein G aktif aktif akan mengaktifkan Adenilat siklase yang akan menkatalisis ATP menjadi AMP selanjutnya cAMP yang akan menempati protein kina sesebagai regulator sehingga melepaskan bagian katalitiknya merubah protein kinase menjadi aktif. Protein kinase aktif ini yang akan mengaktifkan enzim sehingga timbul respon seluler. Dalam hal ini adanya protein G sebagai perantara atau penerus/perantara sinyal dan mekanisme pengaktifannya melalui mekanisme kaskade.
5|Hormon sebagai singnal transduc er
Gambar 1. Skema transduksi sinyal hormon melelui AMP siklik
6|Hormon sebagai singnal transduc er
Pada gambar 2, hormon menempel pada reseptor, mengaktifkan protein G serta selanjutnya mengaktifkan enzim fosfolipase C (Fc). Fc mengkatalisis fosfotidil inositol bisfosfat (PIP2) menjadi diaselgliserol (DAG) dan fosfatidil Inositol Difosfat (IP3). IP3 merangsang organel retikulum endoplasma atau mitokondria yang akan mereaksikan pengeluaran ion kalsium (Ca2+) ke sitoplasma. DAG mereaksikan protein kinase C yang akan merangsang pengaktifan enzim sehingga timbul respon seluler. Ion Ca2+ dapat meningkatkan protein kinase dan juga dapat mengaktivasi K-Kinase yang mengaktivasi protein sehingga timbul respon seluler. Pada gambar 3, transduksi sinyal tidak memerlukan peran protein G karena guanilat siklase (GS) terikat pada protein resptor membran. Setelah hormon terikat apa reseptor, otomatis akan mengaktifkan GS. Pada gambar 4, reseptor mengikat hormon yang selanjutnya menstimulasi aktivitas enzim tirosin kinase (TK) yang merupakan bagian protein hormon. Tirosin kinase mengkatalisis fosforilasi dari residu tirosin yang terdapat pada protein reseptor sendiri (disebut juga proses autofosforilasi) menjadi tirosin fosfat yang bersal dari ATP atau ADP. Tirosin fosfat ini akan meneruskan sinyal hormon. Tirosin fosfat dapat mempengaruhi : (1) pada tingkat membran, merangsang pengikatan dengan molekul (misalnya glukosa, asam amino) (2) pada tingkat sitoplasma, berperan dalam pengkatifan mekanisme tranduksi sinyal yang ada di sitoplasma (3) pada tingkat nukleus, berperan dalam mensintesis protein mRNA melalui proses translasi dan sintesis DNA melalui proses replikasi untuk mekanisme mitosis. 7|Hormon sebagai singnal transduc er Gambar 2. Transduksi sinyal hormon melelui Ca dan Fosfotidil Inositol-Bisfosfat (PIP2)
8|Hormon sebagai singnal transduc er
Gambar 3. Transduksi sinyal hormon melelui GMP Siklik
Hormon golongan I, seperti hormon steroid dan
tiroid akan berikatan dengan reseptor di sitoplasma atau nukleus membentuk kompleks hormon-reseptor yang aktif. Terjadi perubahan di sitoplasma menuju ke nukleus, yang di nukleus akan langsung menjadi aktif dan mempengaruhi pada tingkatan DNA (aseptor gen), merangsang atau menghambat sintesis protein atau enzim spesifik.
9|Hormon sebagai singnal transduc er
Gambar 4. Transduksi sinyal hormon melelui tirosin kinase
Hormon secara trivial sebagai suatu senyawa kimia
yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, di alirkan ke pembuluh darah ke jaringan sasaran. Di jaringan sasaran harus ada penerimanya yaitu reseptor. Ikatan hormon- reseptor akan melaksanakan fungsinya baik di permukaan sel atau di dalam sel, serta dapat pula terikat hormon dengan reseptor dalam sel. Hal ini tergantung sifat hormon tersebut apakah bersifat lipofilik sehingga dapat masuk dalam sel atau bersifat lipofobik (polar) yang berada di permukaan sel. 10 | H o r m o n sebagai singnal transduc er Gambar 5. Mekanisme kerja hormon golongan I
Hormon bukan hanya disekresi melalui sistem
endokrin, dapat pula melalui mekanisme parakrin dan otokrin. Parakrin mengeluarkan sekret tidak langsung melalui pembuluh, tetapi melalui ruang antar sel yang berdekatan dengan kelenjar sekresinya. Otokrin dihasilkan
11 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
oleh kelenjar itu sendiri dan digunakan lagi oleh jaringan yang sama dalam kelenjar tersebut. Hasil sistem endokrin adalah faktor yang membawa informasi yang disebut hormon transfer transformasi pada sel sasaran, mengikat hormon secara spesifik oleh reseptor. Reseptor terikat pada sel sasaran di permukaan yang merupakan protein integral yang terdapat di membran. Protein intrgral terdiri atas bagian membran dalam, membran luar dan bagian sitosol. hormon yang dapat menembus membran disebut hormon lipofilik (steroid). Hormon yang bersifat lipofobik yang merupakan hormon jenis protein, polipeptida dan epinefrin-norepinefrin. Mekanisme bioritme hormon antara lain, sebagian hormon ada yang melepaskan kelenjar secara beritme. Dalam ritme ini disekresi dalam hitungan menit atau jam, misal sekresi menurun pulsatif LH menjelang ovulasi. Dalam hotungan harian disebut sirkadian ritme, misal sekresi hormon glukokortikoid (kortisol) malam terjadi peningkatan dan siang menurun. Dalam hitungan bulan, misal sekresi LH selama 28 hari. Ritme sekresi hormon dipengaruhi atau diatur oleh susunan saraf pusat, secara neurogenik seperti sekresi prolaktin terjadi selama menyusui dan secara lingkungan misal kortisol akan muncul pada saat istirahat dan bila terjadi gangguan psikis sekresi LH dan ovulasi tidak teraktur. Hormon-hormon reproduksi bersifat bioritme (pada LH/FSH), bekerja setelah melewati pubertas, kemampuan bipnoistasis yaitu melaksanakan fungsinya setelah organ-organ tubuh sudah sempurna dan juga dipengaruhi oleh makanan asam lemak yang dikonsumsi.
12 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
Cara mengontrol kerja hormon dapat dilakukan melalui (1) pengaturan aktivitas reseptor, karena perubahan konsentrasi reseptor dalam sel sasaran (down dan up regulation) (2) defisiensi reseptor, down regulator karena terjadi kelainan pada reseptor, sehingga pengikatan dengan hormon menurun (3) Feedback inhibitor, umpan balik dapat bersifat positif dan negatif.
1.5. Biosintesis Hormon
Hormon yang merupakan molekul polipeptida disintesis melalui suatu proses translasi mRNA yang berasal dari gen hormon itu. Untuk efisiensi diketahui bahwa dengan 1 gen dapat diperoleh lebih dari satu macam hormone, misal pre-pro-opio melanokortin (prekusor) dimana hasil fragmennya menghasilkan beberapa hormon antara lain Enkafalin, Endorfin, β-lipoprotein, β-MSH dan ACTH. Namun dewasa ini diketahui bahwa hormon disintesis tidak hanya pada kelenjar endokrin tetapi dapat pula disintesis di jaringan lain, meskipun tidak dalam jumlah besar(Murry at al, 2006:449).. Glukagon juga disintesis pada mukosa usus bagian dalam selain di pancreas. Estrogen juga disintesis di hipotalamus (berperan pada proses umpan balik), dan dan sel adiposity selain diovarium. Sintesis vitamin D3 dari ergosterol (dari tumbuhan) dimulai di kulit (bantuan sinar matahari) menjadi 7-dehidrokolekalsiferol masuk sirkulasi darah (diubah menjadi 25-OH kolekalsiferol dan terakhir di ginjal diubah menjadi 1,25-bis(OH) kolekalsiferol.
13 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
Vasopresin di sintesis di hipotalamus, disimpan di hipofise posterior dalam bentuk terikat dengan protein neurofisin II, dan baru dibebaskan bila diperlukan. Meskipun ada sintesis di luar kelenjar endokrin, tetapi kelenjar endokrin tetap berperan pada pengaturan sintesis, penyimpanan dan pembebasan ke sirkuler(Murry at al, 2006:449).. Hormon golongan steroid disintesis dari kolesterol di korteks adrenal. Hormon yang disekresi terdiri atas 3 golongan yaitu glukokortikoid disekresi sel fasikulata, mineralkortikoid disekresi sel glomerulosa dan androgen- esterogen disekresi sel retikularis dan fasikulata sifat seks sekunder (gambar 1)(Murry at al, 2006:449). Bagian proses sintesis hormon, dari satu macam gen dapat diperoleh lebih dari 1 macam hormon. Contohnya prekusor hormon prolitium melano hormon akan menghasilkan hormon enkavalin, endorfin,β-lipoprotein, MSH dan ACTH. Hormon tidak hanya disintesis oleh kelenjar endokrin tetapi disintesis oleh jaringan tertentu, dan dapat dalam jumlah besar misal insulin selain di sekresi di pankreas juga di jaringan hepatik. Glukagon juga di hsilkan oleh mukosa usus selain disekresi oleh pankreas. Estrogen disintesis hipotalamusm berperan dalam proses umpan balik, juga terdapat di sel adiposit dan ovarium.
1.6. Reseptor hormon
Sel mahluk hidup sangat responsif terhadap sinyal- sinyal yang berasal dari lingkungannya. Rangsangan- rangsangan ini diperantarai oleh suatu mekanisme yang
14 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
disebut “transduksi sinyal secara jeram” (Signal transduction cascade). Susunan molekul yang melaksanakan proses-proses ini terdiri atas reseptor, enzim, channels protein dan regulatory protein. Perangkat sel inilah yang melakukan proses-proses deteksi, penguatan sinyal dan mengintegrasikan berbagai sinyal-sinyal external yang berbeda-beda, yang berasal dari regulasi proses-proses regulasi proses metabolik, mengendalikan pertumbuhan dan diferensiasi sel dan komunikasi multiseluler. Faktor terpenting dalam menentukan reaksi sinyal itu pada sel sasaran tergantung pada adanya protein penerima di sel sasaran yang disebut reseptor. Reseptor mempunyai dua fungsi antara lain mengenal hormon secara spesifik dan transformasi dari terjadinya ikatan hormone reseptor menjadi sinyal kedua yang akan memodifikasi metabolism seluler atau pertumbuhan dari sel itu Mekanisme regulasi reseptor-hormon, konsentrasinya dapat bersifat down regulation atau up regulation.. Berdasarkan letak reseptor dimana hormon peptida, qrowth factor, neurotransmitter dan prostaglandin dan katekolamin reseptornya terdapat pada plasma membaran sel sasaran. Hormon steroid, triiodotironin, tiroksin reseptornya terdapat pada sitoplasma atau nucleus dari sel sasaran.Ikatan reseptor-hormon terjadi cepat dan reversible, serta ikatannya sangat tinggi afinitasnya. Jumlah dan afinitas reseptor terhadap hormon di atur oleh berbagai factor fisiologis yang berguna untuk koordinasi aktivitas hormone dengan keadaan metabolism keseluruhan dan membatasi kerja hormon setelah dicapai
15 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
hasil yang diinginkan. Keadaan patologis dapat diakibatkan oleh : a. pengendalian kerja reseptor yang berlebihan/berkurang. Contoh dalam hal ini adalah berkurangnya afinitas terhadap hormone atau resistensi reseptor, ganngguan pada respon yang diperantarai protein G dan adanya analog hormone yang dikenali reseptor. b. Gangguan pada kwantitas dan kwalitas reseptor disebabkan mutasi gen. Akibat yang ditimbulkan pengurangan konsentrasi reseptor insulin pada obesitas dan tidak berjalannya sinyal karena mutasi protein reseptor. c. Adanya antibodi terhadap reseptor hormon tertentu, contoh : penyakit Grave’s (LATS-antibodi terhadap reseptor tiroid), sindroma acanthosis nigrans type B (antibody terhadap reseptor insulin), ataxia teleangiektasi (antibody IgG terhadap reseptor insulin), myasthenia gravis (antibody terhadap reseptor asetilkolin), hashimototiroiditis (antibody terhadap reseptor tiroid) dan asthma bronchiale (antibody terhadap katekolamin). Fungsi reseptor hormon berdasarkan stimulasi second messenger adalah yang berfungsi mengaktifkan protein G yang mengaktifkan enzim adenilat siklase, mengaktifkan protein G yang mengaktifkan hidrolisis fosfotidil inositol menjadi IP3 dan DAG oleh PLP-ϒ (epinefrin, reseptor, growth hormone), reseptor dengan enzim intrinsic (RTK-insulin, IGF-1) dan berkopel dengan kanal ion atau gated ion channels (GABA, asetilkolin) (Harper at al, 1979:528).
16 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
1.7.Fungsi hormon Hormon merupakan suatu senyawa dalam tubuh yang membawa sinyal untuk menghasilkan suatu perubahan pada tingkat seluler, yang saling bekerja sama satu dengan lainnya secara simbang. Fungsi umum hormon antara lain melakukan koordinasi metabolisme (mengaktifkan dan menghambat) dalam tubuh, berperan dalam homeostasis tubuh, integrasi fungsi-fungsi jaringan tubuh, melindungi tubuh terhadap tekanan lingkungan dan berperan pada proses reproduksi, pertumbuhan dan diferensiasi sel (Harper at al, 1979:528). Satu hormon dapat mempunyai pengaruh yang berlainan pada macam-macam jaringan atau pada jaringan yang sama tetapi pada waktu kehidupan yang berbeda. Dapat pula terjadi satu proses yang kompleks memerlukan interaksi berbagai hormon (proses multihormonal) misal : pengaturan kadar gula darah memerlukan kerjasama hormon insulin, glukagon dan epinefrin(Harper at al, 1979:528). Fungsi hormon sebagai transduksi sinyal yaitu berperan dalam komunikasi antar dan intra sel. Peran hormon dalam pengaturan biologis (pertumbuhan, proses metabolisme dan diferensiasi sel). Transduksi sinyal dilaksanakan oleh sistem endokrin melalui sekresi berupa hormon neurotransmitten/growth factor, sistem saraf dan sistem imun.
17 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
1.8.Poros Hipotalmus-Hipofisis Banyak sistem hormonal yang mempunyai alur sinyal dimulai di otak dan berakhir di sel target. Suatu stimulus dapat berasal dari lingkungan (luar) atau dari dalam tubuh yang disalurkan oleh neuron spesifik. Sinyal dapat sebagai pulsa listrik atau kimia atau keduanya. Sinyal disalurkan ke hipotalamus, diteruskan ke hipofisis dan kemudian di sel target yang mengekskresikan hormon akhir yang selanjutnya mempengaruhi sel target sesuai dengan reseptornya. Poros ini bersifat sistem jeram yang berguna memperbesar sinyal spesifik serta regulasi melalui lengkung umpan balik (Harper at al, 1979:528).
Gambar 6. Sinyal eksternal dan internal
18 | H o r m o n sebagai singnal transduc er
1.9.Degradasi Hormon Hormon-hormon protein/polipeptida mudah larut, pada reseptor terdapat banyak protease yang terikat, mengalami endomitosis selanjutnya dihancurkan oleh lisosom. Hormon steroid bersifat hidrofobik, susah dihancurkan oleh protease dan sifatnya tahan panas. Cara tubuh agar hormon steroid larut, melalui detoksikasi di ginjal melalui ikatan dengan senyawa glukoronat yang larut dalam air, selanjutnya dikeluarkan melalui sekresi urin.