DI SUSUN OLEH :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Proses keperawatan secara umum diartikan sebagai pendekatan dalam pemecahan
masalah yang sistematis untuk memberikan asuhan keperawatan terhadap setiap orang.
Selaim itu, proses keperawatan juga diartikan sebagai suatu metode yang sistematis untuk
mengkaji respon manusia terhadap masalahmasalah kesehatan dan membuat rencana
asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut. Masalah-
masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien, keluarga klien, orang terdekat, dan
masyarakat. Proses keperawatan menurut Potter dan Perry (1997) adalah suatu
pendekatan dalam pemecahan masalah, sehingga perawat dapat merencanakan dan
memberikan asuhan keperawatan. Tahapannya meliputi : pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan (termasuk identifikasi hasil yang diperkirakan), implementasi,
dan evaluasi. (Haryanto, 2008: 3).
Proses asuhan keperawatan pada usia lanjut adalah kegiatan yang dimaksuddkan
untuk memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan
kepada lanjut usia secara individu, seperti di rumah/lingkungan keluarga, panti werda
maupun piskesmas, yang diberikan oleh perawat untuk asuhan keperawatan yang masih
dapat dilakukan oleh anggota keluarga atau petugas social yang bukan tenaga
keperawatan, diperlukan latihan sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga
keperawatan melakukan asuhan keperawatan di rumah atau panti.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan proses menua ?
2. Apa saja perubahan pada lansia ?
3. Apa saja tipe-tipe lansia ?
4. Apa pengertian dari Diabetes Mellitus ?
5. Bagaimana etiologi dari Diabetes Mellitus ?
6. Bagaimana Klasifiasi dari Diabetes Mellitus ?
7. Bagaimana patofisiologi dari Diabetes Mellitus ?
8. Apa saja manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus ?
9. Apa saja komplikasi dari Diabetes Mellitus
10. Bagaimana pemeriksaan diagnostic dari Diabetes Mellitus?
11. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada Diabetes Mellitus ?
C. Manfaat
1. Untuk mengetahui pengertian dari proses menua.
2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada lansia.
3. Untuk mengetahui tipe-tipe lansia ?
4. Untuk mengetahui pengertian dari Diabetes Mellitus ?
5. Untuk mengetahui etiologi dari Diabetes Mellitus ?
6. Untuk mengetahui Klasifiasi dari Diabetes Mellitus ?
7. Untuk mengetahui patofisiologi dari Diabetes Mellitus ?
8. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Diabetes Mellitus ?
9. Untuk mengetahui komplikasi dari Diabetes Mellitus
10. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Diabetes Mellitus?
11. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada Diabetes Mellitus ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Menua
Proses menua adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan tersebut
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan fisik maupun kesehatan jiwa pada lanjut usia
(lansia) (Thong, 2011, h. 144). Undang-Undang No. 13 Tahun 1988 tentang
kesejahteraan lanjut usia menyebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun. Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan
pada daur kehidupan manusia (Dewi, 2014, h.4).
Pada lansia, terjadi penurunan kondisi fisik biologis, kondisi psikologis serta
perubahan kondisi sosial. Para usia lanjut serta masyarakat menganggap seakan-akan
tugasnya telah selesai, lansia berhenti bekerja dan mengundurkan diri dari pergaulan
bermasyarakat (Tamher & Noorkasiani, 2009, h. 2). Masalah kesehatan jiwa yang paling
sering dialami oleh lansia yaitu depresi (Maryam dkk, 2008, h.70).
B. Perubahan Pada Lansia
Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, social, dan
psikologis
1. Perubahan Fisik
a. Perubahan sel dan ekstrasel pada lansia mengakibatkan penurunan tampilan dan
fungsi fisik. lansia menjadi lebih pendek akibat adanya pengurangan lebar bahu
dan pelebaran lingkar dada dan perut, dan diameter pelvis. Kulit menjadi tipis dan
keriput, masa tubuh berkurang dan masa lemak bertambah.
b. Perubahan kardiovaskular yaitu pada katup jantung terjadi adanya penebalan dan
kaku, terjadi penurunan kemampuan memompa darah (kontraksi dan volume)
elastisistas pembuluh darah menurun serta meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
c. Perubahan sistem pernapasan yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi
kapasitas fungsi paru yaitu penurunan elastisitas paru, otototot pernapasan
kekuatannya menurun dan kaku, kapasitas residu meningkat sehingga menarik
nafas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk
menurun dan terjadinya penyempitan pada bronkus.
d. Perubahan integumen terjadi dengan bertambahnya usia mempengaruhi fungsi
dan penampilan kulit, dimana epidermis dan dermis menjadi lebih tipis, jumlah
serat elastis berkurang dan keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut
dalam hidung dan telinga menebal, vaskularisasi menurun, rambut memutih
(uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh serta kuku kaki tumbuh
seperti tanduk.
e. Perubahan sistem persyarafan terjadi perubahan struktur dan fungsi sistem saraf.
Saraf pancaindra mengecil sehingga fungsi menurun serta lambat dalam merespon
dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan stress, berkurangnya
atau hilangnya lapisan mielin akson sehingga menyebabkan berkurangnya respon
motorik dan refleks.
f. Perubahan musculoskeletal sering terjadi pada wanita pasca monopause yang
dapat mengalami kehilangan densitas tulang yang masif dapat mengakibatkan
osteoporosis, terjadi bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku
(atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
g. Perubahan gastroinstestinal terjadi pelebaran esofagus, terjadi penurunan asam
lambung, peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun, ukuran
lambung mengecil serta fungsi organ aksesoris menurun sehingga menyebabkan
berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
h. Perubahan genitourinaria terjadi pengecilan ginjal, pada aliran darah ke ginjal
menurun, penyaringan di glomerulus menurun dan fungsi tubulus menurun
sehingga kemampuan mengonsentrasikan urine ikut menurun.
i. Perubahan pada vesika urinaria terjadi pada wanita yang dapat menyebabkan otot-
otot melemah, kapasitasnya menurun, dan terjadi retensi urine.
j. Perubahan pada pendengaran yaitu terjadi membran timpani atrofi yang dapat
menyebabkan ganguan pendengaran dan tulang-tulang pendengaran mengalami
kekakuan.
k. Perubahan pada penglihatan terjadi pada respon mata yang menurun terhadap
sinar, adaptasi terhadap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun,
dan katarak
C. Tipe-tipe Lansia
1. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak
sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
4. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agaman, dan melakukan
pekerjaan apa saja.
5. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh
tak acuh.
D. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetic dan
klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.
( Price and Wilson, 2000 ). Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi( Smeltzer and
Bare,2000). Diabetes melitus merupakan peyakit kronis yang berkaitan denan defisiensi
atau resistansi insulin relatif atau absolut dan ditandai dengan ganguan metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. (Paramita, 2011)
E. Etiologi Diabetes Mellitus
1. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM )
Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta
pancreas disebabkan oleh :
a. Faktor genetic
Penderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu
predisposisi / kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan
pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen )
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplatasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan
cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II belum diketahui . Faktor genetic diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin . Selain itu terdapat faktor-faktor
resiko tertentu yang berhubungan yaitu :
resiko tertentu yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Obesitas
c. Riwayat Keluarga
d. Kelompok etnik
Di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli amerika tertentu
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II
disbanding dengan golongan Afro-Amerika
F. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Klasifikasi DM dan gangguan toleransi glukosa adalah sebagai berikut :
1. Diabetes mellitus
a. DM tipe 1 (tergantung insulin)
b. DM tipe 2 (tidak tergantung insulin)
- Gemuk
- Tidak gemuk
c. DM tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu
- Penyakit pancreas
- Hormonal
- Obat atau bahan kimia
- Kelainan reseptor
- kelainan genital dan lain-lain
2. Toleransi glukosa terganggu
3. Diabetes Gestasional
G. Patofiologi Diabetes Mellitus
Dalam keadaan normal, jika terdapat insulin, asupan glukosa / produksi glukosa
yang melebihi kebutuhan kalori akan di simpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan
sel-sel otot. Proses glikogenesis ini mencegah hiperglikemia ( kadar glukosa darah > 110
mg / dl ). Jika terdapat defisit insulin, empat perubahan metabolic terjadi menimbulkan
hiperglikemi.
Empat perubahan itu adalah :
1. Transport glukosa yang melintasi membran sel berkurang
2. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
3. Glikolisis meningkat sehingga dadangan glikogen berkurang dan glukosa hati
dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
4. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke
dalam darah dari pemecahan asam amino dan lemak
Pada DM tipe 1 terdapat ketidak mampuan menghasikan insulin karena sel-sel beta telah
dihancurkan oleh proses autoimun. Akibat produksi glukosa tidak terukur oleh hati, maka
terjadi hiperglikemia. Jika konsentrasi klokosa dalam darah tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap semua glukosa, akibatnya glukosa muncul dalam urine (glukosuria). Ketika
glukosa berlebihan diekskresikan dalam urine disertai pengeluaran cairan dan elektrolit
peningkatan berkemih (poli uri) dan rasa haus (polidipsi). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan .
pasien juga mengalami peningkatan selera makan (polifagi) akibat penurunan simpanan
Pada DM tipe 2 terdapat 2 masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu
resistensi insulin dan ganguan sekresi insulin. Resistensi insulin ini disertai dengan
penurunan reaksi intra sel sehingga insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Pada gangguan sekresi insulin berlebihan, kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel
beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin maka kadar glukosa
darah meningkat. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif
maka awitan DM tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Gejala yang dialami sering
bersifat ringan seperti kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsi, luka pada kulit yang lama
sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat
tinggi )
- Mandiri :
Timbang BB setiap hari sesuai indikasi
Tentukan program diet dan pola makan klien
Auskultasi bising usus, catat adanay nyeri , mual muntah
Berikan makanan oral yang mengandung nutrient dan elektrolit
sesuai indikasi
Observasi tanda – tanda hipoglikemi
- Kolaborasi :
Pantau kadar gula darah secara berkala
Kolaborasi ahli diet untuk menentukan diet pasien
Pemberian insulin / obat anti diabetik
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuretic osmotic, kehilangan
cairan gastric berlebihan , pembatasan cairan
Tujuan : klien memperlihatkan status hidrasi adekuat
Kriteria Hasil :
- TTV stabil dan dalam batas normal
- Nadi perifer teraba
- Turgor kulit dan pengisian akpiler baik
- Output urin tepat
- Kadar elektrolit dalam batas normal
Intervensi :
- Mandiri
Kaji riwayat muntah dan diuresis berlebihan
Monitor TTV, catat adanya perubahan TD ortostatik
Kaji frekunsi, kwalitas dan dan pola pernafasan, catat adnya
penggunaan otot Bantu, periode apnea, sianosis,
Kaji suhu, kelembapan, warna kulit
Monitor nadi perifer, turgor kulit dan membran mukosa
Monitor intake dan output cairan, catat BJ urin
- Kolaborasi
Pemeriksaan Hb, Ht, BUN, Na, K, Gula Darah
Pemberian terapi cairan yang sesuai (Nacl, RL, Albumin)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diabetes Mellitus adalah Suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa dalam
darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Subekti, et al..,
1999). Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus Menurut ADA 2003 terdriri atas
Diabetes Melitus Tipe 1, Diabetes Melitus Tipe 2 dan Diabetes Melitus Tipe
Lain
Baik pada DM tipe 1 maupun pada DM tipe 2 kadar glukosa darah jelas
meningkat dan bila kadar itu melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu
akan keluar melalui urin. Mungkin inilah sebabnya penyakit ini disebut juga
penyakit kencing manis (Suyono, 1999). Diagnosa DM harus didasarkan atas
pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat ditegakan hanya atas dasar
adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosa DM harus diperhatikan
asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk
diagnosa DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
dengan cara enzimatik dengan bahan darah kapiler (Perkeni, 1998