Anda di halaman 1dari 38

.

I LIKE SCIENCE I can see the world with a science

Kamis, 16 Januari 2014


MAKALAH PENGAWASAN APBD

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt penulis ucapkan sedalam-dalamnya, yang telah memberikan
rahmat dan nikmatnya serta ilmu yang bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini. Sholawat serta salam penulis selalu hanturkan untuk Nabi Muhammad Saw serta keluarga
dan sahabatnya yang telah meperjuangkan islam dan membawa kami dari zaman jahiliyah
sampai terang bendarang saat ini.
Penulis juga ucapkan terima kasih kepada dosen pematakuliah Administrasikeuangan Daerah
yaitu Wirman, SE. M.PAyang dimana beliau telah membimbing penulis dalam menyelesaikan
tulisan makalahini yang berjudul “Pengawasan APBD”. Penulis akui bahwa kehadiran beliau
dalam membimbing penulis sangatlah penting dan tidak akan menutup kemuungkinan penulis
akan kesulitan apabila tidak ada beliau.
Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu memberikan
dorongan semangat dalam menyokong penulis untuk menyelesaikan makalah ilmiah ini, jauh
dari keputus asaan penulis sangat bertopang kepada sahabat untuk memberikan keluhkesah
terhadap pembuatan makalah ini.

Sungai Limau, 16 Januari2013


Penulis
AL Muqtadir

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN PENULISAN
1.4 METODE PENULISAN
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Konsep Pengawasan
2.1.1 Maksud dan Tujuan Pengawasan
2.1.2 Macam-Macam Pengawasan
2.1.3 Proses Pengawasan
2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
2.2.1 Tinjauan Umum APBD
2.2.2 Mekanisme Penyusunan APBD
2.2.3 Pendapatan Daerah
2.2.4 Belanja Daerah
BAB III PEMBAHASAN
3.1 PENGAWASAN PELAKSANAAN APBD
3.1.1 Beberapa Permasalahan dalam Proses Pelaksanaan APBD hasil dari proses
pengawasan oleh pihak internal.
3.2 DPRD Sebagai Pengawas Penggunaan APBD
3.3 Pengawasan Internal Pemerintahan Daerah (BAWASDA)
3.4 Pengawasan oleh Pemerintah Pusat
3.4.1 Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
3.4.2 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
3.5 Pengawasan APBD Oleh Publik
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran Dan Kritik
4.3 Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


      

Proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh
karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi
manajemen. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya
pelaksanaan suatu rencana.
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian
pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan
pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.
Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan
berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian,
dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau
input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan
yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan
dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja,
jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi,
realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan.
Ketika penerapan otononomi daerah, dimana pemberian kewenangan dan keleluasaan
(diskresi) kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal
bagi kesejahteraan masyarakat. sedangkan pemerintahan yang bebas identik dengan penerapan
otonomi daerah, dimana pemberian kewenangan dan keleluasaan (diskresi) kepada daerah untuk
mengelola dan memanfaatkan sumber daya daerah secara optimal bagi kesejahteraan
masyarakat.
Fungsi Pengawasan yang dilakukan DPRD di Indonesia pada umumnya masih banyak
mengalami kendala, diantaranya adalah tidak adanya penetapan jadwal untuk agenda
pengawasan, Lemahnya koordinasi antar anggota komisi, dan kurangnya pengetahuan anggota
DPRD sehingga pengawasan hanya sekedar formalitas belaka atau hanya sekedar kunjungan
kerja tanpa ada hasil yang dicapai atau rekomendasi dari hasil pengawasan tersebut.

1.2 RUMUSAN MASALAH


      

Berdasarkanpenjelasanlatarbelakanngdiatasmakadapatdiambilsebiahrumusanmasalahsebagaiberi
kut :
1.   BagaiManaKonsepPengawasan ?
2.   BagaiManaPengawasanDalamAPBD ?
3.   BagaiManaPeran DPRD DalamPengawasanAPBD ?
4.   BagaiManaPeranPengawas Internal Pemerintah Daerah &Pusat ?
5.   BagaimanaPeranPublikDalamPengawasanAPBD ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


      

SetelahdiamatidariRumusanMasalah,
makapenulismengambilkesimpulanuntuktujuanpenulisansebagaiberikut :
1.   UntukMengetahuiBagaiManaKonsepPengawasan ?
2.   UntukMengetahuiBagaiManaPengawasanDalamAPBD ?
3.   UntukMengetahuiBagaiManaPeran DPRD DalamPengawasanAPBD ?
4.   UntukMengetahuiBagaiManaPeranPengawas Internal Pemerintah Daerah &Pusat ?
5.   UntukMengetahuiBagaimanaPeranPublikDalamPengawasanAPBD ?

1.4 METODE PENULISAN


      

Metode yang dapat digunakan dalam penulisan makalah ini adalah mengunakan metode
Tinjauan Pustaka dan searcing internet.
BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Pengawasan


      

Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah “awas”, sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan
pengendalian, sehingga istilah controlling lebih luas artinya dari pada pengawasan. Akan tetapi
dikalangan ahli atau sarjana telah disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan.
Jadi pengawasan adalah termasuk pengendalian. Pengendalian berasal dari kata
“kendali”, sehingga pengendalian mengandung arti mengarahkan, memperbaiki, kegiatan, yang
salah arah dan meluruskannya menuju arah yang benar.
Akan tetapi ada juga yang tidak setuju akan disamakannya istilah controlling ini dengan
pengawasan, karena controlling pengertiannya lebih luas daripada pengawasan dimana dikatakan
bahwa pengawasan adalah hanya kegiatan mengawasi saja atau hanya melihat sesuatu dengan
seksama dan melaporkan saja hasil kegiatan mengawasi tadi, sedangkan controlling adalah
disamping melakukan pengawasan juga melakukan kegiatan pengendalian menggerakkan,
memperbaiki dan meluruskan menuju arah yang benar.

2.1.1  Maksud dan Tujuan Pengawasan

Dalam rangka pelaksanaan pekarjaan dan untuk mencapai tujuan dari pemerintah yang
telah direncanakan maka perlu ada pengawasan, karena dengan pengawasan tersebut, maka
tujuan yang akan dicapai dapat dilihat dengan berpedoman rencana yang telah ditetapkan terlebih
dahulu oleh pemerintah.
Dengan demikian pengawasan itu sangat penting dalam melaksanakan pekerjaan dan
tugas pemerintahan, sehingga pengawasan diadakan dengan maksud untuk:
1.   Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak
2.   Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar
tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru
3.   Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program seperti yang telah ditentukan dalam
planning atau tidak
Berkaitan dengan tujuan pengawasan, Situmorang dan Juhir mengemukakan agar
terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen
pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat
yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat  (control social) yang
obyektif, sehat dan bertanggung jawab.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan
pengawasan adalah membandingkan antara pelaksanaan dan rencana serta instruksi yang telah
dibuat, untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan atau kegagalan serta efisiensi dan
efektivitas kerja dan untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan
atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.

2.1.2  Macam-Macam Pengawasan

Dalam hal pengawasan dapat diklasifikasikan macam-macam pengawasan berdasarkan


berbagai hal, yaitu:
a.    Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung
Pengawasan langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau
pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di
tempat pekerjaan dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Sedangkan
pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima dari
pelaksana, baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan tanpa
pengawasan.
b.   Pengawasan Preventif dan Represif
Walaupun prinsip pengawasan adalah preventif, namun bila dihubungkan dengan waktu
pelaksanaan pekerjaan, dapat dibedakan antara Pengawasan Preventif dan Pengawasan Represif.
Pengawasan Preventif berkaitan dengan pengesahan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala
Daerah tertentu. Karena tidak semua Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
memerlukan pengesahan. Selama pengesahan belum diperoleh, Peraturan Daerah atau Keputusan
Kepala Daerah yang bersangkutan belum berlaku dan pengawasan ini dilakukan melalui preaudit
sebelum pekerjaan dimulai. Misal dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-
persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain.
Sedang Pengawasan Represif dapat berbentuk penangguhan berlaku atau pembatalan. Suatu
Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah yang sudah berlaku dan mempunyai kekuatan
mengikat dapat ditangguhkan atau dibatalkan karena bertentangan dengan kepentingan umum
atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya dan pengawasan ini
dilakukan melalui post audit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat, meminta
laporan pelaksanaan dan sebagainya.
c.    Pengawasan Intern dan Pengawasan Ekstern
Pengawasan Intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri.
Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Akan tetapi di dalam
praktek hal ini tidak selalu mungkin. Oleh karena itu setiap pimpinan dalam organisasi pada
dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan untuk mengadakan pengawasan secara
fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Sedangkan Pengawasan Ekstern
adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri. Seperti pengawasan
dibidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur
Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap Departemen dan
Instansi pemarintah lain.

Macam-macam pengawasan ini didasarkan pada pengklasifikasian pengawasan. Disamping


itu pula ada beberapa macam pengawasan dilihat dari bidang pengawasannya, yakni:
a.    Pengawasan anggaran pendapatan (budgetary control)
b.   Pengawasan biaya (cost control)
c.    Pengawasan barang inventaris (inventory control)
d.   Pengawasan produksi (production control)
e.    Pengawasan jumlah hasil kerja ( quality control)

2.1.3  Proses Pengawasan


Proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh
karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi
manajemen.
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap  setiap pegawai
yang berada dalam organisasi adalah wujud dari pelaksanaan fungsi administrasi dari pimpinan
organisasi terhadap para bawahan, serta mewujudkan peningkatan efektifitas, efisiensi,
rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi
terhadap pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru
dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan
demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana.

2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)


      

2.2.1  Tinjauan Umum APBD

APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan
peraturan pemerintah tentang APBD.
Anggaran daerah pada hakekatnya merupakan salah satu alat untuk meningkatkan
pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas,
nyata dan bertanggung jawab.Atas dasar acuan tersebut, penyusunan APBD hendaknya mengacu
pada norma dan prinsip anggaran sebagai berikut:
a.   Transparansi dan akuntabilitas
APBD harus dapat memberikan informasi yang jelas tentang tujuan, sasaran, hasil dan manfaat
yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Selain itu penggunaannya juga
harus dapat dipertanggungjawabkan.
b.   Disiplin anggaran
Anggaran yang disusun harus dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu, dan
dapat dipertanggungjawabkan.
c.    Keadilan anggaran
Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh
kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan.
d.   Efisiensi dan efektivitas anggaran
Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan
peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat.
e.    Format anggaran
Pada dasarnya APBD disusun berdasarkan format anggaran deficit (deficit budget format).
Apabila terjadi surplus, daerah dapat membentuk dana cadangan, sedang bila terjadi defisit,
dapat ditutup melalui sumber pembiayaan pinjaman dan atau penerbitan obligasi daerah sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

2.2.2  Mekanisme Penyusunan APBD

Mekanisme penyusunan APBD dilakukan melalui tiga tahap, yaitu penetapan, perubahan
dan perhitungan APBD.
a.      Penetapan APBD
Penetapan APBD adalah penetapan rencana APBD yang telah disusun oleh pemerintah daerah
dan diajukan kepada DPRD untuk ditetapkan sebagai Perda. APBD ditetapkan paling lambat tiga
bulan setelah ditetapkannya APBN. APBD tersebut perlu mendapat pengesahan dari pejabat
yang berwenang yaitu dari Mendagri.
b.      Perubahan APBD
Berdasarkan PP No. 5 Tahun 1975 Pasal 14 jo. Pasal 183 UU No. 32 Tahun 2004, daerah dapat
melakukan perubahan rencana APBD yang disebabkan antara lain: perbedaan antara
perencanaan dan realisasi/pelaksanaan akibat perubahan harga, pengurangan dan penambahan
volume pekerjaan, dan berbagai sebab lainnya yang menyebabkan pergeseran anggaran.
c.       Perhitungan APBD
Berdasarkan Permendagri No. 2 Tahun 1994, perhitungan APBD ditetapkan paling lambat enam
bulan setelah ditetapkannya APBN untuk tahun anggaran berikutnya. Perhitungan ini merupakan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD pada setiap tahun anggaran. Perhitungan
APBD harus menghitung selisih antara realisasi penerimaan dan realisasi pengeluaran dengan
anggaran pengeluaran dengan menjelaskan alasannya. Perhitungan APBD juga ditetapkan
melalui Perda.

2.2.3  Pendapatan Daerah

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 157, bahwa sumber pendapatan daerah terdiri
atas:
a.   Hasil pajak daerah (PAD) yang meliputi:
  Hasil pajak daerah
  Hasil retribusi daerah
  Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan
  Lain-lain PAD yang sah.
b.   Dana perimbangan yang terdiri dari:
  Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan (BPHATB) dan Penerimaan dari sumber daya alam (SDA)
  Dana Alokasi Umum (DAU)
  Dana Alokasi Khusus (DAS)
c.    Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan secara terperinci berdasarkan pada jenis pendapatan, terdiri atas:
1.   Sisa lebih perhitungan tahun lalu.
Berbagai hal penyebab terdapatnya sisa anggaran antara lain:
  Adanya penerimaan yang tidak diperkirakan pada saat penyusunan APBD
  Adanya sisa pada pagu anggaran yang disediakan dalam APBD dengan harga hasil tender oleh
pihak ketiga.
  Adanya sisa anggaran meski target pelaksanaan fisik suatu proyek telah mencapai 100%.
  Adanya anggaran tahun lalu yang belum terserap karena pelaksanaan kegiatan fisiknya belum
selesai.
2.   Pendapatan Asli Daerah (PAD)
PAD seringkali dianggap sebagai tumpuan utama sumber keuangan daerah. Jenis-jenis PAD
antara lain:
  Pajak daerah, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala daerah tanpa
imbalan yang seimbang, yang dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundangan-undangan
yang berlaku, yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah
daerah dan pembangunan daerah.
  Retribusi daerah, yaitu pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu
yang khusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau
badan.
  Laba perusahaan.
  Penerimaan dinas dan penerimaan lain-lain.
3.   Bagi hasil pajak dan bukan pajak
Bagi hasil pajak dan bukan pajak adalah bagian pajak dan bukan pajak  pusat yang
dibagihasilkan kepada daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota.
4.   Sumbangan dan bantuan
Sumbangan adalah dana yang diberikan pemerintah kepada pemerintah daerah yang digunakan
untuk membiayai belanja pegawai daerah dan pegawai pusat yang diperbantukan di daerah, serta
keperluan belanja nonpegawai.
Bantuan adalah dana yang diberikan pemerintah kepada daerah yang digunakan untuk
pembangunan daerah yang bersangkutan.
5.   Pinjaman
Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima dari pihak lain
sejumlah uang atau manfaat bernilai uang, sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk
membayar kembali.
Pinjaman daerah dapat bersumber dari:
  Dalam Negeri
  Luar Negeri
Pinjaman Daerah terdiri dari dua jenis:
1)   Pinjaman Jangka Panjang
Pinjaman daerah dengan jangka waktu lebih dari satu tahun dengan persyaratan bahwa
pembayaran kembali pinjaman berupa pokok pinjaman, bunga dan biaya lain sebagian atau
seluruhnya harus dilunasi pada tahun-tahun anggaran berikutnya.
2)   Pinjaman Jangka Pendek
Pinjaman daerah dengan jangka waktu kurang atau sama dengan satu tahun dengan persyaratan
bahwa pembayaran kembali pinjaman berupa pokok pinjaman, bunga dan biaya lain seluruhnya
harus dilunasi dalam tahun anggaran bersangkutan.

2.2.4  Belanja Daerah

Belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu
yang menjadi beban daerah. Belanja daerah terdiri atas:
a.    Belanja rutin
Belanja rutin adalah pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah yang bersifat
administrasi dan pelayanan pemerintahan umum.
b.   Belanja pembangunan
Pembangunan daerah adalah bagian integral dari pembangunan nasional, dan pelaksanannya
mengacu pada pola dasar pembangunan daerah serta rencana pembangunan lima tahun masing-
masing. Dapat dilihat arahan pembangunan suatu daerah seyogianya merupakan bagian integral
dari rencana strategi pembangunan nasional.
BAB III PEMBAHASAN

3.1 PENGAWASAN PELAKSANAAN APBD


      

APBD adalah rencana keuangan Pemda, yang mencakup tiga komponen, yakni
pendapatan, belanja dan pembiayaan. Selisih pendapatan dengan belanja disebut surplus atau
defisit, yang memiliki makna bahwa Pemda boleh merencanakan pengeluaran untuk belanja
yang tidak sama persis dengan jumlah pendapatannya.

Di sisi lain, rencana keuangan yang telah ditetapkan sebelum tahun anggaran berjalan,
kemungkinan besar tidak dilaksanakan sepenuhnya. Artinya, hampir selalu ada variansi
(variance) antara anggaran dengan realisasinya.  Dalam anggaran berbasis kinerja, APBD harus
direncanakan dengan menetapkan terlebih dahulu target kinerja yang ingin dicapai (Money
follows functions). Jika tidak ada target, maka tidak ada aktivitas. Jika tidak ada aktivitas, maka
tidak ada alokasi dana dalam APBD.

Pemeriksaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD mengalami perkembangan


dan perubahan yang cukup signifikan setelah berlakunya paket tiga Undang-undang Keuangan
Negara. Perubahan tersebut antara lain meliputi jenis pemeriksaan, standar pemeriksaan,
pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, serta pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan.
Perubahan tersebut tentunya harus disikapi dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
yang semakin baik dan ‘semakin’ sesuai standar. 

Tercatat sudah banyak perangkat lunak diciptakan mulai kode etik, petunjuk pelaksanaan
sampai petunjuk teknis dan SOP. Akan tetapi, apakah kualitas hasil pemeriksaan dapat terjamin
dengan banyaknya perangkat lunak pemeriksaan? Banyak laporan yang menyatakan bahwa
auditor sering mengandalkan intuisinya sebagai pemeriksa dibandingkan harus mengandalkan
atau mematuhi perangkat lunak pemeriksaan. Auditor cenderung terlalu percaya diri dan kadang
lupa dengan pakem yang harus dipegang dalam memainkan perannya sebagai auditor.

Akibatnya, ini mendorong munculnya auditor yang doyan bermusik jazz. Yaitu
mengaudit dengan improvisasi sekenanya mengikuti intuisi yang dipercaya. Padahal, ada
kekhawatiran bahwa dengan improvisasi ini, bisa menyulitkan penjaminan keandalan prosedur
audit yang dijalankan.

Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Hasil
penelitian tentang kompetensi menunjukkan bahwa profesi auditor mulai tidak menarik dan
tergeser oleh profesi yang lain. Hal ini berdampak terhadap kualitas calon auditor yang
memasuki dunia Pegawai negeri Sipil (PNS), yang pada akhirnya akan membuat mereka akan
eksodus ke unit kerja lain. Hasil penelitian juga menunjukkan kualitas pendidikan secara formal
untuk auditor dirasa masih kurang memadai untuk menunjang kompetensinya. Penelitian juga
memberikan bukti empiris bahwa pengalaman akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk
mengetahui kekeliruan dan pelatihan yang dilakukan akan meningkatkan keahlian dalam
melakukan audit.

Untuk itu maka masukan dari pihak lain atau pembina  dan organisasi sangat diperlukan
untuk mengembangkan suatu kualitas audit. Hasil penelitian tentang independensi menunjukkan
bahwa dalam mengambil keputusan auditor dipengaruhi oleh dorongan untuk mempertahankan
citranya auditnya. Tetapi disisi lain terdapat beberapa kekuatan yang bisa meredakan pengaruh
tersebut. Hasil penelitian juga memberikan bukti bahwa pengaruh Budaya masyarakat atau
organisasi terhadap pribadi auditor akan mempengaruhi sikap independensinya (Soegijanto dan
Hoesada, 2005).

PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian internal Pasal 47 menyebutkan


bahwa pimpinan instansi/lembaga pemerintah bertanggung jawab atas efektivitas
penyelenggaraan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing. Atas dasar itu di
masing-masing lembaga mempunyai satuan kerja yang bertugas untuk mengawasi dan menjamin
pelaksanaan operasional instansi agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di tingkat pusat
lembaga tersebut lazim disebut Inspektorat dan ditingkat daerah disebut Badan Pengawas
(Bawas) yang sekarang Inspektorat juga.

Fungsi pengawas internal adalah membantu pimpinan instansi/lembaga dalam


penyelenggaraan pemerintahan dibidang :

1.   Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan baik yang sudah selesai maupun on going;

2.   Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, fungsi evaluasi tersebut termasuk dalam pengujian
secara berkala laporan yang dihasilkan oleh masing-masing perangkat daerah;
3.   Pembinaan dan perbaikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan reguler yang dilaksanakan;

4.   Membantu tercapainya good corporate governance.

Menurut penjelasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan
perubahannya tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Kepala Daerah
(Bupati/Walikota) selaku pemegang kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan juga bertindak
sebagai pemegang kekuasaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya kekuasaan
tersebut dilimpahkan kepada Kepala Satuan Kerja Pengelolaan Keuangan Daerah selaku pejabat
pengelola keuangan daerah dan dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah itu sendiri
sebagai pengguna anggaran/barang daerah di bawah koordinasi dari Sekretaris Daerah.

Pemisahan pelaksanaan APBD ini akan memberikan kejelasan dalam pembagian


wewenang dan tanggungjawab terlaksananya mekanisme keseimbangan dan pengawasan dalam
pelaksanaan anggaran daerah (check and balances) serta untuk mendorong upaya peningkatan
profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut, maka dana yang tersedia dalam APBD harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin
untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal bagi
kepentingan masyarakat.

3.1.1  Beberapa Permasalahan dalam Proses Pelaksanaan APBD hasil dari


proses pengawasan oleh pihak internal.

Beberapa permasalahan yang ditemui ketika aparat inspektorat telah melakukan


pemeriksaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD, antara lain:

Pertama,

Struktur belanja pada APBD yang lebih banyak mengakomodir belanja pegawai, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi kesalahan penganggaran. Kalau setiap tahun belanja
publik selalu kurang daripada belanja pegawai, pertanyaannya, pegawai yang semakin banyak itu
kerja apa saja?

Kalau jumlah pegawai lebih banyak dari apa yang mau dia kerjakan? Itu aneh. Sehingga
pengadaan CPNSD harus dikurangi. Jangan setiap tahun terima CPNSD baru, karena akan sangat
membebani anggaran. Setiap periode jabatan KDH sebenarnya cukup dua kali saja pengangkatan
CPNSD supaya ada penghematan sehingga biaya belanja aparatur dipakai untuk belanja publik.
Jumlah rakyat miskin masih sangat banyak, dana yang ada sebaiknya dipakai untuk kembangkan
sektor riil dan jangan hanya dihabiskan untuk belanja pegawai saja.

Kedua,

Penafsiran yang berbeda antar SKPD terhadap peraturan pemerintah pusat yang selalu berubah-
ubah, sehingga menimbulkan berbagai macam interpretasi atas aturan yang ada. Mau ikut aturan
A takut kebentur aturan B. Kuatirnya auditor akan memakai aturan B dan akhirnya menyalahkan
SKPD. Kuatirnya ada pihak lain yang kemudian berpendapat bahwa harusnya atas kejadian
tersebut adalah mengacu pada aturan C (sehingga membingungkan).
Salah satu contoh kongkritnya adalah pada saat akan menerapkan keppres 80/2003 dan
perubahannya dengan Permendagri 13/2006 dan perubahannya. Pegawai yang berkutat di
masalah keuangan daerah mengharuskan dipakai Permendagri, sedangkan yang biasa menangani
pengadaan akan bersikukuh bahwa hanya Keppres-lah satu–satunya acuan utama mulai
persiapan pengadaan, proses pemilihan penyedia, proses pelaksanaan dan prosedur pembayaran
beserta dokumen–dokumennya.

Ketiga,

penyalahgunaan aset, yang terjadi karena ketidaktertiban mulai dari proses pencatatan,
pembiayaan, dan pelaporan sehingga tidak dapat diketahui track record aset tersebut. Kelemahan
yang sering terjadi adalah aset tidak dicatat di buku inventaris atau tercatat di buku inventaris
tetapi tidak pernah di-update mengenai keberadaan, kondisi, dan lokasi aset tersebut.

Selain itu, secara akuntansi belum dilakukan pencatatan aset sesuai Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), di antaranya saat pembelian tidak dibukukan dalam buku besar dan buku
pembantu serta tidak dilakukan penyusutan. Kadangkala aset yang tercatat tidak diketahui
sumber dananya, baik yang didanai dari APBN/APBD, hibah, sumbangan, maupun sitaan, dan
sebagainya. Tidak tercatatnya aset, baik dalam buku inventaris maupun secara akuntansi serta
tidak jelas dalam segi pembiayaannya, mengakibatkan pelaporan aset dalam neraca tidak akurat.

Hal ini kadang menjadi permasalahan di SKPD, untuk perhitungan harga perolehan biasanya
dihitung di bagian keuangan atau akuntansi. Tentunya setelah dihitung harga perolehan, maka
pengurus barang segera mengganti harga aset tersebut dari harga yang sesuai kontrak ke harga
perolehan. Beberapa SKPD kadang tidak ada komunikasi antara Bagian Keuangan/Akuntansi
dengan Pengurus Barang. Tentu saja ketika auditor masuk akan membandingkan data neraca
dengan rincian barang.

Keempat,

Setiap pemeliharaan terkait dengan anggaran untuk pemeliharaan. Belanja pemeliharaan ternyata
salah satu objek belanja yang paling sering difiktifkan pertanggungjawabannya. Jika dicermati
dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA), atau dalam Perhitungan APBD, biasanya anggaran
belanja pemeliharaan terealisasi 100%. Habis tak bersisa. Yang menarik, berdasarkan penelitian
di negara-negara berkembang, terutama di Afrika dan Amerika Latin (IMF, 2007 dan World
Bank, 2008; dikutip Peduli Bangsa, 2008) fenomena ghost expenditures merupakan hal yang
biasa. Artinya, alokasi untuk pemeliharaan selalu dianggarkan secara incremental meskipun
banyak aset yang sudah tidak berfungsi atau hilang. hal ini terjadi karena tidak adanya
transparansi dalam penghapusan dan pemindahtanganan aset-aset.

Kelima,

Pemeriksaan aset hasil pengadaan terpusat pada satu instansi.

Keenam,

Pengadaan yang tidak dilaksanakan oleh bagian atau sub bagian yang berwenang melaksanakan
sesuai tupoksinya.  Berdasarkan fenomena yang terjadi uang untuk pelaksanaan kegiatan
dikuasai pada PPTK. Seharusnya uang untuk pelaksanaan kegiatan dipegang oleh bendahara
pengeluaran meskipun yang bertanggungjawab untuk pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan
ada di tangan PPTK. Hal ini bermakna bahwa meskipun PPTK bertanggungjawab atas
kesuksesan pelaksanaan kegiatan, PPTK tidak memegang uang (karena ada pada wewenang di
bendahara).

Ketujuh,

Ketidakjelasan pertanggungjawaban dan pelaksana perjalanan dinas.

Kedelapan,

Pembelian ATK di luar “batas kewajaran” oleh SKPD.

Kesembilan,
Tidak melaksanakan proses akuntansi, tetapi menghasilkan laporan keuangan. Sudah menjadi
kelaziman saat ini bahwa SKPD dipandang tidak perlu menyelenggarakan proses akuntansi
(menjurnal, memposting, menyesuaikan, menutup, dan menyusun laporan keuangan) secara
manual, karena telah ada software atau program yang membantu. Sekali dilakukan entry data,
maka laporan keuangan langsung jadi. Apakah akuntansi sama dengan software di komputer?.

Kesepuluh,

Kelemahan sistem penetapan honor berdasarkan kegiatan, karena tidak ditetapkan pemberian
penghasilan tambahan berdasarkan beban kerja secara adil.

Kesebelas,

Jumlah persediaan yang tidak realistis pada akhir tahun anggaran, dan sebagainya.Hal-hal
tersebut di atas merupakan aspek-aspek yang harus diawasi, artinya pengawasan tidak hanya
bernuansa dilaksanakan setelah pelaksanaan kegiatan, tetapi juga dimulai ketika perencanaan
kegiatan masih dilakukan.

Pengawasan terhadap pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD dibagi menjadi dua


bagian; pengawasan eksternal dan pengawasan internal yang dijalankan diklasifikasikan dari segi
kategori fungsional yang tergantung pada maksud yang akan dijalankan. Jadi pengawasan
tersebut dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

1.   pengawasan kebijakan (perumusan kebijakan makroekonomi dan strategi);


2.   pengawasan proses (pengawasan personil, procurement/pengadaan, konstruksi dan pembayaran)
dan
3.   pengawasan efisien (ukuran kinerja dan evaluasi).

Apakah pengawasan, suatu kalimat yang agak “merepotkan” bagi teman-teman Pemda?,
bukan saja karena implikasi dari pengawasan itu sendiri, tetapi juga dari banyaknya pengawasan.
Tetapi sebenarnya dilingkup intern SKPD itu sendiri telah terlaksana pengawasan, yang
dilaksanakan oleh pegawainya.  Pengawasan yang dimaksud tersebut dengan nomenklatur
pengawasan atau dengan yang serupa pengawasan, yaitu : Waskat, evaluasi,  monitoring, atupun
konsultasi. Perbedaan antara auditor dan pegawai lain di SKPD adalah, auditor mempunyai
wewenang tidak hanya melakukan pengawasan tetapi juga ke tingkat pemeriksaan sesuai tugas
pokoknya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Kriteria pemeriksaan mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan pekerjaan lain.


Pemilihan kriteria pemeriksaan tidak hanya meng”copy” peraturan atau norma serta kaidah yang
telah ditetapkan dalam bentuk produk hukum, melainkan lebih jauh lagi kriteria pemeriksaan
dapat dikembangkan standar atau praktik-praktik yang dianggap baik dan relevan bagi sebuah
kondisi kinerja yang ideal. Oleh karena itu, pengembangan kriteria menjadi proses penting dalam
suatu perencanaan pemeriksaan untuk menjamin penilaian auditor lebih objektif, proposional dan
relevan dengan tujuan pemeriksaan, sehingga dapat menghasilkan suatu rekomendasi perbaikan
yang konstruktif bagi kinerja audite.

Problemnya adalah kebosanan dari instansi/lembaga untuk diperiksa, banyaknya kegiatan


pemeriksaan sedikit banyak membuat aktivitas pelayanan dan operasional menjadi terganggu.
Banyak waktu yang tersita untuk menjawab dan menjelaskan berbagai permasalahan yang
terjadi. Fungsi pengawas menjadi pemeriksa membuat pemahaman terhadap masalah yang
terjadi menjadi kurang, parsial sehingga tidak menyeluruh. Pengawasan dilakukan tujuannya
bukan evaluasi untuk perbaikan proses yang sedang berlangsung tapi lebih kepada evaluasi untuk
mencari kesalahan atas kegiatan.

Faktanya, justru bottle neck yang terjadi dalam melaksanakan pemeriksaan adalah
ketidakmampuan mengidentifikasikan kriteria pemeriksaan. Ketidakmampuan lebih disebabkan
hal-hal antara lain tidak tersedianya Key Performance Indicator (KPI), belum ada kesepakatan
dengan auditee, dan tidak tersedia data standar berupa benchmarking. Ini semua terjadi karena
kita sudah terbiasa dengan pola pemeriksaan kepatuhan yang mengharuskan sumber kriteria
adalah berupa peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan memaksa pelaksana
untuk mematuhinya. Tanpa itu maka temuan pemeriksaan dan rekomendasinya tidak ada
kekuatan mengubah auditee untuk memperbaiki. Apalagi kondisi tersebut dikaitkan dengan ada
tidaknya indikasi TPK.

3.2 DPRD Sebagai Pengawas Penggunaan APBD


      

Kepemerintahan daerah yang baik (good local governance) merupakan Public issue yang
paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Tuntutan pelaksanaan
Pemerintahan yang baik yang dilakukan oleh masyarakat kepada Pemerintah terus dikemukakan
melalui tulisan – tulisan di media, demonstrasi dan lain – lain merupakan suatu hal yang sejalan
dengan konsep Good governance bahwa peran serta masyarakat dalam mengawasi jalannya
Pemerintahan mutlak dilakukan, sesuatu yang tidak dapat dilakukan di era orde baru yang
menganut sentralisasi. Hal itu merupakan Implikasi meningkatnya pengetahuan masyarakat di
samping adanya globalisasi pergeseran paradigma pemerintahan dari rulling government yang
terus bergerak menuju good governance dipahami sebagai suatu fenomena berdemokrasi secara
adil.
Penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara tidak hanya terdapat di pusat
pemerintahan saja. Pemerintahan pusat memberikan wewenangnya kepada pemerintah daerah
untuk menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, dan di Indonesia yang dimaksud dengan
pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan
DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Sedangkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dilaksanakan dengan asas
Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Di samping itu juga melaksanakan Dekonsentrasi, yaitu pelimpahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan / atau
kepada instansi vertikal, dan serta melaksanakan Tugas Pembantuan, yaitu penugasan dari
pemerintahan kepada daerah dan atau desa dari pemerintahan propinsi kepada kabupaten/kota
kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Lahirnya Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, menjadi
era baru Pemerintahan di daerah, lalu digantikan dengan Undang – undang nomor 32 tahun 2004,
dan dilakukan perubahan atas Undang – Undang nomor 32 tahun 2004 dengan diterbitkannya
Undang – Undang nomor 12 tahun 2008 menggantikan Undang-Undang yang sebelumnya
menandai dimulainya paradigma baru kebijakan otonomi daerah di Indonesia. Undang-Undang
ini lahir sebagai wujud menyikapi berbagai aspirasi dan tuntutan terhadap reformasi hubungan
antara pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 memberikan kewenangan yang luas kepada setiap daerah untuk mengatur
dan mengurus kepentingan masyarakat daerah menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah, diperlukan perangkat - perangkat dan
lembaga - lembaga untuk menyelenggarakan jalannya pemerintahan di daerah. Sebagaimana
hanya di pusat negara, perangkat - perangkat dan lembaga - lembaga daerah biasanya merupakan
refleks dari sistem yang ada di pusat negara. Untuk memenuhi fungsi perwakilan dalam
menjalankan kekuasaan legislatif daerah sebagaimana di pusat negara di daerah dibentuk pula
Lembaga Perwakilan Rakyat, dan lembaga ini biasa dikenal atau dinamakan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.
Dalam Undang – undang nomor 32 tahun 2004 posisi DPRD dibuat sejajar dan menjadi
mitra dengan Pemerinatah daerah. salah satu kewenangan DPRD adalah melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Menurut Mardiasmo ada tiga aspek utama yang
mendukung keberhasilan otonomi daerah, yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan,
ketiga hal tersebut pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya. pengawasan
mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan di luar pihak eksekutif (yaitu masyarakat
dan DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. pengendalian (control) adalah mekanisme
yang dilakukan oleh pihak eksekutif (Pemerintah Daerah) untuk menjamin dilaksanakannya
sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. pemeriksaan (audit)
merupakan kegiatan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi
professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan
standar atau kriteria yang ada (Mardiasmo, 2002 : 219).
Di Indonesia, pengelolaan anggaran begitu pula penyusunan suatu anggaran dilaksanakan
oleh lembaga legislatif bersama – sama dengan eksekutif. Untuk anggaran pendapat dan belanja
daerah (APBD) penyusunannya dibuat oleh DPRD bersama – sama dengan Bupati/Walikota
Kepala Daerah Tingkat II, kemampuan kedua lembaga tersebut, DPRD dan Bupati/Walikota
sangat menentukan terbentuknya APBD serta kualifikasi dari anggaran tersebut.
Secara umum peran DPRD diwujudkan dalam tiga fungsi, yaitu:
1)   Regulator. Mengatur seluruh kepentingan daerah, baik yang termasuk urusan - urusan rumah
tangga daerah (otonomi) maupun urusan - urusan pemerintah pusat yang diserahkan
pelaksanannya ke daerah (tugas pembantuan);
2)   Policy Making. Merumuskan kebijakan pembangunan dan perencanaan programprogram
pembangunan di daerahnya;
3)   Budgeting. Perencanaan angaran daerah (APBD).
Dan menurut Undang – undang Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) tersebut lebih
disederhanakan ke dalam tiga fungsi, yaitu :
1)   Fungsi legislasi,
2)   Fungsi anggaran
3)   Fungsi pengawasan.
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh DPRD diatur dalam Undang – Undang Nomor 32
Tahun 2004 pasal 42 ayat 1c, PERMENDAGRI (Peraturan Menteri Dalam Negeri) Tahun 2006
Tentang Pedoman Pengelolaan Daerah Pasal 311 ayat 1 dan 2, dan Undang – undang 12 Tahun
2008 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 42 ayat 1c, dan UU Rexxpublik Indonesia No. 27
Tahun 2009 Tentang MPR, DPR. DPD, dan DPRD Pasal 344 ayat 1c.

Berikutadalahtahapan – tahapandari proses pengawasanDPRD :


Tahap 1 DPRD menentukan agenda pengawasan,
Tahap 2Menetukanmetodologipengawasan,
Tahap3menjalinhubunganinstansiterkaitdanaliansistrategis,
Tahap 4Melaksanakanpengawasan,
Tahap 5Membuatlaporan,
Tahap 6Tindaklanjuthasilpengawasan,
Tahap 7Menilai LKPJ.

Ruang lingkup pengawasan yang dilakukan oleh DPRD mencakup seluruh Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan Program – program atau kebijakan yang dibiyai oleh APBD,
karena salah satu aspek Pemerintahan Daerah yang harus diatur secara hati-hati adalah
pengelolaan keuangan daerah karena anggaran daerah memainkan peranan yang sangat penting
dalam mendukung siklus penyelenggaraan pemerintah di daerah untuk menciptakan
kesejahteraan bagi masyarakatnya. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam
suatu daerah merupakan suatu nafas daerah untuk dapat melanjutkan pembangunan daerah.
Pembangunan daerah dapat berjalan apabila pengawasan terhadap pelaksanaan APBD berjalan
dengan baik sesuai dengan apa yang telah di prioritaskan dan sesuai dengan aspirasi dari
masyarakat tersebut.
Anggaran bagi Pemerintah Daerah adalah instrument terpenting dalam kebijakan ekonomi
yang akan lebih menjelaskan pritoritas kebijakan dokumen – dokumen lainnya, dengan kata lain,
anggaran mendefinisikan kebijakan, komitmen – komitmen politik dan prioritas dalam
memutuskan kemana anggaran harus digunakan dan dari mana mesti dikumpulkan.
Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Serang diatur dalam Peraturan DPRD Kabupaten
Serang Nomor 1 Tahun 2010 pasal 118 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “ayat (1) DPRD Melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD, ayat (2) pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih
mengarah untuk pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam peraturan daerah tentang
APBD”.

3.3 Pengawasan Internal Pemerintahan Daerah


      

(BAWASDA)

Bawasda memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengawasan keuangan. Beberapa
keuangan provinsi/kabupaten/kota bidang pengawasan terhadap keuangan dan aset daerah
adalah:
-          Pelaksana APBD
-          Penerimaan pendapatan daerah dan Badan Usaha Daerah
-          Pengadaan barang/jasa serta pemeliharaan/penghapusan barang/jasa
-          Penyelesaian ganti rugi
-          Inventarisasi dan penelitian kekayaan pejabat di lingkungan Pemda

3.4 Pengawasan oleh Pemerintah Pusat


      

3.4.1   Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)


BPKP adalah lembaga pemerintahan pusat non departemen yang dibentuk lewat Keppres No.103
Tahun 2001.  BPKP bertugas untuk melakukan pengawasan  penyelenggaran APBN.
BadanPengawasanKeuangandan Pembangunan (BPKP)
dibentukberdasarkanKeputusanPresidenNomor 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983
tentangBadanPengawasanKeuangandan Pembangunan (BPKP), yang
sebelumnyaadalahDirektoratDjenderalPengawasanKeuangan Negara (DDPKN = DJPKN) yang
dibentukberdasarkanKeputusanPresidenNomor 26 tahun 1968.
Perubahaniniberdasarkanpadakebutuhanadanyasuatulembagapengawasan intern pemerintah yang
independendarimanajemenpemerintahan di
setiapinstansipemerintah( DepartemendanLembagaPemerintah Non Departemen ).

DalamKeppresNomor 31 tahun 1983 ditetapkantugaspokok BPKP yaitu :

         Mempersiapkanperumusankebijaksanaanpengawasankeuangandanpengawasanpembangunan;

         Menyelenggarakanpengawasanumumataspenguasaandanpengurusankeuangan;

         Menyelenggarakanpengawasanpembangunan.

SesuaidenganKeppresNomor 103 tahun 2001 tentangKedudukan, Tugas, Fungsi,


SusunanOrganisasidan Tata KerjaLembagaPemerintah Non
Departemensebagaimanatelahbeberapa kali diubah, denganKeputusanPresidenNomor 30 tahun
2003 danPeraturanPresidenNomor 11 Tahun 2005, tugasdanfungsi BPKP adalahsebagaiberikut :

a.    Tugas

Melaksanakantugaspemerintahan di
bidangpengawasankeuangandanpembangunansesuaidenganketentuanperundang-undangan yang
berlaku.Dalammelaksanakantugassebagaimanadimaksud di atas BPKP menyelenggarakanfungsi:

1.   Pengkajiandanpenyusunankebijakannasional di bidangpengawasankeuangandanpembangunan

2.   Perumusandanpelaksanaankebijakan di bidangpengawasankeuangandanpembangunan;

3.   Koordinasikegiatanfungsionaldalampelaksanaantugas BPKP;

4.   Pemantauan; pemberianbimbingan,


danpembinaanterhadapkegiatanpengawasankeuangandanpembangunan;
5.   Penyelenggaraanpembinaandanpelayananadministrasiumum, ketatausahaan,
organisasidantatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persanksian, perlengkapan,
danrumahtangga.

b.   PelaksanaanTugas

Pelaksanaantugas Kantor Perwakilan BPKP diaturdalamSuratKepala BPKP Nomor: Kep-


06.00.00-286/K2001 tanggal 30 Mei 2001. Dalammelaksanakantugasdanfungsitersebut di atas
BPKP PerwakilanProvinsiKalimatan Selatan sesuaidenganstrukturorganisasi yang
adadapatdikelompokkansebagaiberikut :

1.   Bagian Tata Usaha, mempunyaitugasmelaksanakanpenyusunanrencanadan program pengawasan,


urusankepegawaian, keuangan, persuratan, urusandalam, perlengkapan, rumahtangga,
pengelolaanperpustakaan, danpelaporanhasilpengawasan.

2.   BidangPengawasanInstansiPemerintahPusat (PIPP),


mempunyaitugasmelaksanakanpenyusunanrencana, program,
pelaksanaanpengawasaninstansipemerintahpusat, danpinjaman/bantuanluarnegeri yang
diterimapemerintahpusatsertapengawasanpenyelenggaraanakuntabilitasinstansipemerintahpusatd
anevaluasihasilpengawasan.

3.   BidangAkuntabilitasPemerintah Daerah, mempunyaitugasmelaksanakanpenyusunanrencana,


program, danpengawasaninstansipemerintahdaerah,
sertapelaksanaanpengawasanpenyelenggaraanakuntabilitas, danevaluasihasilpengawasan.

4.   BidangAkuntan Negara, mempunyaitugasmelaksanakanpenyusunanrencana, program,


pelaksanaanpemeriksaansertaevaluasipelaksanaan good corporate governance
danlaporanakuntabilitaskinerjabadanusahamiliknegara, Pertamina, cabangusahaPertamina,
kontraktorbagihasil, dankontrakkerjasama, badan-badan lain yang di
dalamnyaterdapatkepentinganpemerintah, danbadanusahamilikdaerahataspermintaandaerah,
sertaevaluasihasilpengawasan.

5.   BidangInvestigasi, mempunyaitugasmelaksanakanpenyusunanrencana, program,


pelaksanaanpemeriksaanterhadapindikasipenyimpangan yang merugikannegara,
badanusahamiliknegara, danbadan-badan lain yang di dalamnyaterdapatkepentinganpemerintah,
pemeriksaanterhadaphambatankelancaranpembangunan,
danpemberianbantuanpemeriksaanpadainstansipenyidikdaninstansipemerintahlainnya.

3.4.2   Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

BPK adalah salah satu lembaga tinggi negara yang kedudukannya sejajar dengan pemerintah,
DPR, MA dan DPA. Dengan Demikian BPK tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah. BPK
menjalankan fugsi pengawasan keuangan eksternal, berbeda dengan BPKP yang melakukan
pengawasan keuangan internal.

3.5 Pengawasan APBD OlehPublik


      

APBD atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD,
dan ditetapkan dengan peraturan daerah.
APBD merupakan dokumen perencanaan pembangunan yang paling kongkrit yang
menunjukan prioritas dan arah kebijakan pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran. Kenapa
paling kongkrit ? Karena anggaran adalah kebijakan operasional yang merupakan turunan dari
strategi pembangunan pemerintah sesuai visi, misi, program pembangunan yang ditetapkan.
Pada hakikatnya APBD dapat dikatakan sebagai anggaran untuk sektor publik yang
merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik
(baca: masyarakat/rakyat) dan orientasinya tidak lain adalah menuju kerah terciptanya
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah,
anggaran untuk sektor publik ini pengelolaannya dimandatkan kepada pemerintah daerah oleh
publik.
Melihat hakikat tersebut di atas, maka secara otomatis sebenarnya publik mempunyai hak
dan wajib mengawasi pelaksanaan APBD.
Bahkan tidak hanya mengawasi pelaksanaannya, tetapi pada saat proses penyusunan
APBD, publik wajib untuk berpartisipasi aktif dalam prosesnya. Terkait dengan pengawasan
publik terhadap pelaksanaan APBD, ada sebuah pertanyaan yang sering dilontarkan terutama
oleh aparat pemerintah atau pejabat publik, yaitu apa kepentingan dan manfaatnya apabila publik
mengawasi pelaksanaan APBD ?
Mengetahui konsistensi antara perencanaan dan penganggaran daerah dengan realisasi
pelaksanaan perencanaan dan penganggaran tersebut adalah penting diketahui oleh publik dalam
kaitannya dengan pengawasan APBD. Memastikan bahwa alokasi anggaran untuk kepentingan
publik sudah dilaksanakan secara efisien dan efektif, dalam hal ini pelaksanaan APBD tersebut
tidak terjadi pemborosan, tepat sasaran, dan memberikan dampak yang positif serta manfaat yang
berarti bagi kepentingan publik merupakan suatu hal yang juga penting diketahui oleh publik
terkait pengawasan APBD.
Kemudian hal yang terpenting bagi publik dalam mengawasi pelaksanaan APBD adalah
memastikan bahwa APBD yang sudah ditetapkan yang pada hakikatnya adalah anggaran bagi
sektor publik, dalam pelaksanaannya tidak diselewengkan atau dimanfaatkan bagi kepentingan
pribadi oleh oknum pejabat publik.
Memberikan jaminan bahwa publik mendapatkan barang dan jasa publik yang berkualitas
merupakan manfaat bagi publik dalam upayanya mengawasi pelaksanaan APBD, disamping
terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat dalam pelayanan publik yang berkualitas. Kemudian
manfaat apabila publik secara intens mengawasi pelaksanaan APBD adalah praktek korupsi,
kolusi, dan nepotisme dalam pemanfaatan anggaran publik dapat dikurangi bahkan dihilangkan
sehingga dapat mewujudkan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik atau Good
Governance.
Pada praktek atau implementasinya, pengawasan APBD tidak lepas kaitannya dengan
ketersediaan dan aksesbilitas dari berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran seperti
antara lain Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas dan Plafon Anggran (PPA), Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) APBD, serta Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (RKA SKPD).
Ketersediaan dan aksesbilitas dokumen-dokumen inilah yang selama ini menjadi
tantangan dalam pengawasan APBD, karena adanya paradigma terutama di kalangan aparat
pemerintah atau pejabat publik yang menyatakan bahwa berbagai dokumen yang berkaitan
dengan anggaran tersebut merupakan dokumen yang bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh
publik.
Dengan telah diterbitakannya UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik atau UU KIP, yang secara efektif mulai berlaku pada tanggal 30 April tahun 2010 lalu,
maka secara legal formal sudah ada jaminan bagi publik dalam mengakses atau mendapatkan
berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran.
Meskipun sampai saat ini masih tetap ada paradigma di kalangan aparat pemerintah atau
pejabat publik yang menyatakan bahwa berbagai dokumen yang berkaitan dengan anggaran
tersebut merupakan dokumen yang bersifat rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik. Tetapi
apabila kita tetap konsisten menggunakan argumen UU KIP tersebut, maka paradigma dokumen
rahasia tersebut dapat kita patahkan sesuai ketentuan UU KIP.
Dan yang lebih penting lagi adalah dengan adanya UU KIP, dokumen-dokumen yang
terkait dengan anggaran seperti yang telah disebutkan di atas merupakan dokumen-dokumen
yang wajib disediakan dan dapat diakses oleh publik. Sehingga apabila ada upaya publik untuk
mengakses dokumen-dokumen anggaran tersebut tetapi tidak dikabulkan atau ditolak oleh aparat
pemerintah atau pejabat publik, maka publik dapat mengadukannya ke Komisi Infomasi baik
yang ada di daerah maupun di pusat.
Kemudian apabila ada keputusan Komisi Infomasi yang menyatakan bahwa permohonan
informasi tersebut diterima tetapi tidak dilaksanakan oleh aparat pemerintah atau pejabat publik,
maka mereka dapat digugat ke pengadilan karena dianggap menghalangi dan/atau mengabaikan
keputusan Komisi Informasi yang mana dalam UU KIP tindakan tersebut dianggap melakukan
perbuatan pidana.
Dengan dapat diaksesnya dokumen-dokumen yang terkait dengan anggaran, upaya
pengawasan APBD oleh publik dapat dilaksanakan dengan terencana, terarah, dan efektif.
Sehingga partisipasi publik dalam proses penyelenggaraan pemerintahan guna mewujudkan
suatu pemerintahan yang baik, bersih, dan peduli dalam peningkatan kesejahteraan rakyat, dapat
dilaksanakan dengan baik serta sesuai dengan hak dan kewajibannya. 
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan
      

Istilah pengawasan dalam bahasa Indonesia asal katanya adalah “awas”, sedangkan dalam bahasa
Inggris disebut controlling yang diterjemahkan dengan istilah pengawasan dan pengendalian,
sehingga istilah controlling lebih luas artinya dari pada pengawasan. Akan tetapi dikalangan ahli
atau sarjana telah disamakan pengertian “controlling” ini dengan pengawasan.
APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan
pemerintah tentang APBD.
PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian internal Pasal 47 menyebutkan
bahwa pimpinan instansi/lembaga pemerintah bertanggung jawab atas efektivitas
penyelenggaraan sistem pengendalian internal di lingkungan masing-masing. Atas dasar itu di
masing-masing lembaga mempunyai satuan kerja yang bertugas untuk mengawasi dan menjamin
pelaksanaan operasional instansi agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Di tingkat pusat
lembaga tersebut lazim disebut Inspektorat dan ditingkat daerah disebut Badan Pengawas
(Bawas) yang sekarang Inspektorat juga.

Fungsi pengawas internal adalah membantu pimpinan instansi/lembaga dalam


penyelenggaraan pemerintahan dibidang :

1.    Pengawasan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan baik yang sudah selesai maupun on going;
2.    Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan tugas, fungsi evaluasi tersebut termasuk dalam pengujian
secara berkala laporan yang dihasilkan oleh masing-masing perangkat daerah;
3.    Pembinaan dan perbaikan pelaksanaan kegiatan-kegiatan reguler yang dilaksanakan;
4.    Membantu tercapainya good corporate governance.
Dalam Undang – undang nomor 32 tahun 2004 posisi DPRD dibuat sejajar dan menjadi
mitra dengan Pemerinatah daerah. salah satu kewenangan DPRD adalah melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Menurut Mardiasmo ada tiga aspek utama yang
mendukung keberhasilan otonomi daerah, yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan,
ketiga hal tersebut pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya.
pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan di luar pihak eksekutif
(yaitu masyarakat dan DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. pengendalian (control)
adalah mekanisme yang dilakukan oleh pihak eksekutif (Pemerintah Daerah) untuk menjamin
dilaksanakannya sistem dan kebijakan manajemen sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.
pemeriksaan (audit) merupakan kegiatan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki
kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai
dengan standar atau kriteria yang ada.
Bawasda memiliki tugas pokok dan fungsi untuk melakukan pengawasan keuangan.
Beberapa keuangan provinsi/kabupaten/kota bidang pengawasan terhadap keuangan dan aset
daerah.
BPKP adalah lembaga pemerintahan pusat non departemen yang dibentuk lewat Keppres
No.103 Tahun 2001.  BPKP bertugas untuk melakukan pengawasan  penyelenggaran APBN.

4.2 Saran Dan Kritik


      

Penulis sangat berterima kasih atas sokongan danmasukan pembaca dan pengamat tulisan
ini. Namun penulis menyadari bahwa karya ini masi jauh sangat dari kesempurnaan dan
terlebihnya memiliki banyak kekurangan. Maka darii tu penulis mengaharapkan pembaca dan
pengamat mau sudi kiranya memberikan pendapat, kritikan atau sarannya demi kemajuan karya
tulis selanjutnya yang ingin di capai penulis.

4.3 Rekomendasi
      

1. Perlu terus menerus dilaksanakan koordinasi baik langsung maupun tidak langsung antara
auditor inspektorat dengan SKPD dalam mencapai kearah yang lebih baik pada
pembelanjaan dan pertanggungjawaban APBD.
2. Diperlukan penertiban aset, dengan mengetahui dahulu jenis-jenis penyimpangan yang
terjadi untuk memperoleh tingkat pengelolaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban
APBD yang maksimal.
3. Tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Inspektorat tidak hanya terbatas pada pemeriksaan
saja, tetapi juga banyak melakukan fungsi pelayanan dan konsultansi dalam rangka
peningkatan kinerja instansi pemerintah daerah sesuai dengan tuntutan paradigma auditor
internal yang dikehendaki pada saat ini.
4. Dengan karakteristik yang relatif spesifik mengingat basis disiplin keilmuan dan
profesinya, fungsi pengawasan internal perlu merevitalisasi proses pemeriksaannya
dengan lebih fokus pada sistem pengendalian internal SKPD dalam pembelanjaan dan
pertanggungjawaban APBD.  Fokus pemeriksaan pada penerapan pengendalian internal
yang memadai secara sungguh-sungguh dan konsisten, maka pola perilaku aparat
pengawasan dapat terprediksi dan terkendali. Hal ini berarti bahwa secara tidak langsung
akan terwujud standardisasi keahlian, keterampilan dan pengetahuan sumber daya
manusia pengawasan, standardisasi proses kerja pelaksanaan audit, serta standardisasi
hasil kerja audit pada tataran mikro yang pada akhirnya akan berpengaruh pada tataran
makro.
5. Sistem pengendalian internal merupakan prasyarat bagi penyelenggaraan pemerintahan
dan pengelolaan keuangan negara yang amanah. Sistem pengendalian intern ini pulalah,
yang salah satu unsurnya adalah fungsi audit internal,  yang menjadi pertimbangan
penting dalam menentukan keluasan dan kedalaman ruang lingkup pekerjaan audit.
Dengan demikian, fungsi audit internal  yang berjalan dengan baik akan menghasilkan
keluaran yang berharga untuk menjadi masukan bagi pihak auditor eksternal, eksekutif,
dan legislatif dalam memperbaiki pengelolaan pembelanjaan dan pertanggungjawaban
APBD pada waktu yang akan datang.
6. Oleh karena itu, sudah selayaknya fungsi pengawasan internal lebih diberdayakan dan
dilaksanakan secara sinergis demi tercapainya tujuan pembelanjaan dan
pertanggungjawaban APBD yang good governance pada sektor publik yaitu terwujudnya
transparansi, akuntabilitas, kejujuran, keadilan dan kesejahteraan masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Victor M. Situmorang, Aspek Hukum Pengawasan Melekat, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994,
Titik Triwulan T, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Indonesia, Jakarta: Prenada Media Group, ,2011,
BN. Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya, Jakarta: Erlangga, 1993, hlm.
Philipus, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogjakarta: Gadjah Mada University Press,
1999,
Tutik Triwulan Tutik dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara dan Hukum Acara
Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011,

Diposkan oleh al karenza di 20.21

0 komentar:

Poskan Komentar

Search This Blog


Mi perfil

al karenza
Lihat profil lengkapku

Blog Archive
 ▼ 2014 (2)
o ▼ Januari (2)
 MAKALAH EKOLOGI ADMINISTRASI NEGARA
 MAKALAH PENGAWASAN APBD

 ► 2013 (8)

MELAYANI PESAN MAKALAH


BERSEDIA MENERIMA PESANAN MAKALAH BERUPA APAPUN
HANYA DENGAN BIAYA RP. 15.000.- max 20 hal.
VIA TRANSFER BANK BRI
VIA VOUCHER/PULSA
CONTAC : 083181557798

pasang iklan
silahkan hub. karenza_al@yahoo.com / 085355668969

Ads 200x200
Tips Cari Dollar`$ di Internet

Blogroll
Blogger templates
Blogger news
Diberdayakan oleh Blogger.

 Beranda

Most Reading
 MAKALAH EKOLOGI ADMINISTRASI NEGARA

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt penulis ucapkan se dalam-
dalamnya, yang telah memberikan rahmat dan nikmatnya sert...

 MAKALAH POLITIK TENTANG PEMERINTAHAN SBY


BAB I PENDAHULUAN 1.1.1      Latar Belakang Fungsi politik merupakan usaha-usaha
peremusan khendak/kemauan dari pada Negara (t...

 MAKALAH PENGAWASAN APBD

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt penulis ucapkan sedalam-
dalamnya, yang telah memberikan rahmat dan nikmatnya serta ...

MAKALAH PHK MATA KULIA MSDM

A. Pengertian Pemberhentian Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen


sumber daya manusia. Istilah pemberhentian sino...

 MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK PENINGKATAN KEMAMPUAN APARATUR


PEMERINTAHAN NAGARI

PENINGKATAN K E MAMPUAN APARATUR P E M ERIN T AHAN NAGARI


DALAM M E MBUAT K EBIJAKAN PU B LIK ( public policy ) DI NAGARI SIK...

PANDUAN MEMBUAT MAKALAH

Assalamualaikum wr.wb para pembaca yg terhormat bla.....bla....bla... panjang X lebar =


luas   sekian muqodimah dari saya hehehe agan-...

Rahasia Patung Berjalan Suku Rapa Nui di Easter Island

Misteri menyelimuti keberadaan ratusan patung raksasa yang tersebar di Easter Island.
Tak heran jika pulau seluas 163.6 Km persegi ya...


MAKALAH ANALSISI KEBUIAJAKAN PUBLIK DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Pengambilan keputusan ialah proses


memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode...

 MAKALAH POLITIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi politik merupakan usaha-usaha


peremusan khendak/kemauan dari pada Negara (the formulation...

 Akhirnya, Yahoo Mampu Tundukkan Google di AS

  Perusahaan analis Internet AS, ComScore merilis data trafik Internet yang cukup
mengejutkan. Google tidak lagi merajai trafik di Neg...

Followers
Popular Posts
 MAKALAH EKOLOGI ADMINISTRASI NEGARA

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt penulis ucapkan se dalam-
dalamnya, yang telah memberikan rahmat dan nikmatnya sert...

 MAKALAH POLITIK TENTANG PEMERINTAHAN SBY

BAB I PENDAHULUAN 1.1.1      Latar Belakang Fungsi politik merupakan usaha-usaha
peremusan khendak/kemauan dari pada Negara (t...

 MAKALAH PENGAWASAN APBD

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah swt penulis ucapkan sedalam-
dalamnya, yang telah memberikan rahmat dan nikmatnya serta ...

MAKALAH PHK MATA KULIA MSDM

A. Pengertian Pemberhentian Pemberhentian adalah fungsi operatif terakhir manajemen


sumber daya manusia. Istilah pemberhentian sino...
 MAKALAH KEBIJAKAN PUBLIK PENINGKATAN KEMAMPUAN APARATUR
PEMERINTAHAN NAGARI

PENINGKATAN K E MAMPUAN APARATUR P E M ERIN T AHAN NAGARI


DALAM M E MBUAT K EBIJAKAN PU B LIK ( public policy ) DI NAGARI SIK...

PANDUAN MEMBUAT MAKALAH

Assalamualaikum wr.wb para pembaca yg terhormat bla.....bla....bla... panjang X lebar =


luas   sekian muqodimah dari saya hehehe agan-...

Rahasia Patung Berjalan Suku Rapa Nui di Easter Island

Misteri menyelimuti keberadaan ratusan patung raksasa yang tersebar di Easter Island.
Tak heran jika pulau seluas 163.6 Km persegi ya...

MAKALAH ANALSISI KEBUIAJAKAN PUBLIK DALAM PENGAMBILAN


KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN A.    Latar Belakang Pengambilan keputusan ialah proses


memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode...

 MAKALAH POLITIK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Fungsi politik merupakan usaha-usaha


peremusan khendak/kemauan dari pada Negara (the formulation...

 Akhirnya, Yahoo Mampu Tundukkan Google di AS

  Perusahaan analis Internet AS, ComScore merilis data trafik Internet yang cukup
mengejutkan. Google tidak lagi merajai trafik di Neg...

. - Diseño de: A. Zambrana, adaptando una plantilla de Finalsense

Anda mungkin juga menyukai