Anda di halaman 1dari 15

TINDAK PENGHINAAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

DITINJAU DARI LINGKUP KRIMINOLOGI

Untuk memenuhi nilai Ujian Kriminologi

Nama : Teddy Sam Gusnadi

NPM : 19300022

Kelas : B

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2021/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan Negara hukum, ketentuan ini tercantum dalam Pasal
1 ayat (3) hasil amandemen keempat Undang-Undang Dasar 1945 (selanjutnya
disingkat UUD 1945), yang menyatakan “Negara Indonesia adalah Negara hukum”.
Bila dilihat dari ketentuan tersebut,maka semua aspek kehidupan baik dibidang
sosial, politik, budaya, ekonomi diatur dan dibatasi oleh norma-norma hukum yang
berlaku. Maka dari itu segala permasalahan yang muncul dalam kehidupan
masyarakat haruslah diselesaikan menurut hukum yang berlaku. Norma hukum yang
melindungi kepentingan masyarakat umum salah satunya diatur dalam kodifikasi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP). Dalam hukum
pidana sendiri dikenal dengan adanya 2 (dua) kategori, yaitu Kejahatan dan
Pelanggaran(S. Hukum et al. 2019).

Belakangan ini masalah hukum pidana banyak menjadi sorotan, baik dalam
prakteknya maupun dalam usaha anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
sementara menyusun rancangan undang-undang hukum pidana yang baru. Usaha
untuk merubah KUHP bertujuan untuk mengatasi berbagai kelemahan dan
kekurangan yang ada dalam KUHP yang berlaku sekarang, yang merupakan
peninggalan zaman penjajahan Belanda, yang ternyata banyak pengaturan di
dalamnya yang sudah tidak sesuai lagi dengan UUD 1945 maupun situasi dan kondisi
masyarakat saat ini 1. Sebagai salah satu Negara yang pernah berada di bawah
jajahan Belanda, Indonesia mengikuti sistem hukum yang berlaku bagi Belanda, yaitu
civil law system, dengan sumber hukum utama adalah hukum yang tertulis, dan
peraturan-peraturan hukum disusun secara sistematis dan menyeluruh ke dalam
kodifikasi. Salah satu kodifikasi yang masih berlaku di Indonesia adalah KUHP
sebagai sumber hukum dalam bidang hukum pidana dan KUHPerdata sebagai sumber
hukum bidang hukum perdata. Pada kedua aturan tersebut juga telah pengatur terkait
dengan penghinaan/pencemaran nama baik(Ali 2010) .

Tindak pidana penghinaan merupakan kejahatan hukum yang sangat perlu


diperhatikan. Tidak tangung-tanggung bahkan seorang presiden juga sudah menjadi
korban kejahatan penghinaan. Saat ini banyak kasus-kasus penghinaan yang
berkembang luas seiring terdapatnya media, baik media cetak maupun media
elektronik. Presiden yang merupakan seorang pemimpin negeri ini yang mana
seharusnya presiden itu dibela dan dihormati, malah dihina oleh rakyat sendiri. Akhir-
akhir ini terdapat berbagai macam permasalahan terkait dengan penghinaan terhadap
seseorang baik itu dengan melalui penghinaan langsung maupun penghinaan secara
tidak langsung atau juga disebut dengan penghinaan verbal dan non verbal. Adapun
pengertian penghinaan verbal merupakan penghinaan yang dilakukan dengan secara
langsung seperti memukul,menendang ataupun dengan fisik lainnya. Sedangkan
penghinaan non verbal dilakukan secara tidak langsung seperti mengejek, mengolok-
olok, menyebarkan berita yang tidak benar kepada orang lain. Hal ini menjadi
permasalahan dalam masyarakat yang amat harus diselesaikan agar tidak lagi
menjadikan penghinaan sebagai hal yang lumrah dalam masyarakat(Rohmana 2017).

Tindak pidana pencemaran nama baik ataupun penghinaan yang dibentuk oleh
pembentuk undang-undang, baik yang bersifat umum, maupun yang bersifat khusus
ditujukan untuk memberi perlindungan bagi kepentingan hukum mengenai rasa harga
diri kehormatan maupun nama baik orang. Pengaturan hukum tindak pidana
penghinaan dan pencemaran nama baik diatur dalam KUHP maupun undang-undang
lain di luar KUHP, yang meliputi Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2002 Tentang
Penyiaran, Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan beberapa undang-undang khusus lain. Hal ini mengindikasikan terjadi
beberapa pengaturan tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik yang
diatur dalam beberapa undang-undang (Rohmana 2017).
Seperti halnya pengaturan penghinaan dalam KUHP diatur dalam Pasal 310
KUHP, diatur pula dalam Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang RI No 19 Tahun 2016
perubahana atas UU RI No 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, dan diatur pula di Pasal 36 ayat 5 Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2002
Tentang Penyiaran. Apabila demikian akan terjadi tumpang tindih pengaturan
rumusan tindak pidana, dan tentunya akan terjadi konflik aturan hukum baik antara
KUHP dan undang-undang khusus di luar KUHP, maupun antara sesama undang-
undang khusus misalnya antara Undang-Undang RI No 19 Tahun 2016 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang RI No 32 Tahun 2002
Tentang Penyiaran(Sartana and Afriyeni 2017).

1. Pasal 310 KUHP yang berbunyi 1.Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan


atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang
supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara
paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah

2. jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan
atau di tempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empa bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah

3. tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas


dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri

Diatas dalam praktiknya seringkali dijadikan jerat pidana bagi pihak yang ingin
mengungkapkan suatu kebenaran, namun terganjal dengan ketentuan perumusan
aturan hukum tentang pencemaran nama baik tersebut. Hal ini disebabkan oleh tidak
adanya konsep yang jelas dan pasti arti dari kepentingan umum dan terpaksa untuk
membela diri sebagaimana tercantum dalam Pasal 310 ayat 3 KUHP yang digunakan
sebagai alasan penghapus pidana khusus. Pasal 310 ayat 1 KUHP yang merupakan
pasal pencemaran nama baik secara lisan dan Pasal 310 ayat 2 KUHP yang
merupakan pasal pencemaran nama baik secara tertulis akan membelenggu kebebasan
berpendapat disebabkan. tidak adanya batas batas yang jelas terkait dengan konsep-
konsep dalam Pasal tersebut. Rumusan konsep-konsep yang tidak memenuhi lex certa
dan lex scripta dalam hukum pidana dapat menimbulkan aturan hukum yang kabur.
Selain itu, terdapat kekosongan aturan hukum terhadap adanya alasan penghapus
pidana khusus yang tidak diatur dalam KUHP. Pada Pasal 310 ayat 3 KUHP di atas
hanya terdapat alasan penghapus pidana khusus berupa demi kepentingan umum dan
terpaksa membela diri(Ali 2015).

Penghinaan sendiri sangat marak terjadi di lingkungan masyarakat sebagai contoh


Penghinaan terhadap presiden juga sangat kerap terjadi di Indonesia, dimana akhir-
akhir ini marak sekali terjadi kasus-kasus penghinaan yang dilakukan seorang warga
negara kepada seorang Kepala Negara atau Wakil Kepala Negara. Penghinaan
terhadap Presiden sudah menjadi hal yang marak dikalangan masyarakat luas baik
penghinaan yang dilakukan secara lisan, tulisan maupun gambar baik itu melalui
media sosial seperti, facebook, twitter, dan lain sebagainya ataupun pernyataan di
depan wartawan secara langsung yang disebarkan melalui media massa. Contoh kasus
yang dikutip dari liputan 6 MFB atau Ringgo ditangkap umat 18 Agustus 2017 di
Medan Timur, Medan. Dalam penangkapan itu, polisi juga mengamankan laptop, 1
buah flashdisk 16 GB yang berisi gambar-gambar Presiden RI yang diedit, 3 unit
handphone, 1 unit router merek Huawai warna putih, dan 1 unit router merek Zyxel
warna hitam.Polisi langsung menggelandang Ringgo ke Polrestabes Medan. Ia
menjalani pemeriksaan penyidik terkait aksinya tersebut.Siswa salah satu SMK di
Medan itu telah ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Mapolrestabes
Medan, Sumatera Utara. Farhan akan dijerat dengan Pasal 45 ayat 2 jo Pasal 28 ayat 2
subs Pasal 27 ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU Nomor 11
Tahun 2008 tentang ITE. Dia terancam enam tahun penjara(Bengkulu 2018).

Contoh kasus lainnya yaitu Polisi menangkap Jamil Adil karena menghina
Presiden dan Kapolri. Dia ditangkap pada 29 Desember 2016, pukul 08.30 WIB . atas
tindakannya tersebut. JA sendiri merupakan warga Bantaeng, Jalan Kebon Baru,
Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara (Jakut). Sekitar pukul 06.00 WIB, saat
anggota Polri protap pagi untuk melaksanakan atur lalin, menemukan adanya tulisan
penghinaan dan caci-maki kepada Presiden Jokowi dan Kapolri. Kemudian dilakukan
foto dan di-share ke grup Polsek Cilincing," kata Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara
AKBP Yuldi Yuswan saat dikonfimasi, Jakarta Utara, Kamis 29 Desember 2016.
Polisi mengejar dan menangkap Jamil di pinggir jalan dekat rumahnya yang ada di
Jalan Kebon Baru Nomor 24 RT 10 RW 10, Semper Barat, Cilincing, Jakarta Utara.
Dari penggeladahan di rumahnya, polisi menyita barang bukti, satu buah cat pilox
merek Diton warna hitam ukuran 300 cc, dua buah cat pilox merek Acrylic Epoxy
warna putih ukuran 150 cc, dan 1 buah cat pilox merek Acrylic Epoxy warna hitam
ukuran 85 cc.Diduga cat itu yang digunakan pelaku untuk mencoret tadi. Belum
diketahui apakah pria ini pura-pura gila, apa memang gila beneran. Ini masih
diselidiki.

Dari prinsip-prinsip hukum yang akan ditemukan dan diterapkan nantinya


diharapkan dapat dibuat sebagai dasar untuk melakukan rekonstruksi hukum yang
tepat terhadap rumusan aturan hukum tindak pidana pencemaran nama baik. Oleh
sebab itu, diperlukan suatu keseimbangan yang tepat dengan mengkaji, menilai dan
merumuskan prinsip-prinsip hukum untuk melindungi kehormatan dan nama baik
seseorang, tetapi tetap mengakui hak atas kebebasan berpendapat yang
mencerminkan pengakuan atas Hak Asasi Manusia. Atas dasar hal ini, penulis
menetapkan judul “Tinjauan Terhadap Kebijakan Hukum Tindak Pidana Penghinaan
Dalam Prespektif Perlindungan HAM”. Rumusan masalah yang diangkat adalah
terkait tindak pidana penghinaan ditinjau dari prinsip dan hukum Hak Asasi Manusia
dan formulasi hukum dan/atau konstruksi hukum terkait tindak pidana penghinaan
dan pencemaran nama baik dalam rangka menyeimbangkan perlindungan kebebasan
berpendapat dan penghormatan terhadap nama baik seseorang.

Sebagai warga negara yang baik kita harus ikut membantu dalam upaya
menanggulangi tindak pidana penghinaan terhadap setiap orang . Salah satu upaya
yang dapat dilakukan adalah menanamkan nilai-nilai/norma-norma baik sehingga
norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang itu, contohnya dengan
memberikan perhatian ataupun teguran yang mengandung nilai norma yang baik, dan
juga kita seharusnya sebagai manusia hendaknya saling menghargai sesama dan
menghargai hak-hak asasi manusia dalam diri seseorang supaya terciptanya
kedamaian dan terhindakan dari permasalahan penghinaan(S. Hukum et al. 2019).

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang menjadi keterkaitan antara penghinaan dengan HAM berdasarkan
Undang-Undang?
b. Bagaimanakah kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana
penghinaan/pencemaran nama baik Indonesia?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui keterkaitan antara tindak pidana penghinaan dengan
Undang-Undang yang mengaturnya
b. Untuk mengetahui kebijakan hukum tindak pidana penghinaan terhadap
seseorang .
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Pengertian Tindak Pidana Penghinaan


1. Pengertian Tindak Pidana Penghinaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur


tentang kebebasan berpendapat, khususnya Pasal 28E dan Pasal 28F. Namun, melalui
berbagai putusan pengadilan dan produk perundang-undangan khususnya KUHP,
pembatasan terhadap kebebasan tersebut telah berlangsung lama. setelah reformasi
tradisional tahun 1998. Penting untuk dipahami bahwa salah satu pembatasan hak
asasi manusia adalah pembatasan yang diperkenalkan dalam Pasal 28J UUD 1945,
yang kemudian menjadi pembatasan dalam UUD 1945. Penghinaan telah lama
menjadi bagian dari hukum pidana dan perdata Indonesia, karena pada dasarnya
Indonesia mewarisi sistem hukum yang berlaku pada masa Hindia Belanda (P.Hukum
dkk., 2019). Hukum pencemaran nama baik di Indonesia pada dasarnya dibagi
menjadi dua kategori, yaitu hukum pidana dan hukum perdata. Hukum Pidana dan
beberapa undang-undang lainnya mengatur tentang Kelompok Hukum Pidana, dan
undang-undang ini juga memuat sejumlah ketentuan.

Kejahatan-kejahatan yang termasuk dalam jenis delik aduan absolut seperti


(1)Kejahatan penghinaan (Pasal 310 s/d 319 KUHP), kecuali penghinaan yang
dilakukan oleh seseoarang terhadap seseorang pejabat pemerintah, yang waktu
diadakan penghinaan tersebut dalam berdinas resmi. Si penghina dapat dituntut oleh
jaksa tanpa menunggu aduan dari pejabat yang dihina.(2)Kejahatan-kejahatan susila
(Pasal 284, Pasal 287, Pasal 293 danPasal 332 KUHP).(3)Kejahatan membuka
rahasia (Pasal 322 KUHP)(Bengkulu 2018).
Tindak Pidana Penghinaan dalam UU ITE (Pasal 27 Ayat (3)
merumuskan:“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama
baik”Tindak pidana tersebut di atas diancam dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Kemudian kasus penghinaan terhadap penguasa atau badan umum, seperti
pada kasus konser yang menyanyikan lagu Penghinaan terhadap institusi Polri,
Penghinaan dalam Pasal 207 KUHPtelah mengaturnya:“Barang siapa dengan sengaja
di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina suatu penguasa atau badan umum
yang ada di Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Sebuah contoh lain, lagu yang tenar di dunia internet yang bermuatan
penghinaan dan penistaan terhadap Agama di Indonesia dirumuskanPasal 28 Ayat (2)
UU ITE yakni:(1)Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama. Ras, dan
antargolongan.
Tindak Pidana Penghinaan dalam Pasal 315 KUHP merumuskan:“Tiap-tiap
penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis
yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan,
maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat
yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan
ringan”.Tindak pidana tersebut di atas diancam dengan pidana penjara paling lama 4
(empat) bulan 2 (dua) minggu atau denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.Pasal 532 KUHPjuga merumuskan mengenai lagu-lagu yang melanggar
kesusilaan:Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda
paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah
Barangsiapa di muka umum menyanyikan lagu-lagu yang melanggar
kesusilaan.Penghinaan lisan dalam KUHP (Pasal 310 Ayat (1) :“Barangsiapa sengaja
menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal,
yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran
dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”. KUHPmenjelaskan, secara umum Penghinaan diatur
dalam Bab XVI dan dikelompokkan menjadi 7 bagian yakni, menista, fitnah,
penghinaan ringan, penghinaan terhadap pegawai negeri, pengaduan fitnah,
persangkaan palsu, dan penistaan terhadap orang mati. Selain itu, di dalam KUHP
juga terdapat bentuk-bentuk penghinaan yang lebih khusus seperti Penghinaan
terhadap Presiden/Wakil Presiden, penghinaan terhadap Negara, Penghinaan terhadap
Badan/Kekuasaan Umum, penghinaan terhadap Golongan, penghinaan (Menista)
terhadap Agama. R. Soesilomenjelaskan bahwa supaya dapat dihukum menurut Pasal
310 Ayat (1) KUHP, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh
seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu” dengan maksud tuduhan itu akan
tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu
perbuatan yang dapat dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzinah, dan
sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang
memalukan. Tuduhan tersebut harus dilakukan dengan lisan, apabila dilakukan
dengan tulisan atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan menista dengan surat dan
dikenakan Pasal 310 Ayat (2) KUHP(Afriana et al. 2018).
KUHP sendiri tidak dijelaskan apakahyang dimaksud dengan penghinaan
secara lisan. Apakah hanya dengan perkataan lisan atau bisa juga dengan
menyanyikan lagu yang mengandung penghinaan.Mudzakkir menyatakan “Ancaman
pidana 5 tahun atau ancaman pidana di dalam tindak pidana dalam peraturan
perundang-undangan itu menjadi rancu ketika orang mempertimbangkan supaya bisa
ditahan dan beberapa pasal tertentu naiknya menjadi 5 tahun”Alasannya bukan alasan
justice-nya maksimum 5 tahun, tetapi lebih pada alasan agar supaya yang
bersangkutan bisa ditahan(Rohmana 2017).
Moeljatno menyimpulkan bahwa untukmenentukan kehendaknya menurut
keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi(faktor perasaan/kehendak),
adapun menurut Moeljatno unsur-unsur tindak pidana adalah: Kesengajaan (dolus) &
Kealpaan (culpa)a.Kesengajaan (dolus)Ada dua teori yang berkaitan dengan
pengertian “sengaja”, yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan atau
membayangkan.-Menurut teori kehendak, sengaja adalah kehendak untuk
mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang.-Menurut teori
pengetahuan atau teori membayangkan, manusia tidak mungkin dapat menghendaki
suatu akibat karena manusia hanya dapat menginginkan, mengharapkan atau
membayangkan adanya suatu akibat. Adalah “sengaja” apabila suatu akibat yang
ditimbulkan karena suatu tindakan dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan
karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukansesuai dengan bayangan yang
terlebih dahulu telah dibuat.

Dalam ilmu hukum pidana dibedakan tiga macam sengaja, yaitu :

a. Sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk),definisi sengaja sebagai


dimaksud adalah apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya. Dengan
kata lain, jika pembuat sebelumnya sudah mengetahui bahwa akibat
perbuatannya tidak akan terjadi maka sudah tentu ia tidak akan pernah
mengetahui perbuatannya.
b. Kealpaan (culpa)Yang dimaksud dengan kealpaan adalah terdakwa tidak
bermaksud melanggar larangan undang-undang, tetapi ia tidak mengindahkan
larangan itu. Ia alpa, lalai, teledor dalam melakukan perbuatan tersebut. jadi,
dalam kealpaan terdakwa kurang mengindahkan larangan sehingga tidak
berhati-hati dalam melakukan sesuatu perbuatan yang objektif kausal
menimbulkan keadaan yang dilarang.Moeljatno mengatakan kealpaan itu
mengandung dua syarat, yaitu tidak mengadakan penduga-penduga
sebagaimana diharuskan oleh hukum dan tidak mengadakan penghati-hati
sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Beberapa faktor yang mengakibatkan terjadinya penghinaan kepada presiden
maupun seseorang lainnya tersebut terjadi diantaranya ialah Faktor-faktor yang
menjadi penyebab pelaku melakukan ujaran kebencian (hate speech) dalam media
sosial yaitu, faktor dari dalam diri individu (internal) diantaranya yaitu keadaan
psikologis dan kejiwaan individu dan faktor dari luar diriindividu yaitu faktor
lingkungan, faktor kurangnya kontrol sosial, faktor kepentingan masyarakat,
faktor ketidaktahuan masyarakat, serta faktor sarana, fasilitas dan kemajuan
teknologi. Akantetapi faktor yang paling sering menjadi penyebab pelaku
melakukan kejahatan adalah faktor internal yaitu psikologis atau kejiwaan pelaku
yaitu daya emosional yang tinggi, selain itu faktor sarana, fasilitas dan kemajuan
teknologi juga sangat berpengaruh karena tersedianya sarana dan fasilitas yang
mudah didapat dan kemajuan teknologi yang semakin canggih sehingga
memudahkan setiap pengguna media sosial mengakses seluruh informasi tanpa
batas, serta kaitanya dengan politik.
BAB III

KESIMPULAN

Pengaturan perlindungan hukum terhadap korban tindak pidana penganiayaan diatur


dalam perundang-undangan namun kurang optimal. Terutama berkaitan dengan
kerugian terhadap korban. Hal ini karena peraturan perundang-undangan mengatur
secara sumir dan abstrak. Tidak secara tegas dan spesifik menempatkan korban
penganiayaan sebagai bagian dari sistem peradilan pidana.
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Afriana, Anita, Artaji Artaji, Elis Rusmiati, Efa Laela Fakhriah, and Sherly Putri.
2018. “Contempt of Court: Penegakan Hukum Dan Model Pengaturan Di
Indonesia / Contempt of Court: Law Enforcement and Rule Models in
Indonesia.” Jurnal Hukum Dan Peradilan 7(3):441.

Ali, Achmad. 2015. “Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori
Peradilan (Judicialprudence) , Jakarta; Kencana Prenada Media Grup, 2010, Hal.
20 1.” 3:1–8.

Ali, Mahrus. 2010. “Pencemaran Nama Baik Melalui Sarana Informasi Dan Transaksi
Elektronik.” Jurnal Konstitusi 7(6):120–46.

Bengkulu, Iain. 2018. “SURYA KEADILAN Universitas Muhammadiyah Bengkulu


Surya Keadilan.” 2(2).

Bruno, Latour. 2019. “E No Title.” Journal of Chemical Information and Modeling


53(9):1689–99.

Hukum, Politik, Pidana Terhadap, Dewi Bunga, Fakultas Hukum, Universitas


Gadjah, Mada Email, Naskah Diterima, Abstrak Kelemahan, Transaksi
Elektronik, Amerika Serikat, and Negara-negara Afrika. 2019. “Politik Hukum
Pidana Terhadap Penanggulangan.” 1–15.

Hukum, Sarjana, Pada Fakultas, Hukum Universitas, and Sumatera Utara. 2019.
“ANALISIS HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PENGHINAAN
PRESIDEN DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (Studi Putusan
Mahkamah Agung No. 153/PK/PID/2010) JURNAL.” (153).

Priyanto, I. Made Dedy. 2016. “Tinjauan Yuridis Terhadap Tindak Pidana


Penghinaan Citra Tubuh ( Body Shaming ).” 1–15.

Rohmana, Nanda Yoga. 2017. “Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Tindak Pidana


Penghinaan Dan Pencemaran Nama Baik Dalam Perpspektif Perlindungan Hak
Asasi Manusia.” Yuridika 32(1):105.

Sartana and Nelia Afriyeni. 2017. “Perundungan Maya (Cyber Bullying) Pada
Remaja Awal.” Jurnal Psikologi Insight 1(1):25–39.

Sunarso, Siswanto. 2017. “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Tindak Pidana


Pencemaran Nama Baik Melalui Media Internet Dalam Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016.” VI(2).

Tinambunan, Hezron Sabar Rotua and Dicky Eko Prasetio. 2019. “Rekonstruksi
Konstitusi Dalam Regional Representative Dewan Perwakilan Daerah Terhadap
Fungsi Legislatif.” Masalah-Masalah Hukum 48(3):266.

Widyati, Lidya Suryani. 2017. “Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Presiden Atau
Wakil Presiden: Perlukah Diatur Kembali Dalam Kuhp? (Defamation Against
the President or Vice President: Should It Be Regulated in the Criminal Code?).”
Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Dan Kesejahteraan
8(2):215–34.

Zainal, Asrianto. 2016. “Pencemaran Nama Baik Melalui Teknologi Informasi


Ditinjau Dari Hukum Pidana.” Jurnal Al-’Adl 9(1):57–74.

Anda mungkin juga menyukai