NAMA : Ainorieda
NIM : 20.71.023490
KELAS : FARMASI C
Mc = Metil Bu = butyl
Et = etil Ph = fenil
Pr = propil Cy = sikloheksil
Ligan yang memiliki ikatan π dan elektron yang tidak berpasangan merupakan
donor elektron ganjil seperti alil dan siklopentadienil. Ligan alil dapat mendonorkan
tiga elektron sedangkan siklopentadienil dapat mendonorkan lima elektron. Ligan-
ligan tersebut dapat mengadakan ikatan karbon logam sehingga senyawa yang
terbentuk merupakan seyawa organometalik.
Pada senyawa kompleks banyaknya atom donor yang terikat pada atom atau ion
pusat disebut bilangan koordinasi. Bilangan koordinasi tidak sama dengan bilangan
oksidasi atau tingkat oksidasi. Bilangan oksidasi dari atom yang berikatan adalah
muatan yang dimiliki oleh atom tersebut apabila elektron-elektron dalam setiap
ikatan diberikan pada atom yang lebih elektronegatif. Dibawah ini diberikan
beberapa contoh ion dan molekul kompleks beserta bilangan koordinasi dan
bilangan oksidasi dari atom atau ion pusat yang ada.
Bilangan Bilangan
Kompleks Ion pusat
Koordinasi Oksidasi
[Ag (NH3)2]+ Ag+ 2 +1
[HgI3]- Hg2+ 3 +2
[Zn (NH3)4]+ Zn2+ 4 +2
[Fe (CO)5] Fe 5 0
[Fe (CN)6]3- Fe3+ 6 +3
[ZrF7]3- Zr 7 +4
[Mo (CN)8]4- Mo4+ 8 +4
2. Bila didalam senyawa kompleks terdapat lebih dari satu macam ligan, urutan
penyebutan nama ligan adalah secara alfabetik terlepas dari jumlah dan
muatan ligan yang ada. Pada aturan lama (sebelum tahun 1971) ligan negatif
disebut lebih dahulu secara alfabetik kemudian diikuti dengan ligan yang netral
yang disebut secara alfabetik pula. Jumlah ligan yang ada dinyatakan dengan
awalan di, tri, tetra dan seterusnya. Apabila awalan-awalan tersebut telah
digunakan untuk menyebut jumlah substituen yang ada pada ligan maka jumlah
ligan yang ada dinyatakan dengan awalan bis, tris, tetrakis dan seterusnya. Ligan
yang terdiri dari dua atau lebih atom ditulis didalam tanda kurung.
3. Nama senyawa kompleks netral dinyatakan dengan satu kata sedangkan nama
senyawa kompleks ionik dinyatakan dengan dua kata dimana nama kation disebut
lebih dulu.
4. Pada senyawa kompleks ditunjukan:\
Bilangan oksidasi dari ion pusat dengan angka romawi (angka stock).
Muatan dari ion kompleks dengan angka arab ditambah tanda (+) untuk ion
positif dan tanda (-) untuk ion negatif (angka Ewens-Bassett)
5. Nama ion atau senyawa kompleks yang berisomer ditambah dengan awalan yang
menyatakan isomer yang ada seperti awalan cis-, trans-, fac-, mer-, dan lain-lain.
Aturan 1 sampai 5 dapat digunakan untuk memberi nama ion atau senyawa
kompleks yang terdiri atas satu atom atau ion pusat dan beberapa ligan monodentat.
6. Nama ion kompleks positif diakhiri dengan nama logam beserta bilangan
oksidasinya atau muatan ion kompleks
Beberapa contoh senyawa kompleks dan namanya diberikan dibawah ini.
Kompleks Netral:
[AgCl(PPh3)3] = klorotris(trifenilfosfina)perak(I)
cis - [Pt(NH3)2Cl2] = cis-diaminadikloroplatina(II)
fac- [Ru(H2O)3Cl3] = fac-triakuatriklororutenium(III)
Catatan:
Tatanama senyawa kompleks dimana logam yang ada tingkat oksidasinya
ditunjukkan dengan angka Romawi dikenal sebagai tatanama sistematik.
Untuk senyawa kompleks netral sebaiknya penamaan dengan menggunakan
angka Romawi dan tidak menggunakan angka arab.
Bilangan oksidasi nol dari atom pusat boleh tidak dituliskan seperti
bilangan oksidasi Ni dalam [Ni(CO)4].
7. Nama ligan yang membentuk jembatan antara dua atom atau ion pusat diberi
awalan μ- atauμ2-; awalan μ3- ditambahkan pada nama ligan bila ia membentuk
jembatan antara tiga atom atau ion pusat
Ligan yang membentuk jembatan dapat disebut lebih dulu.
Contah: [(NH3)5Cr-OH-Cr(NH3)5]Cl5
8. Pada ligan yang dapat berikatan di dua tempat (ligan ambidentat) seperti
NO2- (nitro), ONO-(nitrito), SCN- (tiosianato) dan NCS- (isotiosianato) dalam
penulisan rumus senyawa kompleksnya atom donor ditulis lebih dekat ke atom atau
ion pusat yang ada.
Contoh:
[Ru(NH3)5(NO2)]Cl
pentaaminanitrorutenium(II) klorida atau pentaaminanitrorutenium(1+) klorida
trans-[Cr(NH3)4(SCN)2]Br
trans-tetraaminaditiosianatokromium(III) bromida
atau trans-tetraaminaditiosianatokromium(1+) bromide
9. Pada ligan yang memiliki lebih dari satu atom donor (ligan polidentat), atom donor
yang berikatan dengan atom atau ion pusat dinyatakan dengan symbol dari atom
tersebut ditulis dengan huruf miring setelah nama ligan yang bersesuaian.
10. a. Bila pada senyawa kompleks terdapat dua atom atau ion pusat yang saling
berikatan dan senyawanya simetrik maka digunakan awalan di atau
awalan bis apabila awalan di telah digunakan.
Contoh:
[Br4Re – ReBr4]4- ion bis[tetrabromorenat(II)]
atau ion bis(tetrabromorenat)(4-)
[(CO)5Mn – Mn(CO)5] bis(pentakarbonilmangan)
b. Bila senyawa tidak simetrik maka satu atom atau ion pusat yang ada beserta
ligan-ligan yang terikat padanya dianggap sebagai ligan dari atom atau ion pusat
yang lain.
Contoh: [(CO)4Co – Re(CO)5] pentakarbonil(tetrakarbonilkobaltio)renium
11. Nama ligan yang tidak jenuh diberi awalan ŋ- (hapto), sedangkan banyaknya atom
yang terlibat dalam system tidak jenuh dinyatakan dengan angka pangkat pada
awalan ŋ-, Awalanŋ5- digunakan bila ada 5 atom yang terlibat dalam system tidak
jenuh seperti pada ligan C5H5(siklopentadienil). Bila ada 2 atom yang terlibat
dalam system tidak jenuh digunakan awal ŋ-atau ŋ2-
12. Kompleks bis (ŋ5-siklopentadienil) logam disebut juga kompleks meta-losena
dengan struktur sebagai berikut:
Bila M = Fe nama kompleks adalah ferosena
Gugus cabang yang ada diberi nomor dengan harga terendah. Atom karbon pada
cincin pertama diberi nomor 1 sampai 5, sedangkan pada cincin yang lain diberi
nomor 1’ sampai 5’.
2. Reseptor
Reseptor adalah molekul protein yang secara normal diaktivasi oleh
transmitor atau hormon. Saat ini banyak reseptor yang telah banyak diklon dan
diketahui urutan asam aminonya.Reseptor obat adalah suatu makromolekul dapat
berupa lipoprotein, asam nukleat yang jelas dan spesifik terdapat dalam jaringan sel
hidup, mengandung gugus-gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi (Cartika,
2016). Terdapat empat jenis reseptor utama yaitu : (Neal, 2006)
Agonist (ligand) gated channel terdiri dari subunit protein yang membentuk pori
sentral (misal: reseptor nikotin, reseptor GABA).
G-protein coupled receptor yaitu reseptor protein yang mengikat protein G
membentuk suatu kelompok reseptor dengan tujuh heliks yang membentuk
membran. Reseptor ini berkaitan dengan respon fisiologis oleh second
messenger.
Reseptor inti untuk membentuk hormon steroid dan hormon tiroid terdapat
dalam inti sel yang mengatur transktipsi dan selanjutnya sintesis protein.
Kinase-linked receptor adalah reseptor pada permukaan yang mempunyai
aktivitas tirosin kinase intrinsik (misal: reseptor insulin, sitokin dan faktor
pertumbuhan).
Mekanisme kerja obat terjadi baik secara agonis maupun antagonis, dimana
obat yang bekerja melalui ikatan reseptor akan menghasilkan atau menghambat
respon. Mekanisme kerja obat secara agonis menganut sistem lock and key yang
artinya reseptor sebagai komplemen atau gembok (lock) tepat dari struktur ruang yang
akan ditempati oleh zat obat yang bersangkutan yang disebut anak kunci (key).
Sedangkan, mekanisme kerja obat secara antagonis mampu menduki reseptor
bersangkutan kemudian memblokir aktivitas hormon tersebut (Tjay dan Raharja,
2010).
2. Teori Pendudukan
Clark (1926), memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati
satu sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang lebih agar tetap
efektif selama proses pembentukkan kompleks. Obat (O) akan berinteraksi
dengan reseptor (R) membentuk kompleks obat-reseptor (OR). Proses interaksi
ini dijelaskan sebagai berikut: k1 (O) + (R) ==== (OR) E k2 k1 : kecepatan
pengambungan k2 : kecepatan disosiasi E : efek biologis yang dihasilkan Lalu
proses interaksi obat-reseptor menurut Ariens-Stephenson dijelaskan dengan
bagan sebagai berikut: Afinitas efikasi O + R ======== Komplek O-R respon
biologis O + R ===== O-R Respon (+) : senyawa agonis Afinitas besar dan
aktivitas intristik = 1 O + R ===== O-R Respon (-) : senyawa antagonis
Afinitas besar dan aktivitas intristik = 0
3. Protein G
Merupakan keluarga terbesar reseptor permukaan sel
Menjadi mediator dari respon seluler berbagai molekul, seperti: hormon,
neurotransmiter, mediator lokal, dll.
Merupakan satu rantai polipetida tunggal, keluar masuk menembus membran sel
sampai 7 kali Æ disebut memiliki 7 transmembran
a. jalur adenilat siklase dan jalur fosfolipase, tergantung pada jenis protein G
yang terhubung
b. Macam second messenger yang terlibat dalam signal transduksi reseptor
ini adalah : cAMP, PKA, PKC, DAG, IP3, Ca++
Protein G merupakan suatu heterotrimeric guanine nucleotide binding
protein = protein yang berbentuk heterotrimer dan memiliki tempat ikatan
dengan nukleotida guanine. Ada 3 macam :
1. yang mengaktifkan enzim adenilat siklase Æ Gs(stimulatory)
2. yang menghambat enzim adenilat siklase Æ Gi (inhibitory)
3. Yang mengaktifkan sistem fosfolipase/inositol fosfat Æ Gq
4. Second Messenger
PROTEIN G dan Second Messenger
Banyak ligan-ligan ekstraseluler bekerja dengan meningkatkan konsentrasi
secondmessenger intraseluler seperti siklik adenosine-3’, 5’-monofosfat (siklik
AMP), ion kalsium,atau fosfoinositida. Dalam kebanyakan kasus mereka
menggunakan penanda transmembrandengan tiga komponen terpisah. Pertama, ligan
ekstraseluler tersebut ditemukan secarakhusus oleh reseptor permukaan sel.
Kemudian reseptor tersebut mencetuskan aktifasi protein G yang terletak pada
permukaan sitoplasmik membrane plasma. Protein G yangaktif tersebut kemudian
mengubah aktifasi elemen efektor, biasanya berupa suatu enzimatau ion kanal.
Elemen ini kemudian mengubah konsentrasi second messenger intra selular. Untuk
siklik AMP, Enzim efektor adalah Adenilil siklase, suatu transmembran protein
yangmengubah ATP intar selular menjadi siklik AMP. Protein G yang sama disebut
Gs, merangsang adenelil siklase setelah diaktifkan oleh hormone inang atau
neurotransmitterinang , masing-masing bekerja melalui reseptor yang spesifik. Gs
dan Protein G lainnya menggunakan suatu mekanisme molecular yang melibatkan
peningkatan dan hidrolisa GTP. Secara bermakna, mekanisme ini memisahkan
reseptorligan tereksitasi dari aktifasi efektor Protein G, dengan demikian
memungkinkan sinyal ditransduksi tersebut dapat diperbesar. Misalnya, suatu
Neurotransmitter seperti norepinefrin dapat menemukan membrane reseptornya
dengan waktu yang singkat, hanya dalam beberapa mili detik. Namun ketika
pertemuan norepinefrin, reseptor inimenghasilkan suatu GTP-bound Gs molekuler,
lamanya aktivitas adenilil siklase lebih bergantung pada lamanya GTP berikatan
dengan Gs daripada afinitas reseptor padanorepinefrin. Sesungguhnya, seperti protein
G yang lainGTP bound Gs tetap aktif untuk beberapa puluh detik yang lebih lagi
memperbesar sinyal aslinya. Mekanisme inimenerangkan bagaimana penandaan yang
dilakukan protein G menghasilkan fenomenareseptor cadangan. Walaupun satu
molekulreseptor yang diaktifkan oleh ligan diperlukanuntuk memulai pengikatan
GTP oleh satu protein G, hidrolisa GTP yang lambatmenyebabkan protein G aktif
lebih lama setelah reseptor sudah diisosiasi dari molekulagonisnya. Jadi, pada
konsentrasi agonis yang rendah, prporsi reseptor yang diikat agonismungkin jauh
lebih rendah dari proporsi protein G yang aktif ( terikat GTP); jika proporsi protein G
aktif berkorelasi dengan respon pharmakologik maka reseptor-reseptor akan bersifat
cadangan yaitu , suatu fraksi kecil dari reseptor yang diduduki oleh agonis padawaktu
tertentu, akan menghasilkan respon yang lebih besar secara proporsional.Golongan
protein G cukup brbeda-beda; selain Gs, stimulasi terhadap adenilil siklase,terdapat
juga subgolongan yang lain dari protein G. anggota-anggota dari subgolongan GI
(I=inhibitory) berangkaian dengan reseptro untuk menghambat adenilil siklase;
protein GI juga menjadi mediator rangsangan reseptor terhadap second messenger
phospoinositida pada sel-sel tertentu dan pengaturan saluran K + dan Ca2+.
Subgolongan Gi tersebut meliputi juga 2 protein G(Gt1 dan Gt2, disebut
“transducins), yang menjadi mediator fototransduksi didalam batang retinadan sel-sel
konus.Tidaklah mengherankan, reseptor-reseptor yang diikat pada protein G
mempunyaistruktur yang mirip atau sama lainnya, terdiri atas jenis reseptor yang
disebut “serpenti nereceptor”, disebut demikian karena protein polipeptida ini
melintasi membran plasmasebanyak tujuh kali. Reseptor-reseptor untuk amina
adrenergic, serotonin, asetilkolin(muskarinik, bukan nikotinik), banyak hormone-
hormon peptide, odorant, bahkan reseptorvisual (dalam sel batang konus dan retina)
semuanya termasuk dalam golongan serpentine. Terminal amino dan karboksil dari
masing-masing reseptor jenis ini terletak pada sisiekstraseluler dan sisi sitoplasmik
membrane secara berturut-turut. Reseptor serpentine yang berlainan mirip satu sama
lain dalam rangkaian asam amino dan letak bagian hidrofobik semuanya berasal dari
precursor yang umum.Sehubungan dengan kemiripan struktur ini, tampaknya
reseptor-reseptor serpentinemelakukan transduksi sinyal-sinyal melewati membrane
plasma dengan cara yang sama.Seringkali ligan agonis seperti katekolamin,
asetilkolin, atau foton yang mengaktiifkankromofon dan fotoreseptor retina, diikat
dalam suatu kantong yang dikelilingi oleh bagiantransmembran reseptor. Perubahan
konfirmasi yang dihasilkan pada bagian iniditransmisikan ke lingkaran sitoplasmik
pada reseptor, yang mengubah aktifitas protein Gyang tepat dengan menaikkan
penempatan GDP oleh GTP. Bukti biokimia menunjukkan bahwa protein G tersebut
berinteraksi dengan asam amino pada lingkaran ketiga sitoplasmikdari polipeptoda
reseptor.
DAFTAR PUSTAKA
Brady, J. E., Russell, J. W., and Holum, J. R. 2000. Chemistry Matter and Its
Change,3rdEd. New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Companion, A. L. 1964. Chemical Bonding. New York: McGraw-Hill Book Company
Cotton, F. A. and Wilkinson, G. 1980. Advanced Inorganic Chemistry, a
Comprehensive Text, 4thEd. New York: Jhon Wiley & Sons.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/menkes/sk/x/2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Siregar Charles, J.P., Lia Amalia. 2003. Teori dan Penerapan Farmasi Rumah Sakit.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan. 2002. Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), Jakarta.
Hassan WE. 1986. Hospital Pharmacy, 5th editon, Lea dan Febger Philadelphina.