Anda di halaman 1dari 17

SISTEM HARGA POKOK PESANAN

Biaya produk terdiriatas : Biaya bahan baku, biaya tenagakerja langsung dan biaya overhead
pabrik (BOP). Jika BOP yang diperhitungkan di produk meliputi komponen BOP tetap
dnvariable, metode costingnya disebut full costing, jika BOP yang diperhitungan hanya BOP
variabel, metode cosingnya disebut variable costing. Pada bab ini, hanya menjelaskan dengan
metode full coting.

Akuntansi menggunakansalah satu dari dua metode berikut untuk menentukan biaya produk :

1. Metode penentuan pesanan/harga pokok pesanan (job order cost method)


2. Metode penentuan biaya proses/harga pokok proses/procces cost method)

KARAKTERISTIK METODE HARGA POKOK PESANAN

1. Kegiatan produksi dilakukan atasdasarpesanan, sehingga :


a. Bentuk barang/produk tergantung pemesan.
b. Produksi terputus-putus, tergantung ada tidaknya pesanan yang diterima.

2. Biaya produksi dikumpulkan untuk setiap pesanan sehingga perhitungan :


a. Total biaya produksi dihitung pada saat pesanan selesai
b. Biaya per unit adalah dengan membagi total biaya produksi dengan totalunit yang
dipesan.

3. Pengumpulan biaya produksi dilakukandengan membuat KARTU BIAYA PRODUKSI (job


order cost sheet) yang berfungsi sebagai buku pembantu biaya yang memuat :
a. Informasi umum seperti nama pemesan, jumlah dipesan, tanggal pesan dan lain
sebagainya.
b. Informasi biaya seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan BOP

4. Setelah pesanan selesai dikerjakan, biasanya produk selesai langsung diserahkan.

Contoh perusahaan yang menggunakan metode harga pokok pesanan, antara lain
kontraktor, galangan kapal, percetakan dan lain-lain.

Untuk memberikan gambaran berikut sebuah contoh sederhana pelaksanaan metode harga
pokok pesanan.

Contoh :

Perusahaan mebel ANTIK berproduksi atas dasar pesanan, yang biasa menerima pesanan
terutama darikantor-oantor, baik kantor pemerintah maupun swasta. Biaya-biaya
dikumpulkan berdasarkan pesanan. Pada tanggal 17 Juli 20xx perusahaan ANTIK mendapat
pesanan untuk membuat meja konferensi darihotel GARUDA, dengan biaya atau kontrak
Rp12.000.000,-. Pesanan harus sudah selesai paling lambat 10 Agustus 20xx. Atas pesanan
tersebut Perusahaan ANTIK memberi kode job nomor 58. Transaksi yang terjadi
sehubungan dengan pesanan tersebut adalah sebagai berikut :

Pembelianbahan-bahan yang dilakukan :

- 20 keping kayu mahoni @ Rp500.000,-


- 100 liter politur @ Rp5.000,-
- 15 peti lem @ Rp20.000,-
- 5 peti paku

Permintaan bahan baku danbahan penolong untuk memproduksi job no.58 :

- 5 keping kayu mahoni


- 10 liter politer
- 1 peti lem
- 1 peti paku

Biaya tenaga kerjayang dikeluarkan untuk mengerjakan pesanan tersebut terdiri atas :

- Biaya tenaga kerja langsung Rp 3.500.000,00


- Tenaga kerja tidak langsung Rp 1.000.000,00

BOP sesungguhnya selain yang diatas adalah Rp2.000.000,00. BOP dibebankan atas dasar
tariff , yakni 75% dari biaya tenaga kerja langsung. Pesanan tersebut dapat diselesaikan dan
diserahkan kepada pemesannya dengan pembayarannya diterima 20 hari kemudian.

Diminta :

1. Jurnal-jurnal yang diperlukan.


2. Posting ke rekening yg bersangkutan
3. Kartu biaya atas pesanan tersebut.

Jawab :

1. Jurnal-jurnal yang diperlukan :


- 1. Mencatat pembelian bahan bahan

Persediaan Bahan Baku Rp10.000.000


Persediaan Bahan Penolong Rp 1.000.000
Utang Dagang Rp11.000.000
2. Mencatat pemakaian bahan baku dan bahan penolong

BDP-BBB (job no.58) Rp2.500.000


BOP sesungguhnya 1.100.000
Persediaan Bahan Baku Rp2.500.000
Persediaan Bahan Penolong 110.000

3. Mencatat pembayaran Gaji dan Upah

Biaya Gaji dan Upah Rp4..500.000


Kas Rp4.500.000

4. Mencatat biaya gaji dan upah langsung dan tidak langsung

BDP-BTKL (job no.58) Rp3.500.000


BOP-sesungguhnya 1.000.000
Biaya Gaji dan Upah Rp4.500.000

5. Mencatat BOP sesungguhnya

BOP sesungguhnya Rp2.000.000


Macam-macam kredit Rp2.000.000

6. Mencatat BOP dibebankan job no.58

BDP-BOP dibebankan job 58 Rp2.625.000


BOP-dibebankan Rp2.625.000

7. Mencatat produk selesai

Persediaan Barang jadi Rp8.625.000


BDP Job 58 Rp8.625.000
(2.500.000+3.500.000+2.625.000

8. Mencatat penyerahan produk selesai


Piutang Dagang Rp12.000.000
Harga Pokok Penjualan Rp 8.625.000
Persediaan BarangJadi Rp8.625.000
Penjualan 12.000.000

Posting ke rekening-rekening atas jurnal-jurnal diatas adalah sbb. :

Persediaan Bahan Baku

10.000.000 2.500.000

Persediaan Bahan Penolong

1.000.000 110.000

Biaya Gaji dan Upah

4.500.000 4.500.000

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan

2.625.000 2.625.000

Barang Dalam Proses-Job 58

2.500.000 8.625.000
3.500.000
2.625.000

Harga Pokok Penjualan

8.625.000

Persediaan Barang Jadi


8.625.000 8.625.000

BOP Sesungguhnya

110.000 2.625.000
1.000.000
2.000.000

Macam-macam kredit

2.000.000

Utang Dagang

1) 11.000.000

Utang Gaji

4.500.000

Piutang Dagang

12.000.000

Penjualan
12.000.000

Catatan :
BOP yang dibebankan ke pesanan adalah berdasarkan tariff, jumlah dapat
berbeda dengan BOP yang sesungguhnya terjadi. Contoh diatas BOP yang
sesungguhnya terjadi adalah Rp 3.110.000,- sedangkan BOP dibebankan
Rp2.625.000. sehingga terjadi selisih BOP kurang dibebankan atau under-applied
overhead Rp485.00,-.
Perlakuan terhadap BOP yang kurang/lebih dibebankan, silahkan pelajari pada
materi Biaya Overhead Pabrik.

Job Oreder Cost Sheet


JOB ORDER COST SHEET
Nama Pemesan : Hotel Garuda Job nomor :58
Nama produk : Meja konferensi Tanggal pesan : 17 Juli 20xx
Kuantitas : 1 set Mulai dikerjakan : 18 Juli 20xx
Lain-lain Tanggal selesai :

Bahan Baku Tenaga Kerja BOP dibebankan


Tanggal No. PO Jumlah Tanggal Jumlah Tanggal Jumlah
18 juli 238/7 2.500.000 25/7 1.500.000 9/8 2.625.000
2/8 2.000.000
2.500.000 3.500.000 2.625.000

Perhitungan Penjualan, Harga Pokok Penjualan dan laba kotor

Harga Jual 12.000.000


Biaya Produksi :
Bahan Baku 2.500.000
Tenaga Kerja Langsung 3.500.000
BOP dibebankan 2.625.000
8.625.000
Laba Kotor 3.375.000
PENGOLAHAN PRODUKSI MELALUI LEBIH DARI SATU DEPARTEMEN
Proses produksi sangat mungkin melalui lebih dari satu departemen. Bila proses produksi
melalui leih dari satu departemen, maka pada umumnya akan membawa kepada ,odifikasi baik
pada laporan harga pokok produksi maupun pada akuntansinya.

Hal-hal yang pada umumnya diperhatikan pada pengolahan atau prosesproduksi atau produksi
yang lebih dari satu departemen, adalah :

1. Biaya produksi dan laporan harga pokok dinyatakan atau disajikan per departemen.
2. Tariff biaya overhead pabrik dilakukan atau dibuat per departemen.
3. Pengelompokkan rekening-rekeningbiaya produksi juga didasarkan per department.
4. Umumnya barang jadi departemen I menjadi bahan baku departemen2 atau
departemen selanjutnya demikian seterusnya.

Contoh :

Perusahaan mebel ANTIK mempunyai 2 departemen produksi A dan departemen produksi B.


Pada bulan Januari 20XX, mendapat pesanan sebagai berikut :

- Dari IAIIG AL GHOZALI 200 buah kursi kuliah @ Rp 60.000,-


- Dari UNUGHA 50 buah kursi kerja @ Rp 70.000,-

Pesanan tersebut diberi kode masing-masing K-! dan M-3. Pesanan K-! dan M-3 dapat
diselesaikan, namun baru pesanan K-! yang diserahkan.

Transaksi yang terjadi untuk memenuhipesanan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pemakaian bahan

Pesanan Dept. A Dept B Jumlah


K-1 4.000.000 1.000.000 5.000.000
M-3 1.500.000 250.000 1.750.000
5.500.000 1.250.000 6.750.000

2. Biaya Tenaga Kerja

Pesanan Dept. A Dept B Jumlah


K-1 1.600.000 800.000 2.400.000
M-3 500.000 200.000 700.000
2.100.000 1.000.000 3.100.000

3. Biaya Overhead Pabrik

Departemen BOP yang dibebankan BOP sesungguhnya


A 50% biaya bahan baku 2.700.000
B 80% tenaga kerja langsung 950.000

Dari data diatas tersebut, diminta untuk membuat jurnal-jurnal yang diperlukan danjob
order cost sheet.

Jawab :

Jurnal-jurnal yang dibuat adalah :

Mencatat pemakaian bahan

BDP-bahan baku Dept A 5.500.000


BDP-bahan baku Dept B 1.250.000
Persediaan Bahan Baku 6.750.000

Mencatat pembebanan gaji danupah ke masing-masing pesanan

BDP-TKL dept.A 2.100.000


BDP-TKL dept B 1.000.000
Biaya gaji 3.100.000

Mencatat biaya overhead yang dibebankan

BDP-overhead pabrik Dept A 2.750.000


BDP-overhead pabrik Dept B 800.000
BOP dibebankan Dept A 2.750.000
BOP dibebankan Dept B 800.000
50%x(4.000.000+1.500.000)= 2.750.000
80%x(800.000+200.000) = 800.000

Mencatat biaya overhead pabrik sesungguhnya

BOP-sesungguhnya dept.A 2.700.000


BOP-sesungguhnya dept.B 950.000
Macam-macam kredit 3.650.000
Mencatat pemindahan barang selesai/produk jadi dari departemen A ke deprtemen B

BDP-HPP dept.A dept.B 10.350.000


BDP-bahan baku dept.A 5.500.000
BDP-tenaga kerja dept.A 2.100.000
BDP-BOP dibebankan dept.A 2.750.000

Mencatat permintaan dari ddept B ke produkjadi dan program BDP

Persediaan produk jadi 10.040.000


Persediaan BDP 3.360.000
BDP-HPP dept A dept B 10.350.000
BDP-BB dept B 1.250.000
BDP-BOP dept B 800.000

Kartu Pesanannya adalah sebagai berikut :

PT ANTIK
KARTU HARGA POKOK PESANAN
Nama Pemesan : IAIIG Job nomor :K-1
Produk : kursi kuliah Tanggal Pesan : 02 Januari 20XX
Kuantitas : 200 Tgl dikerjakan : 03 Januari 20XX
Spesifikasi : system terbuka Tanggal selesai ; 30 Januari 20XX
Lain-lain- : ---- Tanggal diserahkan : 31 Januari
DEPARTEMAN A
Bahan Baku Tenaga Kerja BOP dibebankan
Tanggal No.PO Jumlah Tanggal Jumlah Tanggal Jumlah
3/1 09/1 4.000.000 15/1 600.000 29/1 2.000.000
30/1 1.000.000
DEPARTEMEN B
15/1 28/1 1.000.000 30/1 800.000 29/1 640.000
5.000.000 2.400.000 2.640.000

Rekapitulasi Biaya :
Bahan Baku 5.000.000
Tenaga 2.400.000
Kerja 2.640.000
Overhead Total 10.040.000
Harga Jual 12.000.000
Laba Kotor 1.960.000
Jurnal untuk mencatat penyerahan pesanan

Piutang Dagang/Kas 12.000.000


Penjualan 12.000.000

Harga Pokok Penjualan 10.040.000


Persediaan Produk Jadi 10.040.000

Hal yang sama dapat dibuat untuk job order cost sheet atas pesanan dari UNUGHA

SISA BAHAN, PRODUK RUSAK DAN PRODUK CACAT


Dalam suatu proses produksi, hamper dapat dipastikan akan selalu terdapat sisa bahan baku
yang tidak dapat digunakan lagi dan tidak mempunyai nilai atau harga atau sisa bahan masih
dapat digunakan untuk proses produksi lain dan akibatnya dapat mempunyai nilai atau harga.
Disamping itu, didalam proses produksi sangat mungkin terdapat produk rusak dan produk
cacat.

Demikian pula halnya dalam proses produksi yang berdasar atas pesanan kemungkinan adanya
sisa bahan, produk rusak dan produk cacat dapat terjadi. Berikut ini akan dikemukakan
pengertian dan perlakuan akuntansiterhadap sisa bahan, produk rusak dan produk cacat.

SISA BAHAN

Sisa bahan merupakan sisa bahan baku yang terjadi akibat proses produksi yang dilakukan.
Sebagai contoh, produksi pembuatan kursi pesanan yang menggunakan bahan baku kayu
mungkin sekali ada potongan-potongan kayu tersisa akibat produksi yang dilakukan. Potongan
kayu tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dibuat sebagai kursi yang sama, namun
mungkin dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu yang lain dari sisa kayu tersebut. Dapat
pula terjadi bahwa potongan kayu tersebut bukan digunakan untuk proses produksi yang lain
namun langsung dijual. Dengan kata lain, sisa bahan tersebut mempunyai nilai atau harga.

Ditinjau dari penyebab adanyasisa bahan, maka sisa bahan dapat timbul dari :

a. Produksi yang dijalankan secara efisien. Bila ini terjadi maka sisa bahan tersebut
digolongkan sebagai sisa bahan normal.
b. Produksi yang tidak efisien. Bila ini yang terjadi maka sisa bahan tersebut digolongkan
sisa bahan yang tidak normal.

Ukuran efisien atau tidak efisien seharusnya sudah ditentukan oleh manajemen. Misalnya
setiap pemakaian 100 unit bahan baku, maka yang akan menjadisisa bahan adalah 5 unit. Ini
berarti bahwa sisa bahan normal adalah 5%. Bila terjadi sisa bahan melebihi 5%, maka
manajemen harus secepatnya mengadakan pencarian penyebabnya dan secepatnya
mengadakan koreksi.

SISA BAHAN LAKU DIJUAL

Sisa bahan yang laku dijual menimbulkan masalah perlakuan hasil penjualan sisa bahan
tersebut. Umumnya ada dua kemungkinan perlakukan hasil penjualan tersebut, yaitu :

1. Bila sisa bahan sudah dimasukkan dalam anggaran penentuan tariff biaya overhead
pabrik, maka hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead
pabrik sesungguhnya.
Jurnal yang dibuat adalah :
- Kas RpXXX
o BOP-Sesungguhnya RpXXX

2. Bila sisa bahan tidak dimasukkan dalam anggaran penentuan tariff biaya overhead
pabrik, maka hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang Barang Dalam
Proses.
Jurnal yang dibuat adalah :
- Kas RpXXX
o BDP-Biaya Bahan Job no. RpXXX

SISA BAHAN YANG TIDAK LAKU DIJUAL

Sisa bahan yang tidak laku dijual kemungkinan menimbulkan masalah dalam hal adanya biaya
untuk membuat atau memusnahkan sisa bahan tersebut. Bila tidak ada biaya yang timbul
dalam pembuangan atau pemusnahan sisa bahan tersebut, maka tidak menimbulkan masalah
dalam akuntansinya. Namun bila ada biaya yang timbul maka perlakuannya sebagai berikut :

1. Bila sisa bahan tersebut dapat dilacak asalnya, maka biaya untuk memusnahkan sisa
bahan tersebut dimasukkan atau ditambahkan pada biaya bahan baku pesanan yang
bersangkutan.
Jurnalnya adalah :
- BDP-biaya bahanjob no. … RpXXX
o Kas RpXXX

2. Bila sisa bahan tersebut tidak bisa dilacak asalnya, maka biaya untuk memusnahkan sisa
bahan tersebut diperlakukan sebagai penambah biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Jurnal yang dibuat adalah :
- BOP-Sesungguhnya RpXXX
o Kas RpXXX

PRODUK RUSAK
Produk rusak adalah produk yangdihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar
yang ditentukan. Produk rusak mungkin dapat diperbaiki namun biaya perbaikan yang
dikeluarkan akan lebih besar dari hasil jualnya setelah diperbaiki. Dengan kata lain secara
ekonomis tidak menguntungkan. Jadi produk rusak tidak akan diproses lebih lanjut. Produk
rusak mungkin laku dijual, mungkin pula tidak laku dijual.

Perlakuan akuntansi terhadap produk rusak ini tergantung pada penyebab timbulnya produk
rusak tersebut. Ada 3 penyebab timbulnya produk rusak, yaitu :

1. Karena sulitnya proses pengerjaan


2. Karena sifat normal proses produksi yang selalu menimbulkan produk rusak
3. Karena kurangnya pengawasan produksi (kelalaian).

Berikut dibahas perlakuan akuntansi untuk masing-masing penyebab dihubungkan dengan laku
tidaknya suatu produk rusak.

Produk rusak tidak laku dijual

1. Timbul karena sulitnya pengerjaan

Bila produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan dan produk rusak tersebut tidak
laku dijual, maka perlakuan akuntansinya adalah menambah harga pokok pesanan per
unit yang bersangkutan. Dengan kata lain, biaya produk rusak tersebut akan
menambah total biaya produksi pesanan yang bersangkutan.
Contoh :
PT ANI mendapat pesanan untuk memproduksi produk “X” sebanyak 100 unit.
Diperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi pesanan tersebut sebesar
Rp125.000,- atau Rp1.250,- per unit..
Karena sulitnya pengerjaan produk tersebut PT ANI memproduksi sampai 120 unit,
dimana 20 unit diantaranya rusak dan biaya yang dikeluarkan mencapai Rp150.000,-
Dari persoalan tersebut maka dapat diselesaikan sebagai berikut :
Biaya untuk 120 unit sesungguhnya = Rp150.000,-
Biaya per unit (Rp150.000,- : 120) = Rp1.250,-
Produk rusak 20 unit tidak laku dijual, dengan demikian total biaya Rp150.000,- tersebut
menjadi tanggungan produk baik (tidak rusak) sebanyak 100 unit. Dengan kata lain biaya
per unitnya sekarang menjadi (Rp150.000,- : 100 ) = Rp1.500,00.

Atau dengan cara lain :


Biaya untuk produksi 100 unit = Rp125.000,00
Biaya untuk 20 unit yang rusak = Rp 25.000,00
Total biaya (harga pokok produk)
Untuk 100 unit = Rp150.000,00

Dengan demikian, adanya produk rusak tersebut menaikkan harga pokok per unit dari
Rp1.250,- menjadi Rp1.500,00 per-unit. Atau menaikkan harga pokok dari Rp1.250,00
menjadi Rp1.500,00.

2. Timbulnya karena bersifat normal


Bila adanya produk rusak timbul karena sifat normal produksi, maka biaya atau harga
pokok produk rusak tersebut dibebankan kepada biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Contoh :
Dengan melanjutkan contoh diatas, seandainya diketahui bahwa proporsi biaya bahan,
tenaga kerja dan overhead adalah 4 : 3 : 3. Produk rusak timbul bersifat normal. Dari
masalah tersebut diselesaikan dengan membuat jurnal sebagai berikut :

- Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp25.000


o BDP-biaya bahan baku Rp10.000
o BDP-biaya tenaga kerja Rp 7.500
o BDP-biaya overhead pabrik dibebankan Rp 7.500

3. Timbul karena kurangnya pengawasan


Bila produk rusak timbul karena kurangnya pengawasan produksi yang dilakukan, atau
dengan kata lain karena kesalahan lebih bersifat kelalaian, maka biaya atau harga pokok
produk rusak diperlakukan sebagai “rugi produk rusak”.
Dengan menggunakan contoh diatas, maka jurnal yang akan dibuat adalah :

- Rugi produk rusak Rp25.000


- BDP-biaya bahanbaku Rp10.000
- BDP-biaya tenaga kerja Rp 7.500
- BDP-BOP dibebankan Rp 7.500

Produk Rusak Laku Dijual

Produk rusak yang terjadi sangat mungkin lakudijual, walaupun harganya tidak seberapa.
Terlepas dari jumlah hasil penjualan produk rusak tersebut, yang menjadi masalah adalah
perlakuan terhadap hasil penjualan tersebut. Sebagaimana pada produkrusakyangtidak
laku dijual, maka pada produk rusak yang laku dijual perlakuannya juga tergantung pada
penyebab timbulnya produk rusak tersebut.

1. Timbul karena sulitnya pengerjan


Bila produk rusak timbulkarena sulitnya pengerjaan, maka hasil penjualan produk rusak
diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi darikeseluruhan biaya produksiyang
terjadi (produkrusak dan produk tidak rusak/baik).

Contoh :
PT ANIK mendapat pesanan memproduksi produk “Y” sebanyak 100 unit. Biaya per unit
diperkirakan adalah : Bahan baku Rp2.500,-, Biaya Tenaga Kerja Rp3.750,- dan BOP
Rp1.250,-.. Dalam proses produksi yang dilakukan ternyata terpaksa diproduksi sampai
120 unit, karena 20 unit diantaranya rusak. 20 unit produk rusak tersebut dapat dijual
dengan harga sebesar Rp60.000,-. Biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk
memproduksi produk per unitnya sesuai yang direncanakan.
Perlakuan akuntansi masalah tersebut adalah dengan membuat jurnal :

- Kas Rp60.000
o BDP-biaya bahan baku Rp20.000
o BDP-biaya tenagakerja Rp30.000
o BDP-BOP dibebankan Rp10.000

(sesuai proporsi masing-masing jenis biaya 2: 3 : 1).


2. Timbul karena sifat normal produksi
Bila produk rusak timbul dari sifat normal produksi maka seluruh biaya produksi produk
rusak dikeluarkan dari biaya produksi. Biaya produksi produk rusak tersebut akan
menjadi atau diperlakukan sebagai biaya overhead sesungguhnya setelah dikurangi hasil
penjualan dari produk rusak.
Dengan menggunakan contoh diatas maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
Biaya produksi produk rusak untuk 20 unit Rp150.000
Hasil penjualan Rp 60.000
Menjadi beban biaya overhead sesungguhnya Rp 90.000
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :

- Kas Rp 60.000
- Biaya overhead sesungguhnya Rp 90.000
o BDP-biaya bahan baku Rp 50.000
o BDP-biaya tenaga kerja Rp 75.000

3. Timbul karena kurangnya pengawasan


Bila produk rusak timbul karena kurangnya pengawasan produksi atau kelalaian maka
perlakukan selisih antara biaya produksi dari produk rusak dengan hasil jual produk
rusak adalah dengan mengakui sebagai “rugi produk rusak”
Jurnal yang dibuat adalah :

- Kas Rp60.000
- Rugi produk rusak Rp90.000
o BDP-biaya bahan baku Rp50.000
o BDP-biaya tenaga kerja Rp75.000
o BDP-BOP dibebankan Rp25.000

PRODUK CACAT
Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar
namun secara ekonomis bila diperbaiki lebih menguntungkan dibandingkan langsung dijual.
Masalah akuntansi yang timbul pada produk cacat adalah masalah perlakuan terhadap biaya
tambahan yang terjadi untuk memperbaiki produk cacat tersebut. Perlakuan biaya tambahan
tersebut sebagaimana produk rusak juga tergantung pada penyebab timbulnya produk cacat
tersebut, yaitu akibat sulitnya pengerjaan, sifat normal produksi dan kurangnya pengawasan
produksi (kelalaian).

Contoh :

PT ANTIK mendapat pesanan memproduksi produk “Z” sebanyak 50 unit dengan harga pesanan
Rp100.000,-per unit. Biaya per unit yang dikeluarkan untuk memenuhi pesanan tersebut
adalah: bahan baku Rp20.000; tenaga kerja Rp30.000 dan biaya overhead pabrik Rp15.000,-

PT ANTIK memproduksi sebanyak 50 unit, namun dalam produksi tersebut sebanyak 10 unit
cacat. Biaya perbaikan yang dikeluarkan atas produk cacat tersebut per unitnya adalah sbb. :

- Bahan baaku Rp2.500,-


- Tenagaa kerja Rp2.500,-
- BOP dll Rp5.000,-

Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka dilihat penyebab timbulnya produk cacat
tersebut.

1. Produk cacat timbul karena sulitnya pengerjaan


Bila produk cacat timbul dari sulitnya proses pengerjaan, maka perlakuan akuntansi
terhadap biaya tambahan tersebut adalah dengn menambahkankan harga pokok
produksi.
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :

BDP-biaya bahan baku Rp25.000


BDP-biaya tenaga kerja Rp25.000
BDP-biaya overhead pabrik Rp50.000
Persediaan bahan baku Rp25.000
Biaya gaji/utang gaji Rp25.000
Macam-macam kredit Rp50.000

2. Produk cacat timbul bersifat normal


Bila produk cacat timbul dari sifat normalprosesproduksi, maka perlakuan terhadap
biaya tambahan tersebut adalah dengan memasukkan biaya tambahan tersebut pada
“overhead pabrik sesungguhnya”.
Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :

Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp100.000,-


Persediaan bahan baku Rp25.000
Biaya gaji/utang gaji Rp25.000
Macam-macam kredit Rp50.000

3. Produk cacat timbul karena kurangnya pengawasan.


Bila produk cacat timbul karena kurangnya pengawasan produksi yang dilakukan, maka
perlakuanterhadap biaya tambahan adalah dengan mendebit/membebankannya pada
“rugi produk cacat”.
Jurnal yanag dibuat adalah sebagai berikut :
Rugi produk cacat Rp100.000
Persediaan bahan baku Rp25.000
Biaya gaji/utang gaji Rp25.000
Macam-macam kredit Rp50.000

Anda mungkin juga menyukai