Biaya produk terdiriatas : Biaya bahan baku, biaya tenagakerja langsung dan biaya overhead
pabrik (BOP). Jika BOP yang diperhitungkan di produk meliputi komponen BOP tetap
dnvariable, metode costingnya disebut full costing, jika BOP yang diperhitungan hanya BOP
variabel, metode cosingnya disebut variable costing. Pada bab ini, hanya menjelaskan dengan
metode full coting.
Akuntansi menggunakansalah satu dari dua metode berikut untuk menentukan biaya produk :
Contoh perusahaan yang menggunakan metode harga pokok pesanan, antara lain
kontraktor, galangan kapal, percetakan dan lain-lain.
Untuk memberikan gambaran berikut sebuah contoh sederhana pelaksanaan metode harga
pokok pesanan.
Contoh :
Perusahaan mebel ANTIK berproduksi atas dasar pesanan, yang biasa menerima pesanan
terutama darikantor-oantor, baik kantor pemerintah maupun swasta. Biaya-biaya
dikumpulkan berdasarkan pesanan. Pada tanggal 17 Juli 20xx perusahaan ANTIK mendapat
pesanan untuk membuat meja konferensi darihotel GARUDA, dengan biaya atau kontrak
Rp12.000.000,-. Pesanan harus sudah selesai paling lambat 10 Agustus 20xx. Atas pesanan
tersebut Perusahaan ANTIK memberi kode job nomor 58. Transaksi yang terjadi
sehubungan dengan pesanan tersebut adalah sebagai berikut :
Biaya tenaga kerjayang dikeluarkan untuk mengerjakan pesanan tersebut terdiri atas :
BOP sesungguhnya selain yang diatas adalah Rp2.000.000,00. BOP dibebankan atas dasar
tariff , yakni 75% dari biaya tenaga kerja langsung. Pesanan tersebut dapat diselesaikan dan
diserahkan kepada pemesannya dengan pembayarannya diterima 20 hari kemudian.
Diminta :
Jawab :
10.000.000 2.500.000
1.000.000 110.000
4.500.000 4.500.000
2.625.000 2.625.000
2.500.000 8.625.000
3.500.000
2.625.000
8.625.000
BOP Sesungguhnya
110.000 2.625.000
1.000.000
2.000.000
Macam-macam kredit
2.000.000
Utang Dagang
1) 11.000.000
Utang Gaji
4.500.000
Piutang Dagang
12.000.000
Penjualan
12.000.000
Catatan :
BOP yang dibebankan ke pesanan adalah berdasarkan tariff, jumlah dapat
berbeda dengan BOP yang sesungguhnya terjadi. Contoh diatas BOP yang
sesungguhnya terjadi adalah Rp 3.110.000,- sedangkan BOP dibebankan
Rp2.625.000. sehingga terjadi selisih BOP kurang dibebankan atau under-applied
overhead Rp485.00,-.
Perlakuan terhadap BOP yang kurang/lebih dibebankan, silahkan pelajari pada
materi Biaya Overhead Pabrik.
Hal-hal yang pada umumnya diperhatikan pada pengolahan atau prosesproduksi atau produksi
yang lebih dari satu departemen, adalah :
1. Biaya produksi dan laporan harga pokok dinyatakan atau disajikan per departemen.
2. Tariff biaya overhead pabrik dilakukan atau dibuat per departemen.
3. Pengelompokkan rekening-rekeningbiaya produksi juga didasarkan per department.
4. Umumnya barang jadi departemen I menjadi bahan baku departemen2 atau
departemen selanjutnya demikian seterusnya.
Contoh :
Pesanan tersebut diberi kode masing-masing K-! dan M-3. Pesanan K-! dan M-3 dapat
diselesaikan, namun baru pesanan K-! yang diserahkan.
1. Pemakaian bahan
Dari data diatas tersebut, diminta untuk membuat jurnal-jurnal yang diperlukan danjob
order cost sheet.
Jawab :
PT ANTIK
KARTU HARGA POKOK PESANAN
Nama Pemesan : IAIIG Job nomor :K-1
Produk : kursi kuliah Tanggal Pesan : 02 Januari 20XX
Kuantitas : 200 Tgl dikerjakan : 03 Januari 20XX
Spesifikasi : system terbuka Tanggal selesai ; 30 Januari 20XX
Lain-lain- : ---- Tanggal diserahkan : 31 Januari
DEPARTEMAN A
Bahan Baku Tenaga Kerja BOP dibebankan
Tanggal No.PO Jumlah Tanggal Jumlah Tanggal Jumlah
3/1 09/1 4.000.000 15/1 600.000 29/1 2.000.000
30/1 1.000.000
DEPARTEMEN B
15/1 28/1 1.000.000 30/1 800.000 29/1 640.000
5.000.000 2.400.000 2.640.000
Rekapitulasi Biaya :
Bahan Baku 5.000.000
Tenaga 2.400.000
Kerja 2.640.000
Overhead Total 10.040.000
Harga Jual 12.000.000
Laba Kotor 1.960.000
Jurnal untuk mencatat penyerahan pesanan
Hal yang sama dapat dibuat untuk job order cost sheet atas pesanan dari UNUGHA
Demikian pula halnya dalam proses produksi yang berdasar atas pesanan kemungkinan adanya
sisa bahan, produk rusak dan produk cacat dapat terjadi. Berikut ini akan dikemukakan
pengertian dan perlakuan akuntansiterhadap sisa bahan, produk rusak dan produk cacat.
SISA BAHAN
Sisa bahan merupakan sisa bahan baku yang terjadi akibat proses produksi yang dilakukan.
Sebagai contoh, produksi pembuatan kursi pesanan yang menggunakan bahan baku kayu
mungkin sekali ada potongan-potongan kayu tersisa akibat produksi yang dilakukan. Potongan
kayu tersebut sudah tidak dimungkinkan lagi untuk dibuat sebagai kursi yang sama, namun
mungkin dapat digunakan untuk memproduksi sesuatu yang lain dari sisa kayu tersebut. Dapat
pula terjadi bahwa potongan kayu tersebut bukan digunakan untuk proses produksi yang lain
namun langsung dijual. Dengan kata lain, sisa bahan tersebut mempunyai nilai atau harga.
Ditinjau dari penyebab adanyasisa bahan, maka sisa bahan dapat timbul dari :
a. Produksi yang dijalankan secara efisien. Bila ini terjadi maka sisa bahan tersebut
digolongkan sebagai sisa bahan normal.
b. Produksi yang tidak efisien. Bila ini yang terjadi maka sisa bahan tersebut digolongkan
sisa bahan yang tidak normal.
Ukuran efisien atau tidak efisien seharusnya sudah ditentukan oleh manajemen. Misalnya
setiap pemakaian 100 unit bahan baku, maka yang akan menjadisisa bahan adalah 5 unit. Ini
berarti bahwa sisa bahan normal adalah 5%. Bila terjadi sisa bahan melebihi 5%, maka
manajemen harus secepatnya mengadakan pencarian penyebabnya dan secepatnya
mengadakan koreksi.
Sisa bahan yang laku dijual menimbulkan masalah perlakuan hasil penjualan sisa bahan
tersebut. Umumnya ada dua kemungkinan perlakukan hasil penjualan tersebut, yaitu :
1. Bila sisa bahan sudah dimasukkan dalam anggaran penentuan tariff biaya overhead
pabrik, maka hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang biaya overhead
pabrik sesungguhnya.
Jurnal yang dibuat adalah :
- Kas RpXXX
o BOP-Sesungguhnya RpXXX
2. Bila sisa bahan tidak dimasukkan dalam anggaran penentuan tariff biaya overhead
pabrik, maka hasil penjualan sisa bahan diperlakukan sebagai pengurang Barang Dalam
Proses.
Jurnal yang dibuat adalah :
- Kas RpXXX
o BDP-Biaya Bahan Job no. RpXXX
Sisa bahan yang tidak laku dijual kemungkinan menimbulkan masalah dalam hal adanya biaya
untuk membuat atau memusnahkan sisa bahan tersebut. Bila tidak ada biaya yang timbul
dalam pembuangan atau pemusnahan sisa bahan tersebut, maka tidak menimbulkan masalah
dalam akuntansinya. Namun bila ada biaya yang timbul maka perlakuannya sebagai berikut :
1. Bila sisa bahan tersebut dapat dilacak asalnya, maka biaya untuk memusnahkan sisa
bahan tersebut dimasukkan atau ditambahkan pada biaya bahan baku pesanan yang
bersangkutan.
Jurnalnya adalah :
- BDP-biaya bahanjob no. … RpXXX
o Kas RpXXX
2. Bila sisa bahan tersebut tidak bisa dilacak asalnya, maka biaya untuk memusnahkan sisa
bahan tersebut diperlakukan sebagai penambah biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Jurnal yang dibuat adalah :
- BOP-Sesungguhnya RpXXX
o Kas RpXXX
PRODUK RUSAK
Produk rusak adalah produk yangdihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar
yang ditentukan. Produk rusak mungkin dapat diperbaiki namun biaya perbaikan yang
dikeluarkan akan lebih besar dari hasil jualnya setelah diperbaiki. Dengan kata lain secara
ekonomis tidak menguntungkan. Jadi produk rusak tidak akan diproses lebih lanjut. Produk
rusak mungkin laku dijual, mungkin pula tidak laku dijual.
Perlakuan akuntansi terhadap produk rusak ini tergantung pada penyebab timbulnya produk
rusak tersebut. Ada 3 penyebab timbulnya produk rusak, yaitu :
Berikut dibahas perlakuan akuntansi untuk masing-masing penyebab dihubungkan dengan laku
tidaknya suatu produk rusak.
Bila produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan dan produk rusak tersebut tidak
laku dijual, maka perlakuan akuntansinya adalah menambah harga pokok pesanan per
unit yang bersangkutan. Dengan kata lain, biaya produk rusak tersebut akan
menambah total biaya produksi pesanan yang bersangkutan.
Contoh :
PT ANI mendapat pesanan untuk memproduksi produk “X” sebanyak 100 unit.
Diperkirakan biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi pesanan tersebut sebesar
Rp125.000,- atau Rp1.250,- per unit..
Karena sulitnya pengerjaan produk tersebut PT ANI memproduksi sampai 120 unit,
dimana 20 unit diantaranya rusak dan biaya yang dikeluarkan mencapai Rp150.000,-
Dari persoalan tersebut maka dapat diselesaikan sebagai berikut :
Biaya untuk 120 unit sesungguhnya = Rp150.000,-
Biaya per unit (Rp150.000,- : 120) = Rp1.250,-
Produk rusak 20 unit tidak laku dijual, dengan demikian total biaya Rp150.000,- tersebut
menjadi tanggungan produk baik (tidak rusak) sebanyak 100 unit. Dengan kata lain biaya
per unitnya sekarang menjadi (Rp150.000,- : 100 ) = Rp1.500,00.
Dengan demikian, adanya produk rusak tersebut menaikkan harga pokok per unit dari
Rp1.250,- menjadi Rp1.500,00 per-unit. Atau menaikkan harga pokok dari Rp1.250,00
menjadi Rp1.500,00.
Produk rusak yang terjadi sangat mungkin lakudijual, walaupun harganya tidak seberapa.
Terlepas dari jumlah hasil penjualan produk rusak tersebut, yang menjadi masalah adalah
perlakuan terhadap hasil penjualan tersebut. Sebagaimana pada produkrusakyangtidak
laku dijual, maka pada produk rusak yang laku dijual perlakuannya juga tergantung pada
penyebab timbulnya produk rusak tersebut.
Contoh :
PT ANIK mendapat pesanan memproduksi produk “Y” sebanyak 100 unit. Biaya per unit
diperkirakan adalah : Bahan baku Rp2.500,-, Biaya Tenaga Kerja Rp3.750,- dan BOP
Rp1.250,-.. Dalam proses produksi yang dilakukan ternyata terpaksa diproduksi sampai
120 unit, karena 20 unit diantaranya rusak. 20 unit produk rusak tersebut dapat dijual
dengan harga sebesar Rp60.000,-. Biaya yang sesungguhnya dikeluarkan untuk
memproduksi produk per unitnya sesuai yang direncanakan.
Perlakuan akuntansi masalah tersebut adalah dengan membuat jurnal :
- Kas Rp60.000
o BDP-biaya bahan baku Rp20.000
o BDP-biaya tenagakerja Rp30.000
o BDP-BOP dibebankan Rp10.000
- Kas Rp 60.000
- Biaya overhead sesungguhnya Rp 90.000
o BDP-biaya bahan baku Rp 50.000
o BDP-biaya tenaga kerja Rp 75.000
- Kas Rp60.000
- Rugi produk rusak Rp90.000
o BDP-biaya bahan baku Rp50.000
o BDP-biaya tenaga kerja Rp75.000
o BDP-BOP dibebankan Rp25.000
PRODUK CACAT
Produk cacat adalah produk yang dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi standar
namun secara ekonomis bila diperbaiki lebih menguntungkan dibandingkan langsung dijual.
Masalah akuntansi yang timbul pada produk cacat adalah masalah perlakuan terhadap biaya
tambahan yang terjadi untuk memperbaiki produk cacat tersebut. Perlakuan biaya tambahan
tersebut sebagaimana produk rusak juga tergantung pada penyebab timbulnya produk cacat
tersebut, yaitu akibat sulitnya pengerjaan, sifat normal produksi dan kurangnya pengawasan
produksi (kelalaian).
Contoh :
PT ANTIK mendapat pesanan memproduksi produk “Z” sebanyak 50 unit dengan harga pesanan
Rp100.000,-per unit. Biaya per unit yang dikeluarkan untuk memenuhi pesanan tersebut
adalah: bahan baku Rp20.000; tenaga kerja Rp30.000 dan biaya overhead pabrik Rp15.000,-
PT ANTIK memproduksi sebanyak 50 unit, namun dalam produksi tersebut sebanyak 10 unit
cacat. Biaya perbaikan yang dikeluarkan atas produk cacat tersebut per unitnya adalah sbb. :
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut, maka dilihat penyebab timbulnya produk cacat
tersebut.