Anda di halaman 1dari 2

NAMA: DESTY OCTAVIA

NIM: 11980324427
IMUNOLOGI GIZI B

PERAN VITAMIN D TERHADAP KEJADIAN ALERGI MAKANAN

Alergi atau reaksi hipersensitivitas yang diperantarai IgE merupakan masalah kesehatan
baik di negara berkembang maupun di negara maju. Vitamin D dapat menurunkan kejadian
inflamasi dan penyakit infeksi saluran pernapasan, meningkatkan fungsi paru, mengurangi
sensitivitas pernapasan dan mengurangi hipersensitivitas terhadap aeroalergen.Vitamin D
dapat berasal dari makanan, tapi dapat juga diproduksi dari molekul prekusor di dalam
tubuh. Pada awalnya vitamin D diketahui hanya berperan pada metabolisme tulang, namun
saat ini diketahui bahwa vitamin D juga memiliki peran dalam sistem imun tubuh. Secara
umum vitamin D mengatur aktivitas berbagai sel yang terlibat dalam sistem imun
diantaranya monosit, sel dendritik, limfosit T dan limfosit B, dan juga sel epitel.
Peningkatan aktifitas Th1, serta sitokin-sitokin inflamasi akan meningkatkan resiko
seseorang yang memiliki riwayat atopi untuk timbul keluhan seperti rinitis alergi. Jelas
terlihat pada penjelasan di atas, bahwa vitamin D memiliki peran dalam menghambat atau
mencegah terjadinya rinitis alergi melalui aktifitas penekanan efek limfosit Th1 dan
meningkatkan respon sel limfosit Th2, meningkatkan cathelicidin, menekan produksi sitokin
inflamasi (IL-2, IL-5), meningkatkan IL-10, dan pada sel limfosit B, vitamin D juga akan
menghambat sintesis IgE secara invitro.
Efek vitamin D pada sistem imun bawaan adalah semua mekanisme yang menolak infeksi,
tetapi tidak membutuhkan pengenalan spesifik akan patogen. Ekspresi reseptor pengenal
pola, yang mengaktifkan reaksi kekebalan bawaan seperti reseptor Toll-like (TLR) pada
monosit dihambat oleh Vitamin D, yang menyebabkan supresi TLR inflamasi. Vitamin D
memicu autophagy pada makrofag manusia, yang membantu dalam pertahanan terhadap
infeksi oportunistik. Vitamin D juga menginduksi peptide antimikroba endogen dalam sel
epitel kulit manusia dan paru, sehingga memperkuat barrier untuk melawan alergen
lingkungan.
Aktifitas biologis vitamin D saat ini sudah jauh berubah dan diketahui tidak hanya berperan
pada keseimbangan kalsium dalam tubuh dan metabolisme tulang, yaitu semenjak
ditemukannya reseptor vitamin D (Vitamin D Receptor/VDR). Pada sel limfosit B, vitamin D
memiliki efek menghambat sintesis IgE secara invitro. Vitamin D juga mempengaruhi sistem
imun melalui regulasi terhadap cathelicidin, yang merupakan satu-satunya peptida yang
bersifat antimikroba yang diproduksi oleh manusia.
Meskipun studi-studi pada manusia sejauh ini masih menunjukkan hasil yang bervariasi
mengenai hubungan langsung antara vitamin D dengan penyakit-penyakit alergi, studi
secara invitro telah memberikan bukti adanya hubungan tersebut. Secara umum calcitriol
dikatakan mengaktifkan respon imun bawaan dan menekan sistem imun didapat. Studi oleh
Hart dkk menunjukkan bahwa calcitriol memiliki efek langsung terhadap berbagai sel imun
tubuh seperti monosit, makrofag, sel dendritik, sel limfosit T dan limfosit B. kadar vitamin D
yang rendah dalam darah berhubungan dengan tingginya jumlah sel-sel dendritik
dibandingkan dengan kelompok control (kelompok dengan kadar vitamin D normal atau
tinggi melalui suplementasi vitamin D). Sel-sel dendritik memiliki peran penting langsung
pada proses diferensiasi sel Th menjadi subset sel Th1 atau Th2, dimana tanpa vitamin D
(atau pada kondisi kadar vitamin D yang rendah dalam darah) respon inflamasi akan
menjadi kacau dimana subset Th1 akan menjadi lebih dominan yang menyebabkan
terjadinya proses inflamasi yang kronis dan seseorang akan menjadi lebih sensitif terhadap
alergen lewat pembentukan imunoglobulin-E. Peniliti juga membuktikan kadar vitamin D
yang rendah juga akan meningkatkan kadar mediatormediator inflamasi (kemokin) seperti
IL-2, IL-5, leukotrien.
Penelitian lain yang berfokus pada efek vitamin D pada bakteri H.pylori juga menunjukkan
bahwa tubuh akan mencari asupan vitamin D ketika akan menghadapi infeksi yang
disebabkan oleh bakteri tersebut. Beberapa gejala alergi sebenarnya adalah hasil dari
peradangan yang disebabkan oleh bakteri H.pylori, untuk itu peran vitamin D penting untuk
mencegah dan meredakannya. Untuk menghindari peradangan yang bisa memicu reaksi
alergi, peneliti menyarankan untuk memenuhi kebutuhan vitamin D dalam tubuh. Vitamin D
bisa didapatkan melalui makanan seperti jamur, telur, salmon, dan ikan lainnya. Kita juga
bisa mengonsumsi suplemen, namun pastikan sesuai petunjuk dokter dan suplemen yang
berasal dari bahan alami.
Vitamin D bekerja efektif dengan melawan bakteri H.pylori yang menyebabkan peradangan
dan gejala alergi. Dalam sebuah penelitian, vitamin D diketahui bisa meredakan alergi yang
disebabkan oleh bakteri H. pylori dalam waktu yang cepat. Penelitian membuktikan bahwa
mengonsumsi 4000 IU vitamin D setiap hari bisa menurunkan gejala alergi hingga 30 persen
dalam waktu satu minggu dan 40 persen dalam 12 minggu, seperti dilansir oleh Healthy
Living (02/04). Peneliti kemudian menyadari bahwa vitamin D adalah nutrisi penting untuk
menangkal infeksi. Berdasarkan penelitian di University of Copenhagen, ditemukan bahwa
tanpa asupan vitamin D yang cukup, T-cell yang berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh
tak akan bisa bekerja efektif terhadap infeksi.

Anda mungkin juga menyukai