Anda di halaman 1dari 23

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK EKSKLUSIF PEMEGANG

MEREK TERKENAL PADA MEREK “SUPERMAN”

Oleh :
Hilman Feisal

Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Badan Hukum, Kepailitan & HKI

Dosen Pengampu:
Dr. Simona Bustani, SH. MH.

UNIVERSITAS
TRISAKTI MAGISTER
HUKUM JAKARTA
2020/2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Permasalahan...................................................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................................4
D. Kerangka Teori................................................................................................................4
E. Metode Penelitian............................................................................................................5
1. Tipe Penelitian.............................................................................................................6
2. Jenis Penelitian............................................................................................................6
3. Sumber-sumber Penelitian..........................................................................................6
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum..........................................................................7
5. Teknik Analisis Data...................................................................................................7
6. Teknik Penarikan Kesimpulan....................................................................................7

BAB II KRITERIA MEREK TERKENAL DI INDONESIA

A. Definisi dan Klasifikasi Tentang Merek Terkenal Berdasarkan Undang-Undang No. 20


Tahun 2016 tentang Merek..............................................................................................8
B. Pendaftaran Merek Dengan Itikad Tidak Baik................................................................9

BAB III HKI DALAM ECONOMIC GROWTH STIMLUS THEORY

Economic Growth Stimulus Theory......................................................................................12

BAB IV PERLINDUGAN HUKUM MEREK TERKENAL BERDASARKAN


ECONOMIC GROWTH STIMULUS THEORY

A. Pembatalan Merek Oleh Pihak Yang Berkepentingan.....................................................14


B. Analisis Putusan Hakim Yang di Kaji Berdasarkan “Economic Growth Stimulus Theory”
……………………………………………………………………………………….… 15

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................................18
B. Saran................................................................................................................................18
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK EKSKLUSIF PEMEGANG
MEREK TERKENAL PADA MEREK “SUPERMAN”

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merek memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, selain itu merek telah
menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dalam suatu produk perdagangan baik barang
maupun jasa. Dimanapun kita berada merek akan selalu melekat pada suatu produk yang
berada disekitar kita, mulai dari kebutuhan pakaian, makanan, hingga transportasi yang kita
pilih Sebagai bagian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat saat ini, merek
memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang danjasa yang bersangkutan. Hal ini tidak
hanya berguna bagi produsen pemilik merek tersebut, tetapi juga memberikan perlindungan
dan jaminan mutu barang kepada produsen.1

Dalam dunia perdagangan, merek sebagai salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) telah digunakan ratusan tahun yang lalu dan mempunyai peranan yang penting karena
merek digunakan untuk membedakan asal usul mengenai produk barang dan jasa. Merek juga
digunakan dalam dunia periklanan dan pemasaran. Karena publik sering mengaitkan suatu
image, kualitas dan reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu. Sebuah merek dapat
menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial dan seringkali merek-lah yang
membuat harga suatu produk menjadi mahal bahkan lebih bernilai dibandingkan dengan
perusahaan tersebut.2

Permasalahan kerap kali timbul Pasca pendaftaran merek yang didaftarkan pemilik
usaha yaitu sering ditemukan nama-nama barang atau jasa yang sama dengan yang sudah
terdaftar terutama merek barang dan jasa milik asing yang memang belum terdaftar di
Indonesia. Untuk kasus seperti ini sering kali digunakan dalil bahwa produk mereka
merupakan Merek Terkenal seperti pada kasus sengketa merek “Superman” yang didaftarkan
oleh PT Marxing Fam Makmur pada tahun 1993 untuk kode kelas 30 dan 34 dengan DC
Comic Perusahaan penerbit buku komik asal Amerika Serikat (AS).

1
Viona Talitha Syafira, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Superman Terhadap Pelanggaran
Merek, Jurnal Suara Hukum Vol.3/No.1/March/2021, hlm. 86.
2
Jisia Mamahit, Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang dan Jasa, Lex Privatum,
Vol.I/No.3/Juli/2013, hlm. 90.
1
Superman merupakan tokoh superhero fiksi berciri khas dengan lambang S di dadanya
yang muncul dalam komik amerika yang diterbitkan oleh DC Comics pada tahun 1938
sebagai tahun kerilisan pertama dari tokoh superman tersebut. DC Comics sendiri merupakan
penerbit buku komik terbesar dan tertua asal amerika yang didirikan pada tahun 1934 dan
jenis usaha yang ditekuni adalah produksi karakter pahlawan yang diantaranya adalah
superman dan berbagai macam seperti Batman, WonderWoman, Green Lantern, The Flash
dan lain-lain. Oleh karena kepopulerannya tersebut, DC Comics mengembangkan bisnisnya
tersebut mulai dari komik dan film-film menjadi berbagai jenis produk. Di Indonesia sendiri
merek Superman dikenal karena tokoh fiksi tersebut didunia perfilman sangat terkenal dan
berpengaruh sekali dan masyarakat indonesia sebagian besar anak muda nya mengenal tokoh
superman merupakan berasal dari luar negeri yaitu amerika. Di Indonesia sendiri merek
superman digunakan oleh PT Marxing Farm Makmur sebagai kemasan wafer yaitu pada
kelas 30 dan juga rokok ataupun tembakau kelas 34 yang digunakan dan dijual kepada pasar
Indonesia sehingga pihak DC Comics pun mengetahui dan menimbulkan sengketa
kepemilikan hak merek superman di Indonesia ini.

Kasus ini bermula saat DC Comics mengetahui bahwa merek superman telah
digunakan oleh perusahaan dari Surabaya tersebut menggunakan merek superman sebagai
merek untuk wafer atau biscuit yang dijual dipasar Indonesia, sehingga DC Comics
mengajukan gugatan kepada perusahaan asal Surabaya tersebut ke pengadilan niaga yang
terletak di Jakarta Pusat untuk membela hak nya sebagai pencipta dari tokoh superman
tersebut. Karena pendaftaran yang diajukan oleh DC Comics pada merek superman adalah
kelas 9, kelas 14, kelas 16, kelas 17, kelas 20, kelas 25, kelas 28 kelas 35, kelas 39 dan kelas
30 setelah merek pihak lokal didaftarkan sedangkan yang didaftarkan oleh perusahaan
Surabaya tersebut yaitu merek kelas 30 dan 34 yang merupakan suatu alasan bagi DC Comics
untuk menggugat.

Gugatan pertama diajukan oleh pihak DC Comics pada 3 April 2018 di Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 17/Pdt.Sus-HKI/Merek/2018/PN Niaga Jkt.Pst.
dan sampai kepada tingkat kasasi No. 1105 K/Pdt.Sus-HKI/2018 yang diputus 21 Desember
2018 yang pada pokoknya gugatan tidak dapat diterima oleh hakim Mahkamah Agung karena
permasalahan formil, gugatan yang dilayangkan DC Comics kabur dan tidak jelas, gugatan
merupakan gabungan atau kumulasi dari pembatalan merek "Superman" dan pencoretan
permintaan pendaftaran merek "Superman". Selain itu dalam surat kuasa, DC Comics selaku
penggugat hanya bertujuan untuk melakukan pembatalan merek saja tanpa meminta
penerbitan sertifikat baru. Atas pertimbangan tersebut, MA menyatakan tidak dapat
menerima gugatan DC Comics terhadap Marxing Fam Makmur serta Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual.

Namun DC Comics tidak menyerah begitu saja, Pada 27 Mei 2020 ia kembali
menggugat PT Marxing Fam Makmur. Gugatan tersebut diajukan melalui Pengadilan Niaga
Jakarta Pusat. Berdasarkan Putusan Nomor 29/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst
menyatakan merek “Superman” milik DC Comics sebagai merek terkenal. Selain itu,
pengadilan menyatakan pendaftaran merek “Superman” atas nama PT Marxing Fam Makmur
dilakukan atas dasar unsur itikad tidak baik.

Suatu barang dan jasa agar dapat dikatakan sebagai Merek Terkenal harus memiliki
kriteria yang ditentukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai
merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Masyarakat yang dimaksud adalah
masyarakat konsumen yang memiliki hubungan baik pada tingkat produksi, promosi,
distribusi, maupun penjualan terhadap produk merek terkenal. Selain itu, bisa juga
masyarakat pada umumnya yang memiliki hubungan baik terhadap produk merek terkenal.3

Hak atas merek suatu produk akan menjadi sangat penting dari segi perlindungan
hukum, karena untuk mendirikan dan mengembangkan merek produk barang atau jasa
dilakukan dengan susah payah, mengingat dibutuhkannya juga waktu yang lama dan biaya
yang mahal untuk mempromosikan merek agar dikenal dan memperoleh tempat di pasaran.
Salah satu cara untuk memperkuat sistem perdagangan yang sehat dalam mengembangkan
merek dari suatu produk barang atau jasa, yaitu dengan melakukan perlindungan hukum
terhadap pendaftaran merek.4

Ketentuan untuk melindungi merek terkenal berlaku bagi seluruh negara anggota Paris
Convention dan penanda tangan TRIPS Agreement (the World Trade Organization’s TRIPS
Agreement) termasuk Indonesia yang juga turut meratifikasi kedua treats tersebut. Meskipun
begitu masih tetap saja merek yang sudah dikategorikan sebagai merek terkenal dapat
didaftarkan di Indonesia oleh pihak yang berbeda yang kemudian merugikan pemilik merek
terkenal.

3
Lihat Pasal 18 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran
Merek
4
Hariyani Iswi, Prosedur Mengurus HKI yang Benar, Pustaka Yustisia (Yogyakarta: 2010), hlm. 88.
Berdasarkan uraian di atas, penulis memandang sangat penting untuk melakukan
penelitian mengenai pendaftaran merek di Indonesia. Sehingga, peneliti melakukan penelitian
yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK EKSKLUSIF
PEMEGANG MEREK TERKENAL PADA MEREK SUPERMAN”.

B. Permasalahan

Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak eksklusif yang diberikan kepada


pemegang merek terkenal (Well-Known Mark) dikaji berdasarkan Economic Growth
Theori?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah bersifat deskriptif, yakni menjelaskan
bagaimana Bagaimana perlindungan hukum terhadap hak eksklusif yang diberikan
kepada pemegang merek terkenal (Well-Known Mark) yang dikaji berdasarkan
Economic Growth Theori.

D. Kerangka Teori

Merek sebagai bagian dari HKI merupakan aset yang harus dilindungi. Konsep
perlindungan HKI sejalan dengan teori yang dikemukakan Robert M. Sherwood
antara lain5:
1. Reward Theory
Reward Theory memiliki makna yang sangat mendalam berupa pengakuan
terhadap karya intelektual yang telah dihasilkan oleh seseorang
2. Recovery Theory
Recovery Theory menyatakan bahwa penemu atau pencipta setelah mengeluarkan
jerih payah, waktu serta biaya. Oleh karena itu, mereka perlu memperoleh
kesempatan untuk meraih kembali dari apa yang telah dikeluarkannya.
3. Incentive Theory

5
Robert M. Sherwood, Intellectual Property and Economic Development, Virginia (Alexandria: 1990), hlm. 37.
Incentive Theory sejalan dengan Reward Theory mengaitkan pengembangan
kreativitas dengan memberikan insentif bagi para penemu tersebut. Berdasarkan
teori ini insentif perlu diberikan agar kegiatan-kegiatan pelaksanaan dan
pengembangan kreatifitas penemuan dan semangat untuk menghasilkan penemuan
dapat terjadi.
4. Expanded Public Knowledge Theory
Teori ini dikembangkan untuk bidang paten. Untuk mempromosikan publikasi
dari penemuan dalam bentuk dokumen yang secara mudah tersedia untuk umum,
maka diberikan kesempatan untuk menikmati hak khusus, hak eksklusif yang
bersifat sementara.
5. Risk Theory
Mengemukakan bahwa HKI merupakan hasil dari suatu penelitian dan
mengandung resiko, dengan demikian wajar untuk memberikan perlindungan
sementara terhadap upaya atau kegiatan yang mengandung resiko tersebut.
6. Economic Grouth Stimulus Theory
Dasar dari teori ini adalah HKI merupakan suatu alat bagi pengembangan
ekonomi. Pengembangan ekonomi merupakan keseluruhan tujuan dibangunnya
suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.

Economic Grouth Stimulus Theory sangat relevan untuk dijadikan dasar


perlindungan HKI khususnya pada bidang merek yang saat ini tengah menghadapi era
perdagangan bebas.

E. Metode Penelitian
Metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan suatumasalah,
sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hati-hati, tekun dan tuntasterhadap
suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia. Dengan demikian metode
penelitian dapat diartikan sebagai proses prinsip-prinsip dan tata cara untuk
memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian. 6 Penelitian hukum
dilakukan dengan rangkaian kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,
sistematika dan suatu pemikiran tertentu7. Sehingga dapat penjabaran menurut

6
Sutrisno Hadi, Metodologi Riset, ANDI, (Yogyakarta: 2000), hal. 4
7
Sudarsono, Kamus Hukum: Edisi Baru, Cetakan ke-3. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 52.
pengertian diatas, maka metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tipe Penelitian
Soerjono Soekanto berpendapat bahwa, jika dilihat dari sudut tujuan penelitian,
penelitian hukum tersebut dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu penelitian
normatif dan salah satunya penelitian empiris. Dan yang digunakan penulis dalam
penelitian ini adalah tipe penelitian normatif.8 Tipe penelitian dalam penelitian
hukum ini adalah penelitian hukum normatif yang menggali asas-asas hukum.
Pendekatan normatif yaitu meliputi asas-asas hukum dan sejarah hukum.9
2. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang akan digunakan didalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif yaitu suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data
yang sedetail dan sekonkrit mungkin tentang manusia, keadaan ataupun gejala-
gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa,
sehingga dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama, atau didalam
kerangka untuk menyusun teori-teori baru.10
3. Sumber-sumber Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat pengumpulan data penelitian studi berupa
dokumen atau bahan pustaka, maka alat pengumpulan data yang digunakan
penulis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari:
1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi
Geografi, Peraturan Menteri Hukum dan Ham RI Nomor 67 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografi dan Peraturan Pemerintah RI Nomor
22 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Merek Internasional Berdasarkan
Protokol yang Terkait Persetujuan Madrid Mengenai Pendaftaran Merek
Secara Internasional.
2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
3) Putusan Pengadilan Negeri Nomor Gugatan Nomor
29/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst.

8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2014), hlm. 1-2.
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13.
10
Soerjono Soekanto, Opcit, hlm. 10.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang tidak mengikat, tetapi memberi
penjelasan terhadap bahan hukum primer dengan contoh misalkan jurnal
hukum dan lain-lain.
c. Bahan hukum tersier, seperti kamus ataupun ensiklopedia. Kamus yang
digunakan dalam penelitian ini adalah KBBI atau sering disebut sebagai
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis kali ini, penulis melaksanakan
dengan studi kepustakaan, maka dalam rangka menyelesaikan penelitian ini,
penulis melakukan berbagai penelusuran di Perpustakaan dan internet guna
mengumpulkan literature-literatur dan sarana pengumpulan data penulis dalam
menyelesaikan penelitian yang dibuat ini.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakandata
dalam pola, kategori dan sataun uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema
dandapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.11
Pada penelitian ini, sifat yang digunakan adalah dalam bentuk kualitatif, yaitu tata
cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analitis, yaitu sebuah metode
yang bertujuan untuk menjelaskan hasil dari data yang didapat dalam penelitian.
Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan suatu data yang
sedetail mungkin tentang manusia, keadaan ataupun gejala-gejala lainnya.
Maksudnya terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu
dalam memperkuat teori-teori lama, ataupun dalam tujuan menyusun teori-teori
baru.12
6. Teknik Penarikan Kesimpulan
Logika penalaran yang paling tepat dalam mengambil kesimpulan pada penelitian
ini adalah Penalaran deduktif, yaitu proses penalaran untuk menarik kesimpulan
berupa prinsip atau sikap yang berlaku khusus berdasarkan atas fakta-fakta yang
bersifat umum. Proses penalaran ini dibentuk dengan cara deduksi. Yakni dimulai
dari hal-hal umum, menuju kepada hal-hal yang khusus, proses pembentukan
kesimpulan deduktif dimulai dari suatu dalil hukum menuju kepada hal-hal yang
kongkrit.

11
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002), Hal.106.
12
Soerjono Soekanto, Opcit, hlm. 10.
BAB II
KRITERIA MEREK TERKENAL DI INDONESIA

A. Definisi dan Klasifikasi Tentang Merek Terkenal Berdasarkan Undang-Undang


No. 20 Tahun 2016 tentang Merek

Pasal 1 angka (1) UU No 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi


Geografis (“UU Merek & IG“) memberikan pengertian bahwa merek adalah tanda
yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka,
susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara,
hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan
barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan
perdagangan barang dan/atau jasa.13

Kriteria penentuan Merek terkenal dilakukan dengan memperhatikan


pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang
bersangkutan. Masyarakat sebagaimana dimaksud merupakan masyarakat konsumen
atau masyarakat pada umumnya yang memiliki hubungan baik pada tingkat produksi,
promosi, distribusi, maupun penjualan terhadap barang dan/atau jasa yang dilindungi
oleh Merek terkenal dimaksud. Dalam menentukan kriteria Merek sebagai Merek
terkenal dilakukan dengan mempertimbangkan:14

1. tingkat pengetahuan atau pengakuan masyarakat;


2. volume penjualan barang dan/atau jasa dan keuntungan yang diperoleh dari
penggunaan merek;
3. pangsa pasar yang dikuasai oleh Merek tersebut;
4. jangkauan daerah penggunaan Merek;
5. jangka waktu penggunaan Merek;
6. intensitas dan promosi Merek,
7. pendaftaran Merek atau permohonan pendaftaran Merek di negara lain;
8. tingkat keberhasilan penegakan hukum di bidang Merek, khususnya mengenai
pengakuan Merek;
9. nilai yang melekat pada Merek yang diperoleh karena reputasi dan jaminan
kualitas barang dan/atau jasa.

13
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, Bandung, Alumni, 1977, hal. 106

8
14
Lihat Pasal 18 Permenkumham No.67 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Merek.

8
Selain itu ketentuan merek terkenal juga terdapat dalam artikel 6 bisa
Konvensi Paris. Pasal tersebut menentukan bahwa merek terkenal yang telah dipakai
oleh pemakai merek yang bertikad tidak baik, maka selalu dapat dimintakan
pembatalannya atau dilakukan pembatalan oleh pejabat pendaftaran. Dalam Pasal 6
ayat (3) dinyatakan bahwa tidak ada jangka waktu yang ditentukan untuk meminta
pembatalan daripada merek itu atau larangan untuk memakai merek terdaftar
tersebutjika dipakainya dengan itikad buruk (in bad faith), sedangkan definisi atau
kriteria tentang merek terkenal (well-known mark) diserahkan pada masing-masing
negara anggota Konvensi Paris.15

B. Pendaftaran Merek Dengan Itikad Tidak Baik


Pada prinsipnya perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemilik /
pemegang merek terdaftar adalah perlindungan hukum dari pihak lain yang dengan
sengaja membonceng ketenaran merek yang telah terdaftar terlebih dahulu tersebut
dan sudah dikenal di masyarakat dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri
dengan cara mendaftarkan merek yang memiliki persamaan pada pokoknya atau
persamaan secara keseluruhan terhadap merek yang sudah dikenal di masyarakat
tersebut.
Baik pemeriksa ataupun pemohon yang akan mendaftarkan mereknya
memiliki pertanggungjawaban agar memperoleh hak yang berupa hak atas merek
tersebut salah satunya yaitu sebagai hak prioritas dari merek tersebut. Selain itu dalam
permohonan merek tersebut dilakukan pemeriksaan oleh pemeriksa merek yaitu
direktorat jendral hak kekayaan intelektual apakah merek tersebut memiliki
persamaan pada pokoknya ataupun tidak, pendaftaran tersebut dilakukan dengan
itikad baik ataupun tidak.
Sehingga menimbulkan suatu pertanggungjawaban karena dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 akibat yang akan ditimbulkan jika terjadi pendaftaran
merek baik dengan adanya persamaan pada pokoknya ataupun adanya iktikad tidak
baik berupa pembatalan pada merek tersebut. Ketentuan penjelasan Pasal 4 Undang-
Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001, menyatakan bahwa: Pemohon yang beritikad
baik adalah Pemohon yang pada saat mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur
tanpa adanya niat apapun untuk memboncang, meniru ataupun menjiplak ketenaran
merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain

15
R.M. Suryodiningrat,Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradnya Paramita, Jakarta, 2013, hal.22.
9
itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan
konsumen.16 Sedangkan penjelasan Pasal 6 ayat (1)huruf b UU No. 20 Tahun 2016,
menyatakan bahwa: Penolakan permohonan yang mempunyai persamaan pada
pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal untuk barang dan/atau jasa sejenis
dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat dimana produk dari
merek tersebut dipasarkan dan seberapa terkenal merek tersebutdi negara
produsennya maupun di luar wilayah negara produsen produk dari merek tersebut.17
Dengan demikian dapat dikatakan itikad tidak baik dalam suatu pendaftaran
merek dapat diklasifikasikan sebagai :
1. Tindakan / perbuatan meniru merek yang telah terdaftar sebelumnya, dan
pada umumnya adalah merek yang sudah terkenal dan memiliki nilai jual
dipasaran.
2. Merupakan suat perbuatan yang dengan sengaja dilakukan untuk
menyaingi merek yang sudah terdaftar dan memiliki nilai jual di pasaran
tersebut dengan tujuan agar pendaftar merek dengan itikad tidak baik
tersebut memperoleh keuntungan pribadi dengan tidak memperdulikan
kerugian yang diderita oleh pemilik merek yang telah terdaftar sebelumnya
tersebut yang ditirunya.
3. Tindakan pendaftaran merek dengan itikad tidak baik tersebut dengan
sengaja telah melakukan perbuatan melawan hukum khususnya prinsip
dasar pendaftaran merek dalam hal itikad baik dalam melakukan
pendaftaran merek, sehingga konsekuensinya adalah merugikan merek
yang telah terdaftar sebelumnya dan telah memiliki ketenaran serta nilai
jual yang baik di pasaran.18

Pendaftaran merek dengan itikad tidak baik dalam pendaftaran merek


bertentangan dengan syarat-syarat yang ditetapkan Pasal 20 Undang-Undang No. 20
Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis yaitu:

16
Simona Bustani dan Theodorus Felix Wangsa, Perlindungan Pemilik Merek Dagang Eik yang Digunakan di
Indonesia Melalui Perjanjian Distributor(Analisis Putusan Nomor 1300K/Pdt.Sus_HKI/2017), Era Hukum Jurnal
Ilmiah Ilmu Hukum. Volume 17 No. 2 Tahun 2019, hlm. 16.
17
A. Russan,Prosedur Pendaftaran Merek,Bahan Diskusi dan Pelatihan HKI, Direktorat Merek: 2012, hal.3
18
Suyud Margono dan Lingginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, (Novirindo Pustaka Mandiri,
Jakarta: 2002), hal. 14
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek
milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau
jasa yang sejenis;
2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek
yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya; dan
3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
indikasigeografis yang sudah dikenal.19

Disamping itu pengertian beritikad tidak baik yang mengakibatkan


pendaftaran merek tersebut harus ditolak oleh kantor pendaftaran merek sesuai
dengan syarat-syarat yang ditetapkan Pasal 20 Undang-Undang No. 20 Tahun 2016
tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berbunyi sebagai berikut:

i. merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama


badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis
dari yang berhak;
ii. merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama,
bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga
nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari
pihak yang berwenang;
iii. merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi
yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali atas
persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.”

19
Ibid.
BAB III
HKI DALAM ECONOMIC GROWTH STIMLUS THEORY

Economic Growth Stimulus Theory

Teori ini mengakui perlindungan atas Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu alat
pembangunan ekonomi, yaitu suatu sistem perlindungan Hak Kekayaan Intelektual yang
efektif, pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari kemampuan industri kreatif sebagai industri
berbasis HKI dapat menciptakan lapangan usaha dan meningkatkan perekonomian sektor riil.

Pembangunan ekonomi berarti keseluruhan tujuan dibangunnya suatu sistem


perlindungan atas Hak Kekayaan Industri yang efektif. Menurut Sherwood, teori ini sangat
relevan untuk dijadikan dasar perlindungan Hak Kekayaan Industri saat ini 20, terutama dalam
menghadapi era perdagangan bebas dan konsekuensi diratifikasinya kesepakatan WTO oleh
Indonesia.

Selain itu, teori ekonomi yang dapat dijadikan materi pembahasan adalah teori yang
dikenal dengan the Theory of Bargaining21, teori ini diperlukan dalam urgensi praktik
pengaturan HKI demi tercapainya keseimbangan antara kepentingan ekonomi individual dan
pemegang HKI, maupun keseimbangan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang
diakibatkan oleh implementasi atau eksploitasi dari HKI itu sendiri.

Konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam WTO adalah harus menciptakan


perlindungan HKI yang memadai baik bagi HKI nasional maupun asing yang dapat dijadikan
alasan pembenaran untuk menerapkan sanksi ekonomi dan bentuk cross retaliation.
Penandatangan Perjanjian WTO (World Trade Organization Agreement) beserta juga
lampiran-lampirannya. Salah satu ketentuan yang ada pada lampiran Perjanjian WTO
tersebut adalah Annex 1C yang berjudul Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual
Property Rights (TRIPs Agreement).22

20
Robert M. Sherwood, Loc cit.
21
Robert Cooter dan Thomas Ulen, Law and Economics Third Edition, Addison-Wesley, (USA, 2000), hal. 75.
Sebagaimana dikutip: “To develop an economic theory of property, we must first develop the economic theory
of bargaining games. At first you may not see the relevance of this theory to property law, but later you will
recognize that it is the very foundation of the economic theory of property. The elements of bargaining theory
can be developed through an example of a familiar exchange-selling a used car.”
22
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights, Annex 1C of the Marrakesh Agreement
Establishing the World Trade Organization, Marrakesh, Morocco, 1994.
Negara menganggap perlu untuk menegakkan norma disebabkan kepentingan
menciptakan iklim yang kondusif bagi seluruh masyarakat sehingga kreatifitas makin
tumbuh. Walaupun Persetujuan TRIPs hanya mengatur masalah pidana bagi merek dan hak
cipta akan tetapi Negara memiliki otoritas untuk juga memperlakukan sistem pidana bagi
jenis Hak Kekayaan Intelektual lainnya. Teori makro tersebut memiliki kemiripan dengan
teori Robert M. Sherwood yaitu Economic Growth Stimulus Theory yang memandang
permasalahan HKI secara makro memiliki dampak meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Norma didalam Undang-Undang Paten, Merek dan Desain Industri mensyaratkan adanya
pencatatan lisensi pada Direktorat Jenderal HKI.
BAB IV
PERLINDUGAN HUKUM MEREK TERKENAL BERDASARKAN ECONOMIC
GROWTH STIMULUS THEORY

A. Pembatalan Merek Oleh Pihak Yang Berkepentingan

Pemegang hak atas merek terkenal yang tidak terdaftar di Inonesia dapat
mengajukan gugatan pembatalan merek terdaftar berdasarkan ketentuan Pasal 76 ayat (2)
UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis: “Pemilik Merek yang
tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah
mengajukan Permohonan kepada Menteri”.

Pemberian hak untuk mengajukan gugatan perdata berdasarkan perbuatan curang


yang dilakukan oleh pihak lain dimaksudkan untuk memberikan pelindungan hukum
kepada pemilik merek terkenal meskipun belum terdaftar.23

Dari ketentuan tersebut jelas bahwa DC Comics memiliki legal standing dan
berhak untuk mengajukan gugatan pembatalan merek terdaftar SUPERMAN atas nama
SUTIEN SUSILAWATI selaku pemilik usaha PT. Marxing Fam Makmur. DC Comics
sendiri telah mendaftarkan mereknya diIndonesia yang terdaftar pada Dirjen KI pada
tahun 1980 dan terdaftar di Negara asalnya yakni Amerika Serikat pada tahun 1939.

Hakim pada Putusan perkara No.29/Pdt.Sus/Merek/2019/PN.Niaga.Jkt.Pst


menyatakan bahwa Superman atas nama DC Comics adalah merek terkenal Well Known
Mark dengan pertimbangan Pasal 18 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek mengenai kriteria merek terkenal;
Pasal 6 bis Paris Convention for the Protection of Industrial Property Rights(Paris
Convention, 1967) yaitu dalam menentukan suatu merek merupakan terkenal, maka
Negara harus memperhitungkan pengetahuan tentang merektersebut maupun pengetahuan
yang diperoleh dari promosi merek yang bersangkutan; Pasal 16 TRIPs (Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods) sebagai
pemilik dan pendaftar pertama (first to file system) merek terdaftar SUPERMAN harus
memiliki hak eksklusif untuk mencegah seluruh pihak ketiga yang secara tanpa izin
pemilik dari penggunaan tanda perdagangan yang mirip atauidentik untuk barang atau
jasa yang mirip atau identik yang terkait dengan merek SUPERMAN sebagai merek

23
Lihat Penjelasan Pasal 83 ayat (2) UU No.20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.
terdaftar, di mana penggunaan semacam itu akan dapat menimbulkan kebingungan dalam
penggunaan tanda yang identik untuk barang atau jasa yang identik.

Dalam menetapkan merek terkenal tersebut pertimbangan hakim berdasarkan


bukti berupa print-outsurat bersumber dari situs WIPO Global Brand Database di 100
pendaftaran merek-merek SUPERMAN milik DC Comics di banyak negara, serta
dihubungkan dengan bukti Penggugat bertanda P-22 sampai dengan Bukti P-42 menurut
hukum telah membuktikan bahwa Penggugat telah memiliki banyak pendaftaran merek
SUPERMAN, Logo “S” (SUPERMAN), dan Lukisan tokoh SUPERMAN yang telah
terdaftar di berbagai Negara sejak Tahun 1939; Demikian pula, berdasarkan Bukti P-28,
P-28A, P-31, P-31A, P-32, P-32A, P-34, P-34A, P-36, P-36A, P-37, P-37A menurut
hukum telah terbukti bahwa DC Comics telah memiliki pendaftaran merek-merek
terdaftar SUPERMAN di Kelas 30 dan Kelas 34 sebelum merek terdaftar SUPERMAN
berikut perpanjangannya milik dan atas nama Tergugat (PT. Marxing Fam Makmur) yang
sebelumnya telah dibeli dari Sutein Susilawati.

Indonesia menjadi salah satu negara yang menandatangani konvensi Paris Paris
Convention, oleh karena itu hakim dalam memutuskan suatu merek terkenal
menggunakan konvensi Paris Paris Convention melalui peraturan-peraturan yang termuat
didalam TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in
Counterfeit Goods) sebagai perlindungan hukum terhadap merek terkenal yang belum
terdaftar di Indonesia, dan juga untuk mendukung perdagangan internasional dan ini
adalah suatu terobosan bagi penegakan hukum di Indonesia agar pemberbesar minat para
investor asing yang potensial melaksanakan bisnisnya di Indonesia yang nantinya akan
berdampak kepada pembangunan ekonomi pada skala makro.

B. Analisis Putusan Hakim Yang di Kaji Berdasarkan “Economic Growth Stimulus


Theory”

Dalam putusannya Hakim menyatakan bahwa Merek terdaftar


“SUPERMAN”Nomor Pendaftaran IDM000374439 di Kelas 30, dan Merek terdaftar
“SUPERMAN” Nomor Pendaftaran IDM000374438 di Kelas 34 atas nama PT. Marxing
Fam Makmur (Tergugat) telah didaftarkan atas dasar unsur itikad tidak baik berdasarkan
prinsip perlindungan hukum merek di Indonesia yang memberikan perlindungan atas
merek terdaftar dengan prinsip itikad baik (good faith) yang harus dipenuhi pada waktu
permohonan pendaftaran merek sebagai salah satu alasan absolut (absolut grounds)
maupun pada waktu sebagai dasar gugatan pembatalan merek berkenaan dengan
keabsahan suatu merek terdaftar; berdasarkan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata tentang
itikad baik secara objektif yang mengandung makna “dengan jujur” atau “secara jujur”
yang apabila diterapkan pada perlindungan hukum merek adalah bertujuan untuk
mengidentifikasi dan membedakan produk barang dan/atau jasa satu produsen dari
produsen lain, serta merek yang digunakan harus dengan itikad baik dan bukan sekadar
mengadopsi merek tanpa penggunaan yang dapat dipercaya dan hanya sekadar upaya
untuk menahan pasar.

Berdasarkan alasan dan pertimbangan hukum Hakim tentang “persamaan pada


pokoknya atau keseluruhannya” yang dihubungkan dengan “itikad tidak baik” yang
dinyatakan terbukti bahwa pendaftaran merek terdaftar SUPERMAN milik atau atas
nama Tergugat (PT. Marxing Fam Makmur) dilakukan dengan itikad tidak baik a quo
sebagaimana dimaksud menurut ketentuan Pasal 77 ayat (2) jo. Pasal 21 ayat (3) Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Putusan hakim yang menyatakan Merek terdaftar “SUPERMAN” milik DC


Comics sebagai merek terkenal (well-known mark); kemudian berhak atas merek
“SUPERMAN” di Indonesia, dan Merek terdaftar “SUPERMAN” Nomor Pendaftaran
IDM000374439 di Kelas 30, dan Merek terdaftar “SUPERMAN” Nomor Pendaftaran
IDM000374438 di Kelas 34 atas nama PT. Marxing Fam Makmur yang dinyatakan
didaftarkan atas dasar unsur itikad tidak baik, jika di lihat berdasarkan Economic Growth
Stimulus Theory, maka putusan Hakim tersebut telah memberikan perlindungan serta
kepastian hukum bagi pemilik Merek Terkenal Well Known Mark dalam hal ini merek
SUPERMAN.

Apabila dikaitkan dengan Economic Growth Stimulus Theory, merek harus


dilindungi karena terkait dengan pembangunan ekonomi, jika Indonesia tidak mampu
melindungi merek asing terkenal, maka Indonesia akan kehilangan investasi pada usaha-
usaha asing tersebut. Para investor tidak akan lagi memiliki minat untuk melaksanakan
bisnisnya di Indonesia karena Indonesia tidak mampu melindungi HKI pada usaha asing
tersebut dalam hal ini adalah Merek-nya.

Tindakan pemerintah yang sudah meratifikasi konvensi Paris Paris Convention


melalui peraturan-peraturan yang termuat didalam TRIPs (Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights Including Trade in Counterfeit Goods) adalah suatu bentuk
dari niat baik pemerintah sebagai perlindungan hukum terhadap merek terkenal yang
belum terdaftar di Indonesia, dan hakim yang telah melakukan suatu terobosan dengan
menggunakan peraturan TRIPs tersebut sebagai dasar dalam memutuskan perkara.
Karena jika suatu saat merek asing tersebut tidak bisa masuk ke Indonesia dan
perlindungan merek itu menjadi sesuatu yang penting, hal tersebut akan menyebabkan
kerugian tersendiri bagi Indonesia.

Jadi, berdasarkan Economic Growth Stimulus Theory putusan hakim pada perkara
Merek SUPERMAN tersebut sudah memberikan perlindungan hukum yang memadai
sehingga pemilik merek asing dalam hal ini DC Comics dimungkinkan tidak kehilangan
minat untuk melakukan bisnisnya di Indonesia yang kemudian berdampak kepada
pembangunan ekonomi makro di Indonesia.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perlindungan hukum terhadap hak eksklusif yang diberikan kepada pemegang merek
terkenal (Well-Known Mark) dalam hal ini merek SUPERMAN pada putusan hakim
Nomor 29/Pdt.Sus/Merek/2019/PN Niaga Jkt.Pst dapat dikatakan sudah cukup
memberikan perlindungan hukum yang dikaitkan dengan Economic Growth Theori,
sehingga dengan begitu pemilik merek asing terkenal dalam hal ini DC Comics
dimungkinkan tidak kehilangan minat untuk melakukan bisnisnya di Indonesia yang
kemudian berdampak kepada pembangunan ekonomi makro di Indonesia.

B. Saran
Pemerintah yang bertanggungjawab dalam hal ini Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual harus cermat dalam tahap pemeriksaan merek yang akan didaftarkan, guna
meminialisir penerbitan sertifikat ganda dengan dua penamaan yang berbeda namun
sama pada pokoknya yang disebabkan oleh kelalaian ataupun kesalahan yang tidak
disengaja.
Kemudian pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
seharusnya dapat membuat data base yang memudahkan petugas pemeriksaan pada
saat ada pendaftaran sehingga tidak terjadi kasus-kasus merek yang sama untuk
kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Cooter Robert dan Ulen Thomas, Law and Economics Third Edition, Addison-Wesley, (USA,
2000).

Hadi Sutrisno, Metodologi Riset, ANDI, (Yogyakarta: 2000).

Iswi Hariyani, Prosedur Mengurus HKI yang Benar, Pustaka Yustisia (Yogyakarta: 2010).

Margono Suyud dan Hadi Lingginus, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, (Novirindo
Pustaka Mandiri, Jakarta: 2002).

Sherwood Robert M., Intellectual Property and Economic Development, Virginia (Alexandria:
1990).

Sudarsono, Kamus Hukum: Edisi Baru, Cetakan ke-3. (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).

Sunggono Bambang, Metode Penelitian Hukum, (Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002).

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2014).

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003).

Suryodiningrat R.M., Pengantar Ilmu Hukum Merek, (Pradnya Paramita, Jakarta: 2013), hal.22.

JURNAL

Bustani Simona dan Wangsa Theodorus Felix, Perlindungan Pemilik Merek Dagang Eik yang
Digunakan di Indonesia Melalui Perjanjian Distributor(Analisis Putusan Nomor
1300K/Pdt.Sus_HKI/2017), Era Hukum Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. Volume 17 No. 2
Tahun 2019.

Gautama Sudargo, Hukum Merek Indonesia, Bandung, Alumni, 1977.

Mamahit Jisia, Perlindungan Hukum Atas Merek Dalam Perdagangan Barang dan Jasa, Lex
Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013.

Russan A., Prosedur Pendaftaran Merek,Bahan Diskusi dan Pelatihan HKI, Direktorat Merek:
2012.

Syafira Viona Talitha, Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Merek Superman Terhadap
Pelanggaran Merek, Jurnal Suara Hukum Vol.3/No.1/March/2021.
PERATURAN

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran
Merek.

UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

Anda mungkin juga menyukai