Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Tuberkulosis

2.1.1 Pengertian Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular di udara dan paling banyak menyerang paru-
paru, organisme penyebabnya adalah basil tahan asam Mycobacterium Tuberculosis (Dalvin
and Smith, 2017).

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium


Tuberculosis yang merupakan bakteri tahan asam (BTA) dan juga merupakan penyakit
menular (Kemenkes RI, 2014).

Tuberkulosis juga merupakan penyakit infeksius yang menyerang parenkim paru.


Tuberkulosis juga ditularkan ke bagian tubuh yang lain, termasuk meningens, ginjal, tulang,
dan nodus limfe. Agen infeksius utama Mycobacterium Tuberculosis adalah batang aerobic
tahan asam tumbuh lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smeltzer & Bare,
2001).

Penyakit tersebut menyebabkan masalah kesehatan pada jutaan orang di setiap tahun
dan menempati urutan ketiga di dunia setelah India dan China. (WHO, 2020). Penyakit
tersebut ialah penyakit kronik yang bisa mempengaruhi kualitas hidup penderita. Pasien yang
hidup dengan tuberkulosis (TBC) mengalami gangguan yang signifikan dari kehidupan sosial
mereka dan terkena stigma dan diskriminasi (Abioye, Omotayo and Alkija, 2011).
Tuberkulosis paru menimbulkan permasalahan yang serius, pada konsep kualitas hidup yang
terdiri dari aspek kesehatan fisik, psikologis, sosial, dan lingkungan.

2.1.2 Penyebab Tuberkulosis

Mycobacterium Tuberculosis adalah penyebab utama tuberkulosis. Mycobacterium


Tuberculosis berupa kuman batang, tahan terhadap asam, dan bersifat aerob. Basil tuberkel
berukuran 0,3 x 2 mm sampai 4 mm, lebih kecil dari ukuran eritrosit atau sel darah merah.
Basil tuberkulosis bisa hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan di dalam ruangan yang
lembab (Price and wilson, 2006). Seseorang bisa terinfeksi bakteri melalui berbicara, tertawa,
batuk, maupun bersin yang mengandung droplet besar (lebih besar dari 100 µ) dan droplet
kecil (1 sampai 5 µ). Droplet yang besar menetap sementara droplet yang kecil tertahan di
udara dan dihirup oleh individu yang rentan (Smeltzer & Bare, 2001).

2.1.3 Tanda dan Gejala Tuberkulosis

Tanda dan gejala pada tahapan awal tuberkulosis yaitu infeksi primer. Tuberkulosis
bisa bersifat asimtomatik dengan tanda dan gejala sebagai berikut :
1. Suhu badan meningkat
2. Nyeri pada persendian
3. Malaise
4. Penurunan nafsu makan, mual, muntah, dan terlihat kelelahan
Infeksi primer terjadi lebih kurang selama 12 minggu, setelah itu tubuh akan
mengeluarkan kekebalan spesifik terhadap basil tuberkulosis, selanjutnya kelenjar
limfe mengalami pembesaran sebagai penyebab penyebaran limfogen. Setelah itu
tubuh akan mengalami tanda gejala sebagai berikut :
1. Batuk disertai peningkatan frekuensi nafas
2. Terjadinya ekspansi paru buruk pada tempat yang sakit
3. Bunyi nafas ronki kasar dan hilang
4. Demam persisten
5. Terdapat suara pekak saat perkusi

2.1.4 Klasifikasi Tuberkulosis

Klasifikasi tuberkulosis dibedakan menjadi :

1. Lokasi anatomi dari penyakit


1) Tuberkulosis paru
Tuberkulosis yang terjadi pada jaringan paru-paru. Tuberkulosis paru sendiri
terjadi karena adanya lesi pada jaringan paru. Efusi pleura tanpa terdapat gambaran
radiologi yang terjadi pada organ paru atau limfadenitis tuberkulosis di rongga
dada (hilus dan mediastinum), dinyatakan sebagai tuberkulosis ekstra paru.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang terjadi di luar jaringan paru-paru, seperti : pleura, kelenjar
limfe, abdomen, saluran kencing, selaput otak, sendi, maupun tulang. Pencegahan
diagnosis sendiri juga harus ditemukannya bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
2. Riwayat pengobatan sebelumnya
1) Klien baru TB
Klien tuberkulosis yang belum pernah menggunakan atau menjalani pengobatan
tuberkulosis, atau klien yang menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) kurang
dari 28 hari.
2) Klien yang pernah diobati TB
Klien tuberkulosis yang pernah menggunakan OAT lebih dari 28 hari
3) Klien yang riwayat pengobatan sebelumnya tidak diketahui
3. Hasil pemeriksaan uji kepekaan obat
1) Mono Resistant (MR)
Resisten terhadap salah satu jenis OAT lini pertama saja
2) Poli Resistant (PR)
Resisten terhadap lebih dari satu jenis OAT lini pertama selain Ionazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan
3) Multi Drug Resistant (MDR)
Resisten terhadap Ionazid (H) dan rimfapisin (R) secara bersamaan
4) Extensive Drug Resistant (EDR)
Tuberkulosis MDR yang sekaligus resisten terhadap salah satu OAT golongan
flourokuinolon dan minimal salah satu OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin,
kapreomisin, amikasin)
5) Rifampicin Resistant (RR)
Resisten terhadap rifampisin dengan atau tanpa resisten terhadap OAT yang lain
4. Status HIV
1) Klien TB dengan HIV positif
2) Klien TB dengan HIV negatif
3) Pasien TB dengan status HIV tidak diketahui

2.1.5 Cara Penularan Tuberkulosis

Selain melalui tranmisi udara, Mycobacterium Tuberculosis juga dapat menular jika
terjadi kontak langsung dengan luka penderita tuberkulosis paru. Percikan dahak pada klien
dengan BTA positif yang mengandung Mycobacterium Tuberculosis merupakan sumber
penularan dari tuberkulosis. (Kemenkes RI, 2014).

Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh bantuan udara. Individu terinfeksi
melalui berbicara, batuk, tertawa, maupun bernyanyi yang melepaskan droplet nuclei ke
udara dan dihirup oleh individu yang rentan (Smeltzer & Bare, 2001).

2.1.6 Resiko Penularan Tuberkulosis

Individu yang beresiko tinggi tertular tuberkulosis adalah :

1. Individu yang dekat maupun kontak langsung dengan klien tuberkulosis paru yang
aktif
2. Individu immunosupresif
3. Pengguna alkohol maupun pengguna obat HIV
4. Individu dengan perawatan kesehatan yang mencukupi saat usia 15-44 tahun
5. Individu dengan gangguan medis lainnya
6. Imigran dari negara angka terjadinya tuberkulosis yang tinggi
7. Individu yang beraktivitas dan bermukim di institusi
8. Individu yang hidup di lingkungan kumuh
9. Petugas kesehatan

2.1.7 Diagnosis Klien Tuberkulosis pada Klien Dewasa

1. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan bakteriologis menggunakan


pemeriksaan mikroskopis langsung.
2. Apabila pemeriksaan bakteriologis negatif, maka diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis dan foto toraks.
3. Pada sarana yang terbatas, klien didiagnosis secara klinis setelah pemberian terapi
antibiotika spectrum luas yang tidak memberikan perbaikan klinis.
4. Tidak dibenarkan penegakkan diagnosis hanya dengan pemeriksaan serologis, uji
tuberkulin, ataupun foto toraks saja.
5. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung dengan uji SPS (sewaktu-pagi-
sewaktu), dan klien ditetapkan sebagai klien tuberkulosis jika salah satu uji dahak
SPS hasilnya BTA Positif.

2.1.8 Pengobatan Klien Tuberkulosis

Tujuan utama pengobatan tuberkulosis adalah memperbaiki produktivitas, mencegah


kematian oleh tuberkulosis, mencegah kekambuhan, menurunkan penularan, dan mencegah
resistensi obat tuberkulosis. Hal yang digunakan sebagai prinsip pengobatan tuberkulosis
adalah pemberian OAT yang mengandung 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi, diberikan dalam dosis yang tepat, ditelan atau dikonsumsi secara teratur, dan
diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) hingga selesai pengobatan.

1. Tahapan Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan Tuberkulosis akan selalu meliputi pengobatan tahap awal dan pengobatan
tahap lanjutan. Pada tahap awal pengonsumsian obat dilakukan setiap hari. Hal tersebut
digunakan untuk menurunkan jumlah bakteri yang berada di dalam tubuh klien dan
mengurangi pengaruh dari sedikit bakteri yang dimungkinkan resisten sejak klien belum
mengonsumsi OAT. Tahap awal ini dilakukan selama 2 bulan dan dengan pengonsumsian
OAT secara teratur dan tanpa penyulit, setelah 2 minggu pengobatan daya penularan sudah
sangat menurun. Untuk tahap lanjutan sendiri merupakan tahap yang penting untuk
menurunkan dan membunuh sisa bakteri yang ada di dalam tubuh klien, sehingga klien dapat
sembuh dan tercegah dari kekambuhan.

2. Obat Anti Tuberkulosis

Tabel 2.1 Jenis, sifat, dan efek samping OAT

Jenis Sifat Efek Samping


Isonazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis
toksik, gangguan fungsi
hepar, kejang
Ripamfisin (R) Bakterisidal Flu Syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan
fungsi hepar,
trombositopeni, demam,
skin rash, sesak napas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hepar,
gout artitis
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan,
gangguan keseimbangan
dan pendengaran, syok
anafilaktik, anemia,
agranulositosis,
trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriositatik Gangguan penglihatan,
buta warna, neuritis perifer

Tabel 2.2 Pengelompokan OAT

Golongan dan jenis Obat


Golongan-1 Obat Lini 1. Isoniazid (H) 3. Pyrazinamide (Z)
Pertama 2. Ethambutol (E) 4. Rifampisin (R)
5. Streptomycin (S)
Golongan-2 atau Obat 1. Kanamycin (Km) 2. Amikacin (Am)
Suntik/suntikan lini ke 2 3. Capreomycin (Cm)
Golongan ke-3 atau 1. Ofloxacin (Ofx) 3. Moxifloxacin (Mfx)
Golongan 2. Leofloxacin (Lfx)
Floroquinolone
Golongan -4 atau Obat 1. Ethionamide (Eto) 4. Para amino salisilat
Bakteriostatik Lini 2. Prothionamide (Pto) (PAS)
Kedua 3. Cycloserine (Cs) 5. Terizidone (Trd)
Golongan-5 atau Obat 1. Clofazimine (Cfz) 4. Thioacetazone (Thz)
yang belum terbukti 2. Linezolid (Lzd) 5. Clarithromycin (Clr)
efisiensinya tidak 3. Amoxilin- 6. Imipenem (Ipm)
direkomendasikan WHO Clavulanate (Amx-
Clv)

6. Dosis Pengobatan
Tabel 2.3 Jenis dan dosis OAT

Jenis OAT Dosis


Harian 3x/minggu
Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum
(mg/kgBB) (mg) (mg/kgBB) (mg)
Isoniazid (H) 4-6 300 8-12 900
Rifampisin (R) 8-12 600 8-12 600
Pirazinamid 20-30 - 30-40 -
(Z)
Streptomisin 15-20 - 25-35 -
(S)
Etambutol (E) 12-18 - 12-18 1000

7. Panduan OAT yang digunakan di Indonesia


Panduan OAT yang digunakan di Indonesia yang disusun oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis (KEMENKES RI, 2014):
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/ 2(HR)3
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/ (HRZE)/ 5(HR)3E3
3. Kategori 3 : 2(HRZ)/ 4(HR) atau 2HRZA(S)/4-10HR
4. Obat yang digunakan dalam tatalaksana klien TB resisten obat di Indonesia terdiri
dari OAT lini ke 2 yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide,
Moksioflosasin, dan PAS, serta OAT lini-1 yaitu Pirazinamid dan Etambutol
5. Panduan OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT) dan OAT Kombipak
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Panduan OAT ini diberikan untuk klien baru :
1) Klien TB paru terkonfirmasi bakteriologis
2) Klien TB paru terdiagnosis klinis
3) Klien TB ekstra paru

Tabel 2.4 Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1

Berat Badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3 kali


selama 56 hari seminggu selama 16
RHZE(150/75/400/275) minggu RH(150/150)
30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 kg 3 tablet 2KDT 3 tablet 2KDT
55-70 kg 4 tablet 2KDT 4 tablet 2KDT
≥71 kg 5 tablet 2KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 2.5 Dosis Panduan OAT Kombipak untuk kategori 1

Tahap Lama Dosis Jumlah


Pengobata Pengobata per hari/kal
n n hari / i
kali menela
n obat
Tablet Kaplet Tablet Tablet
Isoniasi Rifampisi Pirazinami Etambuto
d @300 n @450 d @500 mg l @250
mg mg mg
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 1 - - 48
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/2(HR)3E3
Paduan OAT ini diberikan untuk klien BTA positif yang pernah diobati
sebelumnya (pengobatan berulang) :
- Klien Kambuh
- Klien gagal pengobaan dengan paduan OAT kategori 1
- Klien yang diobati kembali setelah putus berobat (last to follow up)

Tabel 2.6 Dosis paduan OAT KDT Kategori 2

Berat Badan Tahap intensif tiap hari Tahap lanjutan 3


selama 56 hari kali seminggu
RHZE(150/75/400/275 selama 16
) minggu
RH(150/150)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20
minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 4 KDT 2 tab 2KDT + 2
Streptomisin inj tab Etambutol
38-54 kg 3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 4 KDT 3 tab 2 KDT + 3
Streptomisin inj tab Etambutol
55-70 kg 4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 4KDT 4 tab 2KDT + 4
≥71 kg Streptomisin inj 5 tab 4KDT tab Etambutol
5 tab 4KDT + 1000 mg 5 tab 2KDT + 5
Streptomisin inj tab Etambutol

Tahap Lama Tablet Tablet Tablet Etambuto Streptomis Jumlah


Pengobatan Pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid l Tablet in inj Hari/
@300mg @450mg @500mg Tablet @400m Menelan
@250mg g obat
Tahap 2 Bulan 1 1 3 3 - 0.75gr 56
intensif 1 Bulan 1 1 3 3 - - 28
(dosis
harian)
Tahap 4 Bulan 2 1 1 2 60
lanjutan
(dosis 3 x
seminggu)
Tabel 2.7 Dosis Paduan OAT Kombipak untuk Kategori

Catatan :

1) Klien berusia 60 tahun keatas, dosis maksimal streptomisin adalah 500 mg tanpa
memperhatikan berat badan
2) Perempuan hamil harus melihat prinsip pengobatan TB dalan keadaan khusus.
Prinsip pengobatan TB paru pada kondisi kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali golongan Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin
karena dapat menimbulkan ototoksik pada bayi dan dapat menembus barier
plasenta. Keadaan ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan
kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya
supaya proses kelahiran dapat berjalan dengan lancar dan bayi yang akan
dilahirkan erhindar dari kemungkinan tertular TB.pemberian pridoksin 50
mg/hari dianjurkan pada ibu hamil yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan
pemberian vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin digunakan
pada trimester 3 kehamilan menjelang partus.
3) Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3.7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml=250mg).
3) OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1
yang diberikan selama 28 hari.
 Jenis dan dosis OAT
 Prinsip pengobatan TB paru
 Kombinasi OAT di Indonesia dan
 Hasil pengobatan dan tindak lanjut

Tablet 2.8 Dosis KDT untuk sisipan

Berat Badan Tahap intensif tiap hari selama 28 hari


RHZE(150/75/400/275)
30-37 kg 2 Tablet 4KDT
38-54 kg 3 Tablet 4KDT
55-70 kg 4 Tablet 4KDT
>71 kg 5 Tablet 4KDT

Tablet 2.9 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan

Tahap Lama Tablet Tablet Tablet Etambutol Jumlah


Pengobata Pengobatan Isoniazid Rifampisin Pirazinamid Tablet Hari/
n @300mg @450mg @500mg @250mg Menelan
obat
Tahap
intensif 1 Bulan 1 1 3 3 28
(dosis
harian)

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (kanamisin) dan


golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada klien baru tanpa indikasi yang
jelas karena obat tersebut berpotensi jauh lebih rendah daripada OAT lini pertama.
Hal itu dapat juga meningkatkan terjadinya resiko resistensi pada OAT lini kedua.
(Kemenkes RI, 2014).

6. Efek samping OAT


Sebagian besar klien TB paru dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Beberapa dari mereka juga dapat mengalami efek samping, oleh karena itu sangat
penting dilakukan pemantauan selama pengobatan.
Pemantauan efek samping obat dilakukan dengan cara :
 Menjelaskan kepada klien mengenai tanda gejala efek samping
 Menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita mengambil
obat
Efek samping pada OAT dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1. Efek samping ringan
Efek samping ini hanya menyebabkan sedikit perasaan tidak enak. Gejala ini dapat
ditanggulangi dengan obat simptomatik atau obat sederhana, terkadang menetap untuk
beberapa waktu selama pengobatan sehingga pemberian OAT dapat diteruskan.
2. Efek samping berat
Efek samping yang dapat menjadikan sakit serius. Pemberian OAT harus dihentikan
dan penderita harus segera dirujuk ke UPK spesialisasi pada kasus ini.
7. Pengawas Menelan Obat
1) Definisi PMO
Salah satu dari komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Pengawas minum obat (PMO) yaitu orang yang
dikenal dan dipercaya baik oleh klien maupun petugas kesehatan yang akan ikut
mengawasi klien minum seluruh obatnya. Hal tersebut dapat dipastikan bahwa
klien benar dalam minum obat dan diharapkan sembuh pada akhir masa
pengobatan.
PMO adalah seseorang yang telah dilatih singkat tentang cara pengawasan
langsung menelan obat jangka pendek setiap hari. Tujuan dari PMO ini adalah
menjamin keteraturan pengobatan agar tidak terjadi kasus drop out.
2) Persyaratan PMO
Persyaratan dan orang yang bisa menjadi PMO adalah :
 Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui baik oleh petugas kesehatan
maupun penderita TB. Sebaiknya dipilih dari anggota keluarga maupun
tenaga kesehatan yang terlatih seperti perawat.
 Bersedia membantu penderita dalam masa pengobatan dengan sukarela
 Bersedia mengikuti pelatihan dan penyuluhan bersam-sama dengan penderita
8. Kepatuhan Minum Obat
Motivasi atau keinginan yang kuat dari dalam diri sendiri, menjadi faktor
utama pada tinnginya tingkat kepatuhan pasien dalam menjalani terapi obat TBC.
Motivasi untuk tetap mempertahankan kesehatannya sangat memepengaruhi terhadap
faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pasien dalam mengontrol
penyakitnya. Serta keyakinan dalam diri sendiri, merupakan dimensi spirutual yang
dapat mempengaruhui tingkat kepatuhan pasien. Pasien yang berpegang teguh
terhadap keyakinannya akan memiliki jiwa yang tabah dan tidak mudah putus asa
serta dalam menerima keadaannya.

Anda mungkin juga menyukai