Anda di halaman 1dari 19

EMULSI

A. PENDAHULUAN
Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai banyak sekali bentuk-bentuk makanan
yang telah mengalami proses pengolahan sehingga membentuk kekhususan
yang sangat jauh berbeda dari bentuk aslinya, misalnya mayonise yang
digunakan sebagai salad, saus dll. Mayonise merupakan campuran antara
minyak kedele dengan air. Tujuan dari proses pengolahan tersebut disamping
sebagai penyedap cita rasa, pengawet, juga untuk memperbaiki tampilan atau
penampakan dari bahan dasarnya.
Emulsi dalam bahan non pangan juga banyak ditemui, misalnya dalam proses
printing kain. Pasta dibuat dengan mencampurkan minyak tanah dengan air,
pasta ini dibuat dengan tujuan untuk membawa zat warna agar mudah meresap
kedalam serat-serat kain. Kain yang diwarnai dengan menggunakan pasta ini,
biasanya seratnya berasal dari polyester, rayon dll.
Dengan perkembangan teknologi, maka semakin mudah membuat pasta dari
campuran dua bahan yang mempunyai sifat fisis yang jauh berbeda. Emulsi
dapat diperoleh dengan menggunakan alat pencampur yang mempunyai
rpm/kecepatan putaran (impeller) tinggi. Alat pencampur secara khusus didesain
agar menghasilkan pasta yang baik secara tekstur maupun kualitas yang lain.
Biasanya peralatan yang digunakan dalam proses pembentukan emulsi adalah
colloid mil dan homoginizer.
Emulsi pada dasarnya merupakan dispersi antara dua atau lebih bahan
sehingga membentuk sifat yang khusus. Dikenal jenis dispersi yang lain, seperti
dispersi gas dalam cairan sebagai contoh busa dan cairan dalam gas (aerosol).
Secara lebih luas dispersi didifinisikan sebagai kontak antara dua phase bahan
yang mempunyai sifat kimia dan sifat fisika dengan aktivitas yang tinggi.
Alternatif lain agar tercapai hasil yang maksimal adalah dengan menambah
surfactan. Fungsi surfactan menurunkan tegangan permukaan bahan dan untuk
mencegah bahan agar tidak mengalami flokulasi, Creaming dan coalence.
Surfactan mumpunyai stuktur kimia tertentu sehingga gugus yang satu
berinteraktif secara aktif dengan bagian partikel yang lain, sedangkan gugus
yang lain bereaksi dengan bagian partikel lainnya.
Dispersi partikel disebabkan karena ukuran partikelnya berhubungan dengan
muatan listrik dari partikel-partikel di dalamnya sehingga mengakibatkan gaya
listrik, serta gaya fisika antar partikel karena pengaruh gaya mekanik. Ukuran
partikel dapat dianalisa dari pengamatan fisik, pencahayaan ke media
emulsinya (atau disebut sebagai) sifat akustik. Gaya interaktif antar partikel ini
dibahas didalam ilmu rheologi. Dispersi partikel digambarkan dengan gerak
Brown. Emulsi yang hanya dipengaruhi oleh gaya físika saja mengakibatkan
hasil emulsinya tidak stabil. Kestabilan emulsi banyak dipengaruhi oleh gaya
elektrostatik dan pengaruh panjang rantai melekul dari bahan.
Tujuan mempelajari sistem emulsi dalam bahan pangan adalah:
1. Prinsip dasar dan karakteristik emulsi.
2. Kegunaan dan penerapan emulsi dalam proses produksi.
3. Kerusakan utama produk emulsi.
B. BAHAN BACAAN
1. Metode Pembentukan Dispersi
Emulsi didifinisikan sebagai campuran dari dua bahan yang tidak saling
campur, dimana bahan yang satu terdispersi (tersebar secara acak) ke
dalam bahan yang lain. Contoh bahan yang terelmulsi diantaranya butter
(keju), margarine, dan film. Dalam margarin terjadi emulsi air dalam minyak.
Biasanya emulsi memiliki penampakan keruh, maka emulsi tidak dapat
meneruskan cahaya yang melewatinya. Emulsi dari suatu bejana akan
terlihat keruh (scatter). Pembentukan emulsi dipengaruh oleh adanya energi,
diantaranya penambahan proses penggetaran (penggoyangan, proses
pengadukan, proses penghomogenan, penyemprotaan) dari suatu phase ke
phase yang lain dalam bahan yang diam. Prosses ini bila didiamkan
beberapa saat kemudian akan terbentuk dua lapisan yang berbeda,
misalnya minyak dengan air. Dengan penambahan energi kedalamnya akan
terbetuk emulsi, namun akan terpisah lagi dalam beberapa waktu kemudian.
Keadaan ini disebut sebagai koalens/bercampur (coalescence).
Emulsi antara phase yang satu dengan phase yang lain disebut juga
sebagai koloid. Namun secara umum perbedaan antara koloid dengan
emulsi hampir tidak ada. Emusli kadang sebagai koloid begitu juga
sebaliknya koloid disebut sebagai emulsi.

Gambar A: dua larutan (zat cair) yang tidak


saling melarutkan, karena sifat tersebut maka
akan terbentuk 2 lapisan langsung.

Gambar B: emulsi terbentuk dimana phase 1


(warna kuning tua) terdispersi kedalam
phase ke-2. kondisi dikatakan sebagai emulsi
yang tidak stabil.

Gambar C: Merupakan mekanisme


pembentukan dari gambar A & gambar B.

Gambar D: Emulsi yang stabil dengan


penambahan emulsi agen.

Gambar 1 Pengenalan Emulsi


Dari gambar diatas emulsi yang tidak stabil (berubah berdasarkan waktu)
dibagi tiga kelas yaitu:
a. Flokullasi, yaitu partikel yang seragam tersebar di seluruh bagain larutan.
b. Creaming, yaitu partikel terkosentrasi diatas atau dibawah dari larutan
(posisi diatas/dibawah) bergantung pada densitas dari partikel.
c. Koalens, yaitu phase yang satu menyebar (terdisperse) tidak merata ke
phase yang lain.
Pangan dan bahan pangan mempunyai kandungan yang sangat komplek
karena terdiri dari campuran karbohidrat, protein, minyak, air serta udara.
Kandungan dari semua bahan tersebut terdiri dari vitamin, mineral dan
aroma. Bahan pengolahan pangan dicampur dengan kondisi ambang
temperatur yang lebar seperti pendinginan, penguapan, pemasakan dan
juga mengalami perlakuan mekanis seperti pengupasan, extruding,
pencampuran. Dari semua perlakuan tadi diharapkan pangan tersebut
menghasilkan rasa yang bagus, textur yang baik, serta koalitas yang
menyakinkan.
Untuk jenis makanan seperti mayonise dimana proses pencampuran antara
fraksi minyak dan air, apabila pencampuran hanya menggunakan proses
mekanikal saja, maka hasil yang diperoleh tidak akan baik.
Permasalahan dari pencampuran dua bahan yang tidak saling melarutkan
terjadi pada bahan yang densitasnya lebih besar karena bahan tersebut
mempunyai tegangan permukaan yang lebih besar pula. Untuk jelasnya
perhatikan gambar dibawah ini:

1. Tetesan air 2. Pencampuran air dan 3. Interface antara air


Minyak dan minyak

Gambar 2 Penampakan Air dengan Minyak

Pada gambar 2 menggambarkan bahwa subyek pertama memperlihatkan


bentuk tetesan air (warna hijau) dan tetesan minyak warna biru, dari bentuk
tetesan tersebut mempredisikkan gaya kohesi yang berbeda antara minyak
dan air. Subjek kedua, jika air dan minyak ditempatkan dalam satu bejana
kemudian diperlakukan dengan proses pengadukan, untuk beberapa waktu
kedua bahan tersebut akan bercampur, namun kemudian akan memisah
kembali seperti pada subjek 3 ketiga sehingga terlihat jelas batasnya.
Perbedaan permukaan minyak dan air tersebut dikarenakan nilai tegangan
permukaan yang berbeda, lapisan antara minyak dan air disebut sebagai
interface.
Untuk mencampur minyak dan air, dibutuhkan penambahan bahan aditif
agar tegangan permukaan keduanya menjadi lemah. Bahan aditif ini disebut
sebagai surfactan. Keuntungan lain penambahan surfactan ádalah merubah
sifat tegangan permukaan minyak dan air. Perubahan tegangan permukaan
secara menyeluruh disetiap permukaan kedua bahan tersebut mampu
mencegah terjadinya kerusakan emulsi seperti terjadinya flokulasi,
creaming, dan koalens.
Untuk mengukur tingkat kualitas emulsi dapat dilihat dari:

 partikel yang tersebar atau terdistribusi ke bahan yang lain.

 tarjadinya penurunan tegangan permukaan antara kedua bahan


tersebut.

 penyebaran partikel (dispersinya) merata.

2. Tipe Emulsi
Ada dua tipe emulsi minyak dan air yaitu :
a. Emulsi minyak kedalam air, yaitu minyak disebarkan
kedalam air, contoh: ice cream (Oil/Water)
b. Emulsi air kedalam minyak, yaitu air didistribusikan merata
ke dalam minyak contoh margarin dan keju (Water/Oil)
c. Salah satu dari kedua emulsi ditambahkan bahan lain,
misal bubuk coklat sulit larut dalam air, dengan perlakuan khusus coklat
cair (bubuk coklat dalam minyak coklat) dilarutkan kedalam air sehingga
terbentuk emulsi. Dalam hal ini ada tipe Water/Oil/Water atau
Oil/Water/Oil

Keterangan :

1. Tipe O/W, oil disperse


ke water; susu milk cair
2. tipe W/O, water
didisperse ke oil;
margarine.
3. tipe O/W/O, sebagai
contoh minyak coklat
didispersekan ke water
kemudian semanya
didispersekan ke minyak.
Contoh susu coklat milk.

Gambar 3 Tipe Emulsi


Berdasarkan tipe emulsi tersebut, selajutnya dapat diketahui fungsi dari
masing-masing emulsifier. Penerapan emulsifier sesuai dengan fungsinya
dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Beberapa Fungsi Emulsifer

Functions of emulsifiers Application examples

W/O Margarine, butter, butter cream


Emulsification
O/W Ice cream, cream, milk drink

Dispersion Chocolate, cocoa, peanut butter

Foaming Cake, desserts


Surface
active ability
Anti-foaming Tofu, fermentation industry, jam

Wetting Powdered foods, chewing gum

Solubilization Flavors

Cleaning Cleaning agent for food industry

Starch protection of starch Instant mashed potato


complex granule
Functions of emulsifiers Application examples

Anti staling Bread, cakes

forming Prevention of sticking Spaghetti, noodles, rice


ability
Prevention of
Flour paste, desserts
gelatinization

Crystal modification Margarine, shortening, chocolate

Modifying Creaming ability Margarine, shortening


ability for oils
and fats water-holding ability Margarine, shortening

others Coating agent, lubricant agent

Protein Gluten modification Dough conditioner


modifying
ability Others tofu, frozen surimi

Antibacterial and anti-


 
fungal
Others
Plasticizing  

Anti-oxidation  

3. Jenis Emulsifer di Pasaran


Bahan Additive yang beredar di pasar banyak sekali bentuk dan macamnya,
beberapa diantaranya adalah :
Tabel 2 Nama Pasaran Bahan Emulsifer.

No. Nama kimia Nama dagang


1. Glycerin fatty acid ester Monoglyceride (MG)
2. Acetic acid of monoglyceride Acetylated monoglyceride (AMG)
3. Lactic acid ester of Lactylated monoglycerride (LMG)
monoglyceride
4. Citric acid ester of monoglyceride CMG
5. Succinic acid ester of SMG
monoglyceride
6. Diethyl tartaric acid of DATEM
No. Nama kimia Nama dagang
monoglyceride
7. Polyglycerol ester of fatty acid Polyglycerol ester (PGE)
8. Polyglycerol polyricinoleat. PGPR
9. Sorbitan ester of fatty acid Sorbitan ester (SOE)
10. Propylene glycol ester of fatty PG ester (PGME)
acid
11. Suchrose esters of fatty acid Sugar ester (SE)
12. Calcium stearoyl di laciate CSL
13. Lichitin LC
14. Enzyme digested lechitin/enzyme ETL
treated of lichitin

4. Karakteristik emulsifier
a. Mono glyceride (MG).
Mono Gliceride diperoleh dari asam lemak (fatty acid) baik yang berasal
dari tanaman atau hewan, untuk lebih jelasnya tertera pada gambar
dibawah ini:

Gambar 4 Proses Pembauatan Monoglycerides

Monoglycerida banyak digunakan sebagai emulsifer, adapun fungsi


yang lain adalah foaming/de-foaming agen, anti bacteria agen, stach
modifiying agen dan anti stack agen.
b. Acetic Acid Ester Of Monoglyceride (AMG).
AMG adalah emulsifier yang dibuat dengan mereaksikan acetetic acid
dengan monoglyceride, senyawa ini mempunyai karakteristik
diantaranya adalah:
1) emulsi yang dihasilkan sangat stabil walau dipanaskan hingga
0
97,7 C selama 1000 jam.
2) Dalam temperatur yang rendah tetap tidak mengeras,
digunakan dalam campuran pelumas, plasticizer untuk vinylacetate.
3) Digunakan untuk memperkaya lemak dengan karakter yang
bagus dengan dikombinasikan dengan hydrogenasi lemak.

Gambar 5 Letak Dari Group Acetyl

5. Sifat Emulsi dan Kelarutan Bahan


Emulsifer yang larut dalam media air disebut sebagai hydrophilic sedangkan
emulsifer yang larut dalam media minyak/oil disebut sebagai lipophilic.
Ketika emulsifer dilarutkan ke dalan campuran air dan minyak, bagian yang
suka air akan menancapkan pada bagian hydrophilicnya dan bagian
lipophilicnya akan menancap kedalam minyak. Perhatikan gambar dibawah
ini:

Gambar 6 Sifat Sifat Emulsifer


Kedalaman penyerapan (arranged around) antara bagian hydrophilic dan
lipophilic disebut sebagai nilai HLB. Penyerapan oleh phase keduanya
mengakibatkan penurunan permukaan sehingga mudah untuk bercampur.
Nilai hydrophilic dan lipophilic dari suatu emulsifer disebut sebagai nilai HLB,
nilai ini berkisar antara 0 hingga 20. Bahan emulsifer harus mempunyai dua
nilai, yaitu bagian lipophilic dan bagian hydrophilic, jika hanya mempunyai
nilai salah satu dari keduanya maka tidak bisa digunakan sebagai emulsifer.

Gambar 7 H L B Pada Emulsifer


Tabel 3 Nilai dari Bahan Emulsifer yang ada di Pasaran

Ratio
  Characteristic Behaviors
HLB Hydrophil Lipophili Functions
Related To Water
ic Part c Part

Not dispersing 0 0 100


anti-
2 foaming
10 90 agent

4
Slightly dispersing 20 80 W/O
emulsifica
tion
6
30 70

wetting
8 O/W
Milky dispersion 40 60 agent
emulsifica
tion
Stable milky dispersion 10 50 50
Ratio
  Characteristic Behaviors
HLB Hydrophil Lipophili Functions
Related To Water
ic Part c Part
12
Transparent dispersion 60 40

cleaning
14
70 30 agent

16
80 20 solubilizin
Colloidal solution
g agent
18
90 10

20 100 0

Tabel 4 Kemampuan Emulsifer Bekerja berdasarkan nilai HLB.

W/O   O/W  
Type
HLB 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0

Monoglycerides 3~4                                        

Acetylated monoglycerides 1                                        

Lactylated monoglycerides 3~4                                        

Citlated monoglycerides 9                                        

Succinylated monoglycerides 5~7                                        

DATEM 8~10                                        

Polyglycerol esters 1~14                                        

Sucrose esters 1~16                                        

Sorbitan esters 2~9                                        

CSL, SSL 7~9                                        

Lecithin 3~4                                        

6. Sifat Emulsi dan Peralatan Pembentuk Emulsi


Emulsifer mempunyai gugus gfungsional dimana ada bagian yang bersifat
hydrophilic dan sis bagian yang lain bersifat liphophillic, pada keadaan ini
dapat dipastikan bahwa larutan menjadi larutan koloid.
a. Emulsifikasi dan Dispersi
Penambahan bahan emulsifier mengubah dua bahan yang tidak campur
sama sekali menjadi larutan koloid yang kemudian disebut sebagai
emulsi. Mekanisme yang terjadi jika bahan emulsi dimasukkan adalah:
1) Penambahan emulsifier permulaan, menurunkan surface tension
dan meniadakan lapisan interface.
2) Penambahan kosentrasi emulsifier lagi, terjadinya monomoculer
yang lebih seragam. Tegangan permukaan turun sampai pada
daerah minimum.
3) Penambahan kosentrasi emulsifer berakibat terbentuknya miscelle,
dengan terbentuknya miscelle ini, penambahan kosentrasi emulsifer
tidak merubah sifat emulsi, titik ini dinamakan titik kritikal miscelle
(CMC point)

Gambar 8 Sifat Bahan Emulsifier


4) Kelarutan bahan emulsifer, ketika bahan emulsi dilarutkan kedalam
bahan, maka larutan tersebut mengalami proses semi transparansi,
mekanisme yang terjadi seperti terbentuk kristalisasi atau warna
larutan menjadi lebih terang, digambarkan seperti dibawah ini
Gambar 9 Karakteristik Emulsifier dalam Larutan

b. Foaming dan Defoaming


Foaming adalah suatu proses pembentukan busa (foam) atau
pembusaan yang dapat terjadi bila larutan yang telah diberi bahan
emulsifier kemudian diaduk sehingga bahan emulsifier akan tertarik ke
permukaan lapisan larutan dan membentuk lapisan melekul tunggal.
Sebagai akibat adanya daya sentripental dari pengaduk, busa (foam)
keluar dari larutan membentuk dua lapisan melekul (bimolekuler layer).
Busa yang keluar akan pecah dengan sendirinya disebabkan karena
migrasi dari lapisan bimokuler. Proses pembusaan (foaming process)
sangat diperlukan dalam proses pengolahan sebagai akibat adanya
emulsifier. Pembentukan foam atau proses pembusaan yang stabil
sangat diperlukan dalam pembentukan cream (creaming process).
Beberapa tipe proses makanan yang menghendaki tekstur lembut,
seperti pembuatan cake, ice cream, moose, whipped topping dll.
Defoaming: efek penambahan emulsi dikehendaki dalam beberapa
proses makanan seperti dalam pembuatan jam, tofu, pembuatan gula
dan dalam fermentasi industri. Penambahan sifat emulsi secara tepat
sangat diperlukan dalam proses pengolahan produk tersebut. Teknik
yang digunakan dalam proses defoaming adalah penambahan emulsifier
sebagai berikut:
1) Emulsifier yang mempunyai specific gravity yang besar.
2) Emulsifier yang tidak mudah membusa dalam larutan.
3) Emulsifier yang mudah larut dalam air
Gambar 10 Pembentukan Foaming dan Fungsi Defoaming

Tabel 5 Spesifikasi Bahan Emulsifier.

Functions of emulsifiers Application examples

W/O Margarine, butter, butter cream


Emulsification
O/W Ice cream, cream, milk drink

Dispersion Chocolate, cocoa, peanut butter

Foaming Cake, desserts


Surface
active ability
Anti-foaming Tofu, fermentation industry, jam

Wetting Powdered foods, chewing gum

Solubilization Flavors

Cleaning Cleaning agent for food industry

protection of starch granule Instant mashed potato


Starch
Anti staling Bread, cakes
complex
forming
Prevention of sticking Spaghetti, noodles, rice
ability
Prevention of gelatinization Flour paste, desserts

Crystal modification Margarine, shortening, chocolate

Modifying Creaming ability Margarine, shortening


ability for oils
and fats water-holding ability Margarine, shortening

Others Coating agent, lubricant agent


Functions of emulsifiers Application examples

Protein Gluten modification Dough conditioner


modifying
ability Others Tofu, frozen surimi

Antibacterial and anti-fungal

Others Plasticizing

anti-oxidation

c. Wetting Agen
Efek basah (wetting effect) dari bahan emulsifier adalah adanya kondisi
lembab pada sekeliling permukaan padatan. Bahan padatan bila
dicampur dengan bahan emulsifier menjadi bersifat hydrophilic. Misalnya
chewing gum yang dioleskan pada gigi.
Mekanisme: terjadinya permbersihan pada permukaan gigi adalah sulit
dikarenakan permukaan gigi yang selalu basah (gaya adhesi yang kuat)
dan bersifat hydrophilic, Dengan menambah chewing gum pada pasta
gigi maka permukaan gigi mudah dibersihkan. Perhatikan gambar
dibawah ini:

Gambar 11 Mekamisme Wetting (Efek Pembasahan) dalam Bahan


Emulsifier
Fungsi yang lain dari emulsifier pada tepung roti seperti dibawah ini:

Stuktur tepung pada Pada saat pemanasan, Pada saat pendingian stuktur
gandum ketika menggunakan tepung berubah, mengguna-
emulsifier kan emulsifier mencegah roti
menjadi keras.

Stuktur roti ketika sudah Mekanisme bahan Resapan bahan emulsifier


matang emulsifier ketika sudah dalam stuktur gluten
matang

Gambar 12 Fungsi Emulsifier pada Pembuatan Roti

7. Sistem Emulsi pada Bakso dan Sosis


Berdasarkan uraian di atas, maka pengertian emulsi adalah suatu sistem
koloid, di dalam emulsi tersebut molekul-molekul dari cairan yang bertindak
sebagai fase terdispersi tidak terlarut ke dalam molekul-molekul cairan lain
yang berperan sebagai fase kontinyu. Kedudukan molekul tersebut saling
antagonis. Pengertian tersebut sama dengan yang disampaikan oleh
Winarno,1989. Bakso dan sosis adalah salah satu sistem emulsi yang
mempunyai karakteristik hampir sama dengan minyak dalam air (O/W),
dimana lemak sebagai fase diskontinyu dan air sebagai fase kontinyu,
sedangkan protein berperan sebagai “emulsifier”. Selama proses
percampuran adonan, protein terlarut membentuk matrik yang menyelubungi
lemak. Dengan pemasakan akan terjadi koagulasi protein oleh panas dan
terjadi pengikatan butiran yang terperangkap dalam matrik protein.
Pada umumnya suatu sistem emulsi bersifat tidak stabil dan mudah
mengalami pemisahan antara komponen-komponennya. Untuk
menstabilkan emulsi, biasanya ditambahkan bahan-bahan tertentu yang
kerap dikenal degan istilah “emulsifier”, “stabilizer” atau “emulsifying agent”.
Beberapa ahli mengatakan “emulsifier” tersebut megandung gugus polar
dan non polar. Gugus polar bersifat hidrofilik dan mempunyai sifat larut
dalam air, sedangkan gugus non polar bersifat lipotik yang mempunyai
kecendrungan larut dalam lemak atau minyak. Sifat ganda dari “emulsifer”
tersebut yang diduga berperan dalam menstabilkan suatu sistem emulsi.
Seperti dijelaskan di atas yang berperan sebagai “emulsifier” dalam sistem
emulsi bakso dan sosis adalah protein. Bentuk molekul protein dapat terikat
baik pada minyak atau air, dengan demikian dapat berkerja sebagai
“emulsifier”. Begitu pentingnya peran protein dalam suatu sistem emulsi
bakso dan sosis, maka kondisi protein harus selalu dijaga dan dicegah dari
kerusakan. Dengan demikian harus diketahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kerusakan protein. Faktor utama yang perlu dikendalikan
adalah pengaruh panas. Timbulnya panas yang tinggi melebihi 16ºC
sebelum dan selama emulsifikasi (pembuatan adonan) harus dihindari untuk
menjaga kerusakan protein yang berperan sebagai “emulsifier”. Protein
dapat menjalankan fungsinya sebagai emulsifier apabila dilakukan
perlarutan terlebih dahulu. Beberapa Jenis protein yang berperan sebagai
“emulsifier” dapat di golongkan menjdi 3 golongan berdasarkan kelarutannya
dalam air dan larutan garam yaitu:
a) Protein yang larut dalam air.
b) Protein yang larut dalam garam.
c) Protein yang tidak larut dalam kedua-duanya yaitu jaringan pengikat.
Golongan protein yang larut dalam air adalah protein sarkoplasma dan
termasuk dalam protein sarkoplasma ini adalah mioglobin yang berperan
sebagai pemberi warna pada daging. Sedangkan yang tergolong protein
yang larut dalam garam adalah actin dan myosin. Hasil akhir proses
pembuatan bakso dan sosis ditentukan oleh proses pencampuran dan
emulsifikasi. Bakso dan sosis yang tidak kompak dan mengkerut diakibatkan
proses pencampuran, emulsifikasi, pembentukan dan pengisian yang kurang
sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi M dan Darsam, 1979. Praktik Mesin dan alat Pengolahan Hasil Pertanian.
Jakarta. Dep P & K Dikmenjur

Amin S, 1996. Pengecilan Ukuran. Cianjur. Pusat Pengembangan Penataran Guru


Pertanian.

Earle S, 1969. Satuan Operasi dalam Pengolahan Pangan (Terjemahan, Nasution


M.2) Bogor. Fakultas Pertanian dan Mekanisasi Pertanian IPB.

Gatot Supriadi, 2003. Mencampur Bahan Basah dan Kering. Direktorat Pendidikan
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah,
Departemen Pendidikan Nasional

M. Uyoharjo M, 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Hasil Pertanian I. Yogyakarta. Pusat


Antak Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada.

Muchtadi, T.R., dan Subarna. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan I / Nabati.


Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi – FATETA, IPB. Bogor.

Nurwulandari. 2000. Penuntun Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan. Urusan


Teknologi Pangan dan Gizi – FATETA, IPB. Bogor.

Wirakartakusumah, M.A., dan Sukarno. 1992. Peralatan dan Unit Proses Industri
Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai