Anda di halaman 1dari 4

Jurnal Emulsifikasi dalam Pembuatan Bakso

Rina Aninur Yunarti, S.TP

Bakso merupakan salah satu produk daging yang sudah tidak asing lagi dan banyak
digemari masyarakat. Sebagian konsumen menyukai produk bakso terutama karena teksturnya
yang kenyal, jika dikunyah terasa lembut dan rasanya enak (Anonimous, 1993). Meskipun belum
ada ketentuan ataupun standart, kriteria tersebut dapat dijadikan sebagai parameter kualitas.
Menurut Astawan dan Astawan (1989) dalam Avianita (1996), kualitas bakso sangat ditentukan
oleh kualitas daging, jenis tepung yang digunakan, dan perbandingan banyaknya daging dan
tepung yang digunakan untuk membuat adonan. Ditambahkan bahwa pemakaian jenis bahan
tambahan yang digunakan, misalnya garam dan bumbu-bumbu juga berpengaruh terhadap
kualitas bakso segar.
Penggunaan daging yang berkualitas tinggi dan tepung yang baik disertai dengan
perbandingan tepung yang besar dan penggunaan bahan tambahan makanan yang aman serta
cara pengolahan yang benar akan dihasilkan produk bakso yang berkualitas baik. Bakso adalah
merupakan suatu bentuk produk olahan daging yang merupakan bentuk emulsi lemak
(Manullang dan Tanoto, 1995 dalam Iskandar 2004). Oleh karena itu komponen lemak di dalam
produk olahan daging mempunyai peranan penting pada pembentukan tekstur, yaitu memberikan
tekstur yang juiceness (empuk). Akan tetapi pada umumnya bakso yang dijual oleh para
pedagang bakso mempunyai tekstur kenyal yang mendekati keras,hal ini disebabkan karena
bakso tersebut menggunakan bahan baku tapioka dan daging sapi saja
Protein daging mempunyai beberapa sifat yang penting antara lain sifat mengembang
(swelling), sifat larut (solubility), sifat dapat mengikat air ”water binding”, sifat dapat mengikat
lemak ”fat binding”dan sifat dapat membentuk gel. Protein dapat membentuk gel melalui dua
tahap yaitu tahap denaturasi dan tahap agregasi atau tahap pembentukan jaringan tiga dimensi
(Clarck dan Tuffnell, 1986 ; Wong, 1989, dalam Setiono 1992). Pembentukan gel protein
melibatkan ikatan kovalen yaitu ikatan silang disulfida yang dapat berfungsi untuk membentuk
jaringan gel, sedangkan ikatan non kovalen yang terlibat adalah ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik. Interaksi hidrofobik merupakan interaksi gugus polar dengan air sehingga
menyebabkan pelipatan molekul protein. Protein yang cepat membentuk gel mempunyai struktur
yang asimetris yang tinggi hingga dapat membentuk matriks tiga dimensi yang bergandengan
dengan ikatan hidrogen antar molekul proteinnya (Fox dan Condon, 1982 ; dalam Tonny, 2000).
Ikatan non kovalen berfungsi untuk mempertahankan stabilitas dan ketegaran atau kelenturan
strutur gel (Wong , 1989).
Daging sapi yang dimasak mempunyai citarasa yang khas. Citarasa daging sapi ini
banyak ditentukan oleh prekursor-prekursor yang larut dalam air dan lemak serta pembebasan
substansi atsiri (volatile) yang terdapat dalam daging selama pemasakan (Soeparno, 1992).
Bakso merupakan emulsi minyak dalam air, terjadi bila emulsifier lebih terikat pada air
atau lebih larut dalam air, maka dapat membantu terjadinya dispersi minyak dalam air (o/w),
sehingga bakso bersifat elastis dengan protein daging sebagai emulsifier. Protein daging dapat
larut dalam air, terutama protein sarkoplasmik. Protein miolibrilar (aktin dan miosin) merupakan
agensia pengemulsi yang baik dan mempunyai pengaruh dengan peningkatan stabilitas emulsi
lebih besar daripada protein sarkoplasmik. Kualitas bakso dapat ditingkatkan dengan menaikkan
WHC (Water Holding Capacity) dan meningkatkan emulsi lemak yaitu dengan penggunaan
bahan pengikat berupa protein, sehingga tekstur bakso akan menjadi kompak dan terbentuk
ernulsi yang staba (Hadiwiyuto, 198.3).
Penambahan tepung tapioka pada pembuatan bakso berfungsi untuk menambah volume
(substitusi daging), sehingga meningkatkan daya ikat air dan memperkecil penyusutan.
Terjadinya pembengkakan pada pembuatan bakso disebabkan oleh proses gelatinisasi dari
tepung tapioka yang mempunyai sifat mudah menyerap air dan air diserap pada saat temperatur
meningkat. Jika pati dipanaskan, air akan menembus lapisan luar granula dan granula ini mulai
menggelembung saat temperatur meningkat dari 60° C sampai 85° C. Lesitin dalam kuning telur
berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki kemampuan mengikat air dan lemak lesitin terdapat
dua gugus yang berbeda yaitu ikatan hidrofilik dan ikatan hidrofobik (Suharto, 1987).
Emulsifier akan berada pada permukaan antara (interface) fase minyak dan fase air,
sehingga menurunkan tegangan permukaan. Adanya emulsifier ini akan mencegah terjadinya
penggabungan partikelpartikel kecil (droplet) terdispersi sehingga membentuk agregat dan
akhirnya akan sailing melebur menjadi droplet tunggal Yang berukuran lebih besar. Hal inilah
yang dapat menyebabkan pemecahan emulsi, sehingga terbentuk stabilitas emulsi yang baik.
Bakso merupakan suatu sistem emulsi yang mempunyai karakteristik hampir sama
dengan minyak dalam air ow, dimana lemak sebagai fase diskontinyu dan air sebagai fase
kontinyu, sedangkan protein berperan sebagai emulsifier . Selama percampuran adonan, protein
terlarut membentuk matrik yang menyelubungi lemak. Dengan pemasakan akan terjadi koagulasi
protein oleh panas dan terjadi pengikatan butiran yang terperangkap dalam matrik protein.
Emulsi adalah suatu system koloid, di dalam emulsi tersebut molekul- molekul dari cairan yang
bertindak sebagai fase terdispersi tidak terlarut ke dalam molekul-molekul cairan lain yang
berperan sebagai fase kontinyu. Kedudukan molekul tersebut saling antagonis. Winarno,1989. 61
Pada umumnya suatu sistem emulsi bersifat tidak stabil dan mudah mengalami
pemisahan antara komponen-komponennya. Untuk menstabilkan emulsi, biasanya ditambahkan
bahan-bahan tertentu yang kerap dikenal degan istilah emulsifier , stabilizer atau emulsifying
agent . Beberapa ahli mengatakan emulsifier tersebut megandung gugus polar dan non polar.
Gugus polar bersifat hidrofilik dan mempunyai sifat larut dalam air, sedangkan gugus non polar
bersifat lipotik yang mempunyai kecendrungan larut dalam lemak atau minyak. Sifat ganda dari
emulsifer tersebut yang diduga berperan dalam menstabilkan suatu sistem emulsi. Seperti
dijelaskan di ata s yang berperan sebagai emulsifier dalam sistem emulsi bakso adalah protein.
Bentuk molekul protein dapat terikat baik pada minyak atau air, dengan demikian dapat berkerja
sebagai emulsifier.
Begitu pentingnya peran protein dalam suatu sistem emulsi bakso, maka kondisi protein
harus selalu dijaga dan dicegah dari kerusakan. Dengan demikian harus diketahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kerusakan protein. Faktor utama yang perlu dikendalikan adalah: pengaruh
panas. Timbulnya panas yang tinggi melebihi 16ºC sebelum dan selama emulsifikasi pembuatan
adonan harus dihindari untuk menjaga kerusakan protein yang berperan sebagai emulsifier .
Protein dapat menjalankan fungsinya sebagai emulsifier apabila dilakukan perlarutan terlebih
dahulu.
Beberapa jenis protein yang berperan sebagai emulsifier dapat di golongkan menjdi
golongan berdasarkan kelarutannya dalam air dan larutan garam yaitu:
a) Protein yang larut dalam air.
b) Protein yang larut dalam garam
c) Protein yang tidak larut dalam kedua-duanya yaitu jaringan pengikat.
Golongan protein yang larut dalam air adalah protein sarkoplasma. Termasuk dalam
protein sarkoplasma ini adalah mioglobin yang berperan 62 pemberi warna pada daging.
Sedangkan yang tergolong protein yang larut dalam garam adalah actin dan myosin.
Pembentukan Bola Bakso dan Perebusan Setelah proses emulsifikasi selesai dengan ditandai
dengan bahan-bahan berbentuk adonan, kemudian dilakukan pencetakan menjadi bola-bola
bakso yang siap untuk direbus. Pembentukan adonan menjadi bola-bola bakso dapat
mempergunakan tangan dibantu dengan sendok atau menggunakan mesin pencetak.
Cara membentuk bola bakso dengan menggunakan tangan, yaitu dengan mengambil
segenggam adonan lalu diremasdikepalkan atau ditekan sampai adonan keluar diantara ibu jari
dan telunjuk, sehingga membentuk bulatan dan diambil dengan sendok langsung diambil dan
dimasukan ke dalam air panas suhu 80ºC. Perebusan pada suhu 80ºC air rebusan belum mendidih
bertujuan agar diperoleh pemasakan bola bakso yang merata. Apabila pada awal pemasakan,
bola bakso dimasukan ke dalam air rebusan yang sudah mendidih, dapat menyebabkan bola
bakso pecah dan kematangannya tidak merata.
Untuk ukuran bola bakso diusahakan seragam, yaitu tidak terlalu kecil tetapi juga tidak
terlalu besar, sehingga kematangan bola bakso ketika direbus akan memilki tingkat kematangan
yang seragam dan tidak menyulitkan dalam pengendalian prosesnya. Gambar 22. Bakso ikan
yang telah direbus dan dikemas. 63 Perebusan bola bakso dilakukan selama ±15 menit. Apabila
bola bakso mengapung di permukaan air, berarti sudah matang, lalu diangkat dan ditiriskan.
Agar bakso dapat tahan lama maka bakso harus dikemas dalam kantong plastik dan disimpan
dalam suhu dingin suhu 4º-5ºC.
DAFTAR PUSTAKA

Ansyari, F. 1993. Pengaruh Cara Perebusan Dan Prosentase Kanji Terhadap Kadar Protein Dan
Sifat-Sifat Organoleptik Bakso Daging Sapi. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas
Brawijaya, Malang.

Siswanto, Imam, S., Yusuf R, 2000, Pengaruh Tingkat Penggunaan Tepung Tapioka dan Lama
Simpan Daging Terhadap pH, WHC, Kadar Air, Kadar Protein, Kadar Lemak dan
Keempukan Daging Bakso Daging Sapi. Prosiding Seminar Nasional PATPI, Surabaya.

Suharto, 1987, Lesitin Dan Aplikasinya Dalam Industri Pangan, PT. Wirajasa Teknik Industri,
Surabaya.

Winarno, FG., 1997, Kimia Pangan dan Gizi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Yuwono, S.Y.
dan Susanto, T., 2001. Pengujian Fisik Pangan, Unesa Press, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai