Anda di halaman 1dari 16

PENGARUHLATIHAN ASERTIFDALAM MEMPERPENDEK FASE INTENSIF

DAN MENURUNKAN GEJALA PERILAKU KEKERASANDI RUANG INTENSIVE PSYCHIATRIC


CARE UNIT ( IPCU ) RSJ. Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

Mochamad Ali Sodikin1, Titin Andri Wihastuti2, Lilik Supriati3


1
Rumah Sakit JIwa Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang
2,3
Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Perilaku kekerasan merupakan respon kemarahan maladaptif dalam bentuk perilaku menciderai diri, orang
lain dan lingkungan, Perilaku kekerasan adalah alasan masuk yang utama di rumah sakit jiwa dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang yaitu 538 kasus (53,01%) dengan rerata lama hari rawat di ruang intensif psikiatri 7
– 8 hari, lama hari rawat ditentukan oleh pemendekan fase intensif pasien. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh latihan asertif dalam memperpendek fase intensif dan menurunkan gejala
perilaku kekerasan di ruang Intensive Psyciatric Care Unit (IPCU) RSJ.dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.
Penelitian ini menggunakan desain “Quasi experimental pre-post test with control group”. Sample
penelitian ini adalah klien Skizoprenia dengan perilaku kekerasan berjumlah 60 orang yang terdiri dari 30
orang kelompok perlakuan yang diberikan latihan asertif dan standar asuhan keperawatan perilaku
kekerasan dan 30 orang kelompok kontrol yang hanya mendapatkan standar asuhan keperawatan perilaku
kekerasan. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa fase intensif pasien lebih cepat pada kelompok perlakuan
daripada kelompok kontrol dengan nilai p <0.001 dan didapatkan penurunan gejala perilaku kekerasan
yang lebih besar pada kelompok perlakuan daripada kelompok kontrol dengan nilai p <0.001.Dapat
disimpulkan bahwapemberian latihan asertif dapat memperpendek fase intensif dan menurunkan gejala
perilaku kekerasan pasien oleh karena itu direkomendasikan untuk diterapkan di ruang perawatan intensif
psikiatri.
Kata kunci :Latihan asertif, fase intensif, perilaku kekerasan, ruang perawatan intensif psikiatri
ABSTRACT
Violence behavior is a maladaptive anger response in form of doing harm to self, other and environment.
Violence behavior is the primary reason of why inmates have been put into dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang Mental Hospital, as much as 538 cases (53,01%) with the average time on intensive psychiatric
ward about 7 – 8 days, as the care time is determined by shorthening of intensive phase. The Aimof this
study was to understand the effects of assertiveness training in shortening intensive phase and decreasing
of violence behaviour symptom in Intensive Psychiatric Care Unit ( IPCU ) ward of dr. Radjiman
WediodiningratMental Hospital of Lawang. Quasi experimental pre-post test with control group design was
used in these study. Samples were involved in these study are 60 Schizophrenic clients with violence
behavior that consist of 30 experimental group given assertiveness training and violence behavior nursing
care standard and 30 control group given only violence behavior nursing care standard. Result showed that
shorten intensive phase was found in experimental group rather than control group with value p <0.001 and
greater violence behavior symptom lowering was found in experimental group rather than control group
with value p <0.001. In conclusiongiving assertiveness training can shortening intensive phase and
decreasing of aggressive behavior symptom on client, so that it is surely recommended to be applied in
intensive psychiatric ward.
Keywords :Assertiveness training, Intensive Phase, Intensive Psychiatric Care Unit, Violence Behavior .

Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 3, No. 2, November 2015; Korespondensi : M. Ali Sodikin.
Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Jl. Jend. A. Yani Lawang.
Email :alisodikin2410@gmail.com telp. 085604123823

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


168
PENDAHULUAN tribulan keempat sebanyak 117 pasien (13%),
dan peningkatan jumlah pasien dengan
Perilaku kekerasan adalah reaksi emosional
diagnosa keperawatan perilaku kekerasan
yang menyebabkan terjadinyakemarahan atau
sebanyak 56 pasien (11,62%), dengan rata –
perilaku yang bertujuan untuk menyebabkan
rata hari rawat pasien dengan diagnosa
kerusakan fisikterhadap seseorang atau
perilaku kekerasan adalah 7 - 8 hari (Bidper RSJ
properti (Fresan, 2007).Perilaku impulsif
RW, 2014).
maupun agresif dapat terjadi pada fase akut
maupun fase kronis pada pasien schizophrenia. Ruang IPCU merupakan ruang perawatan untuk
(Lindenmayer, 2009).Perilaku kekerasaan pasien dalam kondisi akut, perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan dimana individu merupakan diagnosa keperawatan terbanyak di
mengalami perilaku yang dapat membahayakan ruang IPCU. Apabila kondisi pasien yang
secara fisik baik pada diri sendiri maupun orang dirawat sudah tenang (tidak akut) maka pasien
lain (Townsend, 2009). Marah merupakan tersebut akan dipindahkan ke ruang sub akut,
perasan jengkel yang timbul sebagai respons selama ini rata – rata hari rawat pasien
terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak schizophrenia dengan diagnosa perawatan
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman perilaku kekerasan adalah 7 – 8 hari, sementara
(Stuart, 2013) standar pelayanan hari rawat di ruang intensif
adalah 10 hari, sehingga terjadi penumpukan
Studi pendahuluan yang penulis lakukan di 3
pasien dengan diagnosa perawatan perilaku
ruang (2 ruang laki – laki dan 1 ruang
kekerasan,
perempuan) Intensive Psychiatric Care Unit
(IPCU) RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Ruang perawatan intensif psikiatri adalah
Lawang Malang terjadi peningkatan jumlah ruangan untuk merawat pasien dengan kondisi
pasien yang masuk rumah sakit dengan psikiatri akut.Kondisi psikiatri akut ini meliputi
diagnosa keperawatan perilaku kekerasan. tindakan yang membahayakan diri sendiri dan
Jumlah pasien yang dirawat di ruang IPCU pada kegawatdaruratan psikiatri lainnya (Beer,
tribulan ketiga (Juli, Agustus, dan September) 2008). Kondisi akut yang dimaksudkan di atas
tahun 2014 adalah 898 pasien (649 laki – laki adalah kondisi pasien gangguan jiwa dengan
dan 249 perempuan) pasien yang masuk rumah kriteria : pasien yang mengalami gangguan jiwa
sakit (MRS). Perilaku kekerasan merupakan yang berat dan biasanya kronis, pasien yang
diagnosa terbanyak pertama yaitu 482 pasien menunjukkan gangguan yang berat pada aspek
(53,67%) terdiri dari pasien laki – laki sebanyak kognitif, afektif dan persepsi, pasien beresiko
414 orang dan perempuan sebanyak 68 orang. mencederai diri sendiri, orang lain dan merusak
lingkungan. secara total tergantung terhadap
Jumlah pasien yang dirawat pada tribulan
semua pemenuhan kebutuhan aktifitas hidup
keempat (Oktober , November, dan Desember)
sehari-hari (Activity of Daily Living),
2014, terdapat 1015 pasien (727 laki – laki dan
membutuhkan 8 jam perawatan setiap hari,
288 perempuan) pasien yang MRS. Perilaku
evaluasi Global Assessment of Functioning
kekerasan merupakan diagnosa terbanyak
(GAF) : < 30, evaluasi perkembangan perilaku <
pertama yaitu 538 pasien (53,01%) terdiri dari
17 (Pokjakep. RSJ.RW. Lawang, 2011).
pasien laki – laki sebanyak 458 orang dan
perempuan sebanyak 80 orang. Terjadi Selama ini tindakan keperawatan yang
peningkatan jumlah pasien yang dirawat pada diberikan pada pasien dengan diagnosa

www.jik.ub.ac.id
169
perawatan perilaku kekerasan di ruang IPCU Menurut Rezan (2009) pemberian latihan
RSJ.Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang asertif dapat mengurangi perilaku agresif
Malang adalah standar asuhan keperawatan pasien yang diarahkan pada diri sendiri, orang
(SAK) perilaku kekerasan.Strategi preventif lain maupun lingkungan. Pada penelitian
untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan dengan subyek remaja yang diberikan latihan
berupa peningkatan kesadaran diri perawat, asertif, didapatkan perbedaan yang signifikan
edukasi pasien dan latihan asertif (Stuart, peningkatan level asertif antara kelompok
2013).Peningkatan kesadaran diri dilakukan intervensi dan kelompok kontrol.
dengan meningkatkan kemampuan perawat Penelitian ini bertujuan Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2,
untuk mengetahui
sehingga mampu menggunakan diri secara 170
pengaruh latihan asertif dalam memperpendek
terapeutik. Edukasi pasien berisi latihan fase intensif dan menurunkan gejala perilaku
komunikasi dan cara yang tepat untuk kekerasan di ruang IPCU RSJ. Dr. Radjiman
mengekspresikan marah. Wediodiningrat Lawang.
Latihan Asertif merupakan salah satu terapi
spesialis untuk melatih kemampuan komunikasi METODE
interpersonal dalam berbagai situasi (Stuart & Desain penelitian yang digunakan dalam
Laraia, 2005). Dari jabaran di atas disimpulkan penelitian ini adalah “Quasi Eksperimen Pre-
bahwa strategi preventif pencegahan perilaku Post test With control Group” dengan
kekerasan yaitu peningkatan kemampuan intervensilatihan asertif. Penelitian ini
perawat, edukasi kepada pasien dalam membandingkan perbedaan fase intensif dan
berkomunikasi dan mengekspesikan marah, gejala perilaku kekerasan pada pasien
serta latihan asertif untuk meningkatkan schizophrenia dengan diagnosa perawatan
kemampuan interpersonal dalam berbagai perilaku kekerasan. Pada kelompok perlakuan
situasi (Wahyuningsih, 2009). diberikan latihan asertif(AT) dan standar
Latihan asertifbertujuan untuk membantu asuhan keperawatan perilaku kekerasan(SAK
merubah persepsi untuk meningkatkan PK) dan pada kelompok kontrol hanya
kemampuan asertif individu, mengekspresikan diberikan standar asuhan keperawatan perilaku
emosi dan berfikir secara adekuat dan untuk kekerasan(SAK PK) tanpa latihan asertif.
membangun kepercayaan diri (Linet al. 2008). Analisis yang digunakan dalam penelitian ini
Pada pasien schizophrenia yang kronik latihan analisis univariat, bivariatmenggunakan ujit
asertifterbukti meningkatkan perilaku asertif test , Wilcoxon, Mann-Whitney untuk melihat
dan kemampuan berkomunikasi secara perbandingan pemendekan fase intensif dan
interpersonal dengan segera setelah intervensi penurunan gejala perilaku kekerasan pada
diberikan (Lee, 2013) pasien.

HASIL
1. Karakteristik responden
Karakteristik dari 60 pasien yang dijadikan
responden dalam penelitian ini rerata usia
31,50 tahun dengan usia termuda 18 tahun dan
tertua 54 tahun, jenis kelamin terbanyak laki –
laki (66,7%), jenjang pendidikan terbanyak SD merupakan yang terbanyak (43,3%),
(35%), sebagian besar tidak bekerja (75%), Schizophrenia paranoid merupakan diagnosa
sebagian besar tidak kawin (65%), rerata lama medis terbanyak (68,3%), terapi medis oral
menderita gangguan jiwa 75,32 bulan dengan terbanyak kombinasi Typikal + Atypikal (30%)
lama sakit terpendek 1 bulan dan terpanjang dan mendapatkan terapi antipsikotik injeksi
240 bulan (2 tahun), rerata frekuensi dirawat (60%), rerata lama hari rawat responden
adalah yang ke 2,47, jumlah responden yang perlakuan adalah 3,57 hari dan responden
dirawat untuk pertama kali (pasien baru) perlakuan 5 hari

2. Hasil analisa pengaruh latihan asertif dalam memperpendek fase intensif dan menurunkan
gejala PK
Tabel5.1 pengaruh latihan asertif dalam memperpendekfase intensif dan menurunkan gejala PK
PEMBAHASAN diberikan latihan asertif dan standar asuhan
keperawatan perilaku kekerasan dan kelompok
www.jik.ub.ac.id
Fase intensif pasien sebelum pemberian AT kontrol
171 sebelum diberikan standar asuhan
dan SAK PK pada kelompok perlakuan dan keperawatan tidak menunjukkan perbedaan
sebelum pemberian SAK PK pada kelompok yang bermakna dengan nilai p 0,213 dan
kontrol memiliki skor minimum dan maksimum yang
Berdasarkan hasil penelitian skor mGAF-R sama yaitu 14 – 24 hal ini menunjukkan bahwa
(Modified Global Assesment of Function – semua responden baik dari kelompok
Revised) pada kelompok perlakuan sebelum perlakuan maupun kelompok kontrol berada
dalam kondisi akut / intensif (skor mGAF-R < bermakna dengan nilai p 0.001 (nilai p <0.05)
30), hampir semua pasien yang dijadikan dengan rerata rangking mGAF-R perlakuan
responden masuk rumah sakit dengan alasan 38,62 dan kelompok kontrol 22,38. Hal ini
melakukan tindakan kekerasan terutama yang sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
diarahkan kepada orang lain atau lingkungan. Vinick (1983), Lee (2013), Rezan (2009) bahwa
pemberian latihan asertif dapat menurunkan
Skor mGAF-R 11 – 20 merupakan kondisi
tingkat agresifitas yang diarahkan pada diri
dimana pasien menunjukkan menderita akibat
sendiri maupun pada lingkungan.
pengabaian atau dalam bahaya mencederai diri
sendiri dan orang lain. Skor mGAF-R 21 – 30 Latihan asertifmemberikan hasil yang signifikan
merupakan kondisi dimana pasien dan bermakna terhadap pemendekan fase
menunjukkan ketidakmampuan fungsional intensif dengan nilai p <0.001 dengan
pada hampir seluruh area (Vylder, 2012 ; perbedaan rerata 31,467. Dan pada IK 95%
Werbeloff, 2015). pemberian latihan asertif dapat
memperpendek fase intensif pasien antara
Pasien yang masuk rumah sakit jiwa seringkali
19,373 jam sampai dengan 43,560 jam. Pada
berada dalam kondisi krisis dan tidak dapat
beberapa responden perlakuan didapatkan
berpikir dengan jernih,sehingga mekanisme
lama hari rawat yang kurang dari 4 hari yaitu 2
koping pasien menjadi maladaptif, kondisi
hari (1 responden), 3 hari (15 responden)
distress yang dialami pasien dapat
sedangkan pada responden kontrol didapatkan
menyebabkan perilaku agresif.Perawat yang
4 responden yang memiliki hari rawat 3 hari.
bekerja di unit emergensi maupun ruang
intensif psikiatri seringkali menjadi korban dari Skor mGAF-R > 30 menunjukkan pasien sudah
perilaku agresif pasien, sehingga perawat yang tidak berada dalam fase intensif / fase akut
bekerja di ruang intensif harus mampu sehingga pasien dapat dipindahkan ke ruang
mengkaji pasien yang beresiko melakukan sub akut / ruang perawatan non intensif.
perilaku kekerasan, menangani dengan
Jurnal Ilmu efektif
Keperawatan (Pokjakep.RSJ.RW.
– Volume 3, No.2, November 2015 Lawang, 2011).Global
pasien perilaku kekerasan sebelum,
172 selama dan Assessment of Functioning (GAF) merupakan
sesudah perilaku kekerasan berlangsung. alat ukur utama untuk menilai gejala psikiatrik
(Stuart, 2013). dan fungsi individu yang mengalami
schizophrenia, hal – hal yang dinilai dalam GAF
Fase intensif pasien setelah pemberian AT dan scale meliputi gejala psikologis, fungsi sosial
SAK PK pada kelompok perlakuan dan setelah dan fungsi pekerjaan (occupational functioning)
pemberian SAK PK pada kelompok kontrol ( Smithet al. 2011; Monrad, 2011; Urbanoski et
Skor mGAF-R setelah diberikan latihan asertif al. 2014).
dan standar asuhan keperawatan perilaku
Perilaku kekerasan merupakan salah satu
kekerasan mengalami peningkatan nilai p
kondisi kedaruratan psikiatri dimana pasien
<0.001 begitu pula dengan kelompok yang
tersebut beresiko untuk menciderai diri sendiri,
hanya mendapatkan standar asuhan perawatan
orang lain maupun lingkungan (Winkler, 2011).
perilaku kekerasan tanpa latihan asertif juga
Salah satu penyebab dari perilaku kekerasan
mengalami peningkatan skor mGAF-R dengan
adalah harga diri rendah, individu dengan harga
nilai p <0.001. Pemberian latihan asertif
diri rendah akan mengalami kesulitan dalam
memberikan dampak yang lebih signifikan dan
menjalin hubungan interpersonal sehingga
dalam melakukan hubungan sosial individu tingkat efektifitas, efisiensi serta kualitas dari
tersebut seringkali berespon atau berperilaku perawatan yang diberikan kepada pasien yang
maladaptif. Latihan asertif akan melatih dirawat (Jiménezet al. 2004), standar pelayanan
individu berperilaku asrertif dalam menjalin minimal yang diterapkan di ruang IPCU RSJ. dr.
hubungan sosial, pada studi yang dilakukan Radjiman Wediodiningrat lawang adalah < 10
Shiinaet al,(2005) pemberian latihan asertif hari pasien dapat dipindahkan ke ruang sub
terbukti secara signifikan (p <0.05) dapat akut (non intensif). Lama hari perawatan pasien
meningkatkan harga diri pasien dan juga dapat dijadikan salah satu indikator bahwa
menurunkan kecemasan sosial pada pasien pasien tersebut beresiko tinggi untuk
schizophrenia. mengalami kekambuhan (Gaebel dan Riesbeck,
2014).
Lama hari perawatan pasien di ruang intensif
merupakan waktu (hari sejak pasien masuk Latihan asertif (Assretiveness Training)
rumah sakit sampai dengan pasien dipindahkan mengajarkan pasien untuk berperilaku asertif
ke ruang sub akut non intensif) pasien dapat yang dilakukan dalam 4 sesi pertemuan, pada
dipindahkan apabila skor mGAF-R > 30. sesi 1 pasien dilatih untuk dapat mengenali diri
Pemendekan fase intensif adalah waktu yang merubah pikiran dan perasaan serta latihan
dibutuhkan pasien untuk mencapai skor mGAF- berperilaku asertif, sesi 2 pasien dilatih untuk
R > 30. Didapatkan pemendekan fase intensif mengungkapkan keinginan dan kebutuhan
responden perlakuan mempunyai rerata 89,60 serta cara memenuhinya, pada sesi 3 pasien
jam dengan waktu minimal adalah 73 jam dan dilatih untuk menjalin hubungan sosial dalam
waktu maksimal 112 jam, sedangkan memenuhi kebutuhannya, pada sesi 4 pasien
pemendekan fase intensif pada kelompok dilatih untuk mempertahankan perubahan
kontrol mempunyai rerata 121,07 jam dengan perilaku asertif dalam berbagai situasi. Salah
waktu minimal 71 jam dan waktu maksimal 212 satu unsur dalam penilaian GAF (Global
jam. Assesment of Function) adalah fungsi sosial,
www.jik.ub.ac.id
pada
173 sesi 3 diajarkan melatih pasien membina
Menurut Badriah et al. (2013), salah satu hal
hubungan sosial dalam memenuhi
yang mempengaruhi lama hari rawat pada
kebutuhannya, melatih pasien menyelesaikan
pasien di ruang intensif (akut) adalah mGAF-R.
masalah terkait kebutuhan dan keinginan
Peningkatan dan pemendekan nilai dari skor
(problem solving) serta melatih pasien
mGAF-R dapat meningkatkan kualitas hidup
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi
pasien, hal ini sesuai dengan pendapat dari
oleh pasien dan orang lain (conflict resolution).
Warnkeet al. (2011) yang mengatakan bahwa
salah satu prediktor dari kualitas hidup pasien Teknik pelaksanaan latihan asertif
gangguan jiwa adalah penilaian fungsi global menggunakan metode describing (penjelasan /
pasien. Hal senada juga disampaikan oleh menggambarkan mengenai perilaku baru yang
Kohigashi (2013) yang menyatakan bahwa akan dilatih), modeling (pemberian contoh
peningkatan skor Global Assesment of perilaku yang dilatih), role playing (berlatih
Functionakan berdampak pada perbaikan perilaku yang dicontohkan dengan kelompok
Insight pasien dan dapat meningkatkan kualitas atau orang lain), feedback (memberikan umpan
hidup pasien. balik terhadap perilaku baru yang telah
Lama hari rawat merupakan indikator dari dipraktekkan, mana yang baik, dan mana yang
perlu ditingkatkan), transfering (mempraktekan Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa skor
dalam kehidupan sehari-hari). Dengan komposit gejala perilaku kekerasan
menggunakan metode diatas pasien dilatih (penjumlahan respon perilaku, sosial, kognitif,
untuk meningkatkan kemampuannya secara fisik dan PANSS-EC) sebelum pemberian latihan
menyeluruh tidak hanya berfokus pada perilaku asertif dan standar asuhan keperawatan
kekerasan yang dilakukan pasien. perilaku kekerasan pada kelompok perlakuan
dan pemberian standar asuhan keperawatan
Pemendekan fase intensif dan lama hari rawat
perilaku kekerasan saja tanpa latihan asertif
kurang dari 4 hari (lama pemberian latihan
pada kelompok kontrol tidak menunjukkan
asertif 4) pada responden perlakuan
perbedaan yang bermakna dengan nilai p 0,405
diperkirakan terjadi karena respon yang
( >0.05). Masing masing dari hasil observasi
berbeda dari pasien terhadap latihan asertif
gejala perilaku kekerasan sebelum intervensi
yang diberikan. Pada sesi 1 latihan asertif
juga tidak menunjukkan perbedaan yang
pasien dilatih untuk mengenali diri, mengubah
bermakna, dari respon perilaku didapatkan nilai
pikiran, perasaan dan latihan perilaku asertif,
p 0,203; respon sosial nilai p 0,261; respon
sesi 2 melatih kemampuan mengungkapkan
kognitif nilai p 0,137; respon fisik nilai p 0,457
keinginan dan kebutuhan serta cara
dan skor PANSS-EC(Positive and Negative
memenuhinya sedang sesi 3 melatih
Syndrome Scale - Excited Component) nilai p
kemampuanmenjalin hubungan sosial dalam
0,280.
memenuhi kebutuhan. Respon yang berbeda
ini sesuai dengan pendapat Jiménez (2004) Rerata skor komposit gejala perilaku kekerasan
dimana respon terhadap tindakan (treatment) sebelum pemberian latihan asertif dan standar
merupakan faktor yang sangat berpengaruh asuhan keperawatan perilaku kekerasan pada
terhadap lama hari rawat dengan nilai p kelompok perlakuan adalah 86,53 dengan nilai
<0.001. minimal 80 dan maksimal 95 dan rerata pada
kelompok kontrol adalah 86,77 dengan nilai
Berdasarkan penjelasanJurnal Ilmu
diatas dapat
Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015
disimpulkan bahwa pemberian174 latihan asertif minimal 81 dan maksimal 94.Tingginya gejala
dapat memperpendek fase intensif dan perilaku kekerasan akan mengakibatkan
memperpendek lama hari rawat pasien.Dengan perilaku kekerasan yang merupakan salah satu
pemendekan fase intensif dan lama hari rawat respon marah yang diekspresikan dengan
yang pendek dapat meningkatkan kualitas melakukan ancaman, mencederai orang lain,
hidup (Quality of Live) pasien gangguan jiwa dan atau merusak lingkungan yang bertujuan
serta dapat mengurangi atau mencegah untuk melukai seseorang secara fisik maupun
kekambuhan pasien. Untuk itu perlu dilakukan psikologis (Keliat et al. 2011). Semakin tinggi
penelitian lebih lanjut untuk mengetahui skor perilaku kekerasan menunjukkan bahwa
kekambuhan (relaps) pada pasien yang telah gejala perilaku kekerasan semakin berat hal ini
berdampak juga terhadap memanjangnya lama
diberikan latihan asertif.
hari rawat dan angka kekambuhan (relaps)
Komposit gejala perilaku kekerasan sebelum pasien (Zhang, 2011).
pemberian AT dan SAK PK pada kelompok Perilaku kekerasan adalah reaksi emosional
perlakuan dan sebelum pemberian SAK PK yang menyebabkan terjadinya kemarahan atau
pada kelompok kontrol perilaku yang bertujuan untuk menyebabkan
kerusakan fisik terhadap seseorang atau asuhan keperawatan perilaku kekerasan terjadi
properti (Fresan, 2007).Perilaku impulsif penurunan dengan nilai rerata 43,87 hasil
maupun agresif dapat terjadi pada fase akut tersebut menunjukkan penurunan yang
maupun fase kronis pada pasien schizophrenia. signifikan dengan nilai p <0.001.Pada kelompok
(Lindenmayer, 2009). Perilaku kekerasan pada perlakuan juga didapatkan penurunan yang
gangguan jiwa merupakan kegawatan psikiatri signifikan dengan nilai p <0.001 dan selisih
yang memerlukan penanganan yang cepat agar rerata 30,433.
tidak membahayakan pasien, orang lain
Dari hasil penelitian juga didapatkan perbedaan
maupun petugas kesehatan dan lingkungannya.
skor komposit gejala perilaku kekerasan yang
American Association psychiatric (2000)
bermakna antara responden perlakuan dan
menyebutkan bahwa beberapa penelitian
responden kontrol (nilai p <0.001) dengan
melaporkan bahwa kelompok individu yang
perbedaan rerata 12,467 dimana pada selang
didiagnosa schizophrenia mempunyai insiden
kepercayaan 95 % pemberian latihan asertif
yang lebih tinggi untuk mengalami perilaku
dapat menurunkan skor gejala perilaku
kekerasan (APA, 2000 dalam Saladino, 2007).
kekerasan pasien antara 10,910 sampai dengan
Perilaku kekerasan menjadi alasan masuk yang 14,023. Hasil penelitian ini juga selaras dengan
paling utama pasien gangguan jiwa di RSJ. Dr. penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih
Radjiman Wediodiningrat Lawang Malang pada (2009) dimana didapatkan perbedaan yang
bulan Oktober – Desember 2014 yaitu bermakna nilai komposit perilaku kekerasan
sebanyak 538 pasien (53,01%) dari 1015 pasien nilai p 0.005.Demikian juga penelitian yang
yang masuk rumah sakit (MRS). Perilaku dilakukan oleh Alini (2010) dihasilkan
kekerasan merupakan kasus yang cukup banyak perbedaan yang bermakna skor komposit
dijumpai dan menjadi alasan utama keluarga perilaku kekerasan dengan nilai p <0.05.
untuk merawat anggota kelurga dan gangguan
Perilaku
www.jik.ub.ac.id kekerasan merupakan kondisi
jiwa ke rumah sakit jiwa karena membahayakan 175
kedaruratan yang harus ditangani dengan
bagi pasien, orang lain maupun lingkungan.
segera, tindakan untuk mengatasi kondisi
Komposit gejala perilaku kekerasan sesudah tersebut adalah dengan melakukan pengikatan
pemberian AT dan SAK PK pada kelompok (restrain) dan pengobatan tanpa persetujuan
perlakuan dan sesudah pemberian SAK PK pasien (involuntary medication), saat ini dalam
pada kelompok kontrol menangani pasien dengan perilaku kekerasan
lebih ditekankan pada metode yang tidak
Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang memaksa (noncoercive) dengan tujuan : 1)
bermakna dari skor komposit gejala perilaku menjamin keselamatan staff, pasien dan
kekerasan (penjumlahan respon perilaku, lingkungan, 2) membantu pasien agar dapat
sosial, kognitif, fisik dan PANSS-EC) baik pada mengontrol emosi dan perilakunya, 3) sedapat
kelompok yang mendapatkan latihan asertif mungkin menghindari pengikatan (restrain), 4)
dan standar asuhan keperawatan perilaku menghindari intervensi atau tindakan yang
kekerasan maupun pada kelompok yang hanya bersifat memaksa (coercive) yang dapat
mendapatkan standar perilaku kekerasan. skor membuat kondisi pasien menjadi agresif.
gejala perilaku kekerasan kelompok perlakuan (Richmondet al. 2012).
sebelum intervensi mempunyai nilai rerata 86,3
setelah diberikan latihan asertif dan standar Pasien atau individu yang masuk rumah sakit
jiwa menunjukkan individu tersebut berada keperawatan perilaku kekerasan memberikan
dalam kondisi distress dan memiliki respon hasil penurunan skor indikator respon perilaku
koping yang maladaptif, perawat yang bekerja yang bermakna dibandingkan dengan kelompok
di ruang emergensi maupun ruang intensif yang hanya mendapatkan standar asuhan
psikiatri seringkali dihadapkan dengan pasien – keperawatan perilaku kekerasan dengan nilai p
pasien yang berperilaku agresif yang berpotensi <0.001 dengan nilai median 8 pada kelompok
dapat membahayakan pasien sendiri, staff, perlakuan dan 10,50 pada kelompok kontrol.
pasien lain maupun lingkungan, sehingga Hal ini senada dengan penelitian yang
pencegahan dan penanganan perilaku agresif dilakukan oleh Wahyuningsih (2009) dan Alini
merupakan kemampuan klinis yang harus (2010) yang menyatakan bahwa latihan asertif
dikuasai oleh perawat yang bekerja di ruang dapat menurunkan respon perilaku pada pasien
intensif. (Stuart, 2013) perilaku kekerasan dengan nilai p <0.05.
Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan di Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan
atas dapat disimpulkan bahwa pemberian bahwa pemberian latihan asertif dan standar
latihan asertif secara bermakna dapat asuhan keperawatan perilaku kekerasan
menurunkan gejala perilaku kekerasan yang memberikan hasil penurunan skor respon
lebih besar pada kelompok perlakuan perilaku yang bermakna daripada hanya
dibandingkan dengan kelompok kontrol.berikut diberikan standar asuhan keperawatan perilaku
ini akan dijelaskan hasil penelitian dari variabel kekerasan, sehingga perlu adanya peningkatan
– variabel gejala perilaku kekerasan. kualitas sumber daya perawat dalam
pelaksanaan latihan asertif, hal ini sejalan

Indikator respon perilaku Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015
176 penurunan yang dengan pendapat Lindenmayer (2009) bahwa
Hasil penelitian menunjukkan
penanganan pasien dengan perilaku kekerasan
bermakna dari indikator respon perilaku baik
saat ini lebih mengedepankan terapi perilaku
pada kelompok yang mendapatkan latihan
asertif dan standar asuhan keperawatan dan terapi non farmakologis.
perilaku kekerasan maupun pada kelompok
Indikator respon sosial
yang hanya mendapatkan standar perilaku
kekerasan. Skor indikator respon perilaku Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang
kelompok perlakuan sebelum intervensi bermakna dari indikator respon sosial baik pada
mempunyai nilai minimal 15 dan maksimal 20, kelompok yang mendapatkan latihan asertif
setelah diberikan latihan asertif dan standar dan standar asuhan keperawatan perilaku
asuhan keperawatan perilaku kekerasan terjadi kekerasan maupun pada kelompok yang hanya
penurunan dengan nilai minimal 5 dan mendapatkan standar perilaku kekerasan. Skor
maksimal 10 hasil tersebut menunjukkan indikator respon sosial kelompok perlakuan
penurunan yang signifikan dengan nilai sebelum intervensi mempunyai nilai minimal 15
p<0.001. Pada kelompok perlakuan juga dan maksimal 20 dengan rerata 17,10 setelah
didapatkan penurunan yang signifikan dengan diberikan latihan asertif dan standar asuhan
nilai p < dari 0.001. keperawatan perilaku kekerasan terjadi
penurunan dengan nilai minimal 5 dan
Pemberian latihan asertif dan standar asuhan
maksimal 10 denngan nilai median 8 hasil
tersebut menunjukkan penurunan yang kekerasan. Skor indikator respon kognitif
signifikan dengan nilai p <0.001. Pada kelompok kelompok perlakuan sebelum intervensi
perlakuan juga didapatkan penurunan yang mempunyai nilai minimal 15 dan maksimal 20
signifikan dengan nilai p < dari 0.001 dan dengan rerata 16,90 setelah diberikan latihan
memiliki nilai terendah 9 dan tertinggi 14. asertif dan standar asuhan keperawatan
Didapatkan perbedaan skor indikator respon perilaku kekerasan terjadi penurunan dengan
sosial yang bermakna antara responden nilai minimal 5 dan maksimal 10 dengan nilai
perlakuan dan responden kontrol dengan nilai median 8 hasil tersebut menunjukkan
p <0.001. penurunan yang signifikan dengan nilai p
<0.001. Pada kelompok perlakuan juga
Penurunan skor indikator respon sosial setelah
didapatkan penurunan yang signifikan dengan
diberikan latihan asertif juga selaras dengan
nilai p < dari 0.001 dan memiliki nilai terendah
pendapat Lee (2013) dimana hasil dari
9 dan tertinggi 14. Didapatkan perbedaan skor
penelitiannya menyatakan pada pasien
indikator respon kognitif yang bermakna antara
schizophrenia yang kronik Assertive Training
responden perlakuan dan responden kontrol
terbukti meningkatkan perilaku asertif dan
dengan nilai p <0.001.
kemampuan berkomunikasi secara
interpersonal dengan segera setelah intervensi Pemberian latihan asertif Penurunan gejala
diberikan. Penurunan respon sosial setelah perilaku terjadi secara signifikan karena pasien
diberikan latihan asertif juga didapatkan pada selama terapi telah diajarkan mengubah
penelitian yang dilakukan Wahyuningsih (2009) keyakinan irasional yang selama ini
dimana latihan asertif menurunkan respon dipertahankan pasien sehingga mencetuskan
sosial dengan nilai p 0.005 dan selisih nilai perilaku marah menjadi pikiran yang sesuai
rerata respon sosial sebelum dan sesudah dengan kenyataan. Hal ini sesuai dengan hasil
latihan asertif 8,86. Demikian juga penelitian penelitian yang dilakukan Wahyuningsih (2009)
www.jik.ub.ac.id
yang dilakukan Alini (2010) didapatkan hasil dimana didapatkan hasil yang bermakna
177
penurunan respon sosial dengan nilai p <0.05. dengan nilai p 0.005 dengan rerata selisih skor
Dari hasil penelitian dan penjelasan diatas respon kognitif sebelum dan sesudah latihan
dapat disimpulkan bahwa pemberian latihan asertif sebesar 7,50. Dominic (2003) juga
asertif dan standar asuhan keperawatan mengemukakan bahwa yang perlu dirubah oleh
perilaku kekerasan dapat menurunkan skor individu untuk mengatasi masalah emosi
indikator respon sosial pada pasien dengan maupun perilakunya adalah adanya keyakinan
perilaku kekerasan sehingga kemampuan irasional yang dikembangkan oleh dirinya.
melakukan hubungan interpersonal pasien juga Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
meningkat. pemberian latihan asertif dan standar asuhan
keperawatan perilaku kekerasan dapat
Indikator respon kognitif
menurunkan skor indikator respon kognitif
Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang yang bermakna, sehingga perlu peningkatan
bermakna dari indikator respon kognitif baik kualitas sumber daya perawat dalam
pada kelompok yang mendapatkan latihan pelaksanaan standar asuhan keperawatan dan
asertif dan standar asuhan keperawatan pelaksanaan latihan asertif.
perilaku kekerasan maupun pada kelompok
yang hanya mendapatkan standar perilaku Indikator respon fisik
Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang menurunkan indikator respon fisik pada pasien
bermakna dari indikator respon fisik baik pada dengan perilaku kekerasan, oleh karena itu
kelompok yang mendapatkan latihan asertif perlu peningkatan kualitas sumber daya
dan standar asuhan keperawatan perilaku perawat dalam pelaksanaan standar asuhan
kekerasan maupun pada kelompok yang hanya keperawatan dan pelaksanaan latihan asertif.
mendapatkan standar perilaku kekerasan. Skor
indikator respon fisik kelompok perlakuan Skor PANSS – EC
sebelum intervensi mempunyai nilai minimal 8 Hasil penelitian menunjukkan penurunan yang
dan maksimal 10 dengan rerata 8,60 setelah bermakna dari skor PANSS - EC baik pada
diberikan latihan asertif dan standar asuhan kelompok yang mendapatkan latihan asertif
keperawatan perilaku kekerasan terjadi dan standar asuhan keperawatan perilaku
penurunan dengan nilai minimal 5 dan kekerasan maupun pada kelompok yang hanya
maksimal 6 dengan nilai median 5 hasil mendapatkan standar perilaku kekerasan. Skor
tersebut menunjukkan penurunan yang PANSS - EC kelompok perlakuan sebelum
signifikan dengan nilai p <0.001. Pada kelompok intervensi mempunyai nilai minimal 25 dan
perlakuan juga didapatkan penurunan yang maksimal 28 dengan rerata 26,63 setelah
signifikan dengan nilai p < dari 0.001 dan diberikan latihan asertif dan standar asuhan
memiliki nilai terendah 5 dan tertinggi 7 dengan keperawatan perilaku kekerasan terjadi
nilai median 6. penurunan dengan nilai minimal 14 dan
maksimal 17 dengan nilai median 15 hasil
Dari hasil penelitian juga didapatkan perbedaan
tersebut menunjukkan penurunan yang
skor indikator respon fisik yang bermakna
signifikan dengan nilai p <0.001. Pada kelompok
antara responden perlakuan danKeperawatan
Jurnal Ilmu responden – Volume 3, No.2, November 2015
perlakuan juga didapatkan penurunan yang
178 rerata rangking
kontrol (nilai p <0.001) dengan
signifikan dengan nilai p < dari 0.001 dan
responden perlakuan 24,75 dan responden
memiliki nilai terendah 15 dan tertinggi 20
kontrol 36,25. Hal ini selaras dengan penelitian
dengan nilai median 18.
Wahyuningsih (2009) dimana didapatkan
penurunan respon fisik yang bermakna (p Dari hasil penelitian juga didapatkan perbedaan
0.005) dengan rerata selisih 3,39 antara skor skor PANSS - EC yang bermakna antara
respon fisik sebelum dan sesudah latihan responden perlakuan dan responden kontrol
asertif. Hasil penurunan respon fisik yang (nilai p <0.001) dengan rerata rangking
bermakna dengan nilai p <0.05 juga ditemui responden perlakuan 18,23 dan responden
pada penelitian yang dilakukan oleh Alini (2010) kontrol 42,67. Pemberian latihan asertif melatih
yang mengkombinasikan latihan asertif dengan pasien untuk dapat mengekspresikan
relaksasi otot progresif. kemarahannya tanpa menyakiti orang lain,
latihan asertif juga melatih pasien untuk
Respon fisik merupakan gejala yang dapat
berperilaku asertif, hasil penelitian diatas
ditemukan atau dapat diobservasi dengan
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
mudah pada pasien dengan perilaku kekerasan.
Hayakawa (2009) yang menyatakan bahwa
Berdasarkan penjelasan dan penelitian diatas
latihan asertif yang deberikan pada pasien
dapat disimpulkan bahwa pemberian latihan
dengan gangguan kepribadian dapat
asertif dan standar asuhan keperawatan
menurunkan perilaku agresif yang diarahkan
perilaku kekerasan secara signifikan dapat
pada diri sendiri, hal senada juga disampaikan
oleh Rezan (2009), Lee (2013) bahwa maupun kelompok kontrol mengalami
pemberian latihan asertif (Assertiveness penurunan skor gejala perilaku kekerasan.
training) dapat menurunkan tingkat agresifitas Berdasarkan penjelasan diatas tidak adanya
yang diarahkan pada diri sendiri maupun pada hubungan antara pemendekan fase intensif
lingkungan. dengan skor gejala perilaku kekerasan (nilai p
>0.05) serta kekuatan hubungan yang sangat
Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan
lemah (tidak ada) dimungkinkan karena
diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian
penurunan gejala perilaku kekerasan juga
latihan asertif dan standar asuhan keperawatan
dipengarui oleh terapi baik oral maupun injeksi
perilaku kekerasan dapat menurunkan skor
yang diterima oleh responden perlakuan
PANSS – EC pada pasien sehingga diharapkan
maupun kontrol.
perawat – perawat yang bertugas di rumah
sakit jiwa, utamanya yang bertugas di ruang Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat
emergensi maupun ruang perawatan intensif hubungan (korelasi) negatif pada responden
dapat meningkatkan kemampuannya dalam perlakuan dimana harusnya semakin cepat
memberikan asuhan perawatan dan pemberian pasien berada dalam kondisi tidak intensif (skor
latihan asertif. mGAF-R > 30) diikuti oleh penurunan gejala
perilaku kekerasan. Hasil penelitian yang
Hubungan pemendekan fase intensif dan menunjukkan korelasi negatif bertentangan
penurunan skor gejala perilaku kekerasan dengan pendapat dari Zhanget al. (2011)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada dimana pemendekan fase intensif akan diikuti
hubungan antara pemendekan fase intensif oleh penurunan gejala perilaku kekerasan dan
pada gejala perilaku kekerasan yang tinggi akan
dengan skor gejala perilaku kekerasan www.jik.ub.ac.id
kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan beresiko
179 memanjangnya lama hari rawat dan
(nilai p >0.05). Pada kelompok perlakuan beresiko untuk mengalami perawatan kembali
menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan (readministration). Korelasi negatif pada
korelasi lemah (0,2 - < 0,4). Pada kelompok responden perlakuan dimungkinkan juga
kontrol menunjukkan korelasi positif dengan karena respon terhadap pengobatan yang
kekuatan korelasi lemah (0,2 - < 0,4). diterima oleh responden perlakuan
Pemendekan fase intensif adalah waktu yang berbeda.Respon yang berbeda ini sesuai
dibutuhkan responden untuk mencapai skor dengan pendapat Jimenes (2004) dimana
mGAF-R (Modified Global Assesment of respon terhadap tindakan (treatment)
Function – Revised) > 30 yang berarti pasien merupakan faktor yang sangat berpengaruh
sudah tidak berada dalam fase intensif / fase terhadap pemendekan fase intensif dan lama
akut sehingga pasien dapat dipindahkan ke hari rawat.
ruang sub akut / ruang perawatan non intensif.
KESIMPULAN
(Pokjakep.RSJ.RW. Lawang, 2011).
Pemberian latihan asertif terbukti secara
Skor gejala perilaku kekerasan yang tinggi
signifikan dalam memperpendek fase intensif
menunjukkan bahwa pasien tersebut masih
dan menurunkan gejala perilaku kekerasan
berada dalam kondisi intensif dan beresiko
pasien.Pelaksanaan Standar Asuhan
menciderai diri sendiri maupun lingkungan
Keperawatan (SAK) perilaku kekerasan perlu
(Stuart, 2013). Pada kelompok perlakuan
tetap dipertahankan dan ditingkatkan serta
perlu dilakukan pelatihan latihan asertif pada overload.Perlu penelitian lebih lanjut mengenai
perawat yang bekerja di tatanan pelayanan pengaruh latihan asertif pada pasien perilaku
keperawatan jiwa agar pelayanan keperawatan kekerasan dengan desain longitudinal untuk
pada pasien dapat lebih optimal.Perlu mengikuti perkembangan pasien sampai pasien
dioptimalkan fungsi perawat kesehatan jiwa pulang, kemampuan pasien di rumah, lama
dimasyarakat agar jumlah pasien yang dirawat pasien di rumah (tidak terjadi kekambuhan /
di rumah sakit jiwa tidak mengalami relaps).

DAFTAR PUSTAKA phenomenological study of tacit caring


knowledge.Issues in Mental Nursing,
Alini. (2010). Pengaruh Terapi Assertiveness
21(5):533-545
trainingdan Progressive Muscle
RelaxationTerhadap Gejala dan Daffren, Howells & Ogloff, in Press; Nicolls,
Kemampuan Klien Dengan Perilaku Ogloff, J., & Douglas, K., (2004),
Kekerasan Di RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Assessing risk for violence among male
Bogor.Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan. and female civil psychiatric patients; the
Universitas Indonesia. Tidak HCR-20,PCL:SV,and Mc Niel& Binder's
dipublikasikan Screening measure, Behavioral Sciences
and the law. 22: 27-158.
American Psychiatric Association. (2000).
Diagnostic and statistical manual of Dominic. J., (2003), Effects of Trait Anger and
mental disorders (4thed.. text rev.). Negative Attitudes Towards Women on
Washington, DC: Author. Physical Assaults in Dating
Relationships, Journal of Family
Badriah, F., Takeru Abe, Yoshihiro Nabeshima,
Violence, Vol 18, No.5
Kouji Ikeda, Kenji Kuroda, Akihito
Hagihara., (2013).Predicting the length Fresan,A., DeLaFuente-SandovalC,Loyzaga C.,,
of hospital stay of psychiatry patients Meyenberg N., García-Anaya M.,
using signal detection Nicolini H., Apiquian R., (2005).
analysis.Psychiatry Research 210, 1211– Sociodemographic features related to
1218. violent behaviour in schizophrenia.
Actas ESP Psiquiats33 : 188-193
Beer, M.D., Pareira, S.M., Paton. C
(2008).Psychiatric Intensive Care Gaebel.W., Riesbeck.M., (2014). Are there
(second Edition).Cambridge University
Jurnal Ilmu Keperawatan clinically
– Volume 3, No.2, useful predictors and early
November 2015
Press. 180 warning signs for pending relapse?
Schizophrenia Research 152, 469–477.
Bidper RSJ.RW., (2014) Laporan sensus
penderita rawat inap tahun 2014 Hayakawa, M. (2009). How Repeated 15-
Rumah Sakit Jiwa dr. Radjiman Minute Assertiveness training Sessions
Wediodiningrat Lawang. Reduce Wrist Cutting In Patients With
Borderline Personality Disorder.
Carlsson, C, Dahlberg, K., & Drew, N
American Journal of Psychotherapy,
(2000).Encountering violence and
63(1).
aggression in mental health nursing: A
Jiménez, Rosa E., Rosa M. Lam, Milagros Marot AasAnnals of General Psychiatry,10:2
and Ariel Delgado., (2004). Observed- http://www.annals-general-
predicted length of stay for an acute psychiatry.com
psychiatric department, as an indicator Pokjakep.RSJ.RW.Lawang,
of inpatient care inefficiencies. (2011).DokumenAkreditasi RSJ. Dr.
Retrospective case-series study. BMC RadjimanWediodiningratLawang.
Health Services Research 4(4).
Rezan, A & Zengel, M. (2009).Elementary
Keliat, B.A., Akemat., Novy Helena C.D., Heni Education Online, 8(2), 485-492
Nurhaeni, (2011). Keperawatan http://ilkogretim-online.org.tr.
Kesehatan Jiwa Komunitas : CMHN
Basic Course. Jakarta: EGC. Richmond.J.S, Jon S. Berlin, Avrim B. Fishkind,
Garland H. Holloman Jr., Scott L. Zeller,
Kohigashi, M., Yurinosuke Kitabayashi, Aiko Michael P. Wilson, Muhamad Aly Rifai,
Okamura, Mitsuo Nakamura, Arihiro Anthony T. Ng., (2012). Verbal De-
Hoshiyama, Masanori Kunizawa, escalation of the Agitated Patient:
Katsumi Futori, Masaki Kitabayashi, Jin ConsensusStatement of the American
Narumoto, Kenji Fukui, (2013). Association for Emergency Psychiatry
Relationship between patients’ quality Project BETA De-escalation Workgroup.
of life and coercion in psychiatric acute Western Journal of Emergency
wards.Psychiatry Research208, 88 - 90. Medicine, 8(1).
Lee, T.Y., Chang S.C., Chu H., Yang C.Y., Ou K.L., Saladino,.
Chung M.H., Chou K.R., (2013). The
www.jik.ub.ac.id (2007),www.proquestumi.com/pqdweb
effect of assertiveness training in
181 ?index, diperolehtanggal 30 Agustus
patients with schizophrenia : a 2014)
randomized, single - blind, controlled
study. Journal of Advanced Nursing, 69 Shiina A., Nakazato M., Mitsumori M., Koizumi
(11):2549 -2559. H., Shimizu E., Fujisaki M.& Iyo M.,
(2005) An open trial of outpatient group
Lin, Y.R, Wu M.H., Yang C.I., Chen T.H., Hsu
therapy for bulimic disorders:
C.C., Chang Y.C., Tzeng W.C., Chou
combination program of cognitive
Y.H., Chou K.R., (2008). Evaluation of
behavioral therapy with assertive
Assertiveness Training for Psychiatric
training and self-esteem enhancement.
Patient.Journal of Clinical Nursing.
Psychiatry and Clinical Neurosciences59,
http//www.proquest.com.
690–696.
Diaksespadatanggal 30 Agustus 2014.
Smith, G.N., Ehmann T.S., Flynn S.W., MacEwan
Lindenmayer.J.P, Kanellopoulou.I.(2009).
G.W., Tee K., Kopala L.C., Thornton A.E.,
Schizophrenia with Impulsive and
Schenk C.H., Honer W.G., (2011). The
Aggressive Behaviors.PsychiatrClin N
Assessment of Symptom Severity
Am32 : 885–
andFunctional Impairment With DSM-
902doi:10.1016/j.psc.2009.08.006
IVAxis V. Psychiatric Services.62 (4) :
Monrad, (2011). Guidelines for rating Global 411–417
Assessment of Functioning (GAF).
Stuart, G.W., & Laraia, M.T. (2005). Principles (2011). Does psychopathology at
and practice of psychiatric nursing.(8th admission predict the length of
edition). St Louis: Mosby. inpatient stay in psychiatry?
Implications for financing psychiatric
Stuart, G. W. (2013). Principles and Practice of
services.BMC Psychiatry 11(120).
Psychiatric Nursing (10 ed.). St Louis,
Missouri: Mosby. Werbeloff N., Dohrenwend B.P., Yoffe R., van
Os J., Davidson M., Weiser M.,(2015)The
Townsend, M. C. (2009). Psychiatric Mental Association between Negative
Health Nursing : Concepts of Care in Symptoms, Psychotic Experiencesand
Evidence - Based Practice (6 ed.). Later Schizophrenia: A Population-Based
Philadelphia: F.A Davis Company. Longitudinal Study. PLoS ONE10(3).
Townsend, M. C. (2014). Essentials of Winkler D., Naderi-Heiden A., Strnad A., Pjrek
Psychiatric Mental Health Nursing E., Scharfetter J., Kasper S., Frey R.,
Concepts of Care in Evidence-Based (2011). Intensive care in
Practice (6 ed.). Philadelphia: F. A. Davis psychiatry.European Psychiatry26 : 260–
Company. 264 elsiviere
doi:10.1016/j.eurpsy.2010.10.008.
Urbanoski, K.A., Henderson C., Castel S., (2014).
Zhang.J, Harvey.C , Andrew. C., (2011). Factors
Multilevel analysis of the determinants
associated with length of stay and the
of the global assessment of functioning
risk of readmission in an acute
in an inpatient population. BMC
psychiatric inpatient facility: a
Psychiatry, 14:63 doi:10.1186/1471-
retrospective study. Australian and New
244X-14-63
Zealand Journal of Psychiatry, 45, .
Vylder, J. E. D., Ben-David S.,IlmuSchobel
Jurnal S.A.,
Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015
182
Kimhy D., Malaspina D., Corcoran C.M.,
(2012). Temporal association of stress
sensitivity and symptoms in individuals
at clinical high risk for psychosis.
Psychological Medicine. Cambridge
University Press
doi:10.1017/S0033291712001262
Vinick (1983) The effect of assertiveness
training on aggression and self concept
in conduct disordered adolescent,
diunduhtanggal 6 Maret 2015)
Wahyuningsih, D.(2009).PengaruhAssertiveness
training(AT)TerhadapPerilakuKekerasan
PadaKlienSkizophrenia Di RSUD
Banyumas.Universitas Indonesia, Tesis
FK-UI. Tidak Dipublikasikan
Warnke.I., Wulf Rössler and Uwe Herwig,

Anda mungkin juga menyukai